KUBUAT MEREKA KEPANASAN KARENA SUDAH MEREMEHKANKU
BAB 7"Ridwan, jangan, Nak," cegah Ibu, membuat Mas Ridwan menghentikan langkahnya."Mereka harus ditegur, Bu.""Kita tidak punya bukti kalau mereka yang melakukannya," ucap Ibu."Ibu benar, Mas, kita tidak punya bukti, kalau kamu nekad menegur mereka, mereka pasti akan marah dan menyebut kita telah memfitnah mereka," timpalku."Baiklah, Ridwan akan mencari bengkel, kalian tunggu saja di sini, kita akan langsung pergi setelah Ridwan kembali." Aku tersenyum seraya mengangguk cepat._______Setelah menunggu cukup lama, akhirnya Mas Ridwan kembali juga. Kami pun berangkat menuju langsung ke rumah pemilik tanah tersebut."Tadi saat di bengkel, Mas ketemu dengan teman lama Mas, kebetulan teman Mas itu kepala tukang, jadi setelah membangun restoran nanti, baru lah rumah Ibu direnovasi," ucap Mas Ridwan sambil fokus menyetir mobil."Yang penting, tujuan kalian ingin membuka cabang di sini sudah terlaksanakan, urusan rumah Ibu bisa nanti-nanti," sahut Ibu."Insyaallah, dalam dua bulan ke depan rumah Ibu sudah harus direnovasi, tidak boleh ditunda-tunda lagi," ucap Mas Ridwan.Setelah banyak berbincang-bincang, akhirnya kami pun sampai di depan rumah pemilik tanah itu. Pak Dito namanya, kedatangan kami disambut dengan baik."Ini, Pak Ridwan pengusaha sukses yang ada di majalah ini 'kan?" Seorang gadis berkacamata keluar dari dalam kamar sambil menunjuk foto Mas Ridwan yang terpampang di majalah."Sepertinya, iya, namanya saja juga Ridwan," timpal istrinya Pak Dito."Wah, ternyata yang ingin membeli tanah kita, adalah Pak Ridwan pengusaha dari Pekanbaru? Memang tidak diragukan lagi, tanah yang akan dibeli adalah tempat yang paling strategis untuk membuka usaha," sambung Pak Dito dengan semangat."Kita foto-foto dulu, Sindi mau mempostingnya di Facebo*k, pasti banyak yang komentar karena Sindi berfoto dengan seorang pengusaha sukses!"Atas permintaan gadis bernama Sindi itu, kami semua pun berfoto dan terakhir Mas Ridwan befoto selfie dengan Sindi. Aku tidak menyangka kalau foto suamiku ada di majalah, ke mana saja aku selama ini?"Kalau Sindi sudah lulus sekolah, nanti terima aku untuk kerja di restoran Pak Ridwan, ya? Sindi suka masak, jadi melamar jadi tukang masak di dapur saja," ucap Sindi. Gadis seusia Ranti itu sangat ramah dan sopan. Baru bertemu saja sudah seperti kenal lama."Sudah, kamu bawa temanmu ngobrol di depan, dari tadi nyerocos saja kerjaanmu." Sindi terkekeh kecil menanggapi ucapan ibunya, lalu membawa adikku Ranti dan Rindu menuju teras."Jadi, berapa harga tanah yang dijual itu, Pak?" tanya Mas Ridwan."Delapan puluh juta," jawabnya. Laki-laki yang sudah ditumbuhi rambut putih itu pun meminta istrinya untuk mengambil surat tanah di dalam kamarnya.Kulihat Mas Ridwan tampak terkejut saat mendengar harganya."Kenapa murah sekali?" tanya suamiku. Aku pikir dia terkejut karena mahal, ternyata terkejut karena harganya murah."Biar cepat laku saja, karena sudah ada beberapa orang yang datang menanyakan harga, setelah dikasih tahu harga awal, semua jadi mundur teratur, jadi dengan kamu, Bapak jual delapan puluh juta saja," jelas Pak Dito."Saya beli dengan harga awal," ucap Mas Ridwan cepat."Tapi, harga awalnya seratus juta, Nak.""Iya, saya beli harga segitu," ucap Mas Ridwan. Pak Dito langsung mengucap syukur sambil berdo'a untuk kesehatan dan kelancaran rezeki Mas Ridwan."Aamiin, do'a yang sama untuk Bapak Dito sekeluarga," kata Mas Ridwan.Setelah melihat keaslian surat tanah, kami pun mau pamit undur diri. Beberapa langkah lagi tanah itu akan resmi menjadi milik Mas Ridwan."Ini ada dodol sama kue nastar, bawa pulang ya? Di terima jangan ditolak," ucap istrinya