Home / Romansa / Kakak Ipar Rasa Pacar / 75 || Raka dan Embun — Masih Mencintaimu

Share

75 || Raka dan Embun — Masih Mencintaimu

Author: Els Arrow
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Kediaman Toni | Ruang Keluarga

Semua orang duduk melingkar di sofa panjang mengitari meja oval yang terletak tepat di tengah-tengah ruang keluarga, lampu kristal yang tergantung di atas membuat suasana semakin mewah.

"Tinggal di sini saja, Mita. Paman sudah mengembalikan hak Leon kepada kalian, maaf kalau sebelumnya paman malah menjadikan rumahnya Leon sebagai panti sosial," jelas Gilbert.

Rumah megah milik Leon yang sebelumnya ditinggali oleh Mita dan Embun memang dijadikan panti sosial, semua itu Bukan tanpa alasan.

Gilbert takut rumah itu terbengkalai dan kotor karena tidak kunjung menemukan Mita dan Embun, mangkanya memanfaatkan agar pahala juga mengalir untuk almarhum Leon.

"Aku sama sekali tidak masalah, Paman. Aku malah senang rumah suamiku bermanfaat untuk orang lain, itu artinya pahalanya juga akan mengalir untuk suamiku," jawab Mita.

Wanita paruh baya berhati lembut itu terus menampilkan senyum, bersyukur akhirnya takdir mempertemukan kembali dengan keluarga mendiang sua
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    76 || Kehidupan di Penjara

    Berbeda dengan Raka yang telah kembali kepada cinta pertamanya, kini Tania harus merasakan kesengsaraan karena mendekam di penjara. "Aku semalaman nggak bisa tidur, Ma. Banyak nyamuk di sini, terus kita cuma pakai tikar tipis yang sudah bolong-bolong!" gerutu Tania.Satu sel diisi enam orang, tidak semuanya tidur dengan tenang. Ada yang mendengkur dan kaki ke mana-mana, hingga Tania harus dilindungi oleh mamanya agar tidak terkena kaki orang lain. Takut bayi dalam kandungannya kenapa-napa. "Mau gimana lagi, Tan? Kalau kamu ngomel Mama jadi makin stres. Mama juga nggak mau di sini, tapi sudah nasib kita."Tania mendorong kasar nampan berisi nasi sayur bening dan tempe goreng, dia tidak selera melihat sarapan seperti itu. "Makanan kayak gini nggak ada gizinya, Ma. Yang ada anakku nggak bisa tumbuh dengan baik di dalam perut. Aaargh ...!""Diam!" sentak seorang wanita berambut panjang berwajah kumal yang sudah muak mendengar keluhan Tania sejak semalam. Empat tahanan lain cukup baik

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    77 || Mengungkapkan Perasaan

    "Nggak mungkin!" pekik Tania.Tidak! Raka tidak mungkin meninggalkannya. Raka memang tidak menginginkan anak dalam kandungannya, dan saat ini dia juga dipenjara sehingga tidak bisa melayani Raka.Namun, bagaimana bisa tiba-tiba Raka dijodohkan. Ini terlalu mendadak, Tania hampir tidak percaya."Aku sudah dijodohkan, kedatanganku ke sini sekaligus untuk memutuskan hubungan kita." Ucapan Raka langsung menyentak relung hari terdalam Tania.Apa ini? Apa dia dibuang?"Aku mengandung anakmu, Raka. Bisa-bisanya kamu mau menikah sama wanita lain!" desis Tania sambil melirik Embun, berharap Embun mundur setelah tahu.Namun, Embun terlihat biasa saja. Juga Raka yang hanya mampu tersenyum tipis. "Lahirkan anakmu, aku dan Embun yang akan merawatnya." Pria itu menatap calon istrinya. "Dia ... Embun, sudah bilang akan merawat anakmu. Itu lebih baik daripada kamu titipkan ke panti asuhan."Tania terpaku di tempatnya, kilatan matanya memerah memancarkan kemarahan.Sungguh! Menurutnya dunia sangat ti

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    78 || Tidak Sengaja Bertemu

