Hah, hah, hah,“Epul, Omes kemana kalian?”“Si Yoga dibawa makhluk itu entah kemana.”Sebuah langkah kaki yang sedang ketakutan kini sedang berlari menyusuri persawahan yang sangat luas di malam tersebut, sebuah persawahan yang tampaknya terlihat kering dengan beberapa tumpukan jerami yang ada di tengah-tengahnya sisa panen besar yang sudah berlangsung dalam beberapa hari ini.Meskipun dirinya sangat ketakutan untuk keluar pada malam hari, namun dia terpaksa melakukannya lagi pada malam ini. Karena dirinya adalah satu-satunya orang yang selamat pada malam itu.KKN yang seharusnya menyenangkan bagi dirinya kini mendadak menjadi bencana, karena baru kali ini dia merasakan hal-hal yang seperti ini.Entah mengapa, jalanan yang terlihat sangat gelap di tengah sawah, mendadak terlihat sedikit terang bagi dirinya. Mungkin karena tubuhnya memaksa untuk beradaptasi di dalam kegelapan malam dengan langkah kakinya yang tidak berhenti berlari melewati jalanan setapak di persawahan yang sangat sem
“Euu, euuu, kalau itu, kalau itu aku gak tahu Sih. Padahal sewaktu aku dan Yoga mau tidur, mereka berdua masih ada disana. ”“Emang ada apa Sih? ” Kata Tama yang masih kecapean dengan nafasnya yang terdengar sangat berat, jantungnya masih berdetak dengan sangat kencang, wajahnya tampak lusuh dan penuh lumpur, serta rasa lelah yang dia rasakan sangat terlihat mereka semua.Citra dan Yuyun mendengar hal itu hanya bisa terdiam sambil terduduk dengan selimut yang menutupi mereka berdua, mereka tidak menyangka, KKN yang mereka lakukan ini tiba-tiba menjadi sebuah tragedi yang baru kali ini mereka dapatkan seumur hidup mereka.“Kenapa KKN kita jadi kayak gini, ini bukan mimpi kan? ” Pikir Yuyun yang tampak panik ketika melihat kejadian yang ada di depan matanya.Mereka berdua yang tidak tahu apa-apa tentang hal ini, hanya terdiam dengan tubuhnya yang bergetar dengan sangat hebat. Mereka memang belum pernah bertemu secara langsung dengan para makhluk yang Tama sebutkan, karena mereka sangat
Sinar matahari pagi yang muncul di ufuk timur, seharusnya menjadi penanda akan suatu kehidupan baru yang penuh semangat, mendadak menjadi sebuah penanda akan misteri yang terjadi di galian irigasi yang belum selesai tersebut.Awal hari yang biasanya disambut dengan wajah ceria kini di antara mereka yang berada di sekitar galian irigasi hanya ada wajah-wajah yang suram yang di kepala mereka penuh dengan tanda tanya.Bagaimana tidak, Yuyun dan Citra langsung menutup mulutnya dengan kedua tangannya agar dirinya tidak berteriak, tepat ketika kedua matanya melihat dua tubuh yang terbujur kaku disana, kedua tangan dan tubuhnya penuh luka, bajunya tampak robek.Juga, mereka tergeletak begitu saja di dekat sebuah galian kecil yang terlihat seperti bekas terbakar, bersamaan dengan botol-botol kaca yang pecah di dalamnya. Semakin lama mereka tinggal di kampung ini, semakin banyak hal yang aneh yang mereka rasakan.Bahkan, kini hal tersebut memakan korban, yaitu teman mereka sendiri. Aku yang ba
