Arlan diam. Dia menunduk lalu mengusap lehernya. Merasa bersalah menghantui pikirannya."Kenapa kamu diam? Terlalu sadis ucapanku?" sindirku."Aa-anu ..., Kerongkonganku kering mau minum. Aku ke kantin dulu beli air mineral.""Dasar pengecut!"Arlan pergi begitu saja. Aku beranjak dari tempat duduk lalu masuk ke dalam kamar Bu Aisyah.****"Bagaimana kabar ibu?" sapaku sambil mencium keningnya.Aku kembali berdiri kemudian duduk di samping brangkar."Alhamdulillah sudah mulai membaik."Bu Aisyah menatap langit-langit kamar lalu meneteskan air mata.Aku sempat berpikir, kenapa beliau buang muka setelah aku datang? Tidak biasanya Bu Aisyah seperti ini.Aku beranjak lalu berjalan mengitari brangkar."Ibu kok sedih?" tanyaku lirih.Bu Aisyah memejamkan mata lalu menuang muka ke arah kiri.Ada apa gerangan? Apakah Arlan telah melukai perasaan ibu? Aku berpikir keras untuk mencari jawaban dari setiap gerak-gerik ibu mertuaku. Eh, salah deng. Maksudnya mantan ibu mertuaku.Hanya hening yang
Kain Basahan Basah di Kamar MandiPart 46: Benda apa ini?Di ujung pojok, tepi ranjang. Lala masih malas untuk beraktifitas. Namun, Rusly sudah rapi untuk datang ke rumah sakit."Kamu kok masih rebahan?" celetuk Rusly. Dia sambil menyisir rambut. Ekor matanya sesekali melirik ke arah Lala."Ee-mangnya kita mau ke mana?" tanya Lala. Dia pura-pura lupa. Raut wajahnya heran seolah tidak tahu apa-apa."Masa kamu lupa?!" celetuk Rusly dengan menaikkan nada tidak seperti biasanya.Wajah tampan Rusly kini berubah kecut. Dia sangat kesal melihat Lala. Semenjak menikahi Lala ada sejuta rasa yang ingin dia gali. Terutama masalah kehamilan Lala. Dia memang pada saat itu khilaf. Itu sebabnya terpaksa melakukan hal yang tidak diinginkan. Masalahnya, masa cuma sekali khilaf, bisa seperti itu."Kamu kok diam?" bisik Lala tepat di daun telinga suaminya. Dia memeluk dari belakang. Spontan Rusly terkejut dan kaget."Ya ke rumah sakit lah!"Pertanyaan itu sangat menhantui pikirannya. Dia mulai berpikir
"Sayang buruan dong!""Iya."Rusly menunggu di atas ranjang sambil memainkan gawai miliknya. Tiba-tiba, ponsel milik Lala berdering.Rusly merasa heran dan penasaran. Perlahan dia bangkit lalu menghampiri ponsel itu. Dia melihat layar gawai itu tertulis Pak Eko memanggil. Rusly merasa curiga, dia menggeser tombol mirip gagang telepon ke arah kanan."Sayang, kamu kok nggak ada kabar?"Deg!Rusly merutuk, wajahnya memerah. Dia mengepalkan tangan ingin memukul pria yang berbicara di belahan bumi yang lain."Kamu kok, diam! Susunya Andri sudah habis total. Dia dari tadi menangis. Kapan kamu transfer uangnya? Aku tidak tahan mendengar suara Andri meraung terus."Suasana hening, Rusly bergeming. Dia menautkan satu alis ke atas."Pokoknya aku tidak mau tahu, segera transfer uangnya sesuai janjimu!"Rusly masih terus mendengarkan cloteh pria yang berada di ujung sebrang sana."Sayang, kamu bicara sama siapa? Bukannya itu gawaiku?" tanya Lala spontan.Tiba-tiba, Lala datang dengan pakaian handu
"Ya wajar dong, seorang paman minta uang samaku. Lagi pula, dia yang sudah merawat aku sejak kecil."Lala terpaksa berbohong. Dia takut kalau rahasianya terbongkar."Aku tidak percaya. Sini ponselmu!""Ka-kamu mau ngapain? Nggak usah telelepon pamanku.""Kalau kamu tidak mau jujur dan meneleponnya, berarti pria itu suamimu."Rusly menatap tajam, dia sudah mencoba sabar. Namun, Lala tetap berkelit dan menutupi kebohongannya.Mau tidak mau, Lala terpaksa memberikan gawainya kepada Rusly."Ii-ini."Lala terpaksa dan pasrah begitu saja.Rusly mengotak-atik ponsel milik istrinya. Namun, dia mengerutkan dahi."Sejak kapan ini dikunci?" tanya Rusly heran."Sejak lama.""Serius?""Ya.""Silakan buka kuncinya!"Lala bangkit lalu menerima gawai miliknya. Sebenarnya dia tidak mau melakukan itu. Akhirnya, dia pasrah begitu saja. Apapun itu nanti hasilnya."Sudah."Rusly menerima ponsel milik Lala lalu memanggil kontak Pak Eko. Namun, tidak dapat lagi dihubungi.'Kamu kira bisa menelponnya? Kamu t