    "Aku menerimanya," ucap Nadia yang membuat Darren menganga bahagia."Kamu menerimaku?" tanya Darren, menyakinkan.Sebuah anggukan kepala membuat Darren semakin bahagia tak terkira. Ketakutannya langsung sirna, penolakan yang dibayangkannya tadi hanyalah semu dan kini dia diterima masuk ke dalam hati Nadia."Aku memang menerimamu, Kak. Tapi ... aku belum siap nikah dalam waktu dekat. Aku masih ingin mendampingi Ayah meraih kesembuhannya," ucap Nadia.Darren tidak masalah, kepalanya mengangguk mengiyakan persyaratan gadisnya."Aku akan menunggumu sampai kamu siap, Nad. Tidak masalah, katakan saja kalau kamu sudah siap, aku jamin perasaanku tidak akan berubah sampai kapanpun," tutur Darren.Nadia tersenyum tipis, mungkin inilah saatnya dia membuka hati. Sebenarnya gadis itu sudah tahu sejak lama, hatinya menebak kalau Darren punya perasaan lebih jika dilihat dari perhatian dan tatapan yang berbeda. Namun, Nadia selalu menahan karena takut hatinya kembali jatuh kepada orang yang salah.

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    Chapter 79

    Nadia mengantarkan Brata ke ruang dokter, di sana perawat terkejut melihat Tuan besarnya datang bersamaan seorang gadis. "Tuan? Apa ada masalah? Kenapa Anda datang ke sini dan tidak menunggu saya?" tanya perawat yang takut Tuan besarnya mengalami masalah.Dia sudah menemani Brata selama beberapa tahun, baru kali ini berada datang sendiri ke ruang dokter tanpa dijemput. "Nggak ada masalah. Aku tadi bosan menunggu di mobil, dan gadis ini yang membantuku ke sini," jawab Brata, lantas mengalihkan pandangannya kepada Nadia. "Sekali lagi makasih banyak, Nak. Kamu nggak hanya cantik, tapi juga berhati baik.""Kakek bisa saja, tolong jangan berlebihan. Sudah selayaknya kita menolong sesama manusia," sahut Nadia yang langsung diangguki oleh Brata."Ngomong-ngomong kakimu kenapa bisa sampai begini?" Pria senja itu menelisik kaki Nadia yang digantung ke atas."Ah, ini ... ini gara-gara aku ngejar anak kucing ke jalan raya, nggak tahunya ada truk yang lewat. Akhirnya aku ketabrak, Kek. Tapi ngg

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    80 || Datang ke Persidangan

    Hari berlalu begitu cepat, tidak terasa sudah tiga hari Nadia menemani Ayahnya di rumah sakit. Siang ini gadis itu berencana ke kantin bersama Ara, tetapi langkahnya terhenti saat ponsel ayahnya berdering."Sebentar, Kak. Pak Hikam telepon." Ara kembali duduk sambil menunggu Nadia menerima telepon."Halo, Pak?" sapa Nadia setelah mengangkat sambungan telepon tersebut. "Selamat siang, Mbak Nadia. Saya mengabari bahwa besok jam sembilan pagi akan dilakukan jadwal sidang, apakah Mbak Nadia bisa datang? Sidang ini penting sekali untuk memutuskan hukuman yang tepat bagi pelaku, tapi kalaupun Mbak Nadia belum bisa datang, saya bisa mengatur jadwal lagi. Tapi, mungkin perlu waktu sedikit lama. Sekitar dua atau tiga minggu lagi," jelas Pak Hikam dari seberang telepon. Nadia tidak langsung menjawab, dia butuh berdiskusi dulu dengan Darren."Saya akan mendiskusikannya dulu dengan Pak Darren, karena beliau yang akan mengantarkan saya. Secepat mungkin saya akan memberikan jawaban, Pak.""Baik

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    81 || Kecewa

    "Dengan hormat, sidang kasus pembunuhan berencana hari ini akan dibuka. Saya sebagai hakim akan memimpin sidang ini dengan adil dan berdasarkan hukum yang berlaku. Saya mengharapkan semua pihak untuk memberikan bukti dan argumen dengan jujur dan transparan agar kebenaran dapat terungkap dalam persidangan ini. Mari kita mulai sidang dengan penuh keadilan."Hakim menatap satu persatu orang yang hadir dalam persidangan ini, lantas mulai membacakan prosedur. "Dengan hormat, kuasa hukum dari pihak penggugat, saya meminta Anda untuk menyampaikan argumen dan bukti yang mendukung tuntutan Anda dalam kasus ini. Mohon jelaskan dengan jelas dan tegas mengenai alasan mengapa Anda menganggap tergugat terlibat dalam rencana yang disebutkan. Silakan mulai presentasi Anda."Nadia menatap ke arah Pak Hikam, berdoa agar pria paruh baya itu bisa menjabarkannya dengan baik."Yang Mulia, dengan hormat kami dari pihak penggugat ingin mempersembahkan bukti-bukti yang sangat vital dalam kasus ini. Kami memi