Sebuah perjuangan yang berat dikala aku dan Mas Parto harus mengangkat mereka dari sawah. semua botol-botol bekas terbakar aku sengaja tutup dengan tanah untuk menghapus jejak atas apa yang telah mereka lakukan.Namun retakan-retakan yang ada di tanah aku tidak bisa menutup semuanya, karena retakan-retakan itu terlalu banyak. Aku hanya berharap warga yang sedang mengerjakan irigasi ini tidak curiga atas retakan-retakan yang muncul di tanah dalam semalam, sehingga proses pengerjaan irigasinya masih bisa dilanjutkan di hari ini.Mas Parto dan aku berjalan di depan, sedangkan Esih dan Citra berada di bagian belakang. Yuyun yang sudah mengetahui tugasnya di hari itu, langsung bergegas berjalan sendirian ke arah Kampung Parigi, menyusuri jalan kecil di sebelah irigasi tersebut yang bisa menembus ke arah kampung melalui kebun-kebun dan rumah Bagja yang kini telah berganti dengan kebun bambu yang sangat lebat disana.Aku berjalan secara perlahan melalui persawahan, namun ketika ada sebuah pe
“Kak Yogaaa!”“Kakkk, Kakak Yoggaaa!”“Bangunn kakkk!”Yoga yang masih terbaring tiba-tiba mendengar sebuah suara yang entah darimana datangnya, sebuah suara yang sudah dia kenal lama. Bersamaan dengan tubuhnya yang sedang digoyang-goyangkan oleh sesuatu, seperti sedang berusaha untuk membangunkannya pada saat itu.“Kak!”“Kak Yoga, ayo makan malam dulu kak!”“Bapak sudah nyiapin makanan untuk kita makan.”Yoga yang masih terbaring tiba-tiba terbangun karena ada yang membangunkannya pada saat itu, kedua matanya yang mengantuk tiba-tiba terbuka dengan lebar. Dan terlihat, seorang anak gadis yang masih belia kini berada tepat di dekatnya, memaksa dirinya agar bangun dari tidurnya yang nyenyak itu di atas kasur tempat dia tidur setiap malamnya.Yoga yang masih ingat kejadian di Kampung Parigi yang membuat dirinya tak sadarkan diri langsung merasa kebingungan. Bagaimana tidak, ruangan yang menjadi tempat dia terbaring adalah kamarnya sendiri.Sebuah kamar dengan ukuran yang sangat kecil,
Rumah Yoga memang sedikit agak unik. Rumahnya terdiri dari tiga bangunan yang berbeda, dua bangunan dibangun menjadi sebuah kontrakan yang terlihat memanjang hingga ke arah jalan, sedangkan rumahnya berdiri sendiri di paling belakang. Kontrakan yang sengaja dibangun oleh kedua orang tuanya untuk bekal masa depan Yoga dan adiknya, kedua bangunan dengan total sepuluh pintu akan dibagi dua ketika kedua orang tuanya meninggal. Sehingga, apabila mereka berdua tidak bekerja pun mereka masih bisa mempunyai penghasilan dari para penghuni kontrakan yang mengontrak kepadanya. Bapak dan Ibunya Yoga yang terkenal akan kerja kerasnya, hasil dari kontrakan yang dia bangun masih kurang untuk menyekolahkan anaknya setinggi-tingginya. Yoga yang pintar membuat kedua orang tuanya menyekolahkan dia di sekolah yang mahal, memasukkannya ke beberapa tempat les untuk bisa mengasah kemampuannya, bahkan tak jarang mereka selalu memberikan buku-buku terbaik untuk dia baca. Sehingga kedua orang tuanya harus te
Yoga yang awalnya tersadar akan sesuatu hal yang terjadi tentang adik dan Bapaknya yang telah lama meninggal, Yoga kini hanya terdiam di rumahnya. Apalagi ketika dia mendengar suara adiknya yang menangis dan meminta tolong di dalam radio yang dia putar pada malam itu, lampu yang menyala di dalam kamarnya tiba-tiba mati, dan membuat semua ruangan yang ada di dalamnya menjadi gelap gulita.Yoga hanya bisa duduk dan tidak melakukan gerakan apapun, matanya melirik kesana kemari mencari sumber cahaya dengan jantungnya yang berdetak sangat kencang.DegDegDegYoga yang hanya sendirian di ruangan yang gelap kini mulai merasakan ketakutan, takut akan sesuatu yang tadi dia temui. Apakah dirinya memang sudah mati seperti adik dan Bapaknya yang dia lihat, atau memang ini adalah halusinasi yang tidak bisa dia jelaskan dengan kata-kata yang seperti nyata.BrrrrrDi tengah-tengah ketakutan tersebut, secara tiba-tiba sebuah cahaya redup muncul dan letaknya tak jauh dari tempatnya berdiri. Tempat it
