Share

Kado untuk Ibu Mertua
Kado untuk Ibu Mertua
Author: Siti Aisyah

Buruk Sangka

Author: Siti Aisyah
last update Last Updated: 2023-02-03 16:59:53

"Kita mau memberi kado Ibu apa, Nes?" tanya Mas Ramzi--suamiku.

Aku yang sedang mengupas bawang untuk persiapan membuat bumbu kuah bakso hanya mengerutkan dahi mendengar pertanyaannya. "Kado?"

Mas Ramzi yang sedang membuat adonan untuk dibuat bakso itu tersenyum. "Maaf, aku lupa memberi tahu kalau ulang tahun ibu akan diadakan minggu depan. Biasanya anak-anak akan datang dan memberi kado, gitu."

Aku mendesah pelan. Usia ibu mertua tentu sudah tidak muda lagi, tetapi kenapa masih harus mengadakan acara ulang tahun segala. Mana anak-anak harus memberi kado pula. Merepotkan sekali.

Sebenarnya aku paling tidak suka dengan acara seperti ini. Berkumpul bersama keluarga dari Mas Ramzi rasanya tidak menyenangkan. Belum lagi harus mengeluarkan uang untuk membeli kado. Bukannya aku pelit, tetapi keadaanlah yang membuatku harus selalu perhitungan dengan yang namanya pengeluaran.

Aku dan Mas Ramzi baru dua bulan menikah dan sekarang baru merintis usaha jualan bakso. Dulu, kami sama-sama di perantauan bekerja di sebuah pabrik tekstil. Namun, setelah menikah, ibu mertua meminta Mas Ramzi untuk tinggal di sini karena para kakaknya sudah berumah tangga semua dan tinggal di kota.

Mas Ramzi, Mas Akbar, dan Mbak Divya memang lahir dari rahim yang sama, tetapi nasibnya berbeda.

Mas Akbar yang merupakan anak pertama di keluarga ini menjadi manager perusahaan ternama di kota, Mbak Divya punya suami dokter sedangkan suamiku--Mas Ramzi hanya menjadi pedagang bakso, itu pun baru merintis.

Mas Ramzi terpaksa tidak melanjutkan kuliah karena ayahnya meninggal saat ia duduk di bangku SMA sedangkan uang pensiunan sang ayah tidak cukup untuk biaya melanjutkan pendidikan karena masih ada Nella--anak bungsu--yang juga butuh biaya pendidikan.

Aku baru bertemu dengan para kakak ipar sekali saja yaitu dua bulan lalu saat hari pernikahanku dengan Mas Ramzi.

Aku dan mereka jelas sangat jauh berbeda. Mbak Nirma--istri Mas Akbar yang merupakan anak dari pemilik perusahaan tempat Mas Akbar bekerja adalah sosok wanita cantik dan berkelas. Penampilannya selalu cetar dengan baju branded dan perhiasan mewah.

Mbak Divya yang mempunyai suami dokter dan punya mertua kaya raya juga tidak kalah penampilannya.

Bisa dikatakan hanya aku menantu yang dari golongan menengah ke bawah di keluarga ini dan itu membuatku tidak percaya diri jika harus bertemu dengan mereka.

***

Aku gelisah membayangkan hari itu tiba. Bagaimana jika mereka menganggapku siluman yang ada tetapi tidak terlihat, parahnya lagi jika aku dianggap kuman yang harus disingkirkan saat acara yang katanya akan digelar dengan meriah itu.

Kuhela napas pelan. Dalam acara itu pasti ibu tidak mau mengenalkan aku sebagai menantu pada para tamu undangan. Jangan-jangan nanti aku hanya jadi tukang cuci piring. Huh, ingin rasanya aku menghilang saat ini juga agar tidak perlu hadir dalam acara itu nanti.

Di mana aku bisa mendapatkan uang untuk membeli kado ibu mertua? Untuk saat ini uang yang ada masih diputar untuk modal lagi. Lagi pula, kadonya juga tidak mungkin asal-asalan kalau tidak mau dihina oleh para kakak ipar yang sudah pasti memberi kado mahal.