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    82 || Kritis

    Kediaman Anton | Malam hari.Rumah mewah itu dihias dengan banyak bunga hidup dan lampu kristal, suara alunan musik mengalun lembut. Banyak tamu undangan yang telah hadir, terutama dari keluarga besar.Malam ini pertunangan Raka dan Embun, Dua insan itu sudah berkomitmen untuk menjalin hubungan yang lebih serius ke jenjang selanjutnya. Semua orang sudah menawarkan untuk melakukan perkenalan dulu, tetapi pasangan itu mengatakan kalau mereka sempat menjalin kasih selama tiga tahun dan ingin merangkainya sejak awal mulai hari ini."Dalam momen istimewa ini, di depan keluarga yang kita cintai, aku ingin berbagi sesuatu yang sangat penting. Sejak pertama kali kita bertemu, hidupku berubah menjadi lebih indah. Kamu adalah cahaya yang menerangi setiap hari dalam hidupku. Dengan cinta dan kesadaran penuh, aku ingin menanyakan padamu, Embun Alillea, apakah engkau mau berbagi sisa hidupmu denganku? Bersama-sama kita akan tertawa, bahagia, dan merayakan setiap momen kecil. Kita akan mengarungi

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    83 || Dilupakan

    Nadia duduk sambil mencengkeram lembut bahu ayahnya, air matanya seolah tidak mau berhenti mengalir."Aku tahu Ayah pasti mendengar suaraku. Kata orang, saat seseorang koma alam bawah sadarnya masih bisa mendengar suara di sekitar. Dan aku ... a-aku hanya ingin mengatakan kalau aku sangat menyayangi Ayah. Jadi, tolong ... tolong bangunlah. Aku rindu suara Ayah, aku pengen peluk Ayah," rintih Nadia.Sementara Darren berdiri di dekat kaki Toni sambil menautkan tangannya ke depan.Denting alat medis yang berada di ruangan putih ini semakin membuat telinga berdengung, aroma obat menusuk indera penciuman.Nadia enggan beranjak, dia masih ingin menemani ayahnya. Menunggu pria paruh baya itu sampai sadar, meskipun tadi dokter mengatakan bahwa kemungkinannya sangat kecil."Kamu belum makan dari siang, Nad."Gadis itu menoleh, sekejap kemudian kepalanya menggeleng. "Aku nggak enak makan kalau Ayah masih seperti ini.""Dan Ayah akan sedih kalau kamu nggak mau makan," sahut Darren."Dokter tadi

Latest chapter

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    Extra Part - Ending

    Hari-hari berlalu begitu cepat, berganti minggu dan bulan. Kehidupan Darren dan Nadia dipenuhi dengan kebahagiaan. Mereka menikmati setiap momen bersama, membangun bisnis bersama, dan merencanakan masa depan mereka. Suatu pagi, Nadia terbangun dengan perasaan yang berbeda. Perutnya terasa sedikit mual, dan dia merasa lebih sensitif terhadap bau. Dia langsung menuju kamar mandi dan mengambil test pack yang sudah dia beli beberapa hari sebelumnya. Dengan tangan gemetar, Nadia melakukan tes. Dia menahan napas, jantungnya berdebar kencang. Beberapa saat kemudian, hasil tes muncul. Dua garis merah terang muncul di layar test pack. Nadia terdiam, matanya berkaca-kaca. Air matanya mengalir deras, membasahi pipinya. Dia tak percaya, dia hamil. Dia akan menjadi seorang ibu. Wanita cantik itu langsung berlari keluar dari kamar mandi dan menuju kamar tidur. Darren masih tertidur pulas di ranjang. Nadia duduk di tepi ranjang, matanya menatap Darren dengan penuh kasih sayang. "Kak," bisik Nadi

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    Extra Part

    Minggu-minggu berlalu begitu cepat. Nadia sudah beberapa kali kontrol ke dokter untuk memeriksa kondisi tulang pahanya setelah operasi pelepasan pen. Dokter mengatakan bahwa tulang pahanya sudah pulih dengan baik dan dia sudah bisa beraktivitas seperti biasa."Kak, aku sudah bisa jalan normal lagi, lho!" seru Nadia, matanya berbinar gembira.Darren tersenyum, matanya memancarkan kebahagiaan. "Aku senang mendengarnya, Sayang," jawabnya. "Kamu sudah bisa kembali ke butik."Nadia mengangguk, matanya berbinar-binar. "Aku sudah tidak sabar untuk kembali bekerja," katanya. "Aku ingin membantu kamu mengembangkan butik."Darren mencium kening Nadia dengan lembut. "Aku tahu kamu bisa, Nad," kata Darren. "Kamu akan jadi desainer yang berbakat."Nadia kembali bekerja di butik milik Darren. Dia sangat antusias dalam berbagai hal, mulai dari mendesain baju, memilih bahan, hingga melayani pelanggan. Kehadiran Nadia di butik membuat suasana di sana semakin hidup dan ceria."Kak, aku punya

