Baru beberapa menit anakku lahir ke dunia ini, namun dirinya langsung menghadapi suatu ujian berat yang membuat dirinya kesakitan sekarang. Bagaimana hancurnya perasaan aku dan Esih pada waktu itu, ketika anakku sendiri yang belum beri nama kini menangis dengan sangat keras disana.Tangisan tersebut tidak seperti tangisan bayi pada umumnya, ada rasa sakit yang dia rasakan dalam tangisan tersebut, dan suaranya menggema ke seluruh rumah.Aku pikir dengan menghilangkan asap hitam tebal yang kini menutupi seluruh Kampung Sepuh adalah masalah utama sekarang, yang harus segera aku selesaikan karena ini menyangkut hidup anakku yang baru lahir di malam ini.Namun,Hal itu rupanya bukanlah akhir dari semua ini, karena di dalam asap hitam yang tebal itu muncul sebuah suara yang mengagetkanku, bahkan Mang Ba'a sedang menahan asap hitam itu di depan pintu agar tidak masuk rumah, dia hanya bisa terdiam ketika suara yang muncul dan mengagetkan kita semua.Sebuah suara, yang menawarkan sebuah bantua
Deg, Deg,Aku yang mendengar hal tersebut tiba-tiba merasakan detak jantung yang berdetak kuat. Mungkin, ini lah makhluk yang aku cari selama hidupku, makhluk yang menjadi penyebab atas apa yang terjadi kepada keluargaku pada saat itu.Aku yang mendengar dia berbicara dengan santainya tentang anakku dan anak-anak kampung yang kini menderita akibat asap hitam itu. Tiba-tiba merasakan kemarahan yang luar biasa.Apalagi, makhluk itu adalah makhluk yang aku cari selama ini, makhluk yang menyebabkan aku harus mengalami kehidupan yang seperti ini seumur hidupku.Makhluk yang membuat bapak dan kakek hidup dalam keputusasaan, membuat mereka sering melamun seumur hidupnya, dan akhirnya mati dalam rasa penyesalan yang sangat dalam pada saat itu.Aku yang tidak bisa menahan emosiku tiba-tiba mengeluarkan aura biru yang menyala di sekeliling tubuhku. Aura biru yang seperti asap yang muncul secara tiba-tiba, di saat salah satu tanganku kini sedang menggendong bayi yang masih menangis karena rasa s
Ternyata, bukan hanya rumahku dan rumah Parman saja yang terdengar suara tangisan. Hampir semua rumah yang mempunyai anak-anak kecil di dalamnya, kini harus merasakan kepedihan yang mendalam karena kulit anak mereka secara tiba-tiba terkelupas dengan sendirinya. Rasa sakit akibat kulit yang terlepas dari tubuhnya dan menyisakan lapisan kulit dalam berwarna merah yang berdarah membuat mereka menangis dan menjerit di dalam rumah. Kedua orang tuanya pun panik akan hal ini, beberapa dari mereka pun nekat membuka pintu seperti apa yang dilakukan Parman. Namun, Mereka mengurungkan niatnya ketika sebuah asap hitam yang sangat tebal menutupi pandangan mereka semua. Dan kembali menutup pintu rumahnya dengan rapat. Banyak hal yang mereka lakukan, mereka memberikan obat merah untuk menutupi luka-luka anaknya yang muncul secara perlahan di banyak titik. Ada juga yang memberikan dedaunan yang sering kita sebut babadotan, sebuah dedaunan yang dipercaya bisa mengeringkan luka yang diderita oleh
Bayi yang sedang aku gendong akhirnya bisa tertidur tenang. Meskipun aku sedikit panik ketika panas apinya terasa olehku pada saat itu, namun ketika api itu tiba-tiba berkumpul dan melayang.Semua luka dari bayiku kini tertutup kembali secara sempurna, tidak ada bekas luka bakar atau kulit yang terkelupas ketika api hitam itu melayang dan kembali kepada Kala yang ada di luar sana.“Hey, kalian berdua!”“Jangan bengong seperti itu!”Kala yang ada di dalam asap hitam itu kembali berkata kepadaku dan Mang Ba'a yang masih terlihat waspada di dekat pintu rumah.“Aku sudah mengangkat semua penyakit yang ditimbulkan oleh asap hitam ini dari anak-anak Kampung Sepuh yang tadi menangis kesakitan seperti bayimu itu.”“Namun,”“Sekali lagi aku katakan, aku harus memindahkan semua penyakit ini karena aku tidak bisa menghilangkan semua penyakit ini oleh keilmuan ku.”“Karena jika tidak dilakukan, besok malam semua penyakit ini akan lepas kembali meskipun asap hitam ini sudah aku hilangkan pada mal
Cahaya langit malam kini terasa indah, bintang dan bulan yang awalnya menghilang kini menampakan dirinya kembali dengan sinar dinginnya yang menyinari malam. Suara-suara hewan malam yang awalnya tidak terdengar kini saling bersahutan kembali, suara kodok sawah, suara jangkrik, bahkan suara burung hantu pun terdengar dengan jelas oleh kedua telingaku pada malam itu. Suara-suara hewan malam yang menjadi penghias malam kini kembali membuat Kampung Sepuh terasa sunyi dari para mahluk yang biasanya muncul pada malam hari. Bahkan saking sunyinya, suara dari detak jam dinding yang ada di dalam warung pun terdengar lebih keras sekarang. Entah mengapa, aku tiba-tiba berdiri di seberang warung sekarang. Aku tidak ingat kenapa aku sudah berdiri disini sekarang. Yang aku ingat terakhir kali, aku merasakan rasa sakit yang luar biasa di dalam tubuhku, urat-urat dan tulang yang terkilir, luka-luka yang muncul di kulitku yang terkelupas secara perlahan, rasa sakit di jantung dan paru-paru serta gi
Kembali ke malam saat kejadian mengerikan itu terjadi, dimana Pak Uki tampak kaget ketika mobil yang dikendarai dirinya bersama Doni melihat situasi Kampung Sepuh yang tampak kacau.BroooomLampu-lampu lima watt yang menyala di setiap rumah dan menyinari sisa-sisa asap hitam yang belum hilang sepenuhnya membuat suasana Kampung Sepuh menjadi semakin menyeramkan.Bekas-bekas asap hitam yang sempat menutupi Kampung Sepuh pada malam itu terlihat dengan sangat jelas, pepohonan, daun-daun, juga rerumputan terlihat kering kerontang seperti sawah yang kering akibat kemarau panjang yang melanda.Jalanan Kampung Sepuh yang berbatu dan tidak mungkin berdebu ketika malam tiba kini sangat terlihat berdebu. Apalagi ketika mobil yang dikendarai Doni dan Pak Uki melintas di atasnya.Di setiap rumah pun terlihat kegaduhan-kegaduhan yang terjadi, para warga terlihat panik atas kejadian yang terjadi pada malam itu, meskipun Pak Uki berada di luar, namun karena rumah-rumah mereka yang terbuat dari bilik
Aku terbangun tepat di dalam kamarku yang sudah aku pakai ketika bapak dan ibu masih hidup dan tinggal dirumah ini. Dengan keringat yang membanjiri seluruh tubuhku dan belakang kepala yang panas seperti seseorang yang baru sembuh dari kesurupan.Aku coba duduk dan bersandar di dinding kamar, memikirkan arti dari dari apa yang aku lihat barusan. Semuanya terlihat sangat nyata seperti gambaran suatu masa dimana anakku yang masih bayi itu harus menanggung apa yang sudah aku tanggung sekarang.Mungkin jika aku tidak selamat di malam itu, apa yang terjadi di dalam mimpi ku itu akan terjadi, dimana anakku lah yang berjaga di warung setiap malamnya dengan tubuh mungilnya yang masih butuh banyak kehangatan dari Esih ibunya.“Mat, kamu jangan memaksakan diri dulu!”“Badanmu pasti lelah dan capek atas apa yang terjadi,” Kata Mang Ba'a yang membantuku untuk duduk dan bersandar di dinding kamar.Aku benar-benar tidak tahu apa yang terjadi pada malam itu, bagaimana ini bisa berakhir, aku juga tida
