KUBUAT MEREKA KEPANASAN KARENA SUDAH MEREMEHKANKU
BAB 3"Astagfirullah, ada apa ini? Kenapa bersikap kasar kepada istri saya?" Mas Ridwan berucap seraya memandang sekilas ke arah wanita pemilik toko itu."Saya sudah memperingatkan istrinya. Jangan dipegang-pegang sepatunya, nanti rusak! Ini harganya mahal, tahu tidak ini harganya berapa? Harganya empat ratus ribu, mana mungkin kalian bisa menggantikannya kalau rusak!" jawabnya ketus, matanya mengerling sinis melihat kebawah dan keatas."Saya akan membayar dua kali lipat bila sepatu yang dipegang istri saya rusak! Tapi, tolong! Bersikap sopan lah pada istri saya, lagi pula tidak sepantasnya memperlakukan pengunjung seperti itu, mampu atau tidak mampunya membeli, sebagai pemilik atau penjaga toko harus lah bersikap dengan baik dan sopan." Mas Ridwan berkata dengan tegas."Di sini tidak melayani pengunjung yang hanya pegang-pegang dan tanya-tanya, ujung-ujungnya tidak jadi beli setelah tahu harganya!" hardiknya."Siapa pemilik toko ini?" tanya Mas Ridwan."Saya pemiliknya!" jawabnya cepat dan ketus sambil bersedekap dada."Saya beli semua yang ada di toko ini, totalkan harga semuanya, kalau perlu tokonya saya beli juga dengan harga dua kali lipat!" tegas Mas Ridwan.Aku terperangah, begitu juga dengan pemilik toko itu. Sedetik kemudian pemilik toko itu terbahak sampai terbatuk-batuk. Mungkin, wanita itu merasa lucu mendengar apa yang sudah Mas Ridwan katakan."Mas, tidak perlu begini," bisikku pada Mas Ridwan. Ia tampak sangat marah dan emosi saat ini."Tidak apa-apa, Dek. Mas tidak suka kamu diremehkan sama orang lain." Mas Ridwan menggenggam erat telapak tanganku."Jangan buang-buang uang untuk membungkam mulut mereka," ucapku."Ha-ha-ha! Kalian lihat sepasang suami istri ini, mereka berdua mau membeli toko milik saya. Ha-ha-ha, membeli sandal sendiri saja tidak mampu! Sok-sok'an segala mau membeli toko saya, Ha-ha-ha!" Wanita itu tertawa semakin keras dan melengking, hingga menimbulkan suara ngik-ngik."Jelita, Jelita. Ck! Ternyata suamimu juga tukang nge-halu, lagaknya orang kaya tahu-tahunya mis kin!" Aku menoleh ke asal suara. Zahra menatap sinis sembari berjalan mendekat ke arah kami."Siapa wanita itu, Dek?" tanya Mas Ridwan, berbisik."Bukan siapa-siapa, Mas, kita pulang saja yuk, aku tidak jadi membelinya di sini," jawabku tanpa menghiraukan pandangan Zahra lagi."Mbak, aku mau sepatu ini untuk keponakanku, langsung dibungkus lima pasang yang termahal!" Zahra berkata lantang sambil mengeluarkan dompetnya dari dalam tas."Ini baru orang kaya, tidak banyak drama dan langsung mengeluarkan duit!" ucap pemilik toko itu sambil menatap remeh pada kami."Iya-iya lah, suami saya itu konglomerat, punya perusahaan besar di mana-mana. Ini nyata dan bukan meng-halu seperti mereka berdua!" sindirnya, menatap sekilas dan berjalan sambil menyenggol bahuku. Sombong sekali Zahra. Sekaya apa sih suaminya?"Tunggu dulu! Istri saya sudah lebih dulu-""Kalian berdua pergi saja, Mbak Zahra ini memang sudah langganan saya, jadi sepatunya Mbak Zahra yang dapat. Kalian nabung dulu yang banyak, baru datang lagi ke toko ini." Dengan sombongnya pemilik toko itu mengusir kami."Ayo, Mas, kita pergi saja," ajakku. Mas Ridwan mengikuti langkahku, kulihat wajahnya masih terlihat kesal.Kami menuju mobil yang terparkir disamping toko itu."Belum pernah aku