"Nes?"

Aku terlonjak kaget saat tiba-tiba Bu Mila--Ibu mertuaku sudah berada di dekatku dan membuyarkan lamunanku.

Rumahku dan rumah mertua berdekatan, hanya dipisahkan sepetak tanah yang biasa digunakan untuk menaruh jemuran sehingga Bu Mila bisa masuk rumahku kapan saja.

"Minggu depan Ibu mau mengadakan ulang tahun." Ibu mengawali pembicaraan dan aku hanya menanggapinya dengan tersenyum tipis.

"Acara ini ide Divya," imbuhnya.

Aku menelan ludah. Ingin rasanya aku mengatakan 'aku tidak bertanya, Bu' tetapi hanya membatin saja.

Dia pasti bilang agar aku mempersiapkan kado. Apakah dia tidak tahu kalau saat ini keuangan kami sedang tidak baik-baik saja karena kami baru merintis usaha.

"Ini."

Mataku membola saat melihat Bu Mila mengulurkan lima lembar uang seratus ribuan.

"Apa ini, Bu?" tanyaku dengan dahi berkerut.

"Ambil uang ini dan belikan kado untuk Ibu." Ibu meletakkan uang itu di tanganku. "Maaf, bukannya Ibu meremehkanmu dan Ramzi, tetapi saat ini kalian lagi butuh uang sedangkan anak ibu yang lain nanti memberi kado semua. Ibu tidak ingin kamu malu, Nes."

"Ibu?" Aku menatapnya yang tersenyum manis sambil menyentuh lenganku.

"Sekali lagi Ibu minta maaf."

Dadaku menghangat. Mataku mengabur seolah dipenuhi kaca tebal. Demi harga diriku di depan anak-anaknya yang lain, ibu mertuaku rela memberiku uang padahal ia yang berulang tahun.

"Belikan Ibu gamis yang bagus dan nanti dibungkus yang rapi, ya! Ibu percaya kalau kamu yang memilih pasti bagus dan Ibu pasti suka."

Ibu ...

Related chapters

  • Kado untuk Ibu Mertua   Mimpi Buruk

    Wajah Bu Mila berbinar. Dengan antusias ia membuka kotak kado yang dibungkus kertas bermotif bunga itu. Sebuah jam tangan mewah yang menurut perkiraanku harganya jutaan terpampang nyata di depan mata. "Terima kasih, Sayang," ujarnya seraya menatap Mbak divya. "Ibu suka?" tanya Mbak Divya. Bu Mila mengangguk. Ia mengulurkan tangan dan tidak lama kemudian jam tangan berwarna hitam itu melingkar di pergelangan tangannya. Wanita itu tersenyum lebar. " harganya pasti mahal ya, Vi?""Untuk Ibu yang aku sayang, tidak ada kata mahal," kata Mbak divya. Lalu keduanya berpelukan. Tangan Ibu beralih mengambil kotak kado yang lain yang setelah dibuka ternyata berisi cincin dengan berlian mungil cantik. Itu adalah kado dari Mas Akbar. Raut kebahagiaan tidak dapat disembunyikan di wajahnya. "Terima kasih, ya. Kalian memang anak-anak yang baik." Ibu merentangkan tangan untuk memeluk Mas Akbar dan istrinya. Setelah adegan pelukan antara ibu, anak, dan menantu itu usai, Ibu kembali membuka kado