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    Chapter 165

    Malam itu, udara dingin menusuk tulang. Darren dan Nadia berjalan beriringan menuju kediaman Rudi, om Darren yang terkenal kejam. Nadia melangkah dengan hati-hati, tulang pahanya masih terasa nyeri setelah operasi pelepasan pen."Kamu yakin mau ke sini?" tanya Darren, sedikit ragu."Iya, sekadar berbela sungkawa sebentar."Sesampainya di depan rumah Rudi, mereka mendengar suara teriakan yang nyaring. Suara itu berasal dari dalam rumah, terdengar seperti jeritan orang kesakitan. Nadia mengernyit, jantungnya berdebar kencang."Itu suara Om Rudi," bisik Darren.Mereka mengintip dari balik jendela. Di dalam, Rudi tampak seperti orang gila, berteriak-teriak histeris. "Mama ... Ma! Kembalilah padaku, Ma. Aku mohon jangan tinggalkan Papa ...!" teriaknya histeris, memeluk foto mendiang istrinya.Nadia merasa iba melihat Rudi yang terpuruk. "Kasian, dia kayak orang kehilangan akal," gumamnya.Darren hanya diam, matanya menatap Rudi dengan dingin. "Karma," gumamnya pelan, "Karma atas semua keja

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    Chapter 164

    Beberapa jam berlalu. Nadia terbangun dari tidurnya, tubuhnya masih terasa lemas akibat pengaruh obat bius. Matanya perlahan terbuka, dan pandangannya langsung tertuju pada Darren yang duduk di samping ranjang, wajahnya tampak lesu. Nadia berusaha bangkit, tetapi rasa sakit yang menusuk di perutnya membuatnya kembali terbaring."Kak ...," lirih Nadia, suaranya serak dan bergetar.Darren langsung mendekat, memegang tangan Nadia dengan lembut. "Sayang, kamu udah bangun? Kamu masih sakit?"Nadia menggeleng lemah. "Sudah nggak terlalu."Darren tidak menjawab, hanya mengelus lembut rambut istrinya. Membuat Nadia berpikir macam-macam, tak biasanya suaminya murung."Kak, apa semua baik-baik saja? Ada masalah, sampai kamu murung begitu?" tanya Nadia, sambil tangannya perlahan menekan perut meredam rasa nyeri.Darren menarik napas dalam-dalam. "Iya, Sayang. Maaf membuatmu khawatir.""Ada apa?"Darren sebenarnya belum ingin cerita, tetapi Nadia sudah terlanjur curiga. "Kakek meninggal be

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    Chapter 163

    Darren melangkah gontai memasuki ruangan rumah sakit tempat Nadia dirawat. Ia berharap bisa menemukan sedikit ketenangan di sini, setelah melakukan tindakan brutal terhadap Rahayu. Sayangnya, saat ia melihat wajah Nadia yang pucat dan terbaring lemah, rasa bersalah kembali menyergapnya."Sayang," lirih Darren, tangannya meraih tangan Nadia yang dingin. "Maafkan aku. Aku nggak bisa mencegah Tante Rahayu mengirimkan pesan itu, sehingga membuat pikiranmu terganggu."Namun, sebelum Darren bisa melanjutkan kata-katanya, bodyguard-nya, datang menghampiri. Wajahnya tampak muram, matanya berkaca-kaca."Tuan, ada kabar buruk," ucap Ryan, suaranya bergetar menahan tangis. "I-ini menyangkut Tuan Besar.""Apa?" tanya Darren, jantungnya berdebar kencang."Tuan Besar telah meninggal dunia, Dokter mengabarkan dua puluh menit yang lalu, dan saat ini jenazahnya masih ada di ICU karena menunggu Tuan," ucap Ryan, suaranya tercekat.Darren terpaku di tempat, matanya membelalak tak percaya. Ia tak