Tubuhku yang awalnya penuh luka dan perlu pengobatan secara medis dan non medis, akhirnya perlahan-lahan membaik. Meskipun aku sendiri tidak tahu apakah masih ada penyakit yang masih bersarang di dalam tubuhku seperti bapak dan ibu di akhir-akhir hidupnya, atau memang aku sudah sembuh sepenuhnya. Beberapa hari ini aku selalu makan banyak, bahkan untuk sementara, Pak Uki meminta Bu Lela untuk membantuku dan Esih untuk memasak dan menjaga Ujang, sehingga ladang dan sawah yang dia kelola sementara diurus oleh ke Parman. Aku juga baru tahu sekarang, siapa dalang di balik kejadian itu, rupanya itu adalah Doni yang dulu melakukan ritual di batu nangtung, yang akhirnya membuat bapak dan ibu meninggal. Dan kali ini dia menargetkan ku, dia benar-benar telah merencanakannya dengan matang, menentukan hari penyerangan di hari Esih sedang melahirkan, yang menurutnya itu adalah saat dimana aku sedang lengah. Jujur, aku marah kepadanya, namun aku belum sempat bertemu dengannya. Karena sewaktu Pak
Pemakaman Kampung Sepuh kini lebih ramai daripada biasa, meskipun sekarang sudah masuk hari kedua lebaran di tahun 2022. Namun masih banyak orang-orang yang berdatangan dan berziarah ke makam keluarga dan teman mereka di kampung ini. Kampung Sepuh yang awalnya sepi tiba-tiba mendadak ramai, para warga yang bekerja di kota-kota besar kini kembali pulang untuk menikmati suasana lebaran yang kini lebih bebas dari dua tahun sebelumnya, sehingga para warga yang dulu tidak bisa mudik akibat pandemi kini bisa pulang ke rumah dan berkumpul kembali dengan keluarga mereka yang menunggunya di kampung. Sedangkan aku (penulis), kini sedang duduk di samping makam Bu Esih, Pak Amat, juga Pak Darsa dan leluhurnya di pemakaman Kampung Sepuh. Ku lihat pula beringin yang di dalam cerita Warung Tengah Malam terbakar habis kini sudah mulai tumbuh daun-daun baru, dan mungkin saja beberapa tahun lagi beringin yang ada di pemakaman itu sudah kembali tumbuh dan rindang seperti sedia kala. “Oh jadi begitu Ma
Beberapa kali aku mengalami kejadian yang seperti ini, batuk-batuk dan muntah darah, lalu dibarengi oleh mata yang berkunang-kunang dan akhirnya aku terjatuh dan tidak sadarkan diri di tanah.Tubuhku semakin menua, staminaku tidak lagi seperti dulu, mungkin inilah kekurangan dari manusia. Mereka tidak bisa mempertahankan stamina ketika umurnya sudah semakin tua. Sehingga, sehebat apapun mereka, tetap saja apabila stamina mereka di kuras habis maka akan ambruk juga.Esih yang curiga dengan keadaanku kini semakin khawatir akan keadaanku menyarankan aku untuk tidak terus-menerus mencari jawaban dari misteri ini ke Gunung Sepuh.Namun, meskipun aku sudah melepas Ujang untuk tinggal di kota besar dan tidak mengharapkan dia pulang kembali ke Kampung Sepuh ini. Tetap saja, rasa khawatir akan kutukan ini masih saja memenuhi pikiranku pada saat itu.Meskipun kondisiku semakin melemah, tapi aku tidak putus asa. Apalagi kini aku mempunyai teman sekaligus sahabat, yaitu Aki Karma. Pemimpin sebuah