    Last Updated : 2023-02-03
  • Kado untuk Ibu Mertua   Bertemu Ipar

    Jantungku berdegup kencang saat melihat sebuah mobil berhenti di halaman. Tidak lama kemudian kendaraan roda empat berwarna silver itu terbuka persamaan dengan keluarnya sang pemilik yaitu Mas Akbar, Mbak Nirma serta seorang gadis kecil berusia kira-kira 5 tahun yang menggelayut manja di lengan sang ibu.Menyusul di belakangnya sebuah mobil berwarna putih dan itu adalah mobil Mbak Divya bersama keluarga kecilnya. Mereka adalah pasangan yang keluarga yang bahagia dan cukup secara materi. Aku yang sedang mengamatinya dari dalam rumah di balik kaca jendela hanya menghela napas panjang. Di antara kami hanya Mas Ramzi yang belum memiliki mobil. Entah kapan kami bisa memilikinya. Seketika rumah Ibu jadi heboh. Rupanya Bu Mila sudah menunggu kedatangan anak-anaknya itu. Momen seperti memang sudah dinantikan sejak lama. Para anak yang sudah memiliki keluarga masing-masing itu tentu jarang mengunjungi ibunya. "Mas Akbar dan Mbak Mbak Divya sudah datang, ya?" tanya Mas Ramzi. Suamiku itu b

    Last Updated : 2023-02-03
  • Kado untuk Ibu Mertua   Dukungan

    Matahari sudah mulai bergerak ke arah barat. Terdengar deru sepeda motor dari arah depan. Seorang gadis berjilbab merah turun dari kendaraan roda dua berwarna biru itu. "Ibu?" Setelah membuka helm, gadis itu berteriak dan berlari lalu menuburuk ibu mertua yang sudah menghadangnya di depan pintu. Ada rasa yang aneh menjalar di hati kala melihat pertemuan antara ibu dan anak yang begitu mengharukan itu. Aku dan ibu kandungku tidak pernah sampai berpelukan meski sudah lama tidak bertemu. Setelah melepas rasa rindu yang membuncah pada sang ibu, Nella menyalami dan mencium tangan dengan takzim para kakaknya secara bergantian. Denganku juga tidak ketinggalan. Sejak aku tinggal di sini, ini untuk pertama kalinya Nella pulang. Dia duduk di bangku SMA kelas tiga dan tinggal di kost-an. Saat ini jarang pulang karena sedang persiapan ujian kelulusan. Suasana di rumah ibu semakin ramai setelah ada Nella. Gadis itu ternyata juga sangat menyenangkan."Kata Ibu, kamu dan Ramzi jualan bakso, ya?

    Last Updated : 2023-02-03
  • Kado untuk Ibu Mertua   Lagi-lagi Minder

    "Ines dan Ramzi, kalian nggak usah pulang. Tidur saja di sini bareng-bareng," kata Bu Mila. "Iya, Bu. Aku juga kangen tidur sama Mas Akbar." Mas Ramzi mengangguk. What? Tidur bareng dengan para ipar dan juga ibu? Aku menggeleng.Sebelum tidur pasti akan banyak hal yang diceritakan seperti Mbak Ulfa yang selalu menceritakan pengalaman bekerja, hartanya yang melimpah, sering liburan di mana saja, tempat makanan favorit di mana dan aku hanya bisa gigit jari karena nggak ada yang bisa diceritakan. "Kamu kenapa, Nes? Kok mukanya pucat gitu? Nggak suka ya kalau harus tidur bareng kami?" tanya Mbak Divya. Wanita itu seolah tahu kegelisahanku. "Enggak." Aku meringis. "Tetapi kenapa kayak gelisah gitu?" "Dimaklumi aja, Mbak. Pengantin baru mana mau pisah sama suami tercinta," sahut Nella seraya mengedipkan mata. Dari tadi gadis itu terus menempel di lengan sang ibu. Pipiku menghangat, sudah pasti berubah merah. Bukan karena nggak mau pisah dari Mas Ramzi, tetapi minder. Sudah pasti nant

    Last Updated : 2023-02-03
  • Kado untuk Ibu Mertua   Status WA

    Aku pikir acara ulang tahun Ibu seperti acara ulang tahun pada umumnya yang menggunakan balon, kue ulang tahun lengkap dengan lilin sesuai dengan usia, dan segala printilannya. Akan tetapi ternyata tidak sesuai dengan dugaanku padahal aku sudah berburuk sangka. Membayangkan ibu mertua memakai balon karakter di kepala lalu meniup lilin di atas kue disertai tepuk tangan yang bergemuruh itu adalah sesuatu yang lebay menurutku mengingat ibu bukan anak kecil lagi. Konsep ulang tahun ibu mertua adalah pengajian dengan mengundang semua warga desa baik laki-laki maupun perempuan dan beberapa kerabat dekat serta anak yatim. Untuk makanannya juga pakai jasa catering sehingga tidak ada acara sibuk memasak. Semua terima beres. Ibu juga sudah menyiapkan beberapa amplop berisi uang untuk dibagikan pada anak yatim. Pantas saja hidup Bu Mila selalu damai dan bahagia. Rupanya ini salah satu rahasianya. Sedekah. Acara akan dimulai sebentar lagi. Snack box yang menggunung sudah siap. Para undangan

