Esok telah tiba, mentari menyapa bumi dengan hangat. Rusly menggeliat meregangkan tubuhnya sambil membuka mata melotot hat ke arah Lala."Kamu belum bangun sayang," ucap Rusly sambil berjalan menghampiri Lala."Baru saja.""Bagaimana keadaanmu?" tanya Rusly kembali. Dia mengecup kening istrinya dengan hangat. Lala mengukir senyum lalu membalas sebuah kiss landing di pipinya Rusly."Maaf kalau saya sudah lancang."Perawat menutup matanya karena sudah terlalu lancang masuk ke dalam ruangan pasien. Dia tidak mengira kalau pasien di dalam berbuat mesra seperti itu."Nggak apa-apa, sus. Lagi pula, kami sudah suami istri kok."Plak!Tiba-tiba, sebuah tamparan melayang di pipinya, Rusly."Kamu?!" ucap Rusly dengan mulut menganga.Dia mengelus wajahnya yang panas akibat tamparan tanganku."Ya! Ini aku, Ririn!""Kok bisa kamu ada di sini?" tanya Rusly lirih.Lala mencoba menghampiri Rusly, tapi niat baiknya dihalangi Ririn."Berapa kali lagi aku mengatakan kalau kamu tidak pantas menjadi istri
Kain Basahan Basah di Kamar MandiPart 45: Hunting Gaun Pengantin"Oh iya, ada satu hal lagi yang perlu kamu ingat. Istri ketigamu itu tidak benar hamil alias dia itu bohong. Jika tidak percaya, silahkan tanya saja sama dia! Aku sudah cek dan hasilnya negatif.""Sudah tahu aku."'Sial! Kenapa jawabannya datar seperti itu.'Aku mencari jawaban agar dia merasa kesal dan menyesal."Bagus kalau begitu! Kamu juga bakalan menyesal telah diperalat dia. Dia itu cuma mau sama harta kamu saja. Tidak lebih!""Nggak usah kamu sok tahu dan maha tahu dari segalanya. Mana mungkin dia cinta kepada hartaku saja. Dia sudah cinta mati kok samaku."Lala merasa geram sendiri kepadaku. Aku sempat melirik ke arah wajahnya. Itu sebabnya aku mengetahui raut wajahnya yang masam."Lagi pula setelah pulang dari rumah sakit ini, kamu bakalan jatuh miskin dan semua asetmu bakalan ditarik sama perusahaan.""Sudah kubilang nggak usah kamu menjadi yang maha tahu.",Aku tidak menggubris perkataan mantan suamiku yang b
Aku mengikuti perintahnya. Setelah jauh dari Rusly. Arlan menatapku penuh api cemburu."Kenapa menatapku seperti itu?" tanyaku.Aku mencoba bertanya. Lama-lama aku semakin muak melihatnya."Aku cemburu kalau kamu bicara atau bertemu dengan Rusly. Aku tidak mau ibadah kita gagal karena kehadiran mantan suamimu.""Aku sudah tidak mencintainya lagi.""Itu perkataanmu lewat bibir. Kalau perasaanmu, pasti masih cinta!"Aku menghela napas. Tidak ada gunanya berdebat. Dia pasti ingin menang sendiri."Asal kamu tahu, aku itu sangat mencintaimu! Jadi, tolong jangan khianati usaha dan kerja kerasku untuk mencintaimu.""Kalau kamu memang mencintaiku, aku rasa sikapmu tidak seperti itu. Kamu pasti bisa memperlakukan aku sebagai wanita layaknya seperti ibumu. Kalau aku salah, silahkan tegur dengan halus. Jangan membentak atau memperlakukanku seperti itu di depan mantan suamiku. Aku harap kamu mengerri!""Maafkan aku kalau begitu."Aku pergi melangkah tanpa menghiraukan perkataannya."Kamu mau kema
Arlan gugup dan keringat dingin. Dia tidak tahu harus menjawab apa."Ya sudah, kalau kamu tidak mau bicara. Mungkin kamu capek, lebih bagus istirahat saja terlebih dahulu."Sementara aku, masih tidak tahu harus berbuat apa. Aku tidak ingin pernikahan kedua ini kandas lagi atau pun lebih menderita. Aku duduk termenung di depan ruangan kamar Bu Aisyah. Pikirku melayang tidak terarah. Jiwaku nelangsa."Maafkan aku telah menoreh luka di hatimu."Aku mendongak lalu melihat ke asal suara itu. Setelah melihat raut wajahnya Arlan sedih, aku menunduk lalu menatap lantai."Aku tahu kamu masih merah padam samaku. Aku tidak akan mengulangi kesalahan itu lagi. Sudahi kesedihanmu! Aku mau kamu tersenyum seperti pertama kali aku melihatmu."Arlan menyodorkan tissu. Namun, aku tidak ada sama sekali menggubrisnya. Apakah aku terlalu egois dan tidak mau menerima perminta maafannya? Atau aku sudah tidak ada lagi rasa percaya kepada seorang pria yang ingin menjadikanku sebagai bidadari surganya? Akh! Aku
