"Udah, Mbak tunggu di dekat musholla aja. Jangan di sini!" Perintah lelaki itu tanpa menoleh lagi pada Raisa yang terheran-heran.
"Tunggu dulu, Pak!" teriak Raisa.
Dia pun mengejar lelaki paruh baya itu.
"Apa Bapak juga melihat cewek yang tadi naik bolak balik dari sini?"
Tampak lelaki itu gusar. Melihat kebandelan Raisa yang terus saja bertanya. Dia pun akhirnya berbalik dan berjalan menghampiri Raisa.
"Sampean ini apa enggak tau, kalau yang kamu lihat tadi itu bukan manusia?"
Raisa menggeleng.
"Ta-tapi dia kelihatan kayak manusia, Pak."
"Hati-hati dengan penglihatan kamu, Mbak."
Tiba-tiba ....
"Raisa!" Suara Delon terdengar kencang. Mereka berdua berlari ke arah Raisa. Lelaki paruh baya itu menatap tajam ke arah mereka bertiga. Sampai mengernyitkan dahi, seolah penuh dengan tatap mata yang menyelidik.
"Ada apa Raisa?"
Lelaki itu langsung menghampiri Delon dan Hamaz.
"Kalian malam-malam begin
"Masuk akal, apa yang dipikirkan Mbak Raisa. Coba kita keluar dari kawasan kraton ini menuju sekitaran hutan.""Baik, Mas Hamaz," jawab Delon dan Raisa kompak."Berarti melewati petilasan Prabu Kameswara?" lanjut Raisa."Benar, Mbak. Tapi, agak berkabut kawasan itu!" ujar Hamaz menunjuk ke arah yang sangat gelap.Tiba-tiba ...."Hei!" Terdengar suara teriakan seseorang. Setelah mereka mendongak ke atas. Ternyata lelaki tadi yang memanggil ke arah mereka. Langkahnya terburu-buru menuruni anak tangga."Kalian ini mau ke mana? Di sana itu sudah menuju hutan ke arah atas gunung.""Kami memang sengaja ingin menelusuri petilasan Prabu Kameswara, Pak.""Tapi di sana hutan. Dan banyak makhluk yang bisa mengganggu kalian. Kecuali kalian memang ingin melakukan satu hal."Mereka langsung memperhatikan lelaki itu."Satu hal apa ini, Pak?" lanjut Delon."Kalian ingin mencari pesugihan," bisik lelaki itu."Di mana
"Maksud kalian berniat mencari tahu bagaimana cara memutuskan ilmu setan ini?"Mereka mengangguk bersamaan. Sang lelaki itu, hanya tersenyum kecut. Sembari menggeleng."Kenapa, Pak?" Raisa penasaran dengan bahasa tubuh lelaki asing ini."Akan sulit, Mbak. Kecuali, pelaku itu mati.""Ta-tapi, Pak. Pelakunya ini kan emang sudah mati." Raisa tak mau kalah."Berarti masih ada seseorang yang menjalankannya. Mungkin saudara atau orang lain yang mengubah perjanjian itu. Bisa saja. Cuman kalau kalian ingin menghapus ikatan itu, sangat mustahi. Sangat sulit!""Kecuali, seseorang yang baru ini juga mati?" lanjut Hamaz."Iya!"Mereka bertiga langsung terdiam."Katanya dulu ada sosok wanita iblis yang sangat cantik. Dia selalu mengenakan pakaian serba hitam. Rambutnya sangat panjang. Kalau seseorang bertemu dengan dia secara tidak sengaja. Maka dia akan kaya turun temurun. Hanya saja, harus jadi suaminya wanita itu kalau laki-laki."
Malam ini ketegangan terjadi di antara mereka. Delon langsung menyambar tubuh Raisa yang hendak roboh ke tanah. Lalu menggendongnya. Saat hendak melintas. Sebuah pohon pinus yang paling tinggi tiba-tiba merunduk hingga dedaunannya menyentuh tanah. Seolah sedang menghalangi langkah mereka. "Kita harus gimana Mas Hamas. Pohon ini seperti menghalangi kita." "Putar balik, Mas Delon! Ikuti saya!" seru Hamaz. Saat langkah mereka hendak memutar balik. Terdengar suara yang berteriak ke arah mereka. "Heiiii!" Sontak mereka berdua berhenti. Lalu menoleh ke arah asal suara. Delon dan Hamaz melihat bayangan seseorang yang melambaikan tangan ke arah mereka. "Bu-bukannya itu lelaki yang tadi, Mas?" "Iya, Mas Delon." "Kok dia berteriak ke kita?" "Coba kita lihat dulu!" Sosok lelaki asing itu menggoyangkan ponselnya, dengan tangan yang terangkat tinggi di atas kepala. "Memang beneran itu dia, Mas Delon."