Pak Dito."Terima kasih, maaf kalau kedatangan kami merepotkan." Ibu menerima bungkusan pemberian dari istrinya Pak Dito.Aku suka dengan keluarga ini, baik dan sangat ramah sekali. Kalau saudara ibuku seperti ini, alangkah indahnya dunia ini._______Sepulangnya dari rumah Pak Dito. Kami mampir ke toko dealer motor."Mau ngapain ke sini?" tanya Ibu padaku."Mas Ridwan mau membelikan Rindu motor, Bu," jawabku sambil mengikuti langkah Mas Ridwan yang sedang mengitari motor.Ibu menahan langkahku."Jelita, bilang sama Ridwan, jangan seperti ini, Ibu tidak enak hati kalau suamimu sampai habis-habisan di sini, kalian juga perlu uang, Nak," ucap Ibu yang merasa tidak enak hati atas perlakuan baik Mas Ridwan kepada anak-anaknya ini."Bu, Mas Ridwan tidak mungkin membelinya kalau tidak memiliki rezeki yang lebih, Ibu jangan khawatir.""Kalau seperti ini, Tante Dira, Tante Nur dan semuanya akan tahu yang sebenarnya, Ibu takut kalau mereka akan meminjam uang dan kemudian membuat persoalan yang tidak diinginkan, ditambah Ridwan ini orangnya sangat baik, kamu masih ingat 'kan? Hutang mereka dengan almarhum ayahmu saja tidak dibayar hingga sekarang," terang Ibu."Mas Ridwan tidak sama seperti Ayah, Bu. Percayalah," ucapku."Rindu, sini, kamu pilih mau motor yang mana?" tanya Mas Ridwan setelah memanggil Rindu untuk mendekat ke arahnya.Rindu mendekatiku seraya berkata. "Kak, ini beneran? Bukan prank, 'kan?" Rindu tampak ragu, mungkin Rindu tidak percaya. Mas Ridwan yang katanya cuek dan pendiam itu mau membelikannya motor baru."Pergi lah, pilih motornya, kesempatan tidak datang dua kali, pergi sana cepat!""Ya ampun, ini beneran? Ya Allah, mimpi apa aku tadi malam?" Rindu memelukku erat sejenak, lalu pergi melangkah menuju ke arah Mas Ridwan.Motor Vario keluaran terbaru pun menjadi pilihan Rindu. Rindu langsung menaikinya seraya mengucapkan syukur dan terima kasih kepada abang iparnya itu.Mas Ridwan langsung membayar uang tunai kepada pemilik toko motor. Syukurlah, tidak ada drama seperti saat aku ingin membeli sepatu bayi waktu itu."Tolong antar ke alamat ini, ya, Mas?" pinta Mas Ridwan."Agak sorean dikit tidak apa-apa ya, Mas? Kalau supir yang mengantarnya sudah datang, akan segera kami antar ke alamatnya." Mas Ridwan mengangguk menanggapi.Keluarnya dari toko dealer motor, kami pun berpapasan dengan Zahra. Zahra langsung melengos membuang pandangan tanpa melihat ke arahku.Langkahnya langsung masuk ke dalam toko emas yang tidak jauh dari dealer motor.Bagus lah, seperti itu lebih baik dari pada bertegur sapa, yang ujung-ujungnya pasti menghina dan meremehkanku."Mas Sultan lama banget narik uangnya, katanya mau beliin aku cincin emas, apa mungkin narik uangnya banyak? Sepertinya begitu, makanya lama!" ucap Zahra.Volume suaranya seperti sengaja diperbesar agar kami ikut mendengarnya."Mau beli? Ayo." Mas Ridwan ingin mengajakku untuk masuk ke toko emas."Aih, masih banyak urusan lain. Nanti saja buat dia semakin kepanasan."Aku dan Mas Ridwan terkekeh geli. Kami pun kembali masuk ke dalam mobil menuju arah pulang.BERSAMBUNG...KUBUAT MEREKA KEPANASAN KARENA SUDAH MEREMEHKANKUBAB 8PoV Author."Astaga, Zita!" Bu Dira berteriak kesenangan dari luar rumah, saat melihat mobil pickup berhenti di depan jalan rumahnya."Zita! Sini cepat keluar!" Kembali Bu Dira memanggil Zita dengan suara yang keras."Astaga, Ibu!" Zita kesal karena suara ibunya membuat anaknya yang berumur delapan bulan itu terbangun dari tidurnya. Harapannya yang ingin ikut rebahan sambil bermain ponsel menjadi sirna seketika."Cepat, Zita! Lelet sekali!""Ada apa sih, Bu? Zita sudah susah payah menidurkan Jihan, Ibu malah teriak-teriak dan membuatnya bangun!" gerutu Zita sambil menyerahkan anaknya pada Bu Dira."Tenang, nanti Ibu yang akan menidurkan cucu Ibu, kamu lihat, itu pasti abang iparmu yang sudah membelikannya untuk kita," ucap Bu Dira seraya menunjuk ke arah jalan."Astaga! Motor? Untuk kita?" Zita berseru dan bertanya dengan binar mata yang bahagia."Kamu suruh mereka turunkan motornya, mereka pasti menunggu kakakmu yang tertinggal
