Share

BAB 4

last update Last Updated: 2025-01-15 18:34:56

"Hen, gimana sih? Kok malah jadi gagal begini?"

"Sabar dong, Sayang. Kamu jangan khawatir. Nanti malam, aku ke apartmenmu."

"Serius?"

"Iya. Udah kamu pulang aja naik taksi. Oke?"

"Bunda, lagi ngapain?"

Hampir saja aku terjungkal karena kaget mendengar suara Yolla. Gadis itu tengah menatapku bingung. Sementara adiknya tengah membuka kulkas, mungkin mencari makanan.

"Nggak papa. Sudah malam, tidur, ya?"

Friska langsung menutup kulkas, lalu menghampiriku.

"Tidur sama Bunda aja!"

"Eh, kan Bunda bilang apa?"

"Sudah besar, tidur sendiri, mandi sendiri, makan sendiri."

"Itu namanya apa?"

"Mandiri!"

"Apa itu mandiri?"

"Apa-apanya sendiri," jawab mereka sambil terkekeh. Menurut anak-anak, itu merupakan hal lucu. Aneh-aneh aja.

"Loh, Ma, kamu dari tadi di sini?" tanya Mas Hendi.

Aku menoleh ke arahnya yang sudah masuk. Karena posisiku di belakang pintu persis, makanya ia terkejut melihatku.

"Iya. Kenapa?"

"Eee nggak papa."

Mas Hendi masuk ke dalam kamar. Aku pun mengantar anak-anak ke kamarnya dan mengucapkan selamat malam.

Saat masuk kamar sendiri, aku melihat Mas Hendi tengah terpaku dengan ponselnya. Senyum terkembang di bibirnya yang tebal itu.

"Abis kerja itu mandi. Masa main hape, langsung naik ke ranjang lagi. Baru juga ketemu, masa udah kangen?"

Suamiku itu tergagap saat mendengar ucapanku. Mungkin ia mengira aku tak mengetahui belangnya. Permainannya dengan Kak Ria sungguh manis. Aku jadi ingin memakannya!

"Maksudmu apa, sih, Mel?"

"Apa? Udah sana mandi!"

Dengan langkah gontai, ia keluar untuk mandi. Setelah memastikan ada suara guyuran air, langsung buru-buru kusadap ponsel dan memasang gps di sana.

Kubaca lagi pesan-pesan yang masuk di ponsel suamiku. Terutama dari Kak Ria. Isinya sungguh sangat menjijikan. Kenapa ia bisa dengan tega merusak rumah tanggaku?

Ting!

Sebuah pesan masuk.

Untuk berjaga-jaga, aku membukanya lewat ponselku. Hmm, ternyata Kak Ria.

[Hen, jadi, kan?]

Sepertinya memang wanita itu ngebet banget sama suamiku. Tak pandang bulu meskipun aku adalah sepupunya.

"Mel, ngapain?"

Suara Mas Hendi membuatku terlonjak. Hampir saja gawaiku jatuh dibuatnya.

"Eh, anu, ini tadi ponselmu bunyi, Mas. Mau aku cek, malah keburu kamu keluar."

Mas Hendi segera mengambil ponselnya, ia terlihat sangat gugup sekali.

"Kamu sempat membukanya?"

Aku menggeleng.

"Lihat saja, bukankah pesannya masih belum terbuka?"

"Ah iya," jawabnya dengan menghembuskan napas lega.

"Kenapa memang, Mas? Penting, kah?"

"Nggak, kok. Cuma pemberitahuan lembur aja. Kayaknya malam ini aku bakal gak pulang. Besok kan sabtu, sekalian libur kan?"

Aku mendecih dalam hati. Lembar-lembur kepalamu semprul!

Pasti dalam hatinya, ia tengah merutuki kebodohanku yang mau saja percaya padanya. Padahal, aku tengah menyusun rencana untuk mereka.

"Ya sudah, biar kuat begadangnya, aku bikinkan kopi dulu, ya, Mas?" tawarku.

"Oh, iya, boleh, Mel. Kamu memang istri terbaik."

Istri terbaik tapi kamu nggak pandai mensyukurinya, Mas. Dasar kadal buaya!

Aku pun berjalan keluar menuju dapur. Meracik kopi yang biasa kusajikan untuknya, namun kali ini ada racikan spesial untuknya.

