Setelah mengepak barang bawaannya, Enes dan Shazin pun pergi. Hari masih gelap, bulan pun masih menampilkan cahaya terangnya. Udara dingin menerpa tubuh dengan lembutnya. Mereka berdua keluar dari akademi di waktu dini hari, sementara rekan-rekannya masih terlelap.Enes dan Shazin berjalan melewati halaman belakang akademi, dan memasuki hutan yang mengubungkan akademi dengan Bukit Kesaksian. Karena jalan itu, adalah jalur tercepat untuk dilalui. Jika mereka melewati jalan biasa, maka mereka harus melalui Desa Kutau. Dan akan memakan waktu sampai tiga hari. Jika melalui hutan di belakang akademi, waktu bisa dipersingkat menjadi dua hari untuk sampai ke bukit itu.Tak berapa lama kemudian, langit mulai cerah. Sehingga nampaklah Matahari mengintip di balik punggung pegunungan. Cahayanya mulai menerangi jalan setapak yang mereka lalui. Enes dan Shazin pun tetap berjalan, karena mereka sedang dikejar waktu. Adapun Shazin menjadi penunjuk jalan bagi Enes, karena ia sangat memahami geografi
Setelah berdiam satu malam di desa Elves yang terletak di Hutan Kesaksian. Enes dan Shazin pun mulai melanjutkan perjalanannya menunggangi qilin setelah berpamitan dengan ras Elves.Mereka hanya melintasi hutan untuk sampai ke tujuan tanpa melewati jalan yang hanya ditempuh oleh penduduk. Karena, jika mereka melewati jalan yang biasa dilewati penduduk, takutnya akan menghambat perjalanan mereka. Jalan yang mereka tempuh untuk mencapai Hutan Pinus harus melewati hutan Negeri Kuri atau bisa dikenal dengan Desa Jura. Ujung dari desa ini adalah hutan yang luas dan sebagai batas dari Kerajaan Maqdis. Kemudian mereka melewati hutan itu untuk sampai ke Desa Cermai.Enes dan Shazin harus mencapai Desa Cermai sebelum tiga hari perjalanan. Berkat bantuan qilin yang mereka tunggangi hal itu bisa dicapai. Setiba mereka di hutan desa itu, mereka beristirahat agak sebentar. Dan harus memulihkan tenaganya. Nampaklah aliran sungai kecil berbatu membelah hutan tepat di tangahnya. Enes tidak dapat meli
Hari masih subuh, tapi Enes sudah bangun dan menunggu. Dia membawa semua keperluan untuk memasuki Hutan Pinus. Pakaiannya masih sama dengan yang dikenakan kemarin. Pedangnya diselipkan di antara ikat pinggang. Tak lama kemudian, Shazin pun keluar dari kamarnya dengan semua perlengkapannya."Apa dari tadi kamu menungguku?" Tanya Shazin yang keluar dari kamarnya."Tidak," jawabnya singkat."Kalau begitu, mari kita pergi." Kata Shazin.Mereka pun keluar dari rumah yang disediakan goblin, dan melanjutkan perjalanannya. Sementara itu, para goblin tetap menundukkan kepalanya hingga mereka berdua tidak kelihatan.*Setelah lewat tengah hari, mereka berdua akhirnya sampai di Hutan Pinus. Hutan itu tumbuh subur. Dan di tengah hutan itu, terlihatlah sebuah gunung yang menjulang. Enes menyadari bahwa hutan ini tidak biasa. Ia merasakan banyak energi negatif yang keluar dari hutan.Ada banyak celah jalan yang luas dari hutan, dan banyak jalan yang bisa ditempuh di hutan ini, tapi tidak semuanya a
Enes dan Shazin memacu tunggangannya. Selepas dari misi, mereka menyempatkan kembali ke hutan kesaksian dan mengembalikan hewan suci milik Elves. Kemudian berjalan kaki untuk pergi ke akademi, dan mereka membawa anak kecil yang bernama Ryu bersama mereka."Bagaimana kabarmu di desaku?" Tanya Shazin sambil berjalan bersama Enes."Kabarku baik, dan mereka semua juga baik kepadaku." Jawab Ryu."Bagaimana ceritanya, kamu bisa bersama dengan kelompok pemburu itu?" Sela Enes. Ryu pun hanya diam dan tidak menjawab pertanyaan Enes."Kalau kamu tidak ingin memberitahu kami, tidak apa-apa." Kata Enes sambil menggaruk kepalanya."Anu.. Kami sebelumnya adalah seorang petani di sebuah desa kecil yang bernama Mildar berada di kerajaan Goris. Kami hidup bahagia walaupun memakan apa adanya. Tetapi, ketika perang terjadi antara kerajaan Goris dan Arakat, keluarga kami di bunuh oleh tentara Arakat dan menjadikanku sebagai rampasan dari peperangan. Adapun pemburu kemarin yang tuan bunuh itu, adalah par
Malam kelam yang pecahnya getaran hebat dari Hutan Kesaksian membuat Desa Kutau dan Kota Panja dilanda kepanikan. Begitu juga dengan Akademi Bintang. Para murid yang berada di asramanya, terbang berhamburan ke tengah halaman. Karena getaran itu, adalah getaran terkuat yang selama ini mereka ketahui. Tetapi, Enes dan Shazin tidak mengetahui getaran yang terjadi di malam ini. Karena mereka tertidur begitu lelap disebabkan letih dan lelah yang membebani tubuh mereka. Di atas langit luas yang di temani bintang gemintang berkelipan, dan bulan yang menyinari malam. Nampaklah sosok seekor hewan putih bersayap, terbang dengan kecepatan tinggi melintasi cakrawala malam. Terbang dengan gagahnya, kedua sayapnya mempunyai 7 warna yang indah. Kulitnya dipenuhi sisik yang kuat, dan ekornya yang panjang laksana gergaji besar. Ia terbang mengarah ke timur dari kerajaan Maqdis. Di tempat lain yaitunya Hutan Kematian, terlihat juga seekor hewan besar bersayap. Mempunyai warna hitam pekat yang gelap
Setelah semua persiapan selesai, Rukam dan semua instruktur berkumpul dalam ruang perawatan. Enes, Shazin dan semua teman yang lain, ikut serta dalam penyembuhan ini. Racikan dari Bunga Inti Naga dituangkan ke dalam wadah besar yang telah diisi dengan air. Dan sebuah botol kecil yang terdapat saripati dari bunga itupun diminumkan ke Azzumar. Setelah itu mereka merendam Azzumar ke dalam wadah obat itu. Dalam keadaan tubuh yang tidak sadarkan diri yang direndam di wadah obat, Rukam mengalirkan mananya ke dalam tubuh Azzumar. "Ayo alirkan semua mana dan aura kalian ke dalam tubuhnya, mana dan aura kalian akan dinetralkan oleh cairan ini dan jangan takut, tidak akan terjadi apa-apa kepadanya." Perintah Profesor Rukam kepada semua instruktur dan murid yang berada dalam ruang perawatan itu. Mereka pun mengalirkan mana dan auranya ke dalam tubuh Azzumar. Sehingga semua mana dan aura yang berada di sekitarnya meledak kembali, kemudian menyatu dalam tubuhnya dan dinetralkan oleh kalung yan
Pagi mulai mengepak. Semua aktivitas sudah berjalan seperti biasa. Baik bagi penduduk, begitu juga pada mereka yang sedang mengasah kemampuannya di akademi. Enes telah bangun dari tidurnya. Dia mendapati dirinya di dalam ruang perawatan, dan penuh dengan perban yang membalut tubuhnya yang terluka. "Apa kamu sudah bangun, Bulan Gelap?" Terdengar suara yang tidak asing baginya sedang menyapanya. "Oh, Harimau Bodoh, kamu sudah sembuh ya?" Jawab Enes. "Hei hei, lihat dulu siapa yang berbaring." Kata Azzumar dengan nada ketus. "Bagaimana keadaanmu saat ini?" Tanyanya. "Sudah mendingan daripada tadi malam." Jawab Enes. "Memangnya siapa kamu lawan, sehingga membuatmu seperti ini?" Tanya Azzumar lagi. "Sesuatu yang kuat," jawabnya singkat. "Bagaimana kalau kita melakukan latih tanding, nanti?" Tanya Enes dengan penasaran. "Tubuhmu aja seperti ini. Hei, aku tidak mau ya dibilang menang nantinya karena kondisimu." Kata Azzumar. "Kita akan latih tanding dua hari lagi di dalam hutan, bag