KUBUAT MEREKA KEPANASAN KARENA SUDAH MEREMEHKANKUBAB 9"Rindu! Matiin motornya, pagi-pagi sudah bikin orang tidak nyaman mendengar suara berisik dari motor bekasmu itu. Matiin cepat!"Aku yang sedang menikmati teh bersama Mas Ridwan di depan rumah langsung menoleh ke arah rumah Tante Dira. Wanita yang umurnya tidak terlalu jauh dari ibuku itu sedang berkacak pinggang memarahi Rindu yang sedang memanasi motornya.Rindu hanya mencebik tanpa melihat ke arah Tante Dira yang tampak semakin marah."Rindu! Anak kurang ajar, matiin motornya! Memang dasar anak yang tidak punya etika!" teriak Tante Dira."Rindu, matikan motornya," titahku pada adikku itu. Rindu menuruti dan mematikan motornya."Besok-besok jangan gini lagi, mengganggu kenyamanan orang saja! Baru punya motor bekas saja sok nya minta ampun!" sentak Tante Dira."Gini amat ya? Punya saudara yang selalu kepanasan melihat kebahagiaan orang, ini baru beli motor, belum lagi kalau nanti kami beli pesawat, bisa-bisa kepala Tante Dira la
KUBUAT MEREKA KEPANASAN KARENA SUDAH MEREMEHKANKUBAB 10Alhamdulillah, pembangunan tempat usaha baru kami sudah berjalan lima puluh persen, benar kata orang-orang. Kalau ada uang, pasti semuanya berjalan dengan cepat dan lancar.Setelah cukup puas melihat hasil kerja para tukang, kami pun pamit pulang. Tidak lupa beberapa lembar uang merah Mas Ridwan serahkan kepada salah satu dari mereka. Untuk membeli makanan dan minuman supaya mereka lebih semangat lagi untuk bekerja._____"Tadi aku ketemu Tika, dan aku mengundangnya untuk makan malam bersama dengan kita," ucapku sembari mencuci buah dan menatanya dalam tempat buah."Tika?" Kening Mas Ridwan tampak berlipat heran saat menyebut nama Tika, aku mengangguk dan beralih mencuci wortel dan sayuran lainnya."Apa Tika di sini bersama suaminya?" Aku berbalik badan melihat Mas Ridwan."Sepertinya, iya, Mas. Kamu tahu sendiri kan, kalau aku tidak pernah bertatap muka dengan teman kepercayaanmu itu? Tapi ... mungkin saja si Jhoni itu ada di s
KUBUAT MEREKA KEPANASAN KARENA SUDAH MEREMEHKANKUBAB 11"Iya, kamu benar, Jelita. Mas Jhoni pasti sudah bermain api di belakangku, kurang ajar sekali! Siapa wanita yang membuatnya sampai kehilangan arah? Berani-beraninya dia mengabaikan tanggungjawab-nya sebagai seorang suami dan Ayah, awas kamu, Mas Jhoni!" geram Tika, tangannya mengepal kuat bersamaan dengan giginya yang terdengar gemeletuk."Ya, kamu harus selidiki sekarang, kalau terbukti Jhoni berselingkuh, maka saya akan memecatnya dari pekerjaannya saat itu juga!" tegas Mas Ridwan."Kok dipecat sih, Mas? Kasihan anak-anaknya kalau Jhoni tidak bekerja," ucapku."Lebih baik begitu, Jelita, dari pada masih bekerja tapi tanggungjawab dia sebagai suami dan Ayah tidak ada sama sekali, akan kutunggu kepulangannya nanti." Tidak ada kesedihan diwajah Tika saat mengatakan itu. Syukurlah, memang lebih baik begitu daripada menangis dan meratapi nasibnya."Kamu yang sabar, ya? Semoga segala urusanmu cepat terselesaikan," ucapku sambil meny
