terima kasih sudah menjadi pembaca setia KUTUKAN LELUHUR Mohon dibantu vote dan komen ya Biar saya terus semangat menulis bab selanjutnya terima kasih
Kejadian pada malam itu, kini membuat Yoga dan Tama lebih memilih untuk berdiam diri di dalam rumah yang mereka tempati selama KKN. Tama yang terbangun di pagi hari langsung berteriak dan mengatakan kepada Esih bahwa aku adalah orang yang berbahaya dan tidak boleh Esih dekati lagi, karena dia melihat dengan jelas bahwa aku bertemu dengan sesosok macan putih yang sangat besar di depan warung. Dia juga berkata bahwa mungkin saja karena aku bersekongkol dengan para makhluk untuk menakut-nakuti Tama sampai pingsan ketakutan di malam tersebut, Tama juga sebelum pingsan sempat bertemu sosok lain yang berdiri tegap di tengah-tengah jalan dan menghalanginya untuk berlari kembali ke rumah Mang Yayat untuk bersembunyi di malam itu. Namun, Mas Parto dan Parman yang mendengar saat itu langsung menyanggah atas apa yang dikatakan Tama. Bahkan dia dengan nada yang sedikit marah dengan meninggikan nada bicaranya karena tidak terima apabila Tama menganggap aku adalah penyebab dari dirinya yang tak s
“Terima kasih ya Teh Citra, Teh Yuyun sama Teh Esih, kalian sangat baik ngajarin kita banyak hal.” Kata salah seorang anak wanita yang ikut pelajaran mereka.Esih, Citra dan Yuyun pun tersipu malu di dalam rumah. Dia tidak menyangka, anak-anak disini mempunyai adab yang baik, mereka mengikuti pelajaran dengan serius dan rasa keingintahuan yang sangat besar akan dunia luar.Yuyun dan Citra seringkali menceritakan tentang keadaan di kota, tentang orang tua mereka yang sudah sukses dan berharap agar mereka juga bisa mengejar cita-cita itu agar bisa sukses dan menjadi kebanggaan terutama bagi warga di kampung ini.Bahkan Esih pun dijadikan contoh kesuksesan, seorang anak yang hidup di kampung seperti mereka dan kini sudah menjadi mahasiswa dengan nilai yang sangat baik. Para mahasiswa KKN tersebut mengajar sembari memberikan motivasi kepada anak-anak yang ada disana, untuk bisa menggapai cita-cita mereka setinggi langit.Yuyun pun berjanji, setelah dia pulang, dia akan meminta kepada oran
Aku yang mendengar hal tersebut dari Mang Yayat langsung menggelengkan kepala, siapa yang berani berbuat seperti itu di Gunung Sepuh.Aku hanya tahu tentang Yuyun, Citra, Esih dan Tama. Sedangkan sisanya aku hanya tahu sekilas, ketika aku sedang bertemu mereka yang sedang berjalan ke mata air bersama Asep pada waktu itu.Entah apa yang dipikirkan ketika mereka melakukan hal tersebut, sesuatu yang bahkan para warga kampung sendiri tidak akan berani untuk melakukannya. Karena selama mereka tidak mengganggu warga kampung atau ada manusia yang terjebak oleh mereka, para warga kampung akan diam dan menganggap hal itu tidak ada dalam kehidupan mereka.“Mang, sebagian dari mahasiswa KKN ada di kampung ini. Sepertinya bukan mereka deh pelakunya, toh aku tahu sendiri mereka gak akan seberani itu untuk berbuat seperti itu di dalam gunung.” Kataku.Mang Yayat pun mengangguk, dia seperti mengerti atas apa yang aku katakan.“Iya, iya tahu Mat, gak mungkin yang berempat itu pelakunya. Wong si Tama