"Mas, kopinya nih!" ucapku ketika di depan pintu.

Kulihat ia tengah tersenyum sambil menatap ponselnya. Sudah pasti ia tengah merencanakan hal gila dan haram dengan perempuan itu.

"Enak, Mas?" tanyaku saat ia mencicipi kopi.

"As always. Kamu memang sempurna."

"Harusnya, nggak akan diselingkuhi kan, kalau sempurna?"

Ia terbatuk mendengar ucapanku.

"Maksudmu apa?"

"Kenapa, Mas? Memang benar, kan? Di luar sana banyak loh yang sempurna tapi malah diselingkuhin. Semoga kamu jangan, ya?"

"Hehe, iya."

Mas Hendi terlihat sekali panik dan gugupnya. Kupastikan dalam hatinya kini tengah mengutuk juga terheran karena melihatku seakan tahu tentang pengkhianatannya.

Usai minum kopi, kuajak ngobrol sebentar. Sampai obat tidur itu bekerja.

"Kok, Mas ngantuk, ya?"

"Loh, kok ngantuk? Bukannya mau ke kantor untuk menangani masalah?"

"Iya. Kenapa malah jadi gini, ya?"

Ia terus saja menggerutu. Hingga akhirnya ia pun terlelap. Kudorong tubuhnya agar tertidur di sofa, lalu memberikan bantal dan juga selimut.

Ting!

Sebuah pesan masuk ke ponsel Mas Hendi. Kali ini aku membuka langsung dari ponselnya karena dapat menebak siapa yang mengirimkannya.

[Hen kok lama? Katanya bentar lagi otw?]

Kubaca saja, tanpa berniat membalas. Dasar wanita tak tahu diri!

[Hen!]

[Baiklah. Terserah kamu, setelah ini, jangan lagi hubungi aku.]

[Oke.] balasku.

Enak saja dia akan menyetir suamiku. Aku yakin, sekarang Mas Hendi sedang khilaf saja.

Dulu, ia merupakan suami yang siaga, kenapa sekarang malah gampang tergoda gini?

-

"Bunda!"

Aku tersentak saat ia berteriak. Anak-anak pun sampai terjungkal karena mendengar suaranya.

"Apa sih, Mas?"

"Kenapa kamu tak bangunkan aku semalam? Aku harus lembur tahu, Mel!" ucapnya sedikit membentak.

"Mas! Apa-apaan sih, kamu? Sampai membentak begitu. Memangnya penting, meeting dengan si Ria?"

Ya, kali ini aku takkan memanggilnya kakak lagi, karena aku sudah muak dengannya.

"Iya."

"Eh?" ucapnya tak lama kemudian.

Aku tersenyum sinis.

"Jadi, benar, ya?"

"Mel, aku hanya salah ngomong."

"Anak-anak, ke kamar dulu dan jangan keluar sebelum Bunda perintahkan. Mengerti?!"

Anak-anak pun masuk ke dalam kamarnya. Aku tak akan membiasakan bertengkar di hadapan mereka. Karena aku tahu sakitnya, melihat orang yang kita cinta, justru malah bertengkar.

Kini kupandang Mas Hendi tajam. Saatnya untuk memberinya pelajaran!

Related chapters

  • KUIKUTI PERMAINAN MANISMU   Bab 5

    "Ayo, jelaskan." "Kamu tadi sengaja, kan, ngasih pertanyaan menjebak?" Mataku membeliak, sekarang ia mau melempar kesalahan? Pandai betol! "Pinter lah kamu, Mas! Kamu sendiri yang keceplosan, malah aku yang kau salahkan!" Mas Hendi terlihat menggeretukan giginya. Selama kami hidup bersama, baru kali ini kulihat ia bersikap seperti ini. Wah, sungguh hebat pengaruhmu, Ria! Kulangkahkan kaki untuk lebih dekat dengannya. Sepertinya, lelaki ini perlu diingatkan dari mana ia berasal. "Ingat, Mas, jangan banyak bertingkah kalau kamu tak mau aku balikkan ke tempat asal!" Dulu, Mas Hendi hanya seorang office boy, entah apa yang membuatku seakan buta menerima cintanya. Mama dulu pun tak suka, entah mengapa semenjak kelahiran Yolla, sikap Mama berubah seratus delapan puluh derajat. Mas Hendi tersenyum sinis. Sungguh, ini bukan suami yang kukenal! "Coba saja, Meli. Kamu takkan bisa apapun tanpaku." "Haha, Mas-Mas, apa kamu lupa, jika akulah yang mengajarkanmu tentang semua tetek bengek