KUBUAT MEREKA KEPANASAN KARENA SUDAH MEREMEHKANKUBAB 12PoV Author."Kayaknya, ada aroma-aroma tidak mengenakan nih, kenapa wajahmu cemberut begitu? Tidak punya duit?" Bu Dira bertanya kepada Bu Nur yang tiba-tiba datang dengan raut wajah cemberut."Mbak mau pinjam duit, Mas Gio belum gajian, nanti Mbak ganti kalau Mas Gio sudah gajian," sahut Bu Nur sembari menghempaskan tubuhnya duduk di samping Bu Dira. "Hutang yang kemarin-kemarin saja belum bayar, masa mau minjam lagi, Mbak?" sahut Bu Dira protes."Alah, tidak perlu lah perhitungan begitu, menantumu itu orang kaya, beda dengan menantuku yang hidupnya cuma pas-pasan, ngasih duit saja jarang, menyesal aku merestui pernikahannya dengan Yono dulu," ucap Bu Nur mengeluh, karena menantunya tidak sekaya yang dia inginkan."Sudah nasibmu, Mbak, terima saja," sahut Bu Dira seraya tersenyum kecut melihat Bu Nur."Kamu mau pinjamkan tidak? Kalau tidak mau, aku pinjam sama Mbak Jeni saja, sejak dia jualan kue di rumahnya, sepertinya Mbak J
KUBUAT MEREKA KEPANASAN KARENA SUDAH MEREMEHKANKUBAB 13PoV Author.Mobil yang dikendarai Tika masuk ke dalam halaman rumah Jelita. Jelita yang sengaja menunggu di teras langsung melambaikan tangan ke arahnya."Tika, masuk lah." Jelita cemas saat Tika keluar dari mobil sambil melihat ke arah rumah Bu Dira yang sudah tertutup rapat.Jelita menghela nafas lega saat melihat Tika membawa langkah kaki menuju ke arahnya. Jelita sempat berpikir, kalau Tika akan berlari menuju ke rumah Bu Dira dan melabrak Jhoni dan Zahra di saat adzan magrib tengah berkumandang."Tenang saja, kamu jangan tegang begitu, aku tidak akan mempermalukan diri sendiri hanya karena laki-laki yang tidak bertanggungjawab," ucap Tika.Jelita langsung menggandeng tangan Tika untuk dibawa masuk.___"Biar saya yang pergi ke rumah itu, Pak Ridwan dan Jelita sebaiknya jangan menampakkan diri dulu," ujar Tika."Jhoni tidak mengenalku, aku ikut temani kamu ke sana. Tapi, kamu janji, ya? Jangan bikin keributan," ucap Jelita.
KUBUAT MEREKA KEPANASAN KARENA SUDAH MEREMEHKANKUBAB 14"Sepertinya, sudah seminggu tanpa suara Tante Dira, ke mana dia?" tanya Mas Ridwan sembari melihatku mengupas kulit bawang."Aku tidak tahu, Mas. Biarin saja, dengan begitu hidup kita akan damai dan tentram." sahutku."Kalian membicarakan siapa?" tanya ibu mertuaku."Tetangga sebelah rumah, Bu. Adiknya ibu mertuaku, selama aku tinggal di sini, suaranya selalu menemani kami setiap hari, penuh dengan keramahan pokoknya," jelas Mas Ridwan, seraya mengulum senyum."Oh, ya? Bagus dong kalau begitu, itu artinya keluarga istrimu ramah-tamah. Tapi, selama Ibu di sini, kenapa adik ibumu itu tidak pernah datang? Ibu ingin sekali berkenalan dengannya, siapa tahu suatu hari nanti dia tersesat ke kampung kita. Ibu kan bisa menolongnya karena sudah kenal." Ibu mertuaku berujar.Ini lah ibu mertuaku, dia sangat ramah dan suka berbicara. Siapa pun yang datang ke rumahnya, pastinya akan diterima dengan baik dan akan dijamu dengan banyaknya makan
KUBUAT MEREKA KEPANASAN KARENA SUDAH MEREMEHKANKUBAB 15PoV Author."Selamat siang, Pak, syukurlah, akhirnya Pak Ridwan datang juga ke Bandung." ucap salah satu karyawan Ridwan yang ditugaskan khusus menjaga kasir. "Ada yang ingin saya katakan pada, Pak Ridwan," katanya sembari berbisik.Gadis berkacamata itu menoleh ke kiri dan ke kanan. Untuk memastikan tidak ada seorangpun yang melihatnya sedang berbicara dengan bosnya."Ada apa, Monika?" tanya Ridwan sambil menyapu pandangan keseluruhan sudut restoran yang setiap mejanya hampir penuh dengan para pengunjung, yang sedang menikmati makan siang.'Pengunjungnya ramai, kenapa Jhoni mengatakan bahwa restoran ini sepi? Memang benar-benar ada yang tidak beres di sini.' batin Ridwan."Pak, gaji saya dan teman-teman lainnya belum dibayar dua bulan. Pak Jhoni bilang, kalau gaji kami akan dibayar bulan depan, sedangkan saya dan teman-teman yang lainnya sangat membutuhkan. Ada juga yang ingin berhenti bekerja kalau Pak Jhoni tidak membayar gaj