Jrengggg, jrenggg, jrenggg....“Eh, eh, eh salah Um, harusnya pake E minor bukan kunci A,” Kata Ui kepada Uum yang kini sedang memainkan gitar di pos ronda yang berada di Kampung Parigi pada malam itu.“Ah kamu mah, udah tahu aku teh gak bisa maen gitar, malah maen gitar sambil nyanyi-nyanyi, biasanya juga si Omoh yang main gitar mah,” Kata Uum yang sedikit kesal sambil menyimpan kembali gitar yang baru dia mainkan itu ke dinding yang ada di belakangnya.“Yeee, ya si Omoh itu lagi sakit, dia terkilir waktu ngangkat generator ke deket irigasi, badan kecil gitu sok-sokan ngangkat barang yang berat, pengen di anggap kepake sama Pak Kades ya gitu. ”Tidak seperti Kampung Sepuh yang ketika malam sangat sepi dan sunyi. Di Kampung Parigi, sistem untuk ronda malam berlangsung sangat baik. Para pemuda mendapatkan jatah untuk meronda malam dan berkeliling untuk menjaga kampung dari hal-hal yang tidak di inginkan.Mereka biasanya berkeliling setiap dua jam sekali dan pos ronda yang sedang mereka
“UUMMMMM!”“TONG NYINGSIEUNAN URANG! ”Ui berteriak dengan keras, sambil kedua tangannya yang memegang tiang pos, dia sangat ketakutan karena Uum mendadak jatuh dan terbaring dengan kopi panas yang tumbah sehingga membasahi baju dan sarung yang dia kenakan.Ui memang terkenal penakut, sehingga terkadang Uum yang menjadi partner jaga di malam ini seringkali menakut-nakuti Ui ketika berkeliling atau sedang berdiam diri di pos sambil menunggu giliran seperti malam ini.Namun, baru kali ini dia begitu total sampai dia tidak merasakan air kopi panas yang tumpah ke atas baju dan sarungnya. Apalagi nada bicaranya kini berubah menjadi sangat berat, dengan kedua matanya yang melotot ke arah Ui dengan posisi yang tertidur, membuat dirinya ketakutan dan mundur hingga ke sudut pos karena melihat tingkah temannya yang mendadak aneh pada saat itu.“DA URANG MAH LAIN JELEMA IEU, URANG NGAN NGINJEM AWAK JELEMA IEU MEH BISA NGOBROL JEUNG MANEH. ”Uum yang mendengar teriakan dari Ui tiba-tiba terbangun
Kreak clak “Si Tama sama si Yoga beneran dah tidur kan?” Kata Epul yang terlihat sedang berbisik di depan rumah. “Udah, aku dah memastikannya sendiri, santai saja kali ini tidak akan ada yang bisa masuk ke dalam rumah seperti malam kemarin.” Kata Omes yang terlihat sedang mengikat tali sepatu gunung nya. “Owh ya sudah kalau begitu, aman berarti.” “Kita harus berangkat agak jauh sekarang, bahaya kalau kita diam disini.” Kata Epul yang kini memakai tas carrier yang dia bawa dari kost nya di kota dan mengajak Omes agar segera berangkat dari rumah itu. Omes dan Epul pun akhirnya berjalan, mereka menyalakan senter yang selalu dia bawa untuk menerangi jalanan pada saat itu, sebuah alat yang sering dipakai oleh para penjelajahan gua dan mendaki gunung yang mereka lakukan dengan teman-teman kampusnya. Mereka berjalan menembus kegelapan malam, menuju persawahan yang berada di ujung kampung, dan menyusuri bekas aliran sungai kecil yang kini diperbesar untuk keperluan irigasi. Terlihat, be
Epul yang baru pulang dari sekolah berlari ke arah rumah, membuka pintu rumah dengan tergesa-gesa karena melihat Ibu dan adiknya yang menangis di ruangan tengah dengan wajahnya yang tertunduk.“Buuu, kenapa Bu menangis Bu, Buuu?” Kata Epul yang langsung berlari menghampiri Ibunya pada saat itu.Hiks, hiks, hiks,“Bapak Pul, Bapak,” Kata Ibunya yang kini dipenuhi kesedihan.“Bapak emang kenapa Bu?” Tanya Epul yang kini bingung.“Bapak hilang Pul, dia dibawa oleh beberapa orang yang datang ke rumah ini untuk membawa Bapak.”Epul yang baru menyadari sesuatu yang salah di dalam rumahnya, langsung melihat ke sekeliling rumah tersebut. Terlihat barang-barang yang ada di rumah sudah berantakan, hiasan-hiasan kaca yang disimpan diatas lemari pecah dan berserakan di lantai, sebuah telepon berwarna merah yang disimpan di sebelahnya pun terlihat menggantung dengan kabel telepon yang masih terpasang disana.Lantai di rumah itu pun tampak kotor oleh jejak-jejak sepatu yang tampak memenuhi di sekit
