Bab 47
Perempuan bernama Ayu itu menatap Hendra tak berkedip. Jika dilihat-lihat, wajah itu tampak familiar sekali. Apa mungkin aku pernah bertemu dengan perempuan itu sebelumnya? Tapi di mana?"Apa kabar, Mas?" tanya Ayu pada Hendra.Aku diabaikan sepenuhnya oleh Ayu. Perempuan itu hanya tersenyum dan menatap lurus ke arah Hendra."Alhamdulillah baik," jawab Hendra singkat."Aku nggak nyangka kamu akan datang ke acara ini."Hendra tak menjawab. Sepertinya Hendra tidak mau meladeni perempuan itu."Kalau begitu, selamat menikmati acaranya, Mas," ucap Ayu, kemudian dia pergi meninggalkan kami.Tak lama kemudian, Mba Mira dan Pak Rayhan muncul bersama seorang laki-laki berjas mewah. Saat melihatku dan Hendra, Mba Mira dan Pak Rayhan langsung menghampiri kami."Perkenalkan, ini sepupu saya, Hendra," ucap Pak Rayhan."Hendra, ini Pak Willy Salim, pemilik perusahaan furniture yang bekerja sama dengBab 48Tanpa mempedulikan permintaan Ayu, Hendra langsung membawaku keluar dari hotel. Aku tak sempat melihat bagaimana ekspresi wajah Ayu, karena Hendra begitu cepat menarik tanganku."Tadi kamu udah makan 'kan sama Mba Mira? Mau makan lagi nggak?" tawar Hendra."Udah malam, Mas. Kita langsung pulang aja," jawabku.Hendra mengendarai mobil dengan santai. Di sepanjang perjalanan, aku dan Hendra saling diam. Aku tak membuka suara, begitu pula dengan Hendra. Wajah Hendra yang terlihat kusut membuatku takut untuk membuka obrolan."Makasih udah nganterin aku pulang, Mas," ucapku pada Hendra sebelum kami berpisah."Aku langsung pulang ya, Mel?""Iya, Mas. Hati-hati di jalan."Aku masuk ke rumah, kemudian merebahkan diri di tempat tidur. Akhirnya aku bisa beristirahat setelah berjam-jam berkumpul bersama para pengusaha elit.Di acara tadi, Pak Rayhan mengenalkanku pada beberapa pengusaha. Aku bisa mencari rel
Bab 49Kulihat Ayu terus melirik ke arahku dan Hendra. Aku sudah berusaha menjauh dari Hendra, tapi dia terus menahanku. "Maaf, Mas. Aku harus ke belakang. Masih ada kerjaan," pamitku."Sebentar, Mel. Jangan pergi dulu. Aku bawa berita bagus untuk kamu. Soal rencana kamu yang mau cari EO buat snack box, aku udah bikin janji temu antara kamu sama temanku," ucap Hendra.Aku merasa Hendra seperti sedang mencari-cari alasan agar bisa berbicara denganku. Tapi jika ini menyangkut pekerjaan, mungkin aku bisa meluangkan waktu sebentar meskipun aku harus menerima tatapan sinis dari Ayu."Mas Hendra, bisa nggak kita ngobrol sebentar?" Beberapa kali Ayu berusaha memanggil Hendra, tapi Hendra terkesan cuek dan tak mau meladeni.Meski aku tidak mau ikut campur, tapi sepertinya Hendra dan Ayu mempunyai hubungan yang kurang baik. Walaupun begitu, hari-hari berikutnya Ayu sering muncul di kafe untuk menemui Hendra.Bahkan saat Hendra t
Bab 50Kubiarkan Ayu pergi setelah dia selesai bicara. Aku tidak terlalu menanggapi ocehan perempuan tidak jelas itu. Kubiarkan saja dia bertingkah dengan segala kesombongannya. Hubungan Ayu dan Mas Hendra bukanlah urusanku, karena aku memang tidak punya hubungan spesial dengan Hendra."Fokus kerja aja, Mel! Nggak perlu memusingkan orang-orang yang nggak penting!" gumamku berusaha menyemangati diri sendiri.Selama ini aku tidak pernah mengganggu siapapun, aku juga tidak ingin mencari musuh. Kalau memang keakrabanku dengan Hendra bisa memancing musuh, maka lebih baik aku tidak berurusan lagi dengan Hendra."Mel!" Hendra melambaikan tangan seraya melempar senyum tipis padaku. Begitu laki-laki dengan tubuh tinggi tegap dan rambut cepak itu masuk ke kafe, aku mulai merasa was-was. Aku benar-benar malas melihat wajah Ayu dan aku tidak ingin perempuan aneh itu kembali berkunjung ke kafeku ini."Kamu belum menukar voucher ke restoran teman aku,
