Home / Romansa / KUBELI KESOMBONGAN IPARKU / Bab 52. Memutar Fakta

Share

Bab 52. Memutar Fakta

Author: Siti_Rohmah21
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Mbak Bunga terdiam ketika ditanya oleh Mbak Dila. Namun, Mas Arlan bertindak, ia menutup kaca jendela dengan cepat.

Mbak Dila menggebrak kaca mobil sambil berteriak, tapi suamiku tidak peduli, Mas Arlan mundur lalu membelokkan mobilnya agar keluar dari tepi jalan. Kami melaju kencang lagi mengarah ke kantor polisi sambil menghela napas kasar.

"Syukurlah lewat," ucapku sambil menurunkan bahu.

"Ternyata Mbak Dila semakin gila, apa mungkin karena diselingkuhi Mas Gerry?" tanya Mas Arlan.

"Ah sepertinya karena memang ingin lebih unggul dariku, Mas, karena kan sejak awal aku datang ia seperti tidak menyukai istrimu ini, Mas," cetusku. Kemudian, aku menoleh ke arah Mbak Bunga yang terdiam di kursi belakang.

Mas Arlan pun melirik ke arahku sambil sesekali menoleh ke belakang. "Mbak Dila kemarin mergokin Mbak Bunga?" tanya Mas Arlan penasaran.

"Iya, waktu itu wanita tadi sempat mengambil ponsel saya tapi untungnya yang buat teleponan, bukan handphone jadul ini," terang Mbak Bunga.

Berat
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • KUBELI KESOMBONGAN IPARKU   Bab 53. Kabar Buruk atau Baik?

    "Suruh Desti jenguk Dila di penjara, kan bisa untuk mencari bukti lagi untuk membuat mereka tidak berkutik," ucap papa. Mas Arlan mengangguk seraya paham dengan tujuan papa. "Tapi, Pah, apa yang Kiara katakan di hadapan umum tadi pasti memberikan dampak negatif," sambungku masih memikirkan apa yang Kiara lakukan tadi. "Kalau Calista sebenarnya itu tahu nggak ada yang nyerempet mobilnya ketika kecelakaan?" tanya Om Farhan. "Calista belum memberikan keterangan apa pun terkait kecelakaan itu, entahlah kondisinya saat ini sudah memungkinkan untuk bicara berat atau belum," terangku sambil meneguk segelas air putih. Setelah itu, aku dan Mas Arlan memutuskan untuk menemui Mama Desti, kali ini kami akan menyingkirkan ego lebih dulu, sekalian jenguk Hesti. Lagi pula mereka kan telah berjanji akan mengubah perilaku jika ingin kasus sang mama tidak dibuka lagi, dengan kata lain kami terpaksa melupakan apa yang dilakukan oleh Mama Desti terdahulu. "Kalau gitu, aku harus melupakan benar-bena

  • KUBELI KESOMBONGAN IPARKU   Bab 54. Pupus Harapan

    Aku coba tenang supaya Pak Juna pun ikut tenang. Kalau aku panik, tentu ia pun akan panik. "Mbak Bunga tadi dipukul tengkuknya, Bu. Sekarang masuk rumah sakit, handphone raib digondol maling," ungkap Pak Juna membuatku lemas seketika. "Astaga, bagaimana ini bisa terjadi?" tanyaku penasaran. Saking paniknya aku berdiri sambil mondar-mandir di hadapan Hesti. "Tadi ia hendak pulang, Bu. Tiba-tiba ada yang tanya alamat, saat kakak saya menjelaskan ada yang pukul dari belakang, dua orang kabur membawa ponsel kakak saya dua-duanya termasuk rekaman yang ia pegang," timpal Pak Juna. "Tapi kan Mbak Bunga sudah kirim rekaman itu, Pak," sahutku menenangkan. "Iya, Bu, tapi Mbak Bunga sampai saat ini belum sadarkan diri untuk menjadi saksi nanti, saya juga tahu cerita jelasnya dari orang yang mengantarkan ke rumah sakit," terang Pak Juna. Benar juga dengan ucapannya. Kalau bukan Mbak Bunga, siapa lagi yang jadi saksi? Tentu dalam persidangan nanti saksi harus datang, terlebih hanya ia yang j

  • KUBELI KESOMBONGAN IPARKU   Bab. 55. Ryan Pengkhianat?

