KUBELI KESOMBONGAN GUNDIK SUAMIKU80. Ajakan bertemu (Bagian A)"Kamu ini pandai sekali lah dalam membuat Ibu penasaran!" ujar Ibu dengan wajah tak sabaran."Sebentar, Bu. Ini juga sedang Keysa baca!" timpalku seraya membuka pesan yang dikirimkan oleh nomor terduga Risa.Pesan pertama yang terletak di paling atas, dikirim sekitar dini hari. Pukul tiga pagi. Wah, rupanya dia masih terjaga di saat aku sudah berkecimpung dengan mimpi indah.[Mas, aku serius. Aku tak pernah main-main. Bukankah dari awal aku selalu mengatakan bahwa aku mencintaimu? Kenapa kamu berubah saat kembali pulang? Ada apa denganmu? Apa istrimu yang super sibuk dan merasa paling sempurna itu sudah bisa mengalihkan perhatianmu dariku, Mas? Tolong, jawab, Mas! Aku tahu kalau kamu masih terjaga saat ini. Tolong balas!]Begitu lantang dan jelas aku membaca pesan pertama dari nomor asing tersebut. Aku menghela napas sejenