"A... Regera, sudah selesai pengangkatan kutukannya?!" Komo langsung melepaskan genggaman tangannya dan bergegas mendekat. Akara yang berdiri di ujung balkon hanya menoleh sekilas, lalu menyeruput secangkir kopi di genggamannya. "Kutukan sudah hilang, tapi aura ranahku belum kembali." Ia meraba kain hitam di dadanya dan kembali berkata. "Bekas luka ini juga tidak hilang."Obelia hanya bisa menjaga jarak, melihat punggung kedua pemuda yang sedang melihat pemandangan kota dari ketinggian. Dengan serentak mereka menoleh ke belakang, menyadari kehadiran seorang pria berselimut kain lusuh."Tuan Regera, sekali lagi saya minta maaf atas kejadian sebelumnya. Dan juga, mohon untuk membantu memurnikan pil Penerobos Megatruh setelah bahannya terkumpul," "Baiklah, tapi aku membutuhkan informasi darimu." Akara menjentikkan jarinya, seketika kubah pelindung mengurung mereka. "Katakan?" "Setelah perburuan terakhir kali, adakah perburuan lain? Atau pernahkah mendengar lokasi portal perburuan
Altar di tengah-tengah hutan raksasa yang cukup jauh dari kota. Altar yang seperti berada di dalam sumur besar, berdindingkan akar pohon raksasa. Mereka telah berkumpul, ditambah gadis Alkemis dan Alkemis berjubah putih. "Mohon untuk berhati-hati. Walaupun kalian membantu mempercepat kenaikan ranah, guncangan pasti akan segera dirasakan ranah Dewa lainnya. Mereka pasti datang dalam sekejap!" Lumpang memperingatkan mereka, sedangkan Akara segera melemparkan sesuatu ke arah pemuda berarmor kristal ungu. "Komo, sebar itu dan bentuk formasi!"Melihat cincin hitam di tangan Komo, Alkemis putih ikut mengibaskan tangannya. Benda bercahaya melesat ke arah Komo, membuat Akara menoleh dengan cepat. Empat kristal berbentuk tabung prisma yang melayang, terbuat dari giok hijau dengan nyala magma oranye di dalamnya. "Anak muda, sebar itu di empat titik yang lebih luas!" Komo segera menoleh ke arah tuannya, dan langsung melesat pergi saat Akara mengangguk pelan. "Baiklah, silahkan dimulai!" Lum
"Lepaskan! Kita sudah tidak bisa membantunya lagi!" teriak Alkemis Putih yang langsung menutup auranya dan melesat pergi, disusul Akara dan Myrna. Kehampaan masih tertahan di atas sana. "Mereka benar-benar datang di saat krusial!" geram Lumpang sambil mendongakkan kepalanya, para Dewa terlihat di antara sela-sela ranting pohon yang sudah gundul dari daun. Ia lalu menoleh ke arah altar, energi sudah berkutat, bergerak cepat dan tak beraturan di sana. "Itu semua ranah Dewa?!" Gadis berpakaian lingerie langsung menutup mulutnya, dengan mata terbelalak begitu melihat ke atas. "Aku tidak yakin bisa bertahan," jabar Akara dengan wajah serius, tapi segera disahut Alkemis Putih. "Tenang saja!" Baru saja ia menyelesaikan ucapannya, ledakan menciptakan cincin kehampaan baru. Tidak hanya satu, tapi tiga lapisan pelindung hancur sepenuhnya. Komo yang menahan formasi langsung terlempar, untung ada Obelia yang menahan tubuhnya. Muncullah
Retakan kehampaan benar-benar memenuhi udara, seperti kaca mobil yang pecah, tapi masih saling menempel. Luapan energi terhenti, membuat Akara dan yang lainnya dapat membuka pelindung. Namun, ada luapan yang lebih tenang. Energi kegelapan layaknya gumpalan bayangan yang jatuh ke bawah. Beberapa saat kemudian luapan bayangan terhenti. Tubuh tua renta yang sakit-sakitan telah berubah, menjadi lebih tegap dan bugar berselimutkan energi hitam. Tanduk emasnya yang patah tidak berubah, tapi ada cakar tajam dan bilah yang menempel terbalik di lengannya. Dada yang lebar, dengan perut ramping yang diselimuti deretan sisik seperti tulang rusuk yang rapat....Kota Tunggul Tua, tepatnya di sebuah balkon di salah satu sisi bangunan menggantung, tiga orang laki-laki duduk dengan ditemani kopi di atas meja. "Pelelangan Raga, apa kalian masih melakukannya?" Pemuda berjubah hitam melontarkan pertanyaan kepada kedus pria bertanduk emas yang duduk di depannya. Ia teri