    Last Updated : 2025-01-15
  • KUIKUTI PERMAINAN MANISMU   BAB 6

    Mas Hendi dan Ria masuk dengan wajah percaya diri. Dasar lelaki tak tahu malu, sudah menyakitiku, namun masih bisa menampakkan batang hidungnya di sini? "Loh, kok bisa bareng?" tanya Mama pada mereka. "Iya, Tante. Tadi ketemu di depan," jawab Ria. "Di depan apanya." Tanpa sadar, aku mendumel. "Kenapa, Mel?" tanya Mama. Aku tersadar jika tadi sudah menggerutu, lalu menggelengkan kepala. "Nggak papa kok, Ma. Hehe," jawabku. Mas Hendi menatapku datar. Ya Allah, memang sudah tak ada lagi cinta di sana. "Ma, menurut Mama, kalau misal suami kita selingkuh dengan saudara kita sendiri, apa yang akan Mama lakukan?" tanyaku pada Mama. Mas Hendi melotot menatap ke arahku, sedangkan wajah Kak Ria tampak memucat. Aku tahu, ia tengah takut jika rahasianya terbongkar di sini. "Memangnya, kamu selingkuh, Hen?" tanya Mama. Mas Hendi yang tak siap dengan pertanyaan itu, tergagap menjawabnya dan berhasil membuatku tersenyum sinis. "Bukan, Ma, ini mah teman Meli. Menurut Meli, sangat jahat se

    Last Updated : 2025-01-15
  • KUIKUTI PERMAINAN MANISMU   BAB 7

    "Kamu serius, Ra?" tanyaku pada adikku itu."Apa aku kelihatan becanda, Kak?" Aku manggut-manggut sambil mengetuk-etuk dagu. Menimbang-nimbang untuk apa Dina ikut? Apakah selama ini dia tahu tentang perselingkuhan Mas Hendi? "Mungkin besok aku harus mengintrogasi Dina di kantor. Bisa-bisanya dia menyembunyikan fakta begini di belakangku." "Setuju, Kak." Aku terdiam. Kesalahan apa yang sudah kubuat? Kenapa harus menghadapi kehidupan pelik seperti ini? "Kak, aku tahu ini berat. Tapi, Kakak pasti kuat, kok. Aku juga sudah muak banget sebenarnya. Kemarin sore ajak dia ke sini, karena pengen lihat reaksi dia berhadapan lagi sama Kakak itu kaya gimana. Ternyata, malah biasa aja. Udah nggak ada muka emang." Kugeser kursi tempat dudukku agar lebih dekat dengannya lagi. Kuberi kode agar ia meletakkan Ataya yang sudah tertidur dalam gendongan ke box bayi. "Tapi, Kak, apa nggak sebaiknya Kakak usir aja Mas Hendi? Aku yang orang luar aja udah gemes loh." Aku tersenyum miris. Berbicara mem

    Last Updated : 2025-01-15
  • KUIKUTI PERMAINAN MANISMU   BAB 1

    KUIKUTI PERMAINAN MANISMU"Huh-Hah!" "Kenapa, Mas? Nggak kuat, ya?""Iya, kamu sih malah minta malam-malam begini." "Ya gimana, dong, Mas, orang aku lagi pengen." Akhirnya, kami melanjutkan aktifitas. Bersama keringat dan napas yang muai tak beraturan. Tak lupa, cairan dari dalam hidung pun sudah keluar. "Meli, lain kali kalau ngajak makan mie pedes kaya gini, jangan malam-malam, ya? Siang aja biar makin hot! Kalah juga sinar mataharinya," ucap suamiku sambil mengelap ingusnya. "Ah, justru enak malam-malam begini, Mas!" "Tetap aja, aku nggak biasa, Mel." Mas Hendi memang tak kuat makan pedas, itu sebabnya ia selalu menggerutu saat aku mengajaknya untuk makan mie instan dari negeri ginseng ini. Aku menyeruput mie terakhir, sungguh nikmat memang. Rasanya seperti menjadi Jeni Blackpink! "Sudah ah, Mel, nggak kuat aku. Buat kamu aja," ucapnya sambil mengangsurkan mangkuk padaku. Aku menerimanya dengan senang hati. Mumpung anak-anak sedang tidur di rumah neneknya, jadi aku puas-p

