“Apa kamu mengenal ciri orang ini? Dia memakai masker dan topi, makanya susah dikenali,” ucap Ayana sambil memperlihatkan rekaman Cctv.Ansel pun memperhatikan dengan seksama orang yang tampak mencurigakan itu. Sayangnya dia pun tak mengenali ciri-ciri orang itu.Aruna duduk sambil memangku Emily. Dia pun cemas dan takut jika orang yang mengawasi Emily berniat berbuat jahat.“Aku tidak mengenalinya,” ucap Ansel dengan tatapan masih tertuju ke monitor.Ansel menoleh ke Emily yang duduk bersama Aruna. Dia pun menghampiri putrinya itu, lantas berjongkok di depan Emily.“Apa benar orang itu yang lihatin Emi di sekolah?” tanya Ansel memastikan.“Iya, jaketnya sama, topinya sama, dia juga pakai masker waktu kemarin lihatin,” jawab Emily jujur apa adanya.Ansel langsung menatap Aruna setelah mendengar jawaban Emily. Terlihat jelas raut kecemasan dalam tatapan matanya.“Emi tidak usah sekolah dulu sampai kami menikah. Untuk menghindari hal-hal yang tak diinginkan, kalau Emi di rumah Mommy dul
Resepsi pernikahan Aruna dan Ansel pun dimulai selesai acara akad. Aruna dan Ansel terlihat sangat bahagia karena akhirnya mereka bisa menikah.“Emi terlihat sangat bahagia,” ucap Aruna saat duduk bersama Ansel tapi tatapannya ke Emily yang sedang bermain bersama Archie.“Kamu tidak tanya sebahagia apa aku karena bisa menikah denganmu?” tanya Ansel yang sejak tadi menatap Aruna.Aruna menoleh hingga baru menyadari kalau Ansel ternyata sejak tadi menatapnya.“Sebahagia apa?” tanya Aruna sambil menatap lekat pria yang kini jadi suaminya itu.“Tidak bisa kusampaikan dengan kata-kata,” jawab Ansel lantas mengecup punggung tangan Aruna.Wajah Aruna bersemu merah karena sikap Ansel. Meski sudah menjadi pasangan suami-istri, tapi tetap saja ada hal-hal yang membuat Aruna malu.“Iya yang sudah sah, mesra-mesraan aja di mana pun dan kapan pun.”Aruna dan Ansel menoleh ke sumber suara yang baru saja menyindir mereka, hingga keduanya melihat Bumi.“Iri? Buruan nikahin Winnie,” balas Aruna tak ma
“Runa! Ada apa? Kenapa kamu diam?” tanya Ansel yang panik karena Aruna tak menjawabnya. Ansel pun mengetuk pintu, bahkan bertekad mendobrak jika Aruna tak kunjung keluar. “Runa!” Ansel kembali memanggil karena sangat cemas. Suara kunci dibuka terdengar, Ansel menunggu sampai akhirnya pintu terbuka meski hanya sedikit. “Ada apa?” tanya Ansel dengan wajah panik. Aruna menyembulkan kepala dari dalam. Dia menggigit bibir bawah, lantas menjawab, “Ans, aku dapet.” Ansel menaikkan satu sudut alis mendengar ucapan Aruna. “Dapet apa?” tanya Ansel yang tak paham. Aruna benar-benar malu harus mengatakan itu ke Ansel. “Panggilin Kak Sashi saja,” ujar Aruna. “Kenapa harus Kak Sashi kalau ada aku di sini? Katakan saja, dapet apa maksudmu? Aku benar-benar tidak paham,” ucap Ansel. Aruna menggigit bibir bawah, hingga akhirnya menjelaskan. “Aku datang bulan, Ans. Aku butuh pembalut dan pakaian ganti,” ujar Aruna menjelaskan dengan wajah malu. Ini hari pernikahan mereka, Aruna malah lupa k
Ansel dan Aruna pulang ke rumah Bintang saat pagi hari. Mereka disambut pelukan Emily yang berlari menghampiri begitu melihat keduanya datang. “Apa Emi semalam tidur nyenyak?” tanya Ansel yang langsung menggendong putrinya itu. “Nyenyak,” jawab Emily, “semalam aku tidur sama Archie,” ucap Emily kemudian. “Tidur sama Archie?” tanya Ansel terkejut. “Iya, semalam Archie rewel karena minta tidur sama Emily, jadi aku biarkan mereka tidur berdua,” jawab Sashi yang juga ada di sana karena semalam menginap di rumah Bintang. Ansel mengangguk-angguk mendengar jawaban Sashi. Mereka pergi ke ruang makan untuk sarapan bersama. “Kalian jadi pergi bulan madu besok?” tanya Bintang sambil menatap Aruna dan Ansel bergantian. Bukan tanpa sebab Bintang memastikan, itu karena dia sudah mendengar cerita dari Sashi kalau Aruna malah kedatangan tamu bulanan saat pesta kemarin. Ansel dan Aruna saling tatap mendengar pertanyaan Bintang. “Mungkin diundur saja, Mom.” Aruna yang menjawab. Dia merasa perc