Misteri akan hilangnya mereka berdua, kini terpecahkan oleh Epul dan Omes. Mereka berdua ternyata dibawa oleh orang-orang yang mempunyai dendam kepada mereka berdua, dan hingga hari ini, mereka masih belum bisa ditemukan.Laporan demi laporan ke aparat kepolisian sudah mereka lakukan beberapa kali, namun hingga sekarang pun tidak ada kabar sama sekali dari mereka. Bahkan beberapa surat kabar pun mereka sudah datangi, untuk memasukan iklan bahwa mereka sedang kehilangan salah satu anggota keluarganya.Meskipun, tidak pernah satu kalipun kabar hilangnya Bapak dan Paman mereka muncul di surat kabar. Karena mungkin saja, orang yang memerintahkan untuk membawa paksa mereka, adalah orang yang mempunyai sebuah kekuasaan yang bisa membuat surat kabar pun tunduk di hadapan mereka.Hilangnya Bapak dan Paman tidak membuat putus asa Epul dan Omes. Mereka terus mencari dan mencari hingga akhirnya ditemukanlah fakta atas kebenaran dari hilangnya mereka berdua.Mereka menghilang karena profesi yang
Pemakaman Kampung Sepuh kini lebih ramai daripada biasa, meskipun sekarang sudah masuk hari kedua lebaran di tahun 2022. Namun masih banyak orang-orang yang berdatangan dan berziarah ke makam keluarga dan teman mereka di kampung ini. Kampung Sepuh yang awalnya sepi tiba-tiba mendadak ramai, para warga yang bekerja di kota-kota besar kini kembali pulang untuk menikmati suasana lebaran yang kini lebih bebas dari dua tahun sebelumnya, sehingga para warga yang dulu tidak bisa mudik akibat pandemi kini bisa pulang ke rumah dan berkumpul kembali dengan keluarga mereka yang menunggunya di kampung. Sedangkan aku (penulis), kini sedang duduk di samping makam Bu Esih, Pak Amat, juga Pak Darsa dan leluhurnya di pemakaman Kampung Sepuh. Ku lihat pula beringin yang di dalam cerita Warung Tengah Malam terbakar habis kini sudah mulai tumbuh daun-daun baru, dan mungkin saja beberapa tahun lagi beringin yang ada di pemakaman itu sudah kembali tumbuh dan rindang seperti sedia kala. “Oh jadi begitu Ma
Beberapa kali aku mengalami kejadian yang seperti ini, batuk-batuk dan muntah darah, lalu dibarengi oleh mata yang berkunang-kunang dan akhirnya aku terjatuh dan tidak sadarkan diri di tanah.Tubuhku semakin menua, staminaku tidak lagi seperti dulu, mungkin inilah kekurangan dari manusia. Mereka tidak bisa mempertahankan stamina ketika umurnya sudah semakin tua. Sehingga, sehebat apapun mereka, tetap saja apabila stamina mereka di kuras habis maka akan ambruk juga.Esih yang curiga dengan keadaanku kini semakin khawatir akan keadaanku menyarankan aku untuk tidak terus-menerus mencari jawaban dari misteri ini ke Gunung Sepuh.Namun, meskipun aku sudah melepas Ujang untuk tinggal di kota besar dan tidak mengharapkan dia pulang kembali ke Kampung Sepuh ini. Tetap saja, rasa khawatir akan kutukan ini masih saja memenuhi pikiranku pada saat itu.Meskipun kondisiku semakin melemah, tapi aku tidak putus asa. Apalagi kini aku mempunyai teman sekaligus sahabat, yaitu Aki Karma. Pemimpin sebuah
