“Apa kamu tidak lelah?”
Aurora menatap Zack yang sedang mengganti popok Haven. Saat ini sudah hampir pukul dua dini hari. Mereka terbangun karena mendengar Haven merengek melalui baby monitor.
“Ngantuk. Tapi, tak apa, Sayang. Kamu juga masih pemulihan.” Zack mengangkat Haven yang kini sudah menggunakan popok bersih.
Setelah menggunakan masker wajah, Aurora duduk di sofa menyusui. Zack mendudukkan Haven di pangkuan Aurora.
“Haven terlihat tidak suka kau memakai masker.” Zack terkekeh sambil mengelus kepala putranya.
“Pertama kali aku memakai masker, Haven memang rewel. Ia menggapai-gapai wajahku seolah ingin melepas masker ini.”
“Haven ingin melihat wajah cantik Mommy saat menyusu. Iya kan, Haven?”
Putra tampan itu sudah terlelap. Zack meraih tubuh kecil itu ke dalam dadanya lalu menidurkan kembali ke ranjang bayi.
Aurora dan Zack keluar dari kamar bayi. Zack menggengga
Tiba di rumah, Aurora masih terlihat sibuk mengurus Haven. Zack kembali mengurung diri di ruang kerja dan merenungkan nasibnya. Lelaki itu berkali-kali mengembuskan napas panjang.Langit di luar balkon ruang kerjanya tampak gelap. Zack mencari satu bintang yang berharap dapat menjadi solusi dari masalahnya. Sayangnya, langit pekat itu sama sekali tidak berhias benda-benda langit.“Zack?”Aurora masuk ke dalam ruang kerja dan menemukan Zack yang berdiri mematung. Kedua tangannya masuk ke dalam saku celana panjang. Suaminya itu bahkan tidak menoleh karena tidak mendengar ia masuk dan memanggilnya.Kedua tangan Aurora melingkari pinggang Zack. Lelaki itu terkejut merasakan pelukan dari belakang tubuhnya. Ia lalu melapisi tangan itu saat sadar yang mendekapnya adalah Aurora.“Ada apa di langit?” Aurora meletakkan sisi wajahnya di punggung Zack.“Justru aku sedang mencari-cari karena tidak menemukan satu pun di atas sana.”Aurora terkekeh kecil. Ia melepaskan pelukan lalu bergeser ke depan
“Aurora.” Zack langsung menghampiri istrinya dengan wajah panik. “Sayang?”“Si—Siapa dia? Kenapa wajahnya mirip denganmu?” Aurora masih menatap anak lelaki di depan mereka dengan wajah bingung.Zack segera membawa Aurora keluar. Ia menuntun Aurora ke mobil yang terparkir di halaman belakang rumah sakit.“Ada apa, Zack? Kenapa ke sini? Haven ada di mobil bersama suster.” Aurora mengamati sekeliling mereka.“Tenang dulu, Sayang. Aku mau menjelaskan sesuatu padamu.”Aurora duduk menyamping menghadap Zack. Lelaki itu terbata menceritakan tentang anak lelaki yang baru saja Aurora lihat.Rasanya Zack tidak dapat menghitung berapa banyak kata maaf yang telah ia ucapkan. Dan semua itu tidak cukup saat melihat Aurora tampak tegang.Detik berikutnya, Aurora membuka pintu mobil dan berlari keluar. Zack yang berusaha mengikuti tertinggal jauh karena terhalang troli makanan di depannya.“Aurora!” Tak perduli, ia berada di mana, Zack berteriak.Namun, Aurora tetap berlari. Ia tidak memperdulikan pa
Memangnya tidak cukup ia bisa menerima Zack saat ini? Kenapa sampai harus ada anak dari wanita lain di antara mereka?Apa nanti Zack akan pilih kasih antara anak darinya dan dari wanita lain? Kalau dipikir-pikir, Amber memang wanita yang paling sering menemani Zack.Mungkin jika Zack tidak menikah dengannya, Amber lah yang menjadi istri Zack.Berbagai pertanyaan itu menari-nari di dalam pikiran Aurora. Yang paling membuatnya kesal, Zack menyembunyikan fakta ini. Aurora kini sadar bahwa selama ini yang membuat Zack menjadi lebih pendiam adalah karena anak tersebut.“Menurut berita yang Kakek dapatkan, wanita itu juga sedang sekarat saat ini. Bahkan hidupnya hanya tinggal menunggu waktu saja.”“Aurora tidak tau.”“Maksud Kakek jika wanita itu sekarat dan akan segera berakhir hidupnya, berarti anak itu akan diberikan pada Zack, bukan?”“Tidak tau.” Aurora kembali menggeleng.“Bukankah lebih mudah karena tidak akan ada wanita di antara kalian?”Aurora menatap sang kakek dengan pandangan t
Zack memeluk Haven erat-erat. Bayi tampan itu sampai bangun karena Zack juga menciuminya.Meski terkejut, Haven tampak tenang di pelukan Zack. Bayi laki-laki itu menatap wajah Daddynya, begitu juga dengan Zack. Keduanya seperti sedang mengungkapkan kerinduan dengan bahasa kalbu.Setelah Aurora pergi, Kakek Viscout menelepon Zack. Mengabari bahwa Aurora pergi bersama June. Zack segera datang ke apartemen.“Apa Kakek tidak tau ke mana Aurora pergi?” Zack bertanya sambil tetap memeluk dan memandang putranya.“Menurut pengawal, Aurora dan June sedang mengunjungi Amber.”Tatapan Zack beralih kepada Kakek Viscout. Lalu, lelaki itu mengembuskan napas beratnya.Menurut Kakek Viscout, Aurora tiba-tiba memiliki rencana itu karena sebelumnya ia tidak memiliki niat untuk pergi keluar apartemen.“Jangan khawatir. Ada pengawal yang mengikuti.”Zack menggeleng. “Kondisi Amber tidak mungkin bisa menyerang Aurora, Kek. Tetapi, ia mungkin bisa saja mengatakan hal-hal yang membuat Aurora semakin kesal d
