Kuputuskan untuk kembali duduk. Aku tidak mau terlalu ambisi untuk menjawab semua penasaranku. Kuputuskan sambungan telepon sepihak. Pada saat aku mau duduk, punggungku ditampar pelan."Astagfirullah! Siapa kamu?" ucapku kaget.Aku langsung menoleh ke arah belakang. Aku heran melihat seseorang yang masih saja terus menatapku. Aku kewalahan mengenalnya. Dia pakai kaca mata hitam dan masker."Siapa kamu? Kenapa kamu menyentuhku?"Aku memasang wajah sangar, kupasang kuda-kuda agar aku bisa menjaga diri."Hei ... Kamu lupa samaku? Dulu kamu pernah menjadi pengagum rahasiaku. Masa kamu sudah lupa begitu saja."Perlahan pria itu membuka kaca mata hitamnya. Dari sorot matanya dan alisnya aku sudah mulai ingat. Namun, namanya tidak bisa kusebut."Masih belum kenal samaku?" cecarnya sambil membuka maskernya.Aku tidak tahu harus merasa sedih atau senang. Pria yang kudambakan kini telah ada di depan mata kepalaku."Ka-kamu?" tanyaku gugup.Aku tidak berani menatap wajahnya. Aku takut kalau rasa
"Judulnya Bidadari surga 'kan?" tanyaku memperjelas ucapannya.Aku mencoba menerka-nerka. Walaupun aku belum paham betul apa maksud dan tujuannya."Ya, anda benar sekali. Kamu berhak mendapatkan hadiah senilai satu unit mobil dibayar tunai," celetuknya sambil mengulum senyum."Maaf, aku nggak butuh hadiah dari kamu. Aku takut kalau kamu hanya mempermainkan hati dan perasaan seorang wanita."Aku tidak mau berharap lebih lagi kepada seorang pria. Memang benar, pada saat usia remaja aku sangat mencintainya. Aku saja tidak tahu apakah cintaku memang benar-benar tulus atau hanya sekedar cinta monyet atau cinta karet."Kenapa bisa begitu?" potongnya. Dia mengukir wajah heran."Ya. Aku tidak mau jatuh ke dalam lobang yang sama. Aku sudah trauma dengan lika-liku pernikahanku yang penuh dengan drama.""Jangan sama 'kan semua pria seperti yang kamu pikirkan! Aku bukan seperti dia yang telah melukai hati dan perasaanmu."Dia mencoba menghampiri lalu memegang bahuku.Aku terkejut, belum apa-apa,
Kain Basahan Basah di Kamar MandiPart 40: Melamarku"Bu, nggak usah terlalu capek-capek!"Aku meletakkan barang belanjaanku di atas meja makan."Pekerjaan seperti ini sudah hal biasa. Lagi pula nggak capek kok."Bu Aisyah menghampiriku lalu mengeluarkan belanjaanku dari dalam plastik kresek.Aku baru saja pulang dari pasar tradisional. Aku sengaja belanja di sana, selain membantu ekonomi penjual. Aku juga bisa berbaur dengan penjualnya."Aku tahu, Bu. Cuma aku tidak mau ibu terlalu lelah bekerja di rumahku. Biarkan saja aku yang mengerjakannya semua, Bu!"Aku merenggangkan tanganku, rasanya sangat pegal dibagian leher dan punggungku. Setelah perasaanku sudah membaik, aku memasukkan beberapa sayuran ke dalam kulkas."Nesya ...! Kamu nggak ada niat mau mulai lembaran baru?"Aku menoleh ke arah Bu Aisyah spontan. Keningku kejedot ke pintu kulkas sangking tidak hati-hatinya aku. Aku memijit bagian keningku yang sakit sambil memasukkan belanjaanku ke dalam kulkas."Pelan-pelan, Nesya!"Bu
"Ka-kamu?" jawabku gugup.Apa sebenarnya yang dia mau? Kenapa dia malah tahu alamat rumahku? Aneh, tapi sangat nyata."Ya.""Kenapa kamu bisa mengetahui alamat rumahku? Padahal aku tidak ada sama sekali mengasih tahu kamu," ucapku sedikit penasaran."Nggak usah dibahas."Aku mengernyitkan kening. Padahal aku sangat penasaran kenapa dia bisa mengetahui alamat rumahku.Sudah dua menit aku dan dia berdiri, tidak ada sama sekali kupersilahkan masuk. Pikiranku masih dihantui penasaran."Nak Arlan! Sudah lama menunggu?" tanya Bu Aisyah. Dia melirik ke arahku yang masih berdiri tegak di samping pintu utama. "Ibu ... Apa kabar?"Arlan menyalam tangan Bu Aisyah lalu menciumnya dengan takjim. Mataku membulat melihat pemandangan yang sangat aneh dan janggal bagiku."Kabar ibu baik, Nak. Ayo masuk!""Tunggu! Siapa yang kasih izin kepada dia masuk ke dalam rumahku tanpa ada izin dariku?"Aku melipat kedua tanganku lalu meletakkannya sejajar dengan dada. Wajahku sengaja kuukir tajam agar dia tidak