Tak terasa, obrolan yang terjadi di warung itu kini aku simpan dalam pikiranku. Rasa ingin menyelesaikan sesuatu yang seharusnya aku selesaikan dengan segera akhirnya membuatku semakin memaksakan diriku untuk masuk ke dalam Gunung Sepuh di setiap harinya. Bahkan saking seringnya, ketika ada tamu yang meminta bantuan untuk permasalahan yang dia miliki, dia harus menungguku pulang terlebih dahulu atau nanti aku akan mendatangi rumahnya ketika mereka tidak menemukanku di warung atau dirumah pada saat itu. Hari demi hari, bulan demi bulan, bahkan tahun demi tahun tak terasa aku lewati. Aku sudah mencoba berbagai cara, bahkan kini warung seringkali aku tinggalkan dan ketika aku pulang ketika pagi tiba, aku melihat warung tampak berantakan, karena mungkin para makhluk yang datang tidak menemukan ku di dalam warung untuk aku layani pada malam itu. Aku yang kini lebih bisa menerima para makhluk yang ada tinggal di luar Gunung Sepuh, aku seringkali bertanya kepada mereka tentang situasi Gunu
Ujang, anak yang aku sayangi rupanya tumbuh dengan sehat dan kuat. Aku dan Esih sepakat untuk tidak memberitahu kepadanya tentang warung ini yang sebenarnya.Dia yang selalu bertanya setiap malam ketika dirinya tidak boleh ke warung ketika malam tiba, dan pertanyaan itu dijawab oleh Esih bahwa aku yang menjaga warung setiap malam harus berjuang keras untuk bisa menyekolahkan dirinya sehingga membuka warung di pagi dan siang hari pun tidaklah cukup untuk bisa menyekolahkan dia ke jenjang yang lebih tinggi.Apalagi, ketika malam tiba, Esih seringkali memberikan cerita pengantar tidur, mencoba memberinya cerita-cerita seram seperti tentang tuyul, genderuwo, pocong, kuntilanak, juga para makhluk-makhluk yang seringkali menculik manusia, ketika Ujang masih belum tidur di dalam rumah meskipun malam sudah larut.Esih tahu, bukannya dia menakut-nakuti Ujang, tapi Esih sengaja memberikan cerita itu agar Ujang bisa tertidur dan tidak menanyakan lagi tentang kondisi warung serta kejanggalan-keja
Malam ini, aku sengaja keluar meninggalkan warung dan membiarkannya tampak kosong. Aku sudah tidak tahu terakhir kali aku meninggalkan warung. Terakhir kali aku meninggalkan warung, ketika Wawan menghilang di persawahan ketika sedang bermain dengan teman-temannya, dan akhirnya aku menemukan tubuhnya yang tampak sedang di asuh oleh salah satu makhluk yang bernama kalong wewe yang menganggap Wawan adalah anaknya. Aku berusaha mengambilnya kembali, meskipun perjuangan tampak tidak mudah, karena aku harus melewati Leuwi Jurig yang dipenuhi oleh makhluk yang bernama lulun samak ketika malam tiba. Meskipun begitu, akhirnya Wawan selamat. Aku menggendongnya ke Kampung Sepuh tepat ketika pagi menjelang, ketika para kelelawar kembali ke Gunung Sepuh untuk beristirahat dan mentari pagi dengan sinarnya yang merah ke kuning-kuningan muncul di belakang Gunung Sepuh yang menjulang di pagi itu. Kini, aku kembali keluar. Mencoba sesuatu yang mungkin saja bisa membantuku untuk mencari keberadaan ma
Kehidupan Kampung Sepuh akhirnya berjalan kembali seperti biasa, para warga kembali ke ladang dan sawahnya setiap pagi, dan akan mampir ke warung untuk mengobrol dan bercengkrama tentang apa yang terjadi di hari itu, pada sore harinya sepulang dari ladang dan sawah. Banyak hal yang mereka ceritakan, tentang kejadian-kejadian yang ada di sekitar mereka, tentang berita-berita politik yang susah sekali sampai ke tempat mereka, juga tentang gosip-gosip yang ada di sekitar mereka. Rokok dan kopi serta jajanan dan cemilan-cemilan menemani mereka ketika berkumpul di depan warung di sore itu. Rusdi, Darman , Parman, juga warga lainnya berkumpul dan saling bercengkrama satu sama lain. Sebuah hal yang jarang terjadi di kota-kota besar menurut Darman. Darman yang kembali lagi setelah bertahun-tahun tinggal di kota kini merasakan kembali kehangatan warga Kampung Sepuh yang masih akrab dengannya, Darman pun seringkali membicarakan situasi politik pada saat itu yang kacau balau, banyak pabrik ya
Rasa dingin yang menusuk kulit kini aku rasakan kembali di depan warung yang sangat sunyi dan sepi ini, kejadian yang terjadi dalam seminggu yang lalu membuatku banyak berpikir tentang apa yang aku hadapi di dalam Gunung Sepuh yang gelap itu. Fuhhhhhhhh Asap tebal mengepul keluar dari mulutku, aku yang kembali beraktifitas seperti biasa kini duduk di depan warung seperti biasa. Menikmati suasana malam yang ada di depan warung ini sambil menghisap rokok kretek yang menjadi teman satu-satunya bagiku di setiap malamnya. Aku kembali banyak melamun atas kejadian yang menimpaku pada saat itu, keilmuan yang aku pelajari dan aku asah, rupanya masih belum cukup untuk menjaga keluargaku, bahkan untuk menjaga Kampung Sepuh yang sudah dipercayakan oleh leluhurku sewaktu dia mendapatkan kutukan ini. Apalagi, dibalik rasa senang dan haru ketika Ujang lahir di dunia ini, ada rasa khawatir yang semakin lama semakin besar, rasa yang muncul apabila dia harus menjadi seseorang yang sepertiku, terkeka
“Enggak, enggak, enggak, kamu bukan manusia, kamu bukan karyawanku!”“Mana karyawanku semua, karyawan yang shift malam yang seharusnya bekerja di tempat ini sekarang?”Doni benar-benar panik karena di depannya terlihat sebuah sosok yang tidak dia kenali, wajahnya yang tampak hancur kini terlihat jelas ketika cahaya dari korek apinya menyinari dirinya dari dekat.Doni beberapa kali berteriak memanggil karyawan yang seharusnya bekerja di shift malam pada malam ini, tubuhnya yang awalnya tidak bergerak kini mendadak kaku sehingga dia tidak melarikan diri dan keluar dari ruangan produksi tersebut.“Kenapa, Bapak tidak mengakui kami sebagai karyawan lagi?” Kata sosok itu yang kini tersenyum dengan giginya yang hancur dan menyisakan beberapa gigi yang masih tersisa di dalam wajahnya yang remuk dan tidak berbentuk itu.“Bapak tidak ingat, aku adalah orang yang terkena mesin ini Pak sehingga wajahku hancur, aku seperti didorong oleh sesuatu yang membuat kepalaku terkena mesin press dan mening
Sudah beberapa hari ini, Doni termenung di meja kerjanya, surat-surat resign yang dia terima dari bagian HRD pabriknya kini berserakan di mejanya.Semenjak kejadian itu, karyawan Doni banyak sekali yang mengundurkan diri, tidak hanya karyawan produksi yang selama ini mengawasi mesin-mesin besar untuk pabriknya, namun banyak juga staf-staf di divisi tertentu yang tiba-tiba resign dengan berbagai alasan.Meja Doni kini tampak berantakan, kertas-kertas coretan yang bertumpuk dengan file-file berkas tentang laporan penjualan yang kini menurun akibat kekurangan staf dan pekerja kini memenuhi sebagian meja kerjanya pada saat itu.Alat-alat tulis yang awalnya rapi pun kini berserakan tidak karuan, Doni yang awalnya menyukai kerapihan dan kesempurnaan kini mendadak tidak peduli dengan ruangan kerjanya sendiri. Bahkan, dia lebih banyak termenung sekarang, menyesali semua perbuatannya yang dia lakukan beberapa hari yang lalu.Jujur, dia bukan menyesal karena dia melakukan hal itu, namun dia men