Zack berlari ke kamar utama. Ia hampir menabrak Jeff yang sedang membawa nampan makanan. Kepala pelayannya itu hanya menggeleng, lalu tersenyum kecil memaklumi tingkah tuan-nya.“Aurora, sayang?” Zack masuk dan langsung melihat Aurora di depan jendela.Aurora tidak menoleh. Ia memang telah melihat Zack turun dari mobilnya. Entah bagaimana suaminya itu tau ia telah pulang.Padahal, Aurora sudah berpesan pada Kakek Viscout dan Jeff untuk tidak memberitahukan keberadaannya sekarang pada Zack. Zack membalik pelan tubuh Aurora. Mereka kini bertatapan. Zack tersenyum penuh haru.“Aku tak mengira kamu sudah pulang. Tanpa sadar aku menyetir ke sini. Syukurlah, ternyata ada kamu.”Aurora hanya tersenyum sedikit. Berhadapan dengan Zack, ia sadar dirinya juga merindukan suaminya itu. Hanya saja, rasa khawatir karena masalah anak yang tiba-tiba datang itu masih menguasai emosinya saat ini.“Mana Haven, Sayang?”“Di kamarnya bersama suster.”“Aku minta Haven dibawa ke sini, ya.” Zack segera menga
Pagi harinya, Aurora menoleh ke samping. Sisi ranjang yang ditiduri Zack, kosong. Ia menajamkan pendengaran untuk memastikan apa Zack berada di kamar mandi atau tidak.Tidak terdengar suara-suara dari kamar mandi. Aurora turun dari ranjang, mengenakan mantel piyama lalu bergegas ke kamar bayi.Benar dugaannya. Zack sedang menggendong Haven sambil bersenandung. Aurora bersandar di kusen pintu mengamati suami dan putranya yang tampak begitu akrab.Lalu, Zack menoleh. Lelaki tampan itu tersenyum dan menghampiri Aurora.“Selamat pagi, Sayang.” Zack menyapa lalu mencium pipi Aurora. “Kamu datang tepat waktu, Haven mau menyusu.”Melihat Aurora, Haven yang sejak tadi tenang mulai gelisah. Tangannya mulai berusaha menggapai tubuh sang Mommy.“Iya, ya.” Aurora mengambil alih Haven, membawanya ke sofa dan membuka piyama atasnya untuk menyusui.Zack tersenyum. Ia tidak perduli Aurora tidak balas menyapanya dan masih bersikap dingin. Zack sama sekali tidak keberatan Aurora marah, yang penting ist
Pemakaman Amber berlangsung setelah keluarganya datang. Selain keluarga, hanya Aurora, Zack dan Zavian yang hadir. Entah ke mana teman-teman sosialita Amber dulu.Aurora melirik Felix yang duduk di samping nisan. Anak kecil itu baru saja meletakkan satu tangkai bunga mawar berwarna merah muda di atas gundukan tanah yang menimbun jasad ibunya.Ekspresinya tetap datar. Tidak ada raut sedih dan duka. Bahkan matanya sama sekali tidak mengeluarkan air mata.Setelah pemakaman, Zack mengajak keluarga Amber duduk bersama di sebuah restoran. Hanya Aurora yang duduk bersama mereka. Zavian mengajak Felix duduk di meja lain.“Seperti rencana awalku, Felix akan aku serahkan pada kalian.” Zack bicara tanpa basa-basi pada orang tua dan adik Amber.Ibu Amber mengangguk. “Kami sekeluarga sudah berdiskusi. Kami akan menerima Felix dengan syarat.”Aurora mengerutkan kening. Baru bertemu saja ia bisa menyimpulkan seperti apa keluarga Amber ini. Mereka bahkan tidak menampakkan raut duka cita mengetahui Am
Haven akhirnya dibawa Aurora ke kamar utama. Setelah memastikan istri dan putranya tidur, Zack keluar. Ia bicara dengan Jeff lalu masuk ke kamar tamu.Zavian yang melihat Zack masuk langsung berdiri. Lelaki itu berpamitan untuk pergi ke kantor. Zack mengangguk dan mengucapkan terima kasih.Entah bagaimana nasibnya jika tidak ada Zavian yang membantu. Zack tiba-tiba saja merasa lemah. Sebelum pergi, Zavian memeluk sahabatnya.“Kalian akan dapat mengatasi masalah ini. Aku akan bercerita pada sahabat-sahabat kita.” Zavian menepuk bahu Zack kemudian keluar.Kini Zack hanya berdua dengan Felix. Anak lelaki itu sedang duduk di atas karpet. Tanpa melakukan apa pun.“Hai.” Zack berjongkok di depan Felix.Kepala Felix mengangguk pelan dan menatap mata Zack. Lelaki itu tertegun. Bukan hanya wajah, nyali anak ini pun sangat mirip dengannya.“Aku turut prihatin atas perginya ibumu.” Zack kini duduk berhadapan dengan Felix.“Dia akan lebih menderita jika tetap hidup.” Felix membalas tanpa ekspresi