    Last Updated : 2023-02-03
  • Kado untuk Ibu Mertua   Kedatangan Mantan

    Aku bukanlah tipe orang yang sedikit-sedikit up date status baik di WA maupun Facebook. Kalau pun membuat status WA hanya untuk mempromosikan bakso yang kujual. Namun tidak dengan kegiatan sehari-hari yang terkadang tidak begitu penting untuk dibagikan. Beda dengan Mbak Ulfa yang rajin membuat status hingga tampilan statusnya layaknya benang jahit saking seringnya update. Mulai dari bangun tidur dalam pelukan suaminya, sarapan pagi dengan susu dan roti, mengantar anak sekolah mengendarai mobil, hingga nanti tidur lagi. Terkadang membuat status di jam 11 malam hanya berupa emoji mata melotot yang menggambarkan dirinya masih terjaga di jam tersebut. Kutatap nanar barisan huruf di layar ponselku yang baru saja dikirim Mbak Ulfa. Dahiku berkerut. Apa maksud kakak kandungku itu? Siapa yang pencitraan? Jika aku membuat status aku bahagia itu memang benar adanya. Bahagia tidak harus dengan memiliki suami dengan jabatan tinggi, naik mobil mewah, memakai tas dan baju branded, jalan-jal

    Last Updated : 2023-03-17
  • Kado untuk Ibu Mertua   Cemburu

    "Kenapa kamu nggak pernah bilang kalau pernah punya pacar yang bernama Ririn, Mas?" Mas Ramzi yang baru saja datang dan masih berdiri di depan pintu kamar itu tersedak. "Pacar?" "Iya, kamu pernah punya pacar bernama Ririn, kan?" Lelaki yang memakai kemeja warna sama denganku itu melepas peci dan meletakkan di dinding yang sudah ditancapkan paku. Lalu berbalik menatapku. "Emangnya kamu pernah tanya pacarku siapa saja? Enggak, kan?" "Siapa saja?" Aku mendongak. "Apakah itu artinya punya pacar lebin dari satu?" Mas Ramzi tertawa lebar. Lalu tangannya mengusap pipiku yang masih basah. "Ini kenapa? Nangis karena merasa dibohongi? Nggak nyangka suami yang hanya terlihat tampan di matamu ini juga pernah disukai wanita lain?"Aku mengerucutkan bibir. Kusilangkan tangan di dada dan menggeser duduk."Ya ya ya, baiklah aku akan memberi tahu siapa pacarku. Awalnya aku ingin merahasiakan ini semua, tetapi aku tidak mau membuatmu terus penasaran." Mas Ramzi duduk di ranjang dan merangkulku. "

    Last Updated : 2023-03-17
  • Kado untuk Ibu Mertua   jujur

    Aku memilih untuk mengabaikan pesan dari Mbak Ulfa yang masih sudah pasti akan membuat mood-ku anjlok. Gara-gara dia aku jadi berprasangka buruk terus pada mertua dan ipar. Aku yang selalu dihina dan menjadi bahan perbandingan menjadikanku tidak percaya diri dan ternyata membangkitkan rasa percaya diri itu tidaklah mudah.Seolah otakku ini sudah di-setting sedemikian rupa agar menganggap makhluk bernama mertua dan ipar menyeramkan. Aku tersenyum melihat foto dan video kebersamaan dengan para ipar. Seingatku, aku tidak punya foto satu pun kebersamaan dengan Mbak Ulfa dan Ibu serta bapak. "Wah cantik sekali gamis ini," seru ibu. Wanita yang sudah melahirkan suamiku itu merentangkan gamis berwarna coklat yang merupakan kado hadiah ulang tahun dariku. Ah, aku malu mengatakan kado itu dariku karena pada kenyataannya uangnya dari ibu. Anggap saja ibu titip. Mbak Divya meraih gamis itu dari tangan ibu. " Kado dari siapa ini, Bu?" tanyanya seraya mengusap gamis itu. "Ini kado dari Ines,"