    Last Updated : 2025-01-15
  • KUIKUTI PERMAINAN MANISMU   BAB 2

    "Apa kabar, Dina." "Alhamdulillah baik, Bu." "Kamu kenapa sampai berkeringat gini?" "Oh, nggak papa, Bu." Aku tersenyum lalu hendak masuk ke ruangan Mas Hendi, saat tiba-tiba tangan Dina menghalangiku. "Maaf, Bu. Pak Hendi sedang ada rapat penting.""Lalu?" "Ibu tak bisa mengganggunya." "Kamu lupa siapa saya?" Dina buru-buru menggeleng. Dia dulu adalah sekretarisku. Ya, ini adalah perusahan keluargaku. Namun karena melihat Mas Hendi yang dulu hanyalah seorang staf keuangan, membuatku berpikir memberikan jabatan ini padanya.Lalu, apa yang kudapatkan? Mungkinkah pengkhianatan? Kutarik handle, namun ternyata dikunci dari luar. Aku menatap Dina. "Tolong jangan masuk, Bu. Nanti saya bisa dipecat!" "Jadi, apa yang dilakukan suamiku di dalam?""I-itu...""Jawab!" "Maaf, Bu, saya tak bisa." Kuembuskan napas kasar. Baiklah akan kudobrak saja jika begini. Aku turun ke bawah dan memanggil satpam. Dina makin kelabakan saat melihatku membawa dua orang itu. "Dobrak!' "Ta-tapi, Bu

    Last Updated : 2025-01-15
  • KUIKUTI PERMAINAN MANISMU   BAB 3

    "Assalamu'alaikum," ucap seseorang dari luar. "Wa'alaikum salam." Kami semua ke depan, ternyats Viera baru datang. "Kamu ini, Dek. Kok malam gini baru datang?" "Iya, tuh yang ngejemput kelamaan." Lalu, muncullah Kak Ria. Dia sepupu terdekat kami, anak Uwak. "Loh, nggak diantar sama Bisma?""Nggak." "Apa kabar, Kak?" Aku mencium punggung tangannya. Ini seakan sudah menjadi tradisi. Setiap ada yang tua, kita mesti cium tangan. Umur Kak Ria selisih tiga tahun denganku. Kalian pasti berpikir bahwa aku yang muda? No! Kak Ria yang lebih muda. "Mel, di mobil ada buah. Ambilin ya. Kakak capek." "Oke." Aku pun berjalan ke mobil, lalu mengambil buah. Tapi tunggu! Aku berbalik lagi dan mengambil kemeja kemeja yang ada di jok mobil. Sepertinya, aku pernah melihat kemeja ini?! "Mel, udah?" tanya Kak Ria sambil menyusulku. "Nih! Katanya capek?" "Hehe, iya. Abisnya kamu lama banget," ujarnya sambil buru-buru menutup pintu mobil. Aku jadi semakin curiga. Apa yang sedang dia coba tutu

    Last Updated : 2025-01-15

Latest chapter

  • KUIKUTI PERMAINAN MANISMU   BAB 7

    "Kamu serius, Ra?" tanyaku pada adikku itu."Apa aku kelihatan becanda, Kak?" Aku manggut-manggut sambil mengetuk-etuk dagu. Menimbang-nimbang untuk apa Dina ikut? Apakah selama ini dia tahu tentang perselingkuhan Mas Hendi? "Mungkin besok aku harus mengintrogasi Dina di kantor. Bisa-bisanya dia menyembunyikan fakta begini di belakangku." "Setuju, Kak." Aku terdiam. Kesalahan apa yang sudah kubuat? Kenapa harus menghadapi kehidupan pelik seperti ini? "Kak, aku tahu ini berat. Tapi, Kakak pasti kuat, kok. Aku juga sudah muak banget sebenarnya. Kemarin sore ajak dia ke sini, karena pengen lihat reaksi dia berhadapan lagi sama Kakak itu kaya gimana. Ternyata, malah biasa aja. Udah nggak ada muka emang." Kugeser kursi tempat dudukku agar lebih dekat dengannya lagi. Kuberi kode agar ia meletakkan Ataya yang sudah tertidur dalam gendongan ke box bayi. "Tapi, Kak, apa nggak sebaiknya Kakak usir aja Mas Hendi? Aku yang orang luar aja udah gemes loh." Aku tersenyum miris. Berbicara mem