Waktu terus berjalan tanpa henti. Hari berganti minggu, minggu berganti bulan, dan bulan pun berganti tahun. Tepatnya sudah 11 tahun para murid berada di akademi. Banyak yang sudah lulus dari akademi ini. Dan rombongan pada tahun ini adalah mereka yang mendapatkan perhatian dari seluruh pihak akademi. Baik instruktur maupun para senior darinya. Bisa dikatakan rombongan tahun ini adalah rombongan terbaik di atas yang terbaik. Karena kontribusi mereka menjadi acuan dalam perkembangan dari Kerajaan Maqdis, dan menjadi sorotan dari semua kerajaan yang berada di Benua Cengal. Di ruang serbaguna, telah berkumpul para lulusan dari akademi dan orangtua dari mereka juga berkumpul. Setelah memberikan pengumuman dan penghargaan bagi mereka yang lulus, mereka boleh menetap di akademi sebagai tenaga pengajar atau berkelana kian kemari. Dan bisa juga mengembangkan kemampuan yang mereka miliki untuk sebuah warisan bagi mereka yang menghendakinya. "Azzumar! Apa kamu mempunyai tujuan setelah ini?"
Azzumar dan Azzura pun memulai perjalanan mereka untuk melihat dunia dari segi sisi yang berbeda. Banyak yang telah mereka lihat, dimulai dari Kerajaan Rael, Kerajaan Arakat, dan Kerajaan Goris. Mereka berdua memasuki semua kerajaan itu, dan melihat sisi gelap dari sebuah kehidupan. Terutama, tentang sebuah hukum yang ada di setiap kerajaan, hukum dan peraturannya bagaikan sebuah benang laba-laba. Kuat kepada mangsa yang kecil, namun tidak berkutik melihat mangsa yang besar. Begitulah mereka berdua melihat semua hukum dan peraturan yang berada di setiap kerajaan yang mereka lalui. Azzumar dan Azzura melihat para bangsawan yang melakukan tindakan elegal, seperti penjualan manusia, barang yang terlarang untuk kehidupan, dan bahkan memonopoli harga pasar serta korupsi yang menjadi-jadi, dibiarkan saja oleh hukum. Jika pun mereka ditangkap, besoknya mereka kembali dilepaskan. Sedangkan, mereka yang rakyat jelata yang tidak ada mata pencaharian kecuali menebang kayu bakar dan dijual, mer
Seminggu sudah pertempuran terjadi. Setelah kembali dari Gunung Cimuri, Tempest dan Azzura langsung membantu semua rekan yang ikut dalam pertempuran. Akademi Bintang telah hancur dari Kerajaan Maqdis, akibat pertempuran itu. Banyak para rekan akademi yang mati dan terluka. Bukan hanya mereka, tetapi penduduk dan tentara kerajaan juga banyak yang mati dan terluka. Bisa dikatakan, korban yang mati mencapai 10000 jiwa, sedangkan yang terluka mencapai 15000 jiwa. Baik dari murid akademi ataupun dari penduduk dan tentara. Di pihak kerajaan mendapatkan kemalangan yang tinggi dari pertempuran melawan invasi iblis dan monster. Soalnya, raja dari kerajaan Maqdis, mati dalam pertempuran sengit itu. Dia dibunuh oleh 3 kapten iblis ketika pertempuran terjadi. Sehingga Babel Loza langsung diangkat menjadi raja oleh para menteri untuk menggantikan ayahnya. Adapun Shazin dan Louyi tidak mempunyai luka yang parah, namun mereka berdua kehabisan energi karena intensnya pertarungan yang mereka hadapi.