    Kemudian, laki-laki itu membuka masker dan topinya. Ternyata Ryan, ia muncul secara mendadak atau sudah disusun sebelumnya. Mas Arlan sontak menggandeng lenganku. Matanya pun melirik disertai senyuman. "Kamu ada di sini?" tanya Mas Arlan menyelidik. Gestur tubuh suamiku bergerak seakan takut istrinya diambil orang. "Mas, biasa aja, jangan lengket begitu," bisikku. "Aku punya bukti yang mungkin bisa bantu kalian," tutur Ryan seketika membuat Mas Arlan maju. "Bukti apa?" tanyaku kini agak sedikit maju. Namun, tangan Mas Arlan mencekal lengan ini. "Biar aku aja yang tanya ke Ryan ya," sambung Mas Arlan. Papa dan Om Farhan mungkin bingung, kenapa aku bisa kenal Ryan. Kemudian, orang tuaku mengusulkan untuk bicara serius di kantin rumah sakit. Namun, sebelum kami bergegas, papa bicara pada Pak Juna. "Saya dan keluarga minta maaf kalau sudah mencelakai kakakmu, ini di luar perkiraan kami. Biaya rumah sakit dan lainnya akan saya urus," kata papaku sambil menepuk bahu Pak Juna. Ia m

  • KUBELI KESOMBONGAN IPARKU   Bab 56. Kabar Buruk dan Kabar Baik

    "Apa dugaan kita benar? Ryan pengkhianat?" tanyaku pada papa."Sulit dipahami, kita tidak boleh asal nuduh," celetuk papa."Dia menyukai Nilam, Pah, bisa saja sakit hati lalu memberikan informasi pada Kiara yang berada di penjara," susul Mas Arlan."Kayaknya terlalu cepat ia memberikan kabar itu pada mereka yang masih si sel, setidaknya kita pulang ke rumah Ryan belum sampai ke kantor polisi, lagi pula jam besuk tahanan kan ada aturannya, nggak mungkin malam gini dia besuk," tambah papa lagi.Banyak kemungkinan terjadi tapi tuduhan pada Ryan tidak sesuai dengan logika. "Sudahlah, kita bicarakan besok lagi, masalah kantor sudah cukup rumit, sekarang waktunya istirahat," suruh papa.Kami bergegas ke kamar masing-masing. Aku dan Mas Arlan mandi bergantian, setelah itu kami merebahkan tubuh di atas ranjang.Sudah lama sekali kami tidak membicarakan sesuatu tentang hubungan, misalnya kami tidak pernah membicarakan bagaimana perencanaan untuk program kehamilan. "Kamu nggak ingin punya ana

  • KUBELI KESOMBONGAN IPARKU   Bab 57. Calista Minta Cabut Perkara

    Tidak berselang lama, orang yang memakai mobil tersebut pun turun. Ryan, itu betul Ryan, tapi bersama dengan Rifat. "Tuh, kan, sudahlah, pagi ini kita langsung ke kantor, jangan percaya sama Ryan ya, Sayang, aku khawatir ia sekutu dengan Rifat." Mas Arlan mulai mundur dan putar balik, kami tidak jadi ke sel tahanan sebab ada Ryan dan Rifat di sana. "Iya, ternyata Ryan masih bersama Rifat, meskipun kita belum tahu yang kita lihat itu benar atau tidak, tapi aku nggak mau sampai kecolongan, berhati-hati itu penting," timpalku sambil mengarah ke jalan. Aku juga memberikan informasi ini pada papa yang belum berangkat ke Kalimantan, tentu ia akan resah dengan kabar ini karena orang terdekat kami itu tidak dapat dipercaya. Aku mengusap layar ponsel, bergeser ke arah pesan untuk memberikan informasi ini. [Pah, tadi kulihat Ryan bersama Rifat ke kantor polisi.]Pesan itu tidak langsung dibaca papa. Mungkin sedang sibuk mempersiapkan keberangkatan nanti siang. Sepanjang jalan, aku mempers

  • KUBELI KESOMBONGAN IPARKU   Bab 58. Nyaris Terjawab

    "Berati perjuangan kita sia-sia untuk menjebloskan Kiara dan Dila ke penjara. Itu artinya setelah ini kemungkinan Dila akan semakin nekat, kalau memang Calista benar-benar serius cabut laporan," sambung Om Farhan lagi. Tidak ada yang bisa kami lakukan, sebab laporan ini dibuat atas persetujuan korban kecelakaan, kalau pihak korban ingin menutup kasus dan tidak jadi memperkarakan ini ke persidangan, itu artinya kami tidak perlu lagi bukti bahkan saksi yang sudah berusaha kami simpan. Aku menghela napas, lalu meneguk air putih yang ada di atas meja. Kemudian, mengajak Om Farhan dan Mas Arlan menjenguk Calista. "Kita tidak bisa berbuat apa-apa, tapi setidaknya tahu apa alasan Calista mencabut laporannya," tuturku sambil merapikan tas. "Ya, kita sudah berusaha, dan harus akui bahwa musuh kita itu bukan orang sembarangan. Kiara dan Danang tidak bisa dianggap enteng," kata Om Farhan. "Kalau Mbak Dila sih memang ibarat kerikil, tapi dua orang ini yang sangat membahayakan," tambah Mas Ar

  • KUBELI KESOMBONGAN IPARKU   Bab 59. Satu Minggu Berlalu

    Kakaknya Calista berdiri tepat di sebelah Rifat. Mereka berjejer dan laki-laki yang bernama Hendra itu tersenyum. "Beliau pemilik panti asuhan, dimana saya tinggal selama hilang ingatan, Pak Rifat pula yang membayar utang-utang saya, dan juga orang yang memberikan informasi bahwa Calista sedang berbaring di rumah sakit," terang Mas Hendra. Jadi, kali ini kakaknya Calista punya utang budi terhadap orang yang nyaris mencelakai dia. Aku paham sekarang, ia mengambil keputusan yang sudah benar, walau bagaimana pun ini ungkapan rasa terima kasihnya pada Rifat. "Baiklah, kalau begitu kami pamit," ucap Mas Arlan berkata pada sang kakak. Mas Gerry mengantarkan kami sampai depan pintu, ia bicara pada kami lebih dulu. "Besar kemungkinan setelah ini aku dan Calista akan bekerja dengan Danang, sebelumnya kami minta maaf, tidak ada niat untuk berkhianat, tapi jujur aja aku masih butuh pekerjaan," ucap Mas Gerry seketika membuatku berpikir, ternyata aku menolong orang yang salah. Ia bersekutu de

  • KUBELI KESOMBONGAN IPARKU   Bab 60. Arlan Menghilang

    [Nilam, meeting terbuka itu untuk mempermalukan kamu di hadapan umum, Ryan.]Aku menutup layar ponsel lagi, ternyata dugaanku benar, ini semua direncanakan. Tentu semuanya adalah ulah Kiara, buktinya ia tidak mengundang jajaran staff kantor cabang. "Kita balik ke tempat Mas Arlan aja, Om," ajakku sambil melangkah ke mobil dan ponsel sengaja aku masukan kembali ke dalam tas. Baru saja ingin membuka pintu mobil, suara panggilan dari dalam gedung terdengar. Ia menyerukan memanggil namaku dan Om Farhan. "Sampai dipanggil pakai pengumuman, Om?" tanyaku keheranan. "Berati benar yang dikatakan Ryan dalam pesan barusan, Om," tambahku. "Emang Ryan bicara apa?" tanya Om Farhan yang memang belum aku kasih tahu. "Katanya pertemuan ini untuk mempermalukan aku," timpalku lagi. "Berati kamu ikut mobilku aja," suruh Om Farhan. Aku paham maksudnya. Om Farhan menyuruhku untuk cepat masuk ke dalam mobilnya. Jadi untuk mengelabui satpam, mobilku sengaja ditinggal, sebab Kiara dan Danang tentu tida

