Ternyata, bukan hanya rumahku dan rumah Parman saja yang terdengar suara tangisan. Hampir semua rumah yang mempunyai anak-anak kecil di dalamnya, kini harus merasakan kepedihan yang mendalam karena kulit anak mereka secara tiba-tiba terkelupas dengan sendirinya. Rasa sakit akibat kulit yang terlepas dari tubuhnya dan menyisakan lapisan kulit dalam berwarna merah yang berdarah membuat mereka menangis dan menjerit di dalam rumah. Kedua orang tuanya pun panik akan hal ini, beberapa dari mereka pun nekat membuka pintu seperti apa yang dilakukan Parman. Namun, Mereka mengurungkan niatnya ketika sebuah asap hitam yang sangat tebal menutupi pandangan mereka semua. Dan kembali menutup pintu rumahnya dengan rapat. Banyak hal yang mereka lakukan, mereka memberikan obat merah untuk menutupi luka-luka anaknya yang muncul secara perlahan di banyak titik. Ada juga yang memberikan dedaunan yang sering kita sebut babadotan, sebuah dedaunan yang dipercaya bisa mengeringkan luka yang diderita oleh
Bayi yang sedang aku gendong akhirnya bisa tertidur tenang. Meskipun aku sedikit panik ketika panas apinya terasa olehku pada saat itu, namun ketika api itu tiba-tiba berkumpul dan melayang.Semua luka dari bayiku kini tertutup kembali secara sempurna, tidak ada bekas luka bakar atau kulit yang terkelupas ketika api hitam itu melayang dan kembali kepada Kala yang ada di luar sana.“Hey, kalian berdua!”“Jangan bengong seperti itu!”Kala yang ada di dalam asap hitam itu kembali berkata kepadaku dan Mang Ba'a yang masih terlihat waspada di dekat pintu rumah.“Aku sudah mengangkat semua penyakit yang ditimbulkan oleh asap hitam ini dari anak-anak Kampung Sepuh yang tadi menangis kesakitan seperti bayimu itu.”“Namun,”“Sekali lagi aku katakan, aku harus memindahkan semua penyakit ini karena aku tidak bisa menghilangkan semua penyakit ini oleh keilmuan ku.”“Karena jika tidak dilakukan, besok malam semua penyakit ini akan lepas kembali meskipun asap hitam ini sudah aku hilangkan pada mal
Cahaya langit malam kini terasa indah, bintang dan bulan yang awalnya menghilang kini menampakan dirinya kembali dengan sinar dinginnya yang menyinari malam. Suara-suara hewan malam yang awalnya tidak terdengar kini saling bersahutan kembali, suara kodok sawah, suara jangkrik, bahkan suara burung hantu pun terdengar dengan jelas oleh kedua telingaku pada malam itu. Suara-suara hewan malam yang menjadi penghias malam kini kembali membuat Kampung Sepuh terasa sunyi dari para mahluk yang biasanya muncul pada malam hari. Bahkan saking sunyinya, suara dari detak jam dinding yang ada di dalam warung pun terdengar lebih keras sekarang. Entah mengapa, aku tiba-tiba berdiri di seberang warung sekarang. Aku tidak ingat kenapa aku sudah berdiri disini sekarang. Yang aku ingat terakhir kali, aku merasakan rasa sakit yang luar biasa di dalam tubuhku, urat-urat dan tulang yang terkilir, luka-luka yang muncul di kulitku yang terkelupas secara perlahan, rasa sakit di jantung dan paru-paru serta gi
Kembali ke malam saat kejadian mengerikan itu terjadi, dimana Pak Uki tampak kaget ketika mobil yang dikendarai dirinya bersama Doni melihat situasi Kampung Sepuh yang tampak kacau.BroooomLampu-lampu lima watt yang menyala di setiap rumah dan menyinari sisa-sisa asap hitam yang belum hilang sepenuhnya membuat suasana Kampung Sepuh menjadi semakin menyeramkan.Bekas-bekas asap hitam yang sempat menutupi Kampung Sepuh pada malam itu terlihat dengan sangat jelas, pepohonan, daun-daun, juga rerumputan terlihat kering kerontang seperti sawah yang kering akibat kemarau panjang yang melanda.Jalanan Kampung Sepuh yang berbatu dan tidak mungkin berdebu ketika malam tiba kini sangat terlihat berdebu. Apalagi ketika mobil yang dikendarai Doni dan Pak Uki melintas di atasnya.Di setiap rumah pun terlihat kegaduhan-kegaduhan yang terjadi, para warga terlihat panik atas kejadian yang terjadi pada malam itu, meskipun Pak Uki berada di luar, namun karena rumah-rumah mereka yang terbuat dari bilik