"Hemmm ... mati ya? Kenapa sampai tak ada cara lain?" Hamaz terus mencecar lelaki itu dengan segala pertanyaan.Lelaki itu tertunduk dan diam."Karena sampai sekarang pun aku sedang mencari cara agar bisa terlepas dari pesugihan yang menjerat ini. Bukan aku, tapi adikku yang melakukannya. Aku juga sama dengan kalian, mencari tahu hingga ke tempat ini. Tapi, semua terlihat sia-sia.""Lalu, kenapa Bapak ke sini lagi?""Aku ingin bertemu jiwa adikku yang dibawa sosok penghuni gunung ini. Entah siapa mereka atau yang mana, aku juga enggak tahu.'Hamaz mengajak Delon dan Raisa untuk segera meninggalkan lereng gunung K ini. Mereka melewati hutan pinus yang sangat gelap. Tak jauh dari tempat mereka berjalan. Terlihat bangunan tertinggi dari kraton yang ada di lereng bunung K."Tunggu! Mas ... tunggu!" teriak lelaki asing itu terus mengejar."Ada apa lagi Pak?" Hamaz sengaja berhenti. Sembari mengayunkan tangannya untuk menyuruh Delon serta R
"Terus, lelaki tadi ternyata siapa Mas?" tanya Raisa."Mungkin penghuni sekitaran gunung ini."Jawaban Hamaz membuat mereka berdua saling berpandangan. Kalimat ambigu yang membuat Raisa dan Delon semakin penasaran."Penghuni?" ulang Raisa."Iya. Mungkin kalian ingat tulisan Bu Marsinah, tentang dia diperingatkan seorang pria?"Mereka berdua manggut-manggut."Bisa jadi dia orang itu.""Laki-laki tadi, Mas Hamaz? dan, Mas Delon percaya?" ulang Delon mempertegas."Dia bilang, kalau puluhan tahun lalu pernah memperingatkan seorang wanita. Bisa saja itu Bu Marsinah 'kan?""Dia bilang begitu?" lanjut Raisa terperanjat. Sungguh gadis itu tak menyangka."Iya, Mbak Raisa. Karena dari awal dia memang sudah terlihat aneh. Ke saya pun dia menjelaskan ingin mencari jiwa adiknya yang berada di dalam hutan sana. Yang mungkin terperangkap dalam tubuh monyet-monyet yang berkeliaran di sekitar gunung itu.""Mas Hamaz percaya
Sengaja Delon menunggu mereka di dalam mobil. Saat berada di dalam toilet. Raisa mencium aroma melati yang sangat menyengat. Setelah selesai menunaikan hajat. Dia berjalan keluar dan menuju sebuah cermin besar. Sejenak dia memperbaiki letak jilbab yang dipakai.Tanpa dia sadari. Dari arah belakang muncul sebuah bayangan hitam. Namun Raisa masih saja belum menyadarinya. Kelamaan bayangan hitam yang muncul itu, berubah menjadi sosok wanita. Berambut panjang dengan wajah yang tak terlihat.Raisa masih sibuk dengan peniti di jilbabnya. Dia masih menunduk membenarkan letak bross di dada. Lalu terlihat hidung Raisa kembang kempis, seperti sedang mencium bau sesuatu."Bau melati ini kok enggak ilang-ilang sih?"Setelah selesai, Raisa kembali mematut dirinya di cermin."Ini kok jadi buram sih kacanya?"Raisa mengusap perlahan dengan tangan yang mengepal. Saat cermin itu mulai terlihat jelas dan bening. Tiba-tiba, sebuah tangan dari dalam cermin sepe
Spontan Raisa menjerit kesenangan. Hampir saja dia melompat kegirangan. Yang langsung dicegah Delon."Jangan norak!""Ta-tapi, Mas Delon?""Jangan norak aku bilang!""Iya, iya!"Satu jam berlalu ....Terlihat Raisa sibuk dengan ponsel barunya. Bergegas dia berjalan menuju kamar Delon.Tok tok tok!"Mas Delon ...!"Tok tok tok!"Apa, Sa?""Minta nomer Bapak yang baru, Mas. Aku enggak hapal.""Iya, aku kirim ke kamu sekarang!""Makasih, Mas."Raisa pun berlari kecil menuju kamarnya. Lalu mengempaskan tubuhnya ke atas kasur. Sembari menelepeon seseorang."Aku mau telpon Bapak sekarang."Terdengar nada panggil keluar."Assalamualaikum, Pak!""Waalaikumsalam. Raisa kah ini?""Iya, Bapaaak. Ini Raisa. HP aku baru ini Pak.""HP baru?""Mas Delon yang belikan Pak.""Yang bener kamu ini?""
Tiba-tiba, saat mereka sedang asyik bicara. Terdengar suara teriakan sangat keras. Seperti suara Bu Marto. "Tolooong ... tolooong! Raisa, toloong!" "Haaahhh! Bu Marto?!" desis Raisa. "Sebentar, Mbak Raisa!" Tut tut tut! Sambungan telepon pun mati, tiba-tiba. "Mbak Dian! Mbak Diaaan ...!" teriak Raisa nyaring. Namun teleponnya sudah ditutup. Raisa pun semakin resah dan cemas. Dia takut terjadi apa-apa dengan Bu Marto. Degup jantungnya berdetak tak karuan. Kepalanya berdenyut keras. Terasa sangat sakit, sampai Raisa memegang erat dengan kedua tangannya. Hingga ponselnya terlepas dan jatuh ke lantai. "Aaaarghhh! Sakiiit ... kepalaku sakit sekali." Seketika Raisa merasa ada sesuatu yang aneh. Ruangan tempat dia berpijak serasa berputar hebat. Sampai tubuhnya terhuyung dengan kuat. Dan hampir saja membuat dia jatu7h tersungkur. Sesaat dia memejamkan matanya, agar tak