Mereka berempat pun tiba di Hutan Kematian. Enes tidak sempat menghindari formasi teleport itu. Sehingga membuatnya datang ke tempat tandus itu bersama dengan Azzumar dan dua rekannya. Adapun Louyi tidak ikut teleport bersamanya, karena ia membantu memberikan buff kepada Shazin dan semua orang untuk menghancurkan iblis dan monster yang menginvasi akademi. "Tsk. Kalian bertiga cukup berani melawanku, Sang Raja Kegelapan ini." Kata Enes. "Kamu bukanlah Raja Kegelapan, kamu hanya iblis yang memakai tubuh temanku, sama seperti kita bertemu untuk pertama kali." Jawab Azzumar dengan melancarkan serangan pertamanya. "Gehaha, aku cukup terkejut bahwa kamu masih bisa hidup sampai sekarang Bocah Petir. Sudah sebelas tahun kita tidak bertemu." Kata Enes sambil menangkis serangan dari Azzumar. "Azzura, Tempest, ayo kita selesaikan iblis ini." Kata Azzumar, dan mengeluarkan kedua pedangnya. "Ayo..." Jawab mereka. Kemudian mereka bertiga melancarkan serangan untuk menghadapi Lucifer yang mema
Waktu terus berjalan tanpa henti. Hari berganti minggu, minggu berganti bulan, dan bulan pun berganti tahun. Tepatnya sudah 11 tahun para murid berada di akademi. Banyak yang sudah lulus dari akademi ini. Dan rombongan pada tahun ini adalah mereka yang mendapatkan perhatian dari seluruh pihak akademi. Baik instruktur maupun para senior darinya. Bisa dikatakan rombongan tahun ini adalah rombongan terbaik di atas yang terbaik. Karena kontribusi mereka menjadi acuan dalam perkembangan dari Kerajaan Maqdis, dan menjadi sorotan dari semua kerajaan yang berada di Benua Cengal. Di ruang serbaguna, telah berkumpul para lulusan dari akademi dan orangtua dari mereka juga berkumpul. Setelah memberikan pengumuman dan penghargaan bagi mereka yang lulus, mereka boleh menetap di akademi sebagai tenaga pengajar atau berkelana kian kemari. Dan bisa juga mengembangkan kemampuan yang mereka miliki untuk sebuah warisan bagi mereka yang menghendakinya. "Azzumar! Apa kamu mempunyai tujuan setelah ini?"
Pagi mulai mengepak. Semua aktivitas sudah berjalan seperti biasa. Baik bagi penduduk, begitu juga pada mereka yang sedang mengasah kemampuannya di akademi. Enes telah bangun dari tidurnya. Dia mendapati dirinya di dalam ruang perawatan, dan penuh dengan perban yang membalut tubuhnya yang terluka. "Apa kamu sudah bangun, Bulan Gelap?" Terdengar suara yang tidak asing baginya sedang menyapanya. "Oh, Harimau Bodoh, kamu sudah sembuh ya?" Jawab Enes. "Hei hei, lihat dulu siapa yang berbaring." Kata Azzumar dengan nada ketus. "Bagaimana keadaanmu saat ini?" Tanyanya. "Sudah mendingan daripada tadi malam." Jawab Enes. "Memangnya siapa kamu lawan, sehingga membuatmu seperti ini?" Tanya Azzumar lagi. "Sesuatu yang kuat," jawabnya singkat. "Bagaimana kalau kita melakukan latih tanding, nanti?" Tanya Enes dengan penasaran. "Tubuhmu aja seperti ini. Hei, aku tidak mau ya dibilang menang nantinya karena kondisimu." Kata Azzumar. "Kita akan latih tanding dua hari lagi di dalam hutan, bag
Setelah semua persiapan selesai, Rukam dan semua instruktur berkumpul dalam ruang perawatan. Enes, Shazin dan semua teman yang lain, ikut serta dalam penyembuhan ini. Racikan dari Bunga Inti Naga dituangkan ke dalam wadah besar yang telah diisi dengan air. Dan sebuah botol kecil yang terdapat saripati dari bunga itupun diminumkan ke Azzumar. Setelah itu mereka merendam Azzumar ke dalam wadah obat itu. Dalam keadaan tubuh yang tidak sadarkan diri yang direndam di wadah obat, Rukam mengalirkan mananya ke dalam tubuh Azzumar. "Ayo alirkan semua mana dan aura kalian ke dalam tubuhnya, mana dan aura kalian akan dinetralkan oleh cairan ini dan jangan takut, tidak akan terjadi apa-apa kepadanya." Perintah Profesor Rukam kepada semua instruktur dan murid yang berada dalam ruang perawatan itu. Mereka pun mengalirkan mana dan auranya ke dalam tubuh Azzumar. Sehingga semua mana dan aura yang berada di sekitarnya meledak kembali, kemudian menyatu dalam tubuhnya dan dinetralkan oleh kalung yan