Arlan diam. Dia menunduk lalu mengusap lehernya. Merasa bersalah menghantui pikirannya."Kenapa kamu diam? Terlalu sadis ucapanku?" sindirku."Aa-anu ..., Kerongkonganku kering mau minum. Aku ke kantin dulu beli air mineral.""Dasar pengecut!"Arlan pergi begitu saja. Aku beranjak dari tempat duduk lalu masuk ke dalam kamar Bu Aisyah.****"Bagaimana kabar ibu?" sapaku sambil mencium keningnya.Aku kembali berdiri kemudian duduk di samping brangkar."Alhamdulillah sudah mulai membaik."Bu Aisyah menatap langit-langit kamar lalu meneteskan air mata.Aku sempat berpikir, kenapa beliau buang muka setelah aku datang? Tidak biasanya Bu Aisyah seperti ini.Aku beranjak lalu berjalan mengitari brangkar."Ibu kok sedih?" tanyaku lirih.Bu Aisyah memejamkan mata lalu menuang muka ke arah kiri.Ada apa gerangan? Apakah Arlan telah melukai perasaan ibu? Aku berpikir keras untuk mencari jawaban dari setiap gerak-gerik ibu mertuaku. Eh, salah deng. Maksudnya mantan ibu mertuaku.Hanya hening yang
Kain Basahan Basah di Kamar MandiPart 46: Benda apa ini?Di ujung pojok, tepi ranjang. Lala masih malas untuk beraktifitas. Namun, Rusly sudah rapi untuk datang ke rumah sakit."Kamu kok masih rebahan?" celetuk Rusly. Dia sambil menyisir rambut. Ekor matanya sesekali melirik ke arah Lala."Ee-mangnya kita mau ke mana?" tanya Lala. Dia pura-pura lupa. Raut wajahnya heran seolah tidak tahu apa-apa."Masa kamu lupa?!" celetuk Rusly dengan menaikkan nada tidak seperti biasanya.Wajah tampan Rusly kini berubah kecut. Dia sangat kesal melihat Lala. Semenjak menikahi Lala ada sejuta rasa yang ingin dia gali. Terutama masalah kehamilan Lala. Dia memang pada saat itu khilaf. Itu sebabnya terpaksa melakukan hal yang tidak diinginkan. Masalahnya, masa cuma sekali khilaf, bisa seperti itu."Kamu kok diam?" bisik Lala tepat di daun telinga suaminya. Dia memeluk dari belakang. Spontan Rusly terkejut dan kaget."Ya ke rumah sakit lah!"Pertanyaan itu sangat menhantui pikirannya. Dia mulai berpikir
"Sayang buruan dong!""Iya."Rusly menunggu di atas ranjang sambil memainkan gawai miliknya. Tiba-tiba, ponsel milik Lala berdering.Rusly merasa heran dan penasaran. Perlahan dia bangkit lalu menghampiri ponsel itu. Dia melihat layar gawai itu tertulis Pak Eko memanggil. Rusly merasa curiga, dia menggeser tombol mirip gagang telepon ke arah kanan."Sayang, kamu kok nggak ada kabar?"Deg!Rusly merutuk, wajahnya memerah. Dia mengepalkan tangan ingin memukul pria yang berbicara di belahan bumi yang lain."Kamu kok, diam! Susunya Andri sudah habis total. Dia dari tadi menangis. Kapan kamu transfer uangnya? Aku tidak tahan mendengar suara Andri meraung terus."Suasana hening, Rusly bergeming. Dia menautkan satu alis ke atas."Pokoknya aku tidak mau tahu, segera transfer uangnya sesuai janjimu!"Rusly masih terus mendengarkan cloteh pria yang berada di ujung sebrang sana."Sayang, kamu bicara sama siapa? Bukannya itu gawaiku?" tanya Lala spontan.Tiba-tiba, Lala datang dengan pakaian handu
"Ya wajar dong, seorang paman minta uang samaku. Lagi pula, dia yang sudah merawat aku sejak kecil."Lala terpaksa berbohong. Dia takut kalau rahasianya terbongkar."Aku tidak percaya. Sini ponselmu!""Ka-kamu mau ngapain? Nggak usah telelepon pamanku.""Kalau kamu tidak mau jujur dan meneleponnya, berarti pria itu suamimu."Rusly menatap tajam, dia sudah mencoba sabar. Namun, Lala tetap berkelit dan menutupi kebohongannya.Mau tidak mau, Lala terpaksa memberikan gawainya kepada Rusly."Ii-ini."Lala terpaksa dan pasrah begitu saja.Rusly mengotak-atik ponsel milik istrinya. Namun, dia mengerutkan dahi."Sejak kapan ini dikunci?" tanya Rusly heran."Sejak lama.""Serius?""Ya.""Silakan buka kuncinya!"Lala bangkit lalu menerima gawai miliknya. Sebenarnya dia tidak mau melakukan itu. Akhirnya, dia pasrah begitu saja. Apapun itu nanti hasilnya."Sudah."Rusly menerima ponsel milik Lala lalu memanggil kontak Pak Eko. Namun, tidak dapat lagi dihubungi.'Kamu kira bisa menelponnya? Kamu t