Latest chapter

  • KUBELI KESOMBONGAN IPARKU   Bab 87. TAMAT

    "Apa yang diculik itu sekarang masih hidup, Mbok?" tanyaku menyelidik. Ini kesempatan emas untukku mencari tahu, khawatir hal ini ada kaitannya dengan cincin inisial C."Baru saja meninggal tadi, Non. Makanya Mbok ke sini, takut, Mbok punya firasat tidak enak. Ingat kejadian dulu Mama Desti yang telah membunuh mamanya Mas Arlan," ungkap Mbok Nur.Aku pun mendadak berkeringat, ini masalah yang dulu bisa diungkap kembali jika ada sesuatu yang terjadi dan Mama Desti membantunya."Om curiga ini Dila menculik Calista, dan kakaknya, sampai sekarang informasi itu masih simpang siur," ucap Om Farhan.Aku tertunduk, masih merasakan cucuran keringat yang keluar sedikit demi sedikit sebesar biji jagung."Kebenaran akan menang, Om, kejahatan pasti akan kalah," timpal Mas Arlan.***Akikah anak pertamaku telah tiba, acara banyak dikunjungi oleh tamu undangan. Semua sudah datang untuk mendoakan baby AN menjadi anak soleh.Acara dilaksanakan penuh khidmat. Lantunan ayat membuat acara yang netral me

  • KUBELI KESOMBONGAN IPARKU   Bab 86. Secercah Titik Terang

    Aku termenung sejenak, meneliti huruf inisial yang tertera di cincin. Namun, tiba-tiba saja Baby AN nangis, aku langsung menggendongnya, cincin itu digenggam Mas Arlan.Kami semua masuk dan menuju kamarku, pernak pernik bayi sudah terukir di sudut kamar, "Ah senangnya memiliki bayi, seperti punya kehidupan baru lagi," ucapku sambil menghela napas dan menyoroti ruangan.Tangan Mas Arlan berada di bahu, ia menepuk pundak ini pelan, lalu menciumi keningku dan Baby AN."Kesayanganku, kalian ini jantung hatiku," ungkap Mas Arlan.Aku tersenyum sambil menyandarkan kepala di bahunya.Inilah keluarga kecilku, setelah beberapa purnama mengharapkan kehadiran sang buah hati, kini bayi mungil berada di pangkuan kami.Mama keseringan bolak-balik karena tidak bisa mendengar Baby AN nangis, ia langsung buru-buru datang ketika tangisan cucunya memekikkan telinga. Padahal hanya buang air besar, mamaku sudah khawatir padanya."Kalau lihat dia ngejan langsung buru-buru salin dong jangan sampai lecet," s

  • KUBELI KESOMBONGAN IPARKU   Bab 85. Cincin Inisial C

    "Itu dia, Nilam, Om obrolan Om belum selesai tapi Dila udah datang," kata Om Farhan.Papa melirik ke arah adiknya, lalu berpindah ke arahku."Apa kematian Calista sabotase Dila?" tanya papa tiba-tiba curiga."Masa iya kecelakaan kapal bisa salah? Waktu itu kita nggak datang sih ya ke rumah sanak saudara mengucapkan bela sungkawa," timpalku. "Lagian kalau sabotase, sembilan bulan masa iya tidak tercium," tambahku masih tidak percaya."Bukankah mamaku juga meninggal dunia karena sabotase Mama Desti? Dan baru ketahuan setelah puluhan tahun," sambung Mas Arlan.Aku terdiam sejenak, yang dikatakan oleh Mas Arlan ada benarnya, tapi ini juga termasuk buruk sangka, sebab saat Calista dinyatakan meninggal dunia, Mbak Dila itu berada di dalam jeruji besi."Ah sudahlah, tak usah memikirkan yang sudah tidak ada, lagi pula yang namanya bangkai pasti terkuak. Jika ada sabotase dalam kematian Calista dan kakaknya, cepat atau lambat akan terbongkar juga. Sekarang, kalian fokus dengan Baby AN, mau dik