    Last Updated : 2023-03-19

Latest chapter

  • Kado untuk Ibu Mertua   Akhir dari Semuanya

    Ririn mundur beberapa langkah hingga menyentuh tembok. Tatapan matanya tidak berkedip melihat Candra yang menatapnya seolah hendak menelannya bulat-bulat. "Ayolah, Rin. Selama dua tahun ini aku sudah begitu sabar menunggumu untuk bisa kusentuh. Kita ini suami istri, tetapi kenapa aku tidak pernah mendapatkan hakku? Kesabaran seorang lelaki ada batasnya. Aku seorang lelaki normal yang tidak akan sanggup menahan hasrat yang bergejolak ini," kata Candra dengan tatapan memelas. Brak! Pintu terbuka lebar bersamaan dengan masuknya Yani--ibunya Candra. "Apa maksudmu, Ndra?" "Ibu?" Ririn dan Candra berbarengan. "Apa maksudmu tidak pernah menyentuh Ririn? Pernikahan macam apa ini?" tanya Yani dengan nada tinggi. Mau tidak mau Candra bercerita pada ibunya kalau selama menikah dengan Ririn, ia sama sekali tidak pernah merasakan indahnya surga dunia. Ririn selalu menolak saat diajak melakukan hubungan suami istri. Bahkan, selama ini mereka tidak pernah tidur dalam satu ranjang. Candra tidu

  • Kado untuk Ibu Mertua   Terima kasih

    "Romi, bolehkah aku kembali padamu?" kata Indy dengan mulut bergetar. Romi mengurai rangkulannya pada Ulfa lalu menatap tajam Indy yang berusaha tersenyum semanis mungkin. "Apa? Ingin kembali?" Indy mengangguk. "Iya, boleh kan? Aku yakin tidak mudah bagimu melupakan diriku yang sangat cantik ini. Bukankah kamu dulu begitu tergila-gila padaku?" Romi tertawa sumbang. "Romi yang dulu bukanlah yang sekarang. Kalau dulu dia suka main dengan banyak wanita, sekarang tidak lagi. Sekarang hanya ada satu wanita yang aku cintai di dunia ini yaitu Maria Ulfa." Indy melengos ketika Romi menatap Ulfa penuh cinta lalu mencium keningnya. "Jadi, kamu nolak aku?" tanya Indy dengan nada tinggi. "Hal seperti ini tidak usah ditanyakan lagi. Jawabannya sudah pasti. Sekarang silakan kamu pergi dari sini dan biarkan aku hidup tenang bersama istriku tercinta." Romi menatap Ulfa dan mengedipkan mata. Ia merasa dari hari ke hari rasa cinta pada wanita yang dulu pernah disia-siakannya itu semakin bertamba

  • Kado untuk Ibu Mertua   Dia Datang Kembali

    "Kau tahu kenapa aku sangat ingin mendonorkan sebagian hatiku ini untukmu?" tanya Ulfa setelah mereka pulang dari rumah sakit seminggu kemudian dan saat ini mereka berada di rumah Ines. Ines tersenyum. "Kenapa?" Ines mengambil air putih dan menyesapnya. "Sampai saat ini aku masih mencintai Ramzi dan dengan adanya sebagian hati di tubuhmu itu aku harap secuil hati itu bisa mendapatkan cinta dari orang yang aku cintai." Ines melotot, tetapi Ulfa malah tertawa. "Enggak, Nes. Aku bercanda. Sebenarnya yang mau mendonorkan hati untukmu itu adalah Ibu, tetapi setelah diperiksa dokter ternyata kondisi kesehatannya tidak memungkinkan. Saat dalam pemeriksaan tensi darah Ibu drop sementara untuk menjadi pendonor harus dalam keadaan prima. Lagi pula usia Ibu yang sudah 56 tahun sudah tidak diperbolehkan menjadi pendonor karena maksimal berusia 55." "Iya, Nes. Waktu itu Ibu berniat memberikan secuil hati ini untukmu, tetapi Ibu tidak memenuhi syarat untuk menjadi pendonor. Maafkan Ibu." Murni