Deg,Deg, degDeg, deg, degYoga yang berada di dekat saklar lampu mendadak terdiam kembali, wajahnya semakin pucat ketika mendengar suara Yuni dengan jelas meminta tolong kepadanya pada saat itu.“Gak, gak gak mungkin, ini pasti mimpi, ini pasti mimpi.”“Gak, gak mungkin orang mati bisa datang dan menakut-nakuti ku.”“Gak gak, gak mungkin, gak mungkin, gak mungkin.”Yoga hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya ketika dia berdiri disana. Wajahnya sangat pucat, sisa-sisa dari keringat dingin yang keluar membuat wajahnya sedikit basah, bahkan rambutnya pun terlihat tidak karuan sekarang.Dia hanya terdiam dengan kata-kata yang keluar seolah tidak percaya atas apa yang terjadi di depan matanya.“Yuni sudah mati, Bapak sudah mati, te, te tempat ini mungkin saja bukan rumahku.”“Tapi te, te, tempat lain yang menjadi rumahku sekarang.”“Gak mungkin, Yuni gak mungkin datang menakut-nakuti sekarang.”“Di, di, dia sudah tenang di alam sana, dia gak mungkin bisa hidup kembali dan menakut-naku
Pemakaman Kampung Sepuh kini lebih ramai daripada biasa, meskipun sekarang sudah masuk hari kedua lebaran di tahun 2022. Namun masih banyak orang-orang yang berdatangan dan berziarah ke makam keluarga dan teman mereka di kampung ini. Kampung Sepuh yang awalnya sepi tiba-tiba mendadak ramai, para warga yang bekerja di kota-kota besar kini kembali pulang untuk menikmati suasana lebaran yang kini lebih bebas dari dua tahun sebelumnya, sehingga para warga yang dulu tidak bisa mudik akibat pandemi kini bisa pulang ke rumah dan berkumpul kembali dengan keluarga mereka yang menunggunya di kampung. Sedangkan aku (penulis), kini sedang duduk di samping makam Bu Esih, Pak Amat, juga Pak Darsa dan leluhurnya di pemakaman Kampung Sepuh. Ku lihat pula beringin yang di dalam cerita Warung Tengah Malam terbakar habis kini sudah mulai tumbuh daun-daun baru, dan mungkin saja beberapa tahun lagi beringin yang ada di pemakaman itu sudah kembali tumbuh dan rindang seperti sedia kala. “Oh jadi begitu Ma
Beberapa kali aku mengalami kejadian yang seperti ini, batuk-batuk dan muntah darah, lalu dibarengi oleh mata yang berkunang-kunang dan akhirnya aku terjatuh dan tidak sadarkan diri di tanah.Tubuhku semakin menua, staminaku tidak lagi seperti dulu, mungkin inilah kekurangan dari manusia. Mereka tidak bisa mempertahankan stamina ketika umurnya sudah semakin tua. Sehingga, sehebat apapun mereka, tetap saja apabila stamina mereka di kuras habis maka akan ambruk juga.Esih yang curiga dengan keadaanku kini semakin khawatir akan keadaanku menyarankan aku untuk tidak terus-menerus mencari jawaban dari misteri ini ke Gunung Sepuh.Namun, meskipun aku sudah melepas Ujang untuk tinggal di kota besar dan tidak mengharapkan dia pulang kembali ke Kampung Sepuh ini. Tetap saja, rasa khawatir akan kutukan ini masih saja memenuhi pikiranku pada saat itu.Meskipun kondisiku semakin melemah, tapi aku tidak putus asa. Apalagi kini aku mempunyai teman sekaligus sahabat, yaitu Aki Karma. Pemimpin sebuah