  • KUIKUTI PERMAINAN MANISMU   BAB 6

    Mas Hendi dan Ria masuk dengan wajah percaya diri. Dasar lelaki tak tahu malu, sudah menyakitiku, namun masih bisa menampakkan batang hidungnya di sini? "Loh, kok bisa bareng?" tanya Mama pada mereka. "Iya, Tante. Tadi ketemu di depan," jawab Ria. "Di depan apanya." Tanpa sadar, aku mendumel. "Kenapa, Mel?" tanya Mama. Aku tersadar jika tadi sudah menggerutu, lalu menggelengkan kepala. "Nggak papa kok, Ma. Hehe," jawabku. Mas Hendi menatapku datar. Ya Allah, memang sudah tak ada lagi cinta di sana. "Ma, menurut Mama, kalau misal suami kita selingkuh dengan saudara kita sendiri, apa yang akan Mama lakukan?" tanyaku pada Mama. Mas Hendi melotot menatap ke arahku, sedangkan wajah Kak Ria tampak memucat. Aku tahu, ia tengah takut jika rahasianya terbongkar di sini. "Memangnya, kamu selingkuh, Hen?" tanya Mama. Mas Hendi yang tak siap dengan pertanyaan itu, tergagap menjawabnya dan berhasil membuatku tersenyum sinis. "Bukan, Ma, ini mah teman Meli. Menurut Meli, sangat jahat se

  • KUIKUTI PERMAINAN MANISMU   Bab 5

    "Ayo, jelaskan." "Kamu tadi sengaja, kan, ngasih pertanyaan menjebak?" Mataku membeliak, sekarang ia mau melempar kesalahan? Pandai betol! "Pinter lah kamu, Mas! Kamu sendiri yang keceplosan, malah aku yang kau salahkan!" Mas Hendi terlihat menggeretukan giginya. Selama kami hidup bersama, baru kali ini kulihat ia bersikap seperti ini. Wah, sungguh hebat pengaruhmu, Ria! Kulangkahkan kaki untuk lebih dekat dengannya. Sepertinya, lelaki ini perlu diingatkan dari mana ia berasal. "Ingat, Mas, jangan banyak bertingkah kalau kamu tak mau aku balikkan ke tempat asal!" Dulu, Mas Hendi hanya seorang office boy, entah apa yang membuatku seakan buta menerima cintanya. Mama dulu pun tak suka, entah mengapa semenjak kelahiran Yolla, sikap Mama berubah seratus delapan puluh derajat. Mas Hendi tersenyum sinis. Sungguh, ini bukan suami yang kukenal! "Coba saja, Meli. Kamu takkan bisa apapun tanpaku." "Haha, Mas-Mas, apa kamu lupa, jika akulah yang mengajarkanmu tentang semua tetek bengek

  • KUIKUTI PERMAINAN MANISMU   BAB 4

    "Hen, gimana sih? Kok malah jadi gagal begini?" "Sabar dong, Sayang. Kamu jangan khawatir. Nanti malam, aku ke apartmenmu." "Serius?" "Iya. Udah kamu pulang aja naik taksi. Oke?" "Bunda, lagi ngapain?" Hampir saja aku terjungkal karena kaget mendengar suara Yolla. Gadis itu tengah menatapku bingung. Sementara adiknya tengah membuka kulkas, mungkin mencari makanan. "Nggak papa. Sudah malam, tidur, ya?" Friska langsung menutup kulkas, lalu menghampiriku. "Tidur sama Bunda aja!" "Eh, kan Bunda bilang apa?" "Sudah besar, tidur sendiri, mandi sendiri, makan sendiri." "Itu namanya apa?" "Mandiri!" "Apa itu mandiri?" "Apa-apanya sendiri," jawab mereka sambil terkekeh. Menurut anak-anak, itu merupakan hal lucu. Aneh-aneh aja. "Loh, Ma, kamu dari tadi di sini?" tanya Mas Hendi. Aku menoleh ke arahnya yang sudah masuk. Karena posisiku di belakang pintu persis, makanya ia terkejut melihatku. "Iya. Kenapa?" "Eee nggak papa." Mas Hendi masuk ke dalam kamar. Aku pun mengantar ana

  • KUIKUTI PERMAINAN MANISMU   BAB 3

    "Assalamu'alaikum," ucap seseorang dari luar. "Wa'alaikum salam." Kami semua ke depan, ternyats Viera baru datang. "Kamu ini, Dek. Kok malam gini baru datang?" "Iya, tuh yang ngejemput kelamaan." Lalu, muncullah Kak Ria. Dia sepupu terdekat kami, anak Uwak. "Loh, nggak diantar sama Bisma?""Nggak." "Apa kabar, Kak?" Aku mencium punggung tangannya. Ini seakan sudah menjadi tradisi. Setiap ada yang tua, kita mesti cium tangan. Umur Kak Ria selisih tiga tahun denganku. Kalian pasti berpikir bahwa aku yang muda? No! Kak Ria yang lebih muda. "Mel, di mobil ada buah. Ambilin ya. Kakak capek." "Oke." Aku pun berjalan ke mobil, lalu mengambil buah. Tapi tunggu! Aku berbalik lagi dan mengambil kemeja kemeja yang ada di jok mobil. Sepertinya, aku pernah melihat kemeja ini?! "Mel, udah?" tanya Kak Ria sambil menyusulku. "Nih! Katanya capek?" "Hehe, iya. Abisnya kamu lama banget," ujarnya sambil buru-buru menutup pintu mobil. Aku jadi semakin curiga. Apa yang sedang dia coba tutu

  • KUIKUTI PERMAINAN MANISMU   BAB 2

    "Apa kabar, Dina." "Alhamdulillah baik, Bu." "Kamu kenapa sampai berkeringat gini?" "Oh, nggak papa, Bu." Aku tersenyum lalu hendak masuk ke ruangan Mas Hendi, saat tiba-tiba tangan Dina menghalangiku. "Maaf, Bu. Pak Hendi sedang ada rapat penting.""Lalu?" "Ibu tak bisa mengganggunya." "Kamu lupa siapa saya?" Dina buru-buru menggeleng. Dia dulu adalah sekretarisku. Ya, ini adalah perusahan keluargaku. Namun karena melihat Mas Hendi yang dulu hanyalah seorang staf keuangan, membuatku berpikir memberikan jabatan ini padanya.Lalu, apa yang kudapatkan? Mungkinkah pengkhianatan? Kutarik handle, namun ternyata dikunci dari luar. Aku menatap Dina. "Tolong jangan masuk, Bu. Nanti saya bisa dipecat!" "Jadi, apa yang dilakukan suamiku di dalam?""I-itu...""Jawab!" "Maaf, Bu, saya tak bisa." Kuembuskan napas kasar. Baiklah akan kudobrak saja jika begini. Aku turun ke bawah dan memanggil satpam. Dina makin kelabakan saat melihatku membawa dua orang itu. "Dobrak!' "Ta-tapi, Bu

  • KUIKUTI PERMAINAN MANISMU   BAB 1

    KUIKUTI PERMAINAN MANISMU"Huh-Hah!" "Kenapa, Mas? Nggak kuat, ya?""Iya, kamu sih malah minta malam-malam begini." "Ya gimana, dong, Mas, orang aku lagi pengen." Akhirnya, kami melanjutkan aktifitas. Bersama keringat dan napas yang muai tak beraturan. Tak lupa, cairan dari dalam hidung pun sudah keluar. "Meli, lain kali kalau ngajak makan mie pedes kaya gini, jangan malam-malam, ya? Siang aja biar makin hot! Kalah juga sinar mataharinya," ucap suamiku sambil mengelap ingusnya. "Ah, justru enak malam-malam begini, Mas!" "Tetap aja, aku nggak biasa, Mel." Mas Hendi memang tak kuat makan pedas, itu sebabnya ia selalu menggerutu saat aku mengajaknya untuk makan mie instan dari negeri ginseng ini. Aku menyeruput mie terakhir, sungguh nikmat memang. Rasanya seperti menjadi Jeni Blackpink! "Sudah ah, Mel, nggak kuat aku. Buat kamu aja," ucapnya sambil mengangsurkan mangkuk padaku. Aku menerimanya dengan senang hati. Mumpung anak-anak sedang tidur di rumah neneknya, jadi aku puas-p

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status