Aku terbangun tepat di dalam kamarku yang sudah aku pakai ketika bapak dan ibu masih hidup dan tinggal dirumah ini. Dengan keringat yang membanjiri seluruh tubuhku dan belakang kepala yang panas seperti seseorang yang baru sembuh dari kesurupan.Aku coba duduk dan bersandar di dinding kamar, memikirkan arti dari dari apa yang aku lihat barusan. Semuanya terlihat sangat nyata seperti gambaran suatu masa dimana anakku yang masih bayi itu harus menanggung apa yang sudah aku tanggung sekarang.Mungkin jika aku tidak selamat di malam itu, apa yang terjadi di dalam mimpi ku itu akan terjadi, dimana anakku lah yang berjaga di warung setiap malamnya dengan tubuh mungilnya yang masih butuh banyak kehangatan dari Esih ibunya.“Mat, kamu jangan memaksakan diri dulu!”“Badanmu pasti lelah dan capek atas apa yang terjadi,” Kata Mang Ba'a yang membantuku untuk duduk dan bersandar di dinding kamar.Aku benar-benar tidak tahu apa yang terjadi pada malam itu, bagaimana ini bisa berakhir, aku juga tida
Tubuhku yang awalnya penuh luka dan perlu pengobatan secara medis dan non medis, akhirnya perlahan-lahan membaik. Meskipun aku sendiri tidak tahu apakah masih ada penyakit yang masih bersarang di dalam tubuhku seperti bapak dan ibu di akhir-akhir hidupnya, atau memang aku sudah sembuh sepenuhnya. Beberapa hari ini aku selalu makan banyak, bahkan untuk sementara, Pak Uki meminta Bu Lela untuk membantuku dan Esih untuk memasak dan menjaga Ujang, sehingga ladang dan sawah yang dia kelola sementara diurus oleh ke Parman. Aku juga baru tahu sekarang, siapa dalang di balik kejadian itu, rupanya itu adalah Doni yang dulu melakukan ritual di batu nangtung, yang akhirnya membuat bapak dan ibu meninggal. Dan kali ini dia menargetkan ku, dia benar-benar telah merencanakannya dengan matang, menentukan hari penyerangan di hari Esih sedang melahirkan, yang menurutnya itu adalah saat dimana aku sedang lengah. Jujur, aku marah kepadanya, namun aku belum sempat bertemu dengannya. Karena sewaktu Pak
Usulan dari Mang Ba'a akhirnya diterima oleh semua pihak, mereka setuju untuk membawa keluarga Doni dan pejabat Desa agar mereka yang memutuskan tentang hal ini. Karena, para warga pun yakin, keluarga Doni pun tidak tahu akan kejadian hal ini, bahkan mungkin mereka juga tidak tahu akan hal-hal yang gelap yang telah Doni kerjakan selama hidupnya. Satu hari pun berlalu, akhirnya keluarga Doni yang dari kota pun datang, mereka adalah Istri Doni, anak-anaknya yang telah dewasa, Paman dan Bibinya, juga keluarga dekat yang selama ini hidup di lingkungan keluarganya. Mereka datang dengan wajah-wajah yang muram, karena mereka tidak tahu Doni membuat satu kampung marah kepadanya. Juga, Pak Kades dan Aparat Desa pun datang untuk membantu mediasi antara keluarga Doni dan para warga kampung, mereka datang menjadi penengah atas apa yang terjadi akan hal ini. Awalnya, keluarganya tidak percaya atas apa yang dilakukan Doni, dia merasa bahwa Doni adalah orang yang baik. Mengelola perusahaan yang du
Sudah beberapa hari ini, Doni termenung di meja kerjanya, surat-surat resign yang dia terima dari bagian HRD pabriknya kini berserakan di mejanya.Semenjak kejadian itu, karyawan Doni banyak sekali yang mengundurkan diri, tidak hanya karyawan produksi yang selama ini mengawasi mesin-mesin besar untuk pabriknya, namun banyak juga staf-staf di divisi tertentu yang tiba-tiba resign dengan berbagai alasan.Meja Doni kini tampak berantakan, kertas-kertas coretan yang bertumpuk dengan file-file berkas tentang laporan penjualan yang kini menurun akibat kekurangan staf dan pekerja kini memenuhi sebagian meja kerjanya pada saat itu.Alat-alat tulis yang awalnya rapi pun kini berserakan tidak karuan, Doni yang awalnya menyukai kerapihan dan kesempurnaan kini mendadak tidak peduli dengan ruangan kerjanya sendiri. Bahkan, dia lebih banyak termenung sekarang, menyesali semua perbuatannya yang dia lakukan beberapa hari yang lalu.Jujur, dia bukan menyesal karena dia melakukan hal itu, namun dia men