Malam kelam yang pecahnya getaran hebat dari Hutan Kesaksian membuat Desa Kutau dan Kota Panja dilanda kepanikan. Begitu juga dengan Akademi Bintang. Para murid yang berada di asramanya, terbang berhamburan ke tengah halaman. Karena getaran itu, adalah getaran terkuat yang selama ini mereka ketahui. Tetapi, Enes dan Shazin tidak mengetahui getaran yang terjadi di malam ini. Karena mereka tertidur begitu lelap disebabkan letih dan lelah yang membebani tubuh mereka. Di atas langit luas yang di temani bintang gemintang berkelipan, dan bulan yang menyinari malam. Nampaklah sosok seekor hewan putih bersayap, terbang dengan kecepatan tinggi melintasi cakrawala malam. Terbang dengan gagahnya, kedua sayapnya mempunyai 7 warna yang indah. Kulitnya dipenuhi sisik yang kuat, dan ekornya yang panjang laksana gergaji besar. Ia terbang mengarah ke timur dari kerajaan Maqdis. Di tempat lain yaitunya Hutan Kematian, terlihat juga seekor hewan besar bersayap. Mempunyai warna hitam pekat yang gelap
Enes dan Shazin memacu tunggangannya. Selepas dari misi, mereka menyempatkan kembali ke hutan kesaksian dan mengembalikan hewan suci milik Elves. Kemudian berjalan kaki untuk pergi ke akademi, dan mereka membawa anak kecil yang bernama Ryu bersama mereka."Bagaimana kabarmu di desaku?" Tanya Shazin sambil berjalan bersama Enes."Kabarku baik, dan mereka semua juga baik kepadaku." Jawab Ryu."Bagaimana ceritanya, kamu bisa bersama dengan kelompok pemburu itu?" Sela Enes. Ryu pun hanya diam dan tidak menjawab pertanyaan Enes."Kalau kamu tidak ingin memberitahu kami, tidak apa-apa." Kata Enes sambil menggaruk kepalanya."Anu.. Kami sebelumnya adalah seorang petani di sebuah desa kecil yang bernama Mildar berada di kerajaan Goris. Kami hidup bahagia walaupun memakan apa adanya. Tetapi, ketika perang terjadi antara kerajaan Goris dan Arakat, keluarga kami di bunuh oleh tentara Arakat dan menjadikanku sebagai rampasan dari peperangan. Adapun pemburu kemarin yang tuan bunuh itu, adalah par
Hari masih subuh, tapi Enes sudah bangun dan menunggu. Dia membawa semua keperluan untuk memasuki Hutan Pinus. Pakaiannya masih sama dengan yang dikenakan kemarin. Pedangnya diselipkan di antara ikat pinggang. Tak lama kemudian, Shazin pun keluar dari kamarnya dengan semua perlengkapannya."Apa dari tadi kamu menungguku?" Tanya Shazin yang keluar dari kamarnya."Tidak," jawabnya singkat."Kalau begitu, mari kita pergi." Kata Shazin.Mereka pun keluar dari rumah yang disediakan goblin, dan melanjutkan perjalanannya. Sementara itu, para goblin tetap menundukkan kepalanya hingga mereka berdua tidak kelihatan.*Setelah lewat tengah hari, mereka berdua akhirnya sampai di Hutan Pinus. Hutan itu tumbuh subur. Dan di tengah hutan itu, terlihatlah sebuah gunung yang menjulang. Enes menyadari bahwa hutan ini tidak biasa. Ia merasakan banyak energi negatif yang keluar dari hutan.Ada banyak celah jalan yang luas dari hutan, dan banyak jalan yang bisa ditempuh di hutan ini, tapi tidak semuanya a