Tak terasa, obrolan yang terjadi di warung itu kini aku simpan dalam pikiranku. Rasa ingin menyelesaikan sesuatu yang seharusnya aku selesaikan dengan segera akhirnya membuatku semakin memaksakan diriku untuk masuk ke dalam Gunung Sepuh di setiap harinya. Bahkan saking seringnya, ketika ada tamu yang meminta bantuan untuk permasalahan yang dia miliki, dia harus menungguku pulang terlebih dahulu atau nanti aku akan mendatangi rumahnya ketika mereka tidak menemukanku di warung atau dirumah pada saat itu. Hari demi hari, bulan demi bulan, bahkan tahun demi tahun tak terasa aku lewati. Aku sudah mencoba berbagai cara, bahkan kini warung seringkali aku tinggalkan dan ketika aku pulang ketika pagi tiba, aku melihat warung tampak berantakan, karena mungkin para makhluk yang datang tidak menemukan ku di dalam warung untuk aku layani pada malam itu. Aku yang kini lebih bisa menerima para makhluk yang ada tinggal di luar Gunung Sepuh, aku seringkali bertanya kepada mereka tentang situasi Gunu
Ujang, anak yang aku sayangi rupanya tumbuh dengan sehat dan kuat. Aku dan Esih sepakat untuk tidak memberitahu kepadanya tentang warung ini yang sebenarnya.Dia yang selalu bertanya setiap malam ketika dirinya tidak boleh ke warung ketika malam tiba, dan pertanyaan itu dijawab oleh Esih bahwa aku yang menjaga warung setiap malam harus berjuang keras untuk bisa menyekolahkan dirinya sehingga membuka warung di pagi dan siang hari pun tidaklah cukup untuk bisa menyekolahkan dia ke jenjang yang lebih tinggi.Apalagi, ketika malam tiba, Esih seringkali memberikan cerita pengantar tidur, mencoba memberinya cerita-cerita seram seperti tentang tuyul, genderuwo, pocong, kuntilanak, juga para makhluk-makhluk yang seringkali menculik manusia, ketika Ujang masih belum tidur di dalam rumah meskipun malam sudah larut.Esih tahu, bukannya dia menakut-nakuti Ujang, tapi Esih sengaja memberikan cerita itu agar Ujang bisa tertidur dan tidak menanyakan lagi tentang kondisi warung serta kejanggalan-keja
Malam ini, aku sengaja keluar meninggalkan warung dan membiarkannya tampak kosong. Aku sudah tidak tahu terakhir kali aku meninggalkan warung. Terakhir kali aku meninggalkan warung, ketika Wawan menghilang di persawahan ketika sedang bermain dengan teman-temannya, dan akhirnya aku menemukan tubuhnya yang tampak sedang di asuh oleh salah satu makhluk yang bernama kalong wewe yang menganggap Wawan adalah anaknya. Aku berusaha mengambilnya kembali, meskipun perjuangan tampak tidak mudah, karena aku harus melewati Leuwi Jurig yang dipenuhi oleh makhluk yang bernama lulun samak ketika malam tiba. Meskipun begitu, akhirnya Wawan selamat. Aku menggendongnya ke Kampung Sepuh tepat ketika pagi menjelang, ketika para kelelawar kembali ke Gunung Sepuh untuk beristirahat dan mentari pagi dengan sinarnya yang merah ke kuning-kuningan muncul di belakang Gunung Sepuh yang menjulang di pagi itu. Kini, aku kembali keluar. Mencoba sesuatu yang mungkin saja bisa membantuku untuk mencari keberadaan ma
Kehidupan Kampung Sepuh akhirnya berjalan kembali seperti biasa, para warga kembali ke ladang dan sawahnya setiap pagi, dan akan mampir ke warung untuk mengobrol dan bercengkrama tentang apa yang terjadi di hari itu, pada sore harinya sepulang dari ladang dan sawah. Banyak hal yang mereka ceritakan, tentang kejadian-kejadian yang ada di sekitar mereka, tentang berita-berita politik yang susah sekali sampai ke tempat mereka, juga tentang gosip-gosip yang ada di sekitar mereka. Rokok dan kopi serta jajanan dan cemilan-cemilan menemani mereka ketika berkumpul di depan warung di sore itu. Rusdi, Darman , Parman, juga warga lainnya berkumpul dan saling bercengkrama satu sama lain. Sebuah hal yang jarang terjadi di kota-kota besar menurut Darman. Darman yang kembali lagi setelah bertahun-tahun tinggal di kota kini merasakan kembali kehangatan warga Kampung Sepuh yang masih akrab dengannya, Darman pun seringkali membicarakan situasi politik pada saat itu yang kacau balau, banyak pabrik ya