Tak terasa, obrolan yang terjadi di warung itu kini aku simpan dalam pikiranku. Rasa ingin menyelesaikan sesuatu yang seharusnya aku selesaikan dengan segera akhirnya membuatku semakin memaksakan diriku untuk masuk ke dalam Gunung Sepuh di setiap harinya. Bahkan saking seringnya, ketika ada tamu yang meminta bantuan untuk permasalahan yang dia miliki, dia harus menungguku pulang terlebih dahulu atau nanti aku akan mendatangi rumahnya ketika mereka tidak menemukanku di warung atau dirumah pada saat itu. Hari demi hari, bulan demi bulan, bahkan tahun demi tahun tak terasa aku lewati. Aku sudah mencoba berbagai cara, bahkan kini warung seringkali aku tinggalkan dan ketika aku pulang ketika pagi tiba, aku melihat warung tampak berantakan, karena mungkin para makhluk yang datang tidak menemukan ku di dalam warung untuk aku layani pada malam itu. Aku yang kini lebih bisa menerima para makhluk yang ada tinggal di luar Gunung Sepuh, aku seringkali bertanya kepada mereka tentang situasi Gunu
Ujang, anak yang aku sayangi rupanya tumbuh dengan sehat dan kuat. Aku dan Esih sepakat untuk tidak memberitahu kepadanya tentang warung ini yang sebenarnya.Dia yang selalu bertanya setiap malam ketika dirinya tidak boleh ke warung ketika malam tiba, dan pertanyaan itu dijawab oleh Esih bahwa aku yang menjaga warung setiap malam harus berjuang keras untuk bisa menyekolahkan dirinya sehingga membuka warung di pagi dan siang hari pun tidaklah cukup untuk bisa menyekolahkan dia ke jenjang yang lebih tinggi.Apalagi, ketika malam tiba, Esih seringkali memberikan cerita pengantar tidur, mencoba memberinya cerita-cerita seram seperti tentang tuyul, genderuwo, pocong, kuntilanak, juga para makhluk-makhluk yang seringkali menculik manusia, ketika Ujang masih belum tidur di dalam rumah meskipun malam sudah larut.Esih tahu, bukannya dia menakut-nakuti Ujang, tapi Esih sengaja memberikan cerita itu agar Ujang bisa tertidur dan tidak menanyakan lagi tentang kondisi warung serta kejanggalan-keja
Malam ini, aku sengaja keluar meninggalkan warung dan membiarkannya tampak kosong. Aku sudah tidak tahu terakhir kali aku meninggalkan warung. Terakhir kali aku meninggalkan warung, ketika Wawan menghilang di persawahan ketika sedang bermain dengan teman-temannya, dan akhirnya aku menemukan tubuhnya yang tampak sedang di asuh oleh salah satu makhluk yang bernama kalong wewe yang menganggap Wawan adalah anaknya. Aku berusaha mengambilnya kembali, meskipun perjuangan tampak tidak mudah, karena aku harus melewati Leuwi Jurig yang dipenuhi oleh makhluk yang bernama lulun samak ketika malam tiba. Meskipun begitu, akhirnya Wawan selamat. Aku menggendongnya ke Kampung Sepuh tepat ketika pagi menjelang, ketika para kelelawar kembali ke Gunung Sepuh untuk beristirahat dan mentari pagi dengan sinarnya yang merah ke kuning-kuningan muncul di belakang Gunung Sepuh yang menjulang di pagi itu. Kini, aku kembali keluar. Mencoba sesuatu yang mungkin saja bisa membantuku untuk mencari keberadaan ma
Kehidupan Kampung Sepuh akhirnya berjalan kembali seperti biasa, para warga kembali ke ladang dan sawahnya setiap pagi, dan akan mampir ke warung untuk mengobrol dan bercengkrama tentang apa yang terjadi di hari itu, pada sore harinya sepulang dari ladang dan sawah. Banyak hal yang mereka ceritakan, tentang kejadian-kejadian yang ada di sekitar mereka, tentang berita-berita politik yang susah sekali sampai ke tempat mereka, juga tentang gosip-gosip yang ada di sekitar mereka. Rokok dan kopi serta jajanan dan cemilan-cemilan menemani mereka ketika berkumpul di depan warung di sore itu. Rusdi, Darman , Parman, juga warga lainnya berkumpul dan saling bercengkrama satu sama lain. Sebuah hal yang jarang terjadi di kota-kota besar menurut Darman. Darman yang kembali lagi setelah bertahun-tahun tinggal di kota kini merasakan kembali kehangatan warga Kampung Sepuh yang masih akrab dengannya, Darman pun seringkali membicarakan situasi politik pada saat itu yang kacau balau, banyak pabrik ya