Aruna dan Ansel akhirnya sampai di hotel tempat yang Bintang pesan. Bangunan tinggi itu berada di tengah kota, hingga menyajikan indahnya pemandangan kota Paris dari tempat mereka berada sekarang. “Dari sini semuanya terlihat indah,” ucap Aruna sambil menatap hamparan lampu yang menyala menghias kota Paris begitu indah. Aruna berdiri di dekat pintu kaca balkon. Dia melihat malam berhias ribuan lampu yang menerangi kota. Ansel baru saja memberi tips ke pelayan yang membantu membawa koper. Dia menutup pintu, hingga melihat Aruna yang berdiri sambil mengagumi keindahan kota Paris. “Bukankah kamu bilang pernah ke sini?” tanya Ansel sambil mendekat, lantas memeluk Aruna dari belakang. Dia menghidu dalam-dalam aroma tubuh istrinya itu. Aruna melirik sekilas ke Ansel, lantas kembali menatap ke hamparan lampu yang menghias kota itu. “Iya pernah sekali karena urusan bisnis. Itu juga hanya dua hari, lalu aku harus menempuh perjalanan panjang untuk kembali ke perusahaan,” jawab Aruna lanta
Aruna berbaring di ranjang sambil menatap Ansel yang kini berada di atasnya. Napasnya sedikit tersengal karena durasi ciuman mereka yang cukup lama, membuat paru-parunya kekurangan stok oksigen.“Harus malam ini?” tanya Aruna karena gugup.Ansel mengukung tubuh Aruna di bawahnya. Dia menatap Aruna yang terlihat gelisah.“Kamu belum siap?” tanya Ansel memastikan karena tak ingin Aruna merasa tak nyaman.Aruna menggelengkan kepala, entah apa maksud dari gelengan kepalanya.“Tidak apa jika tak siap, kita bisa melakukannya lain waktu,” ucap Ansel yang tak mau memaksa Aruna.Ansel hendak menyingkir dari atas tubuh Aruna, tapi ternyata istrinya itu langsung menahan lengannya.“Maksudku, aku siap dan bukannya tak siap. Hanya sedikit gugup. Kamu tahu ini pertama untukku,” ujar Aruna mencoba mengakui meski malu.Ansel tersenyum mendengar ucapan Aruna. Dia membelai wajah istrinya itu dengan lembut, lantas mengecup kening Aruna penuh kasih sayang.“Ini juga yang pertama untukku,” balas Ansel tan
Aruna membuka mata saat matahari mulai menyapa. Hal pertama yang dilihatnya saat bangun adalah wajah suaminya yang mampu membuatnya tersenyum. “Selamat pagi,” ucap Aruna saat melihat Ansel mulai membuka mata. “Pagi,” balas Ansel dengan seulas senyum menyambut pagi bersama wanita yang dicintainya. Aruna tersenyum menatap Ansel yang terlihat masih mengantuk. “Ans, aku lapar,” ucap Aruna sambil memainkan rambut depan Ansel. Ansel langsung bangun mendengar ucapan Aruna. Dia menengok ke jam dinding dan melihat waktu menunjukkan pukul enam pagi. “Ayo cari sarapan sambil jalan-jalan,” ajak Ansel lantas mencium pipi Aruna sebelum akhirnya turun dari ranjang untuk berganti pakaian. Aruna mengulum senyum, lantas ikut turun agar bisa segera sarapan. Ansel dan Aruna sarapan di restoran hotel, sebelum kemudian pergi jalan-jalan sesuai dengan jadwal mereka. “Ini cocok untuk Emi, kan?” Aruna memegang sebuah jepit rambut berbentuk kupu-kupu. Dia memandang jepit itu sambil tersenyum bahagia.
“Mami mengirimkan foto jepit rambut, apa kamu suka?” tanya Aruna saat menghubungi Emily. “Iya, aku suka. Makasih Mami Runa.” Suara Emily terdengar begitu bersemangat dari seberang panggilan. Aruna tersenyum mendengar Emily menyukai apa yang diberikannya. “Emi, bisa tidak kalau manggilnya mami saja? Kalau manggilnya Mami Runa, seperti mami bukan maminya Emi,” ucap Aruna. Ansel yang mendengar itu langsung tersenyum. Dia memeluk Aruna dari belakang, padahal istrinya itu sedang bicara di telepon. Aruna mendengar suara Emily tertawa dari seberang panggilan, membuatnya begitu bahagia bisa melihat tawa gadis kecil itu. “Mami, tadi ada wanita bantu ambilin bolanya Archie. Tapi aku tidak suka melihatnya,” ucap Emily dari seberang panggilan. “Wanita? Wanita siapa?” tanya Aruna terkejut. Ansel pun ikut terkejut hingga melepas pelukan dari Aruna, lantas meminta istrinya menyalakan pengeras suara agar bisa lebih jelas mendengar cerita Emily. “Wanita siapa, Emi?” tanya Ansel. “Tidak tahu,