  • Kado untuk Ibu Mertua   Sembuhlah, Adikku

    "Astagfirullah."Dunia Ramzi dan Ines seakan berhenti berputar saat mendengar pendengar penjelasan dokter bahwa organ hati Ines bermasalah. Ines memang sudah lama merasa badannya kurang sehat, tetapi ia berpikir mungkin itu efek dari sering begadang karena punya bayi. Ia juga sering mual dan muntah, tetapi ia tidak pernah menganggapnya sebagai sesuatu yang serius. Ramzi memejamkan mata. Belakangan ini, ia merasa nafas Ines sangat bau tidak seperti biasanya. Lelaki itu ingin mengatakan pada sang istri akan hal itu, tetapi ia takut wanita yang sangat ia cintai itu tersinggung. Iya, siapa yang tidak malu dan tersinggung jika disebut mulutnya bau padahal baru saja gosok gigi. Tidak tahunya itu adalah salah satu tanda jika organ hatinya bermasalah. Ines juga merasa tubuhnya semakin kurus. Hal itu ia rasakan saat celana maupun rok yang biasanya pas atau ketat, kini terasa longgar, tetapi wanita itu menganggap hal itu biasa terjadi karena ia sedang menyusui. Nanti kalau Alifa sudah berhen

  • Kado untuk Ibu Mertua   Ines Sakit?

    "Ibu bilang juga apa, Ul?" Murni mengusap pundak Ulfa dengan lembut. "Buang jauh-jauh rasa benci yang menumpuk dalam hatimu itu. Hidup rukun bersama saudara itu lebih menyenangkan." Saat ini mereka sedang berada di rumah sakit menunggu Ramzi yang sedang diperiksa dokter. Lelaki yang sudah menyelamatkan Zanna itu perlu dilakukan rontgen karena ia mendapat pukulan di bagian perut berulang kali. "Aku tidak akan pernah memaafkan diriku jika Ramzi sampai kenapa-napa. Dia menjadi begini karena aku lalai sebagai orang tua dalam menjaga anak." Romi mengacak rambut frustrasi. Ia tatap kakinya yang hanya tinggal sebelah sehingga membuat ia sulit bergerak. "Doakan saja semoga Ramzi tidak apa-apa," kata Murni. "Iya, Bu. Semoga dia baik-baik saja." Romi tergugu membayangkan Ramzi yang berjuang sendiri melawan penjahat itu. Pukulan demi pukulan ia dapatkan, sementara ia sendiri tidak bisa melakukan apa pun. Semua orang bernapas lega saat hasil rontgen keluar dan Ramzi dinyatakan baik-baik saja

  • Kado untuk Ibu Mertua   Kita adalah Keluarga

    Ines tersenyum sendiri melihat status WA kakaknya. Dalam diam, dia bersyukur akhirnya Ulfa mendapat kebahagiaan dengan caranya sendiri. Tiba-tiba terbersit dalam benaknya untuk datang berkunjung ke rumah Ulfa.Semenjak Ulfa menikah, sekali pun ia belum pernah berkunjung ke rumahnya karena selalu dilarang dengan alasan tidak level menerima tamu seperti Ines, tetapi sekarang Ines yakin, kakaknya itu pasti akan memberi izin.Untungnya Ramzi tidak keberatan diajak ke rumah kakak ipar. Mereka berdua telah sampai di sebuah rumah megah berlantai dua dengan halaman luas dan terlihat asri dengan tanaman rumput jepang. Ulfa yang sedang memasak, gegas mematikan kompor begitu mendengar pintu depan ada yang mengetuk. Wanita itu mengintip dari balik jendela siapa yang datang. Ia memekik saat melihat Ines dan Ramzi sudah berdiri di depan rumahnya. Dengan bibir mengerucut, wanita yang saat ini sedang hamil muda itu membuka sedikit daun pintu dan melongokkan kepala. "Mau ngapain kalian ke sini?"