  • KUBELI KESOMBONGAN IPARKU   Bab 84. Baby AN

    "Kamu harus kuat, Nak. Demi Mama," lirih mamaku seraya memohon.Terlintas semua yang kulalui bersama Mas Arlan. Seketika kekuatan muncul dan perut terasa mulas ingin buang air besar."Mah, aku kepingin mengejan," kataku dengan suara pelan. Rasanya tenaga yang tersisa sudah tidak banyak.Mama menoleh ke area bawah, ia terkejut melihat sudah banyak darah yang mengalir dari area vagina. "Nilam, sepertinya kamu sudah pembukaan sembilan, ya sudah dicoba mengejan," suruh mama.Aku berhitung dalam hati lalu mengerang sambil mengejan, dan mama menyuruhku terus dan tambahkan kekuatan. Setelah mengejan ketiga kalinya, tiba-tiba saja seperti ada yang jatuh ke daerah jok mobil. Kemudian, suara bayi menangis pun melengking tinggi."Ya Allah anakmu sudah lahir, Nilam. Bayinya laki-laki," ungkap mama.Aku tersenyum sambil menurunkan bahu. Ada tangis mengiringi, akhirnya aku kuat mengeluarkan bayi di dalam mobil sendirian, hanya di bantu mama."Mah tapi aku masih mulas," kataku sambil menjerit kembal

  • KUBELI KESOMBONGAN IPARKU   Bab 83. Sembilan Bulan Berlalu

    Aku sudah kongkalikong saat melakukan pembayaran. Tadinya hanya minta tolong periksa, tapi kata Mas Arlan, sekalian kalau ada yang janggal bikin bagaimana caranya mengetahui bahwa Tante Sita ini berbohong. Jadi, ketika keluar ruangan aku pun melakukan sandiwara seperti Tante Sita. "Sekarang sudah jelas, Tante yang mengurung Om Farhan dua hari ini, kan?" cecarku sengaja. "Jangan sembarangan nuduh kamu, Nilam!" sanggah Tante Sita. "Aku nggak sembarangan, tentu disertai bukti. Dokter Lutfi adalah temanku, ia bilang obat bius itu takkan mungkin digunakan sendiri oleh Om Farhan, itu artinya ada orang yang masuk sebelum Tante Sita," terangku. "Tapi bukan Tante.""Lalu siapa wanita yang dia hari ini bolak balik ke sini? Sudahlah jangan bohong!" Aku bukan sembarangan menuduh tapi sudah bilang pada petugas hotel untuk mengirim rekaman CCTV-nya ke nomorku. "Jadi kamu?" Tante Sita mulai sadar. "Ya, tadi petugasnya aku bisikan sesuatu, aku minta dikirim rekaman CCTV saat Om Farhan datang,

  • KUBELI KESOMBONGAN IPARKU   Bab 82. Farhan Ditemukan

    "Kita ikutin aja, apa jangan-jangan Om Farhan dibius atau disekap?" Mas Arlan curiga dan langsung membuka sabuk pengamannya. Aku pun ikut membuka sabuk dan turun membuntuti Tante Sita. Kami berjalan dengan sembunyi-sembunyi, bersama dengan iringan langkah Tante Sita. Namun, kami kesulitan saat ia masuk lift. Tidak mungkin juga kami ikut masuk ke dalamnya. Akhirnya aku dan Mas Arlan membiarkan Tante Sita naik duluan. "Aku yakin dia ke apartemen Om Farhan, dan dua hari ini Tante Sita bersama dengannya," ucap Mas Arlan seakan menuduh bahwa Tante Sita yang menyembunyikan Om Farhan. "Aku sempat ketemu dengannya kemarin, Mas. Apa dia sengaja?" Aku jadi ikut curiga, sebab ia memohon untuk merayu Om Farhan. "Kalau gitu kita harus cepat ke kamarnya, kalau nggak nanti Tante Sita akan berbuat nekat, atau bahkan bisa memindahkannya," tutur suamiku. Kemudian lift kembali terbuka, kami segera menuju apartemen milik Om Farhan. Langkah kaki kami begitu cepat hingga mereka yang melihat pun menyo