Rasa dingin yang menusuk kulit kini aku rasakan kembali di depan warung yang sangat sunyi dan sepi ini, kejadian yang terjadi dalam seminggu yang lalu membuatku banyak berpikir tentang apa yang aku hadapi di dalam Gunung Sepuh yang gelap itu. Fuhhhhhhhh Asap tebal mengepul keluar dari mulutku, aku yang kembali beraktifitas seperti biasa kini duduk di depan warung seperti biasa. Menikmati suasana malam yang ada di depan warung ini sambil menghisap rokok kretek yang menjadi teman satu-satunya bagiku di setiap malamnya. Aku kembali banyak melamun atas kejadian yang menimpaku pada saat itu, keilmuan yang aku pelajari dan aku asah, rupanya masih belum cukup untuk menjaga keluargaku, bahkan untuk menjaga Kampung Sepuh yang sudah dipercayakan oleh leluhurku sewaktu dia mendapatkan kutukan ini. Apalagi, dibalik rasa senang dan haru ketika Ujang lahir di dunia ini, ada rasa khawatir yang semakin lama semakin besar, rasa yang muncul apabila dia harus menjadi seseorang yang sepertiku, terkeka
“Enggak, enggak, enggak, kamu bukan manusia, kamu bukan karyawanku!”“Mana karyawanku semua, karyawan yang shift malam yang seharusnya bekerja di tempat ini sekarang?”Doni benar-benar panik karena di depannya terlihat sebuah sosok yang tidak dia kenali, wajahnya yang tampak hancur kini terlihat jelas ketika cahaya dari korek apinya menyinari dirinya dari dekat.Doni beberapa kali berteriak memanggil karyawan yang seharusnya bekerja di shift malam pada malam ini, tubuhnya yang awalnya tidak bergerak kini mendadak kaku sehingga dia tidak melarikan diri dan keluar dari ruangan produksi tersebut.“Kenapa, Bapak tidak mengakui kami sebagai karyawan lagi?” Kata sosok itu yang kini tersenyum dengan giginya yang hancur dan menyisakan beberapa gigi yang masih tersisa di dalam wajahnya yang remuk dan tidak berbentuk itu.“Bapak tidak ingat, aku adalah orang yang terkena mesin ini Pak sehingga wajahku hancur, aku seperti didorong oleh sesuatu yang membuat kepalaku terkena mesin press dan mening
Sudah beberapa hari ini, Doni termenung di meja kerjanya, surat-surat resign yang dia terima dari bagian HRD pabriknya kini berserakan di mejanya.Semenjak kejadian itu, karyawan Doni banyak sekali yang mengundurkan diri, tidak hanya karyawan produksi yang selama ini mengawasi mesin-mesin besar untuk pabriknya, namun banyak juga staf-staf di divisi tertentu yang tiba-tiba resign dengan berbagai alasan.Meja Doni kini tampak berantakan, kertas-kertas coretan yang bertumpuk dengan file-file berkas tentang laporan penjualan yang kini menurun akibat kekurangan staf dan pekerja kini memenuhi sebagian meja kerjanya pada saat itu.Alat-alat tulis yang awalnya rapi pun kini berserakan tidak karuan, Doni yang awalnya menyukai kerapihan dan kesempurnaan kini mendadak tidak peduli dengan ruangan kerjanya sendiri. Bahkan, dia lebih banyak termenung sekarang, menyesali semua perbuatannya yang dia lakukan beberapa hari yang lalu.Jujur, dia bukan menyesal karena dia melakukan hal itu, namun dia men