melihat istri orang kaya sesombong itu, siapa wanita itu? Dari bicaranya seperti sudah lama mengenalmu," ucap Mas Ridwan."Nanti kamu juga tahu sendiri, Mas. Jangan dipikirkan, tujuan kita ke sin-""Eee, eh, tunggu dulu, kalian ngapain dekat-dekat mobil pelanggan saya? Kalian mau mencuri? Hah!" tuduh pemilik toko itu. Sepertinya wanita ini mengikuti kami sampai keluar toko."Ini mobil kami, minggirlah!" tegasku, aku masih berdiri berhadapan dengan pemilik toko yang membelakangi mobil kami."Wah, naik juga emosiku dibuat wanita ini," ucap Mas Ridwan yang urung membuka pintu mobil."Mas, jangan emosi, sabar.""Ada apa ini?""Maaf, Bu, ini ada orang yang ngaku-ngaku kalau ini mobilnya, maaf sudah membuat kenyamanan berbelanja di toko saya menjadi terganggu," ucap pemilik toko itu saat ibuku keluar dari dalam mobil."Ini anak saya, ini memang mobil anak saya," ungkap Ibu.Wanita itu terkesiap sambil menatapku dan Mas Ridwan bergantian. Aku tersenyum miring melihat ke arah pintu toko. Zahra menatap tidak percaya dengan apa yang sudah dilihatnya. Pasti Zahra terkejut melihat ibuku yang keluar dari dalam mobil.Pastinya Zahra sangat tidak menyangkanya. Orang yang selalu disebut madesu ini bisa mempunyai mobil."Ma-maaf," ucap pemilik toko itu gagap. "Mari masuk dan pilihlah sepuasnya, saya masih punya stok sepatu bayi yang terbaru di dalam gudang, ayo, masuklah, Mbak," lanjut pemilik toko itu. Aku tersenyum datar melihatnya, sikapnya berubah setelah mengetahui mobil ini milik kami."Dek, ayo kita ke toko di seberang sana," ajak Mas Ridwan, seraya masuk dan menutup pintu mobil dan menghidupkan mesinnya."Maaf, saya sudah tidak berselera untuk berbelanja di toko orang yang sombong dan angkuh! Lain kali, kalau ada yang mau berbelanja tapi memakai sandal jepit, tolong dihargai juga. Jangan memandang orang dengan sebelah mata hanya karena melihat casingnya saja." Setelah mengatakan itu, aku pun masuk ke dalam mobil. Dapat kulihat dari ekor mataku, kalau Zahra masih berdiri di pintu masuk toko sambil memandangiku.BERSAMBUNG...KUBUAT MEREKA KEPANASAN KARENA SUDAH MEREMEHKANKUBAB 4Setelah selesai berbelanja, kado untuk sahabatku sudah dibungkus. Kami pun meluncur menuju ke lokasi tanah yang akan kami beli untuk membangun usaha. Kata ibuku ada dua lokasi dan kami ingin melihatnya langsung."Itu, ada papan tulisan tanah ini dijual, berhenti di situ," ujar Ibu."Satunya lagi di mana, Bu?" tanya Mas Ridwan. Setelah membuka kaca jendela mobil dan menutupnya kembali."Jalan lagi ke depan." Mas Ridwan menghidupkan kembali mesin mobil dan mobilnya kembali jalan."Tidak turun dulu, Mas?" tanyaku, heran juga. Padahal ingin membeli tanah tapi tidak turun untuk melihat-lihatnya."Letak tempatnya tidak bagus untuk membangun rumah makan, ada pembuangan sampah di sana, lagi pula kalau jadi membangun tempat parkirnya tidak ada, tidak mungkin 'kan, kalau pengunjung parkir kendaraan di bahu jalan? Bahaya," jelas Mas Ridwan. Aku menganggukkan kepala. Terkagum-kagum aku melihatnya, pengetahuannya mengenai tempat yang strateg