"Ma-maksud kamu apa?!" balasku.Aku mendongak lalu kulawan pandangannya."Aku kemari untuk menghalalkanmu. Aku sudah mengetahui semua tentang jati dirimu, Nesya!""Dari mana kamu bisa mengetahui itu semua? Mungkin yang kamu ketahui cuma kulitnya saja 'kan?!"Aku beranjak dari tempat dudukku lalu berjalan sekitar situ sambil melipat kedua tangan dan kuletak sejajar dengan dada."Aku sudah menceritakan semuanya kepada Arlan, Nes," seru Bu Aisyah."Kenapa kamu membeberkan aib rumah tanggaku, Bu?! Aku tidak suka kalau drama rumah tanggaku diketahui semua orang, apalagi dia yang super duper jutek dan selalu mempermainkan perasaan wanita."Dadaku bergemuruh. Amarahku sudah tidak bisa lagi kukontrol. Aku menatap tajam ke arah wajah Bu Aisyah."Bukankah cerita lika-liku yang ibu ceritakan kepada Arlan sebuah aib yang tidak boleh diumbar?! Aku saja tidak ada cerita sama ibu. Semua kututup rapat dan tidak ada sama sekali kusampaikan kepada ibu! Aku tidak mau balada rumah tanggaku jadi beban bag
Kain Basahan Basah di Kamar MandiPart 41: Sanggup atau Tidak?Suasana hening, tapi dadaku semakin bergemuruh. Tidak seperti suasana pada saat ini."Ibu ... Nggak usah percaya sama ucapan pria ini! Semua laki-laki sama saja kalau ada maunya!" sindirku ketus.Mataku masih menyalang dan menatap ke arah Arlan."Maksud kamu apa, sayang! Kamu tidak boleh ketus dan merah padam seperti itu! Nggak baik loh!"Aku mengalihkan pandanganku ke arah Bu Aisyah. Wajahnya pias, dia menelan salivanya dengan kasar."Siapa yang bilang?!"Aku melangkah menghampiri Bu Aisyah. Dia sedikit mundur seolah-olah takut kepadaku."Nesya! Jangan kamu lakukan itu!"Arlan menghalangi langkahku dengan cara menarik lenganku."Lepaskan aku!""Ok! Aku memang bejat dan nista, tapi itu dulu, waktu masa-masa kuliah.""Sama saja itu kamu bejat!"Aku mengukir senyum smirk. Kubuang pandanganku ke sembarang arah. Aku sangat kesal dan emosi melihat ulah Bu Aisyah yang sangat aneh. Walaupun aku sudah janda, aku juga masih punya h
'Pilihan yang sangat berat. Kenapa Nesya seperti itu?' tanya Arlan dalam hati.Arlan diam seribu bahasa. Pilihan yang sangat sukar dia putuskan pada saat itu juga."Jawab!" desakku.Sedikit pun aku tidak sabar ingin sekali dia menjawab apa."Ti-tidak jadi lah," jawab Arlan lirih."Kenapa tidak jadi? Takut kalau esok kelak termakan sumpah? Kamu takut nggak bisa mengukir bahagia bersama denganku?"Aku sangat muak melihat wajahnya pada saat ini. Aku sudah tahu tingkah lakunya sangat bejat pada saat kuliah. Aku yakin, dia tidak bisa meninggalkan masa lalunya yang kelam gonta-ganti pacar."Jangan seperti itulah! Aku mohon dengan sangat," balas Arlan sambil bersimpuh di hadapanku."Kamu mau apa?!" tantangku dengan menatap kedua bola matanya dengan ekspresi menyalang.Aku sesekali melirik ibu mertuaku. Bu Aisyah diam dan tidak berdaya."Aku tahu kamu pasti kecewa pada saat itu, tapi aku mohon jangan samakan diriku yang dulu dengan yang sekarang," ucapnya lagi memelas dan terus berusaha untuk
"Dasar anak durhaka! Walaupun Bu Aisyah bukan ibu kandungmu, seharusnya kamu tetap patuh dan taat kepadanya. Dia sudah merawat, membesarkanmu bahkan menyisihkan separuh jiwanya untuk mengurus kamu!"Rusly tertawa picik. Dia mengusap peluh di keningnya. Perlahan Rusly melangkah menghampiriku."Apa kamu bilang?!"Rusly menarik lenganku, aku berusaha meronta."Asal kamu tahu, dia duluan membuang aku dan mengakui kalau aku bukan darah dagingnya. Sekarang aku menyiksanya kenapa kamu malah merah padam kepadaku?!""Walau bagaimana pun itu ceritanya, kamu harus berbakti kepada Bu Aisyah. Jangan egois jadi anak!"Tiba-tiba, sebuah pukulan mendarat di punggung Rusly dengan kuat."Argh ...!" teriak Rusly dengan kencang.Rusly menatap ke arah Arlan. Namun, pandangannya sudah kunang-kunang."Kurang ajar kamu! Jangan kamu kira bisa lepas dariku!" ucap Rusly dengan pandangan samar-samar.Tidak berapa lama, Rusly tumbang jatuh ke atas lantai."Rusly ...!" teriak Lala dengan nada kencang.Lala berlari