  • Kado untuk Ibu Mertua   Siap hadapi cobaan

    Sebuah undangan pernikahan berwarna gold dengan foto prewedding yang sangat cantik baru saja diantar oleh seorang kurir. Ulfa menatap dengan saksama undangan yang ditujukan untuk Romi dan istri itu. Wanita yang sedang sedang menyapu itu menghela napas dalam-dalam. Romi sering dapat undangan yang membolehkan datang bersama pasangan, bahkan dianjurkan, tetapi ia sama sekali tidak pernah mengajak sang istri. Wanita itu menghela nafas dalam-dalam saat bayangan Romi yang melarangnya ikut itu kembali hadir di dalam ingatannya. "Aku datang sendiri saja, kamu nggak usah," kata Romi seraya merapikan kerah bajunya di depan cermin. Lelaki itu hendak berangkat untuk menghadiri pesta pernikahan salah satu temannya di kantor. "Kenapa, Mas? Bukankah aku ini istrimu dan di situ tertulis dengan jelas kalau yang diundang itu Romi dan istri?" Ulfa mengerucutkan bibir. Romi menyemprotkan parfum ke tubuhnya, bau parfum musk seketika menguar di kamar itu. "Aku malu jalan sama kamu, Ul,""Tetapi aku in

  • Kado untuk Ibu Mertua   Bahagia yang Sesungguhnya

    Ulfa tertawa usai mengusapkan tangannya yang kotor terkena tepung terigu ke pipi Romi sehingga pipi suaminya itu putih seperti badut. Mulut Romi terbuka lebar saat tangannya meraba pipi dan mendapati tepung terigu itu menempel di pipinya. Ia menatap tajam pada Ulfa sambil tersenyum. Romi mengotori tangannya dengan tepung terigu seraya berkata. "Awas, ya?" Sambil membalas mengusapkan tangannya ke hidung Ulfa hingga wajah istrinya itu terlihat lucu di matanya. Keduanya lalu perang tepung, setiap kali Ulfa mengusap tepung berwarna putih itu ke pipi Romi, lelaki itu akan membalasnya dan hal itu terjadi berulang kali. Ulfa dan Romi saling pandang. Romi tertawa puas melihat wajah sang istri yang belepotan penuh dengan tepung dan itu tampak sangat lucu baginya tanpa ia sadari dirinya juga berwajah seperti mau main jantilan saat ini. Begitu juga dengan Ulfa, wanita itu kegirangan melihat suaminya berwajah seperti badut yang sangat lucu. "Ayo, joget, nanti aku kasih donat," kata Ulfa ser

  • Kado untuk Ibu Mertua   Galau

    Di ruangan serba putih dengan dua buah ranjang beroda, satu untuk pasien dan satunya lagi untuk keluarga yang menunggu. Terdapat layar televisi LED terpasang di dinding. Ruangan yang sangat luas itu hanya ditempati Romi sendiri. Romi terbaring lemah di atas brankar. Sebuah infus menancap di pergelangan tangannya. Di sampingnya Ulfa tertidur dengan posisi menelungkup dan sambil duduk di kursi.Tangan Romi gemetar saat mengusap rambut hitam istri yang selama ini ia sia-siakan itu. Air matanya meleleh begitu saja membasahi pipi. Lelaki itu sama sekali tidak menyangka wanita yang selama ini ia hina justru malah tulus merawatnya sedangkan Indy yang ia sayang dan puja-puja malah pergi meninggalkannya di saat ia terpuruk. "Aku janji setelah ini akan menjadi ayah dan suami yang baik." Bahu Romi berguncang dan air matanya mengucur semakin deras. Perlahan Ulfa membuka mata saat mendengar isakan tangis dari Romi. "Kamu sudah bangun, Mas?" Ulfa mengangkat kepala dan menggosok mata yang terasa

DMCA.com Protection Status