'Aku harus mencari ide agar rencana Rusly gagal.'Akhirnya Lala diam dan pasrah. Namun, otaknya terus berpikir untuk melahirkan ide.Mau tidak mau, Rusly menarik paksa lengan istri ke tiganya. Padahal tadi, dia mau ke rumah sakit membesuk ibunya. Tidak tahu kenapa, semua berubah haluan."Sayang, yakin mau ke rumah pamanku?" tanya Lala.Dirinya kini seperti seekor kerbau yang ditarik paksa oleh tuannya."Ya.""Ke-kenapa harus ke sana? Hari ini 'kan jadwalnya mau ke rumah sakit. Terus nggak ke sana dulu besuk ibu.""Tidak."Tidak berapa lama, Rusly dan Lala sampai di halaman rumah. Rusly membuka pintu mobil lalu masuk ke dalam. Tidak buang-buang waktu, Rusly menyalakan mesin mobil. Setelah semua aman. Dia menyuruh Lala masuk ke dalam lewat pintu samping.Lala mengikuti perintah Rusly. Kali ini dia tidak berani membantah.****Sesampainya di depan rumah repot, Rusly menatap ke arah Lala."Apa benar ini rumahnya?" tanya Rusly parau."Ya."Kali ini Lala enggan membuka mulut. Apa yang ditan
Kain Basahan Basah di Kamar MandiPart 47: Lala Pergi SelamanyaPak Eko lari sudah tidak berkutik. Tubuhnya dikunci kuat sama Rusly.Di samping mobil, Lala sudah meringkuk kesakitan. Dia terus minta tolong agar dirinya diselamatkan."To-tolong," ucap Lala lirih.Darah terus mengalir membuat Lala semakin lemah seolah tidak berdaya. "Dasar kamu sudah gila! Kamu lebih mementingkan aku dari pada istrimu! Cepat larikan Lala ke rumah sakit," sindir Pak Eko.Rusly melepaskan Pak Eko lalu berlari menghampiri Lala."Sayang, aku yakin kamu pasti kuat. Ayo kita ke rumah sakit."Rusly menggendong tubuh istrinya dengan sedikit kesulitan. Darah segar masih terus mengalir. Wajah Lala semakin pucat. Tangan kanannya dia lingkarkan ke leher Rusly dan tangan kirinya dia memegang perutnya yang kena tusuk."Maafkan aku, sayang. Aku sudah banyak salah selama ini. Tolong maafkan diriku yang sudah berdusta kepadamu."Kaki Rusly terhenti mendengar perkataan istrinya. Namun, dia tetap menggendong tubuh istrin
Seminggu setelah kepergian Lala, Rusly tidak mau makan, minum, mandi bahkan rambut dan kumisnya sudah tidak pernah dicukur. Kepergian Lala membawa malapetaka baginya."Kamu masih memikirkan Lala?" tanya Ririn.Ririn merasa senang atas kepergian Lala. Dia sekarang memikirkan bagaimana caranya agar bisa mendapatkan harta kekayaan milik suaminya.Rusly masih saja bergeming sambil menatap lekat foto Lala. Ririn terbakar api cemburu melihat tingkah suaminya."Move on, Bang! Lala itu sudah tiada. Dia hanya kenangan pahit di masa lalu!" pekik Ririn.Rusly menoleh ke arah Ririn. Ririn merasa takut melihat sorot mata suaminya. Perlahan, Ririn bringsut dengan wajah takut. Dia tidak berhenti berdoa agar suaminya tidak melakukan hal yang aneh."Ini semua pasti gara-gara kamu, Rin!" bentak Rusly. Dia melempar figura yang dipegangnya ke sembarang tempat.Ririn terkejut dan merasa shock melihat keadaan yang ada."Pergi dari sini! Kamu sudah melenyapkan nyawa istriku!"Rusly mengacak-acak rambutnya s
"Aa-aku sudah tidak nyaman menikmati harta yang kuraih dengan instan. Belakangan ini, hidupku tidak nyaman dan tenang."Tiba-tiba, lampu listrik hidup."Aa-alhamdulillah," ucap Ririn.Rasa haus kini hadir di tenggorokan Ririn. Wajahnya sudah mulai tenang karena ruangan itu sudah terang. Dia hendak melangkah menuju pintu kamar. Niatnya mau keluar mengambil air putih. Namun, lengannya ditarik paksa suaminya."Kamu mau ke mana?!" bentak Rusly.Ririn kembali terkejut mendengar bentakan suaminya. Perlahan dia menatap bola mata suaminya."Aa-aku mau ke dapur. Aa-ada apa rupanya?" tanya Ririn terbata.Rasa haus semakin terasa di tenggorokannya. Kakinya gemetar ditambah cairan bening mengalir deras tempat dia berdiri tegak."Ngapain kamu ke dapur?" tanya Rusly."Ma-mau mengambil air putih. Tenggorokanku terasa kering. Aku sangat haus.""Kenapa air cairan mengalir?" tanya Rusly sambil menunjuk ke arah lantai tempat Ririn berdiri.Ririn menunduk dan melihat ke arah lantai tepat dia berdiri. Dia