Bab 51"Mba Mira ngomong apa sih? Kenapa Mba tiba-tiba nanya kayak gitu?" tanyaku agak panik. Pertanyaan Mba Mira membuatku salah tingkah."Jawab aja sesuai kata hati kamu, Mel. Mba juga mau tahu, apa kamu udah ada rencana buat nikah lagi? Kamu 'kan udah cerai dari Iqbal. Kamu juga masih muda, nggak mungkin kamu akan menjanda sampai tua."Aku terdiam. Setelah berpisah dari Mas Iqbal, aku sama sekali belum berpikir ke arah sana. Bagi sebagian perempuan yang pernah gagal dalam rumah tangga, menikah bukan prioritas lagi.Lagi pula, aku masih trauma. Aku takut pernikahanku akan gagal lagi. Ada banyak ketakutan dan kegelisahan dalam diriku tentang pernikahan. "Kenapa, Mel? Kamu belum ada pikiran untuk menikah lagi?"Aku mengangguk. Memang inilah yang ada di pikiranku saat ini. Aku takut untuk menikah lagi. Aku juga takut akan bertemu dengan laki-laki yang tidak tepat sama seperti sebelumnya."Sebagai perempuan, aku juga meng
Bab 52"Bu!" Seorang pegawai menepuk bahuku hingga membuatku terperanjat.Tanpa sadar, sejak tadi aku melamun hingga tidak memperhatikan pegawai yang sedang berbicara padaku. "I-iya, Mba?""Pesanan untuk hotel di Bekasi udah siap, Bu.""I-iya, tolong letakkan di meja depan, ya? Sebentar lagi ada yang datang mengambil."Aku memijat kepalaku yang pening. Kata-kata Mba Mira tempo hari membuatku kepikiran. Setelah Mba Mira berkata kalau Hendra menaruh hati padaku, aku belum bertemu dengan Hendra lagi.Entah apa sebabnya, Hendra tiba-tiba menghilang. Sudah berhari-hari dia tidak datang ke kafe, padahal biasanya dia selalu menyempatkan diri untuk mampir meskipun hanya sekedar membeli minuman.Namun, meskipun Hendra tidak datang, Ayu masih saja muncul di kafe. Mungkin Ayu juga tidak tahu kalau Hendra tidak akan datang ke kafe. Awalnya aku tidak peduli dengan menghilangnya Hendra. Tapi, lama-lama aku mulai penasaran da
Bab 53Aku bergegas pergi ke rumah sakit Harapan Kita setelah Mba Mira mengabariku tentang kondisi Hendra. Aku harus segera melihat keadaan Hendra. Aku harus memastikan kalau Hendra baik-baik saja.Entah kenapa aku begitu panik. Aku tak bisa berpikir dengan jernih. Aku takut terjadi sesuatu yang buruk pada Hendra."Mba!" Aku berlari kecil menghampiri Mba Mira yang saat ini berada di depan ruang operasi. "Mel?""Gimana kondisi Mas Hendra? Mas Hendra di mana sekarang? Kenapa Mas Hendra bisa tertembak?" Aku mencecar Mba Mira dengan banyak pertanyaan.Aku tak bisa mengendalikan hatiku. Meski awalnya aku selalu menyangkal perasaanku, tapi sekarang aku tak bisa menutup-nutupinya lagi.Aku sangat khawatir pada Hendra. Mendengar kabar buruk tentang Hendra membuat hatiku sakit. "Hendra masih ditangani sama dokter. Kita berdoa aja untuk keselamatan Hendra," jawab Mba Mira.Aku tak bisa tenang. Aku mulai dikuasa
Bab 54Ayu dan Hendra langsung menoleh secara bersamaan. Sepertinya Hendra sangat terkejut dengan kedatanganku, dia langsung menyemburkan makanan yang masih ada di mulutnya hingga membuat pakaian Ayu kotor."Aduh, Mas! Kenapa makanannya disembur ke aku sih?" gerutu Ayu pada Hendra."Mel, aku bisa jelasin! I-ini nggak seperti yang kamu lihat!" ujar Hendra panik.Aku tidak tahu kenapa Hendra bersikap berlebihan. Aku hanya berdiri di ambang pintu tanpa mengucap sepatah katapun, tapi Hendra tampak terburu-buru memberikan penjelasan."Tadi waktu perawat nganterin makanan nyuruh aku untuk makan supaya aku bisa minum obat, cuma ada Ayu di sini. Perawat itu juga yang meminta Ayu untuk menyuapi aku karena aku nggak boleh banyak gerak. Kalau ada orang lain di sini, aku juga nggak akan mau disuapi sama dia. Tadinya aku mau nunggu Mama atau Mbak Mira, tapi Mama belum datang-datang ...." Hendra berbicara panjang lebar berusaha menjelaskan pa
Bab 55"Kamu harus tanggung jawab!" Aku terkesiap. Hendra dan Ayu juga ikut tercengang."Gara-gara kamu, anak saya jadi kena tembak dan hampir mati. Kamu tahu nggak!" omel perempuan itu yang ternyata adalah ibunya Hendra.Hendra hanya diam. Wajah marah ibu Hendra membuatku merinding."M-maaf, Bu, salah saya apa, ya?" tanyaku dengan penuh hati-hati."Masih nanya kamu? Kamu nggak sadar kesalahan kamu sama anak saya?" Aku menundukkan kepala dalam-dalam. Tak ada angin, tak ada hujan, tiba-tiba aku diomeli oleh orang tua Hendra.Aku sempat melirik ke arah Hendra. Sepertinya Hendra sama sekali tidak berniat untuk membelaku. Sekilas kulihat Hendra justru tersenyum. Apa dia senang melihatku dimarahi seperti ini?"Maaf, Bu ...." Aku tidak tahu harus berkata apa, selain mengucapkan kata maaf. "Anak saya nggak fokus selama tugas gara-gara kamu! Kamu udah bikin anak kesayangan saya nggak konsen!" omel p