Raisa diikuti Delon dan Hamaz, segera memasuki kamar. Suara Bu Marto semakin terdengar kian kencang. Saat Raisa muncul. Seketika Bu Marto terdiam dan terpaku. Melihat ke arah gadis itu.
Lalu menunjuk dengan mata yang melotot pada Raisa.
"Kamu ... akhirnya datang juga." Suara Bu Marto terdengar serak dan parau. Raisa pun tahu kalau itu bukan lagi Bu Marto.
'Aku tahu kau mengancam aku. Untuk menghentikan semua ini. Aku tahu itu, siapa pun kamu yang berada di belakang semua ini. Aku pasti bisa menemukanmu dan menghancurkan semua kejahatan yang telah kamu lakukan!' bisik Raisa dalam hati.;
"Berarti kau ingin 'kan wanita ini matiiii ....!"
Tiba-tiba, Bu Marto dengan mata yang melotot. Mulai meracau lagi. Bahkan dia mencoba untuk beranjak dari tempat tidur. Yang membuat para perawat dan dokter kalang kabut oleh tindakannya.
"Raisaaa ... kau menentang aku. Kau berani menentang akuuu!"
Hamaz pun mendekatinya. Setelah mendapatkan ijin d
Raisa menghela napas berat. Dia sampai terduduk di sebuah kursi dengan pandangan yang terus mengarah pada Bu Marto. Yang sudah dia anggap seperti ibunya sendiri. "Raisaaa ... Raisa!" Bergegas gadis itu menghampiri. Lalu membungkukkan tubuhnya dengan mendekatkan telinga ke bibir Bu Marto. "Kamu ... harus hati-hati, Raisa. Dia--" Bu Marto menarik napas dalam-dalam. Lalu melanjutkan lagi kalimatanya, "Dia, sangat jahat. Dan, akan membunuh siapa saja yang menghalanginya." "Apa Ibu tau siapa yang mengendalikan makhluk itu sekarang?" Wanita itu menggeleng lemah. "Aku benar-benar enggak tahu, Raisa. Pesan aku kau harus hati-hati!" Raisa pun terlihat sangat tegang. Dia terus mengangguk dengan tangan yang membelai rambut Bu Marto. "Aku hanya ingin kau berhati-hati, Raisa." "Iya, Bu Marto." Mereka melihat kedua matanya mengerjap hingga beberapa kali. Dengn mulut yang megap-megap. Raisa langsung menoleh pad
Terdengar suara pintu kamar yang berderit keras. Membuat Raisa menoleh. Rahangnya mengeras dengan bibir yang berkerut-kerut. Manik mata Raisa sampai berkaca-kaca. "Raisa, kamu kenapa?" Delon menepuk bahu gadis itu. "Bu ... Bu Marto!" ucap Raisa lirih sembari menunjuk ke arah pintu kamar. Membuat Delon, Hamaz, Dian, serta Momoy ikut menoleh mengikuti arah telunjuk Raisa. "Enggak ada apa-apa, Mbak," sahut Momoy seraya menggoyang pergelangan tangan kakaknya. "A-pa kalian enggak ada yang bisa melihat Bu Marto di pintu itu?" tanya Raisa dengan pandangan penuh tanya pada mereka semua. Mereka hanya menggeleng hampir bersamaan. "Apa sekarang kau juga masih melihatnya?" tanya Hamaz. Sontak Raisa mengalihkan pandangannya. Dia melihat ke arah pintu kamar yang sedikit terbuka. Lalu menggeleng. "Sudah enggak ada ada, Mas. Tapi--" Raisa melotot. Perlahan dia menoleh ke arah samping kanan. Tepat di sebalah Dian, Dia melihat Bu
Raisa terus menatap wanita muda itu."Saya ini Rini, Mbak Raisa. Anak Bu Hana.""Ohhh, Bu Hana. Maaf saya enggak bisa melayat Mbak waktu itu.""Enggak apa-apa, Mbak Raisa. Jujur saya kaget dengan kematian Bu Marto. Padahal dia bukan pemandi jenazah Bu Sapto. Apa ini ada hubungan dengan Mbak Raisa?"Deg!"Ke-kenapa Mbak Rini bisa bicara seperti itu?"Dia merogoh ponsel dan menunjukkan sebuah gambar pada Raisa."Ini semua tulisan yang ada di kamar Mama, Mbak Raisa. Waktu itu Mbak Dian juga sempat aku ajak ngelihat.""Memang tulisan seperti apa Mbak Rini.""Ini, Mbak!" Dia langsung memperlihatkan galeri foto dan video pada Raisa. Delon dan Hamaz pun mendekat."Coba Mas Delon sama Mas Hamaz lihat ini," ucap Raisa sembari memberikan ponsel milik Rini.Mereka melihat tulisan dan gambar yang berasal dari goresan lipstik dan pensil alis. Sedikit buram tapi masih bisa terbaca."Apa ... Mbak Raisa dan Ma
Momoy hanya menunjuk arah pagar."D-dia cuman berdiri di depan pagar. Kepalanya tertunduk. Cuman yang dicarinya, Mbak Raisa," ucap Momoy seraya bergidik."Ja-jadi, dia manggil nama Mbak?" tanya Raisa terbata."Iya, Mbak. Makanya aku langsung tidur enggak bilang Bapak."Raisa hanya bisa manggut-manggut. Terdengar suara para pengiring jenazah Bu Marto mendengungkan kalimat tauhid."Laa Illaha Illalah ... Laa Illaha Illalah ... Laa Illaha Illalah.""Ayo Mbak kita ke rumah Bu Marto!" ajak Dian.Akan tetapi ajakan itu ditolak oleh Raisa."Kenapa, Mbak Raisa?""Aku tunggu di rumah aja Mbak Dian. Sampai orang-orang turun dari masjid. Mbak Dian aja ya, yang ke sana. Perwakilan dari rumah kita.""Ba-baik, Mbak."Setelah Dian pergi meninggalkan Raisa. Momoy duduk mendekati sang kakak, yang masih diam termenung."Memangnya kenapa Mbak Raisa enggak mau ke sana?""Ya, karena Mbak enggak mau aja, Moy."
"Kata mereka kita tersesat jauh. Malah mereka bilang ini memang bukan jalan ke arah alamat ini, Mas Delon."Deg!Mereka berdua terdiam. Lalu bersamaan menoleh ke arah Raisa, yang terlihat sangat tenang."Kenapa ... Mas? Kok pada lihatin aku?""Apa kamu yang ngacak maps ini, Sa?" Delon menoleh ke belakang, tepat pada Raisa."E-enggak. Bukan aku! Lagian kan aku yang paling akhir masuk mobil. Jahat banget nih kalian, nuduh aku!""Maaf Mbak Raisa, bukan menuduh. Maafkan kami sekali lagi. Ayo Mas Delon kita mutar aja."Hamaz menengahi perdebatan mereka. Dari raut wajah Raisa sangat terlihat dia sedang kesal."Maafin aku, Sa."Namun Raisa membuang muka. Dia masih kesal pada Delon."Jahat sekali sih Mas Delon nuduh aku.""Iya, maaf."Mobil mereka berputar balik menuju arah jalan raya. Lalu berbelok kanan."Benar ini Mas Hamaz jalannya?""Kita harus tanya lagi Mas Delon.""Baik, Mas. Di
"Kami dari Malang, Bu. Saya Delon, Ini Hamaz dan ini Raisa. Ada sesuatu hal yang sangat penting ingin kami bicarakan dengan keluarga Pak Sunandar.""Kalau urusan kalian berhubungan dengan Bu Sapto. Sebaiknya kalian pergi sekarang!"Mendnegar ketusnya wanita itu bicara. Buru-buru Raisa menghampirinya. Dia mencoba untuk menjelaskan kedatangan mereka. Namun yang ada wanita itu malah berteriak histeris mengusir mereka."Kalian pergi semuanya! Kalian bisa membawa sial ke rumah ini!""Sabar, Mbak. Sabar biar kami jelaskan dulu!" ujar Hamaz.Lelaki muda berwajah teduh itu berusaha untuk menenangkan. Dia berusaha ikut menjelaskan apa yang tadi sudah Raisa katakan terlebih dahulu."Ibu sebaiknya dengerkan kami dulu. Barang lima menit saja," lanjut Hamaz.Wanita itu langsung terdiam. Dengan sorot mata yang tajam dan mengarah bergantian pada mereka. Pada akhirnya wanita itu pun menyuruh mereka duduk pada kursi kayu yang berada di teras."
Saat mereka sedang serius berbicara. Tiba-tiba, terdengar suara kaca yang pecah dan sesuatu seperti terbanting ke lantai. Pyaaaaaarrrr! "Suara apa itu?" Serempak mereka bertanya. Nina langsung menoleh ke arah kamar belakang. "Sebentar ya!" Dia berlari kecil. Dan, "Maaaas ...!" Sontak Delon, Raisa di susul Hamaz berlari menuju kamar belakang. Mereka melihat sosok lelaki yang kurus kering itu sudah terjatuh di lantai. Dengan pecahan kaca yang berada dalam genggaman tangannya. "Mas, lepaskan kaca itu!" teriak Nina. Raisa yang berdiri diambang pintu, mengamati semua isi kamar. Termasuk lemari kaca yang hancur oleh tangan Pak Sunandar. Pecahannya berserakan di lantai. Beberapa pecahannya mengenai tangan dan wajah Pak Sunandar. "Mas, kok kamu bisa begini sih?" Delon dan Hamaz segera menyuruh Nina untuk sedikit menjauh. "Biar kita angkat Bapak dulu ke atas kasur, Bu," ujar Delon. "Ohhh, iya Mas. Makasih
Sebelah tangan Sunandar bergerak ke atas. Membuat tubuh Hamaz ikut terangkat perlahan. Melihat hal itu, Raisa berusaha untuk membantunya."Mas Hamaaaz ...!"Tanpa rasa takut. Raisa langsung menendang tubuh lelaki itu. Membuat sang istri berteriak kencang."Siapa kamu? Keluar dari badan lelaki ini!" teriak Raisa.Tetap saja Sunandar tak menghiraukan teriakan Raisa yang begitu kencang. Bahkan tendangan Raisa tak membuahkan hasil. Dia tetap kokoh berdiri tegak di atas kedua kakinya.Hamaz yang merasa tercekik. Berusaha mengucapkan doa dalam hati. Begitu juga dengan Raisa dan Nina istri Sunandar.Melihat keadaan yang semakin genting. Apalagi raut wajah Hamaz yang memerah seperti kesulitan bernapas. Membuat Raisa kembali menendang kedua kaki Sunandar. Beberapa kali. Sontak lelaki itu akhirnya terpancing.Tanpa melepas Hamaz. Dia berjalan terseok mendekati Raisa. Tiba-tiba Sunandar berteriak kencang. Seperti kesakitan di bagian tangan