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    Chapter 162

    Darren melangkah tegap menuju kantornya, meninggalkan kekacauan di Atmajaya. Ia tak peduli dengan perusahaan yang kini terancam bangkrut, tak peduli dengan kekhawatiran staf-staf Atmajaya tadi, dan tak peduli dengan nasib Rudi. Ia memasuki ruangannya, sebuah ruangan mewah dengan pemandangan kota dari jendela besar. Namun, kemewahan itu tak lagi berarti apa-apa baginya. Ia duduk di kursi empuk, membuka laptop, dan mulai mengetik.Darren mengirim email kepada para investor Atmajaya, memerintahkan mereka untuk segera menarik investasi dari perusahaan milik omnya. Ia tahu, dengan kekuasaannya, para investor pasti lebih berpihak padanya.[Saya harap Anda semua sudah membaca berita terkini tentang Atmajaya. Saya sarankan Anda untuk segera menarik investasi Anda dari perusahaan ini. Atmajaya sudah tidak layak untuk Anda investasikan.] tulis Darren dalam emailnya.Ia menekan tombol "kirim" dengan penuh amarah. Ia tahu, dengan email itu, ia telah menghancurkan Atmajaya. Namun, ia tak

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    Chapter 161

    Nadia terbaring lemah di ranjang rumah sakit, matanya terpejam. Napasnya teratur, tubuhnya lemas setelah perawat menyuntikkan obat penenang. Air mata yang sebelumnya membasahi pipinya kini telah kering, meninggalkan jejak samar di kulit pucatnya. Marah, sedih, dan kecewa bercampur aduk dalam hatinya. Janin yang baru berusia dua bulan terpaksa diluruhkan, mimpi untuk menjadi seorang ibu harus ditunda.Darren duduk di kursi samping ranjang, matanya tertuju pada wajah Nadia yang tenang dalam tidurnya. Hatinya pedih melihat istrinya terbaring lemah, tetapi ia tak bisa berbuat apa-apa. Ia hanya bisa menggenggam erat tangan Nadia, berharap sentuhannya bisa sedikit meringankan beban yang sedang ditanggung istrinya. "Maaf, Sayang. Aku gak bisa ngelakuin apa-apa," bisik Darren lirih, suaranya bergetar menahan kesedihan. "Aku janji, kita bakal punya anak lagi."Darren terdiam sejenak, matanya berkaca-kaca. Ia teringat untuk menemani Brata, sang kakek, yang dirawat di ICU karena infek

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    Chapter 160

    Dokter itu meletakkan selembar kertas dan pulpen di hadapan Darren. Tangannya gemetar saat meraih pulpen, matanya menerawang ke arah pintu ruang operasi tempat Nadia terbaring."Ini, Pak Darren. Formulir persetujuan untuk tindakan medis. Saya sudah jelaskan risikonya, dan saya harap Anda bisa memahami keputusan ini." Dokter itu berkata dengan nada lembut, tetapi suaranya terasa berat di telinga Darren.Darren menatap formulir itu dengan tatapan kosong. Kata-kata dokter berputar-putar di kepalanya.Risiko tinggi.Kondisi kritis.Keputusan sulit. Ia mencoba mencari kekuatan di dalam diri, mencoba mencari jalan keluar dari dilemma yang menjeratnya."Dokter, apakah ... apakah tidak ada cara lain?" tanya Darren, suaranya terasa serak dan patah.Dokter menggeleng pelan. "Maaf, Pak Darren. Ini adalah pilihan terbaik yang bisa kita ambil saat ini. Jika kita tidak bertindak segera, kondisi Ibu Nadia akan semakin memburuk. Dan ris

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    Chapter 159

    Darren masih terpaku di depan pintu ruang operasi, matanya menerawang ke dalam ruangan. Kekhawatirannya belum juga mereda. Nadia, istrinya, masih belum sadar dari pengaruh obat bius. Operasi pelepasan pen berjalan lancar, tapi kondisi Nadia justru memburuk setelahnya. Tekanan darahnya terus meningkat, dan keadaan kandungannya juga melemah.Tiba-tiba, seorang perawat berlari menghampirinya. Wajahnya tampak panik. "Maaf, Pak Darren. Ada kabar buruk. Kakek Brata kritis."Darren tersentak. "Apa maksudnya? Kakek Brata kenapa?""Infeksi paru-parunya semakin parah, Pak. Batuknya semakin keras dan sulit bernapas. Saat ini, Kakek Brata kejang-kejang." Perawat itu mengusap keringat di dahinya. Darren langsung berdiri tegak. "Dimana Kakek sekarang?""Di ruang ICU, Pak." Perawat itu menunjuk arah. "Saya harus kembali ke sana. Maaf, Pak."Darren terdiam sejenak. Rasa cemas dan takut bercampur aduk dalam dirinya. Nadia masih belum sadar, dan sekarang Kakeknya kritis. Ia merasaka

DMCA.com Protection Status