Rasa dingin yang menusuk kulit kini aku rasakan kembali di depan warung yang sangat sunyi dan sepi ini, kejadian yang terjadi dalam seminggu yang lalu membuatku banyak berpikir tentang apa yang aku hadapi di dalam Gunung Sepuh yang gelap itu. Fuhhhhhhhh Asap tebal mengepul keluar dari mulutku, aku yang kembali beraktifitas seperti biasa kini duduk di depan warung seperti biasa. Menikmati suasana malam yang ada di depan warung ini sambil menghisap rokok kretek yang menjadi teman satu-satunya bagiku di setiap malamnya. Aku kembali banyak melamun atas kejadian yang menimpaku pada saat itu, keilmuan yang aku pelajari dan aku asah, rupanya masih belum cukup untuk menjaga keluargaku, bahkan untuk menjaga Kampung Sepuh yang sudah dipercayakan oleh leluhurku sewaktu dia mendapatkan kutukan ini. Apalagi, dibalik rasa senang dan haru ketika Ujang lahir di dunia ini, ada rasa khawatir yang semakin lama semakin besar, rasa yang muncul apabila dia harus menjadi seseorang yang sepertiku, terkeka
“Enggak, enggak, enggak, kamu bukan manusia, kamu bukan karyawanku!”“Mana karyawanku semua, karyawan yang shift malam yang seharusnya bekerja di tempat ini sekarang?”Doni benar-benar panik karena di depannya terlihat sebuah sosok yang tidak dia kenali, wajahnya yang tampak hancur kini terlihat jelas ketika cahaya dari korek apinya menyinari dirinya dari dekat.Doni beberapa kali berteriak memanggil karyawan yang seharusnya bekerja di shift malam pada malam ini, tubuhnya yang awalnya tidak bergerak kini mendadak kaku sehingga dia tidak melarikan diri dan keluar dari ruangan produksi tersebut.“Kenapa, Bapak tidak mengakui kami sebagai karyawan lagi?” Kata sosok itu yang kini tersenyum dengan giginya yang hancur dan menyisakan beberapa gigi yang masih tersisa di dalam wajahnya yang remuk dan tidak berbentuk itu.“Bapak tidak ingat, aku adalah orang yang terkena mesin ini Pak sehingga wajahku hancur, aku seperti didorong oleh sesuatu yang membuat kepalaku terkena mesin press dan mening
Sudah beberapa hari ini, Doni termenung di meja kerjanya, surat-surat resign yang dia terima dari bagian HRD pabriknya kini berserakan di mejanya.Semenjak kejadian itu, karyawan Doni banyak sekali yang mengundurkan diri, tidak hanya karyawan produksi yang selama ini mengawasi mesin-mesin besar untuk pabriknya, namun banyak juga staf-staf di divisi tertentu yang tiba-tiba resign dengan berbagai alasan.Meja Doni kini tampak berantakan, kertas-kertas coretan yang bertumpuk dengan file-file berkas tentang laporan penjualan yang kini menurun akibat kekurangan staf dan pekerja kini memenuhi sebagian meja kerjanya pada saat itu.Alat-alat tulis yang awalnya rapi pun kini berserakan tidak karuan, Doni yang awalnya menyukai kerapihan dan kesempurnaan kini mendadak tidak peduli dengan ruangan kerjanya sendiri. Bahkan, dia lebih banyak termenung sekarang, menyesali semua perbuatannya yang dia lakukan beberapa hari yang lalu.Jujur, dia bukan menyesal karena dia melakukan hal itu, namun dia men