KUBUAT MEREKA KEPANASAN KARENA SUDAH MEREMEHKANKUBAB 5"Ranti, Ibu ke mana? Di dapur tidak ada, di kamarnya juga tidak ada." Aku bertanya saat adikku sedang memakai kaos kaki."Lah, Kakak lupa? Dari dulu Ibu memang tidak ada di rumah kalau pagi," jawab Ranti, sambil mengikat tali sepatunya dan bersiap berangkat sekolah untuk menimba ilmu."Duh, kok Ibu jualan lagi? Padahal, Kakak sudah melarang Ibu untuk jualan, apa uang yang Kakak kirim selama ini masih kurang?" ucapku sambil duduk di kursi teras."Ranti tidak tahu, Kak. Ranti berangkat sekolah dulu ya? Assalamualaikum." "Wa'alaikumsallam, hati-hati di jalan, pulang sekolah nanti Kakak jemput, kita jalan-jalan cari cemilan, tunggu aja di gerbang, oke?""Oke, siap!" Ranti pun berlalu, jarak dari rumah ke sekolahnya tidak lah terlalu jauh. Hanya memakan waktu lima belas menit saja."Jelita! Mana suamimu yang katanya pengusaha itu? Suruh suamimu keluar biar bisa kenalan sama konglomerat! Ini suamiku namanya Sultan, dia baru pulang tad
KUBUAT MEREKA KEPANASAN KARENA SUDAH MEREMEHKANKUBAB 6Dering ponsel suamiku berbunyi. Mas Ridwan mengangkat panggilannya sambil menghitung uang yang akan kami bawa untuk membeli tanah yang kami lihat kemarin."Perlu berapa, Jhon?" tanya suamiku, aku tidak tahu dari siapa, mungkin saja karyawannya."Maaf, Jhon, bukannya saya tidak mau meminjamkan uangnya, hutangmu yang dulu masih banyak, pakai apa kamu membayarnya nanti kalau kamu mau menambah hutang lagi? Kalau segitu tidak bisa,""Maaf, ya, Jhon, tidak bisa." Suamiku menutup telpon setelah mengucapkan salam."Siapa, Mas?""Jhoni, orang kepercayaan Mas yang mengelola restoran di Bandung, mau meminjam uang, katanya untuk berobat ibunya, Mas tidak bisa memberinya lagi karena sudah hampir seratus juta hutangnya dan belum lunas, tiap gajian mau dipotong bilangnya nanti," jelas Mas Ridwan."Oh." Aku hanya bisa ber'oh saja. Sebab, urusan begitu aku tidak mau ikut campur. Biarlah jadi urusan Mas Ridwan. Mas Ridwan lebih tahu dan bijak dala
KUBUAT MEREKA KEPANASAN KARENA SUDAH MEREMEHKANKUBAB 7"Ridwan, jangan, Nak," cegah Ibu, membuat Mas Ridwan menghentikan langkahnya."Mereka harus ditegur, Bu." "Kita tidak punya bukti kalau mereka yang melakukannya," ucap Ibu."Ibu benar, Mas, kita tidak punya bukti, kalau kamu nekad menegur mereka, mereka pasti akan marah dan menyebut kita telah memfitnah mereka," timpalku."Baiklah, Ridwan akan mencari bengkel, kalian tunggu saja di sini, kita akan langsung pergi setelah Ridwan kembali." Aku tersenyum seraya mengangguk cepat._______Setelah menunggu cukup lama, akhirnya Mas Ridwan kembali juga. Kami pun berangkat menuju langsung ke rumah pemilik tanah tersebut."Tadi saat di bengkel, Mas ketemu dengan teman lama Mas, kebetulan teman Mas itu kepala tukang, jadi setelah membangun restoran nanti, baru lah rumah Ibu direnovasi," ucap Mas Ridwan sambil fokus menyetir mobil."Yang penting, tujuan kalian ingin membuka cabang di sini sudah terlaksanakan, urusan rumah Ibu bisa nanti-nant
KUBUAT MEREKA KEPANASAN KARENA SUDAH MEREMEHKANKUBAB 8PoV Author."Astaga, Zita!" Bu Dira berteriak kesenangan dari luar rumah, saat melihat mobil pickup berhenti di depan jalan rumahnya."Zita! Sini cepat keluar!" Kembali Bu Dira memanggil Zita dengan suara yang keras."Astaga, Ibu!" Zita kesal karena suara ibunya membuat anaknya yang berumur delapan bulan itu terbangun dari tidurnya. Harapannya yang ingin ikut rebahan sambil bermain ponsel menjadi sirna seketika."Cepat, Zita! Lelet sekali!""Ada apa sih, Bu? Zita sudah susah payah menidurkan Jihan, Ibu malah teriak-teriak dan membuatnya bangun!" gerutu Zita sambil menyerahkan anaknya pada Bu Dira."Tenang, nanti Ibu yang akan menidurkan cucu Ibu, kamu lihat, itu pasti abang iparmu yang sudah membelikannya untuk kita," ucap Bu Dira seraya menunjuk ke arah jalan."Astaga! Motor? Untuk kita?" Zita berseru dan bertanya dengan binar mata yang bahagia."Kamu suruh mereka turunkan motornya, mereka pasti menunggu kakakmu yang tertinggal