"Aku ingin bertarung bersama kalian, tapi pijakanku di klan Replik benar-benar rapuh. Jikalaupun mereka mendengar pendapatku, aku tidak yakin klan lain memiliki kepercayaan kepada klan Replik." Dewa Aurania menghela napas pelan, dengan bibir merahnya yang merekah."Kebetulan sekali!" Dewa Luwang melepaskan matanya dari pemandangan kota, melihat wajah gadis yang matanya tertutup kain. "Regera memintaku melelang tubuhnya agar dapat masuk wilayah klan Replik!" lanjutnya membuat Aurania menoleh, dengan angin yang tiba-tiba berhembus membuat rambut putih panjang mereka tersapu angin. ...Cahaya menyorot ke satu lokasi, sebuah altar panggung yang seakan berada di dasar sumur raksasa. Namun, dalam kegelapan dinding di sekitarnya, deretan ruangan berjejer dengan tinggi beberapa tingkat. Muncullah sekelebat kain hitam lusuh di atas panggung, berkumpul menjadi sosok pria Sheva bertanduk emas. Tongkat hitam di tangannya ia ketukkan beberapa kali ke la
Wilayah klan Replik. Baru sadar ternyata mirip dengan batu pencakar langit di kota laut panas. Namun, yang menjulang ke atas bukan sekedar batu, tapi layaknya pulau dwngan segala ekosistemnya. Wilayah yang indah dan hampir di setiap pulau menjulang ada aliran airnya, menghidupi flora yang tumbuh subur memenuhi seluruh sisi. Air yang tak kuat di tampung berjatuhan di dindingnya yang lembab dan masih diselimuti lumut dan tanaman lain. Terus jatuh hingga kepulan lautan awan, terus turun hingga cahaya semakin samar dan tanaman tak lagi dapat tumbuh di sana. Di balik lautan awan, hanya ada cahaya remang-remang di beberapa titik, tapi ada aktivitas ramai di dasar sana. Kota yang ramai seperti wilayah lainnya, tapi ada yang aneh dengan penampilan mereka. Anak-anak hingga usia muda masih berpenampilan persis layaknya manusia, tapi di usia tua mereka tidak hanya keriput, tapi menjadi hitam kehijauan layaknya membusuk. Bahkan, cukup banyak gumpalan jiwa tanpa tubuh yang be
Pemimpin Fraksi kembali melanjutkan hasutannya. "Salah satu keahlian yang dicuri adalah Aura Alkemis. Dapat digunakan untuk membantu pemurnian pil dan menempa. Sayangnya kemampuan itu digunakannya untuk menyusup dan menghasut klan Vasto. Alhasil klan Vasto terhasut dan lepas tangan dari Fraksi, tapi akhirnya, mereka dihianati oleh Regera. Peninggalan Dewa Penempa Iblis Hijau rampas semua, bahkan jiwa Dewa Penempa juga diambil olehnya!"Para warga langsung bertanya-tanya, lalu ada kompor yang bersaksi. "Benar! Para Zur bahkan diserang saat ekspedisi reruntuhan! Sampai terjadi pertarungan besar di luar kota Laut Panas!" Para warga semakin terhasut dan pemimpin Fraksi melanjutkan ucapannya. "Tidak hanya itu, Regera juga bekerjasama dengan keturunan Tanduk Emas. Mereka menculik seorang Zurrark klan Sheva dan menuduh Fraksi Cahaya Ilahi yang melakukannya. Sama seperti klan Vasto, klan Sheva juga terhasut hingga melepaskan diri dari Fraksi.
"Kalian masih saja termakan omongan orang-orang tua itu!" Aurania menaikkan nada bicaranya, tapi bukan berteriak dan hanya lebih tegas. "Apanya?! Kau ingin membuat klan kita memakai aura rendahan alam bawah? Klan Replik yang selalu ditakuti klan lain, malah kau injak-injak sendiri dengan aura rendahan!!" "Apa ingin mengorbankan seluruh klan Replik untuk menjilat mereka?!" teriakan Aurania tertahan giginya yang merapat, juga dapat terlihat kedua tangannya mengepal erat. Salah satu pemuda langsung mengorek telinganya perlahan, merasa risih dengan teriakan kedua gadis. "Kalian terlalu banyak omong." Dimensi di sekitarnya melebur, menjadi potongan kecil yang langsung terhisap kegelapan dan terus melebar. Akara dan Aurania hanya mengikuti pergerakan dimensi yang melebur semakin lebar, hingga tidak butuh waktu lama runtuh sepenuhnya. Mereka berada dalam kegelapan, dengan luapan energi gelap bergerak seperti asap di bawah sana. Ki