  • KUBELI KESOMBONGAN IPARKU   Bab 81. Dila Menang

    "Gimana hasil sidang, Mas?" tanyaku padanya. "Mengecewakan, Dek. Aku bingung cerita di sini, nanti aja di rumah sakit ya," terang Mas Arlan.Aku terdiam, mengecewakan dalam arti bukan bebas kan? Kalau bebas aku sangat menyayangkan, ini semua gara-gara Mas Gerry dan Mama Desti. Mereka tidak tahu terima kasih, sudah diberikan kesempatan dan tidak dilaporkan masalah pembunuhan mamanya Mas Arlan, kini malah menikam. "Kalau misalnya mereka menantang, kamu buka kembali kasus mamamu dulu, Mas. Ini cara satu-satunya memenangkan," jawabku. Mas Arlan terdiam sejenak, tapi sambungan telepon masih tersambung. "Kamu nggak capek, Dek ngurusin seperti ini?" tanyaku Mas Arlan padaku. "Aku geregetan aja, Mas," jawabku. "Ya sudah, aku pulang ke rumah sakit ya, nanti cerita di sana," ungkap Mas Arlan. Lalu telepon pun terputus setelah kami saling mengucapkan salam. Aku meletakkan ponsel dengan wajah merengut. Papa sontak memberikan saran untuk melihat sosial media. Pasti ada pemberitaannya, karen

  • KUBELI KESOMBONGAN IPARKU   Bab 80. Ketika Sang Papa Sakit

    Aku tak bisa berkata apa-apa lagi ketika orang yang berada di belakangku selama ini kini dikabarkan sakit. Telepon pun sengaja aku putus setelah mengetahui papaku dirawat di rumah sakit. Mas Arlan pun langsung mengantarkan aku tanpa berpikir panjang. Semua jadwal meeting untuk siang ini ditunda. "Setelah antar aku ke rumah sakit, kamu balik aja ke kantor, Mas," suruhku."Nggak, aku juga ingin nunggu Papa," jawab Mas Arlan. "Tapi, Mas, jadwal meeting sudah dibuat masa dipending ulang, reschedule lagi gitu?" tanyaku balik. "Mertuaku adalah orang tuaku, Sayang," jawab Mas Arlan. "Kamu tahu kan aku sudah nggak punya orang tua? Jadi hanya mertua yang kupunya," kata Mas Arlan. Aku tak bisa berkata apa-apa, memang kesehatan lebih penting dari segalanya, dan keluarga adalah paling utama. Namun, entah kenapa Mas Gerry dan Mbak Dila tidak melakukan hal itu. Apa karena mereka saudara tiri? Mama Desti pun sama, mereka mudah terpengaruhi. "Kadang aku heran, Mas, kenapa kamu jauh berbeda deng

  • KUBELI KESOMBONGAN IPARKU   Bab 79. Kekacauan

    "Aduh mimpi apa aku semalam, dapat telepon dari kamu, Mbak. Calon narapidana," ejekku melalui sambungan telepon. Mas Arlan menoleh sambil memegang setir, matanya ikut menyorotiku. "Hari ini sidang ketiga, yang kemungkinan di akhir sidang nanti akan dibacakan vonis, kamu siapin mental ya, mental kalah," kata Mbak Dila sambil terkekeh. "Tapi tetap dihukum, kan? Menghirup udara melalui sel tahanan," jawabku. "Setelah keluar dari sini, kita akan bertemu lagi. Ingat Nilam, kita masih ada urusan!" ancam Mbak Dila. Kemudian, telepon pun terputus. Aku menghela napas, sambil meletakkan ponsel kembali ke atas dashboard mobil. "Kembali seperti awal lagi, Mas. Mbak Dila balik dengan Mas Gerry, Mama dan Hesti kini berpihak padanya juga." Aku mengeluh sambil mengusap pelipis. "Maafkan aku ya, Dek. Kalau saja semalam kita tolongin Mama, mungkin nggak akan seperti ini," ucap Mas Arlan. Namun aku hanya menepuk pundak sebelah kirinya. "Kita jadi tahu, Mas, itu artinya Mama dan Hesti tidak tulus

DMCA.com Protection Status