KUBUAT MEREKA KEPANASAN KARENA SUDAH MEREMEHKANKUBAB 9"Rindu! Matiin motornya, pagi-pagi sudah bikin orang tidak nyaman mendengar suara berisik dari motor bekasmu itu. Matiin cepat!"Aku yang sedang menikmati teh bersama Mas Ridwan di depan rumah langsung menoleh ke arah rumah Tante Dira. Wanita yang umurnya tidak terlalu jauh dari ibuku itu sedang berkacak pinggang memarahi Rindu yang sedang memanasi motornya.Rindu hanya mencebik tanpa melihat ke arah Tante Dira yang tampak semakin marah."Rindu! Anak kurang ajar, matiin motornya! Memang dasar anak yang tidak punya etika!" teriak Tante Dira."Rindu, matikan motornya," titahku pada adikku itu. Rindu menuruti dan mematikan motornya."Besok-besok jangan gini lagi, mengganggu kenyamanan orang saja! Baru punya motor bekas saja sok nya minta ampun!" sentak Tante Dira."Gini amat ya? Punya saudara yang selalu kepanasan melihat kebahagiaan orang, ini baru beli motor, belum lagi kalau nanti kami beli pesawat, bisa-bisa kepala Tante Dira la
KUBUAT MEREKA KEPANASAN KARENA SUDAH MEREMEHKANKUBAB 10Alhamdulillah, pembangunan tempat usaha baru kami sudah berjalan lima puluh persen, benar kata orang-orang. Kalau ada uang, pasti semuanya berjalan dengan cepat dan lancar.Setelah cukup puas melihat hasil kerja para tukang, kami pun pamit pulang. Tidak lupa beberapa lembar uang merah Mas Ridwan serahkan kepada salah satu dari mereka. Untuk membeli makanan dan minuman supaya mereka lebih semangat lagi untuk bekerja._____"Tadi aku ketemu Tika, dan aku mengundangnya untuk makan malam bersama dengan kita," ucapku sembari mencuci buah dan menatanya dalam tempat buah."Tika?" Kening Mas Ridwan tampak berlipat heran saat menyebut nama Tika, aku mengangguk dan beralih mencuci wortel dan sayuran lainnya."Apa Tika di sini bersama suaminya?" Aku berbalik badan melihat Mas Ridwan."Sepertinya, iya, Mas. Kamu tahu sendiri kan, kalau aku tidak pernah bertatap muka dengan teman kepercayaanmu itu? Tapi ... mungkin saja si Jhoni itu ada di s
KUBUAT MEREKA KEPANASAN KARENA SUDAH MEREMEHKANKUBAB 11"Iya, kamu benar, Jelita. Mas Jhoni pasti sudah bermain api di belakangku, kurang ajar sekali! Siapa wanita yang membuatnya sampai kehilangan arah? Berani-beraninya dia mengabaikan tanggungjawab-nya sebagai seorang suami dan Ayah, awas kamu, Mas Jhoni!" geram Tika, tangannya mengepal kuat bersamaan dengan giginya yang terdengar gemeletuk."Ya, kamu harus selidiki sekarang, kalau terbukti Jhoni berselingkuh, maka saya akan memecatnya dari pekerjaannya saat itu juga!" tegas Mas Ridwan."Kok dipecat sih, Mas? Kasihan anak-anaknya kalau Jhoni tidak bekerja," ucapku."Lebih baik begitu, Jelita, dari pada masih bekerja tapi tanggungjawab dia sebagai suami dan Ayah tidak ada sama sekali, akan kutunggu kepulangannya nanti." Tidak ada kesedihan diwajah Tika saat mengatakan itu. Syukurlah, memang lebih baik begitu daripada menangis dan meratapi nasibnya."Kamu yang sabar, ya? Semoga segala urusanmu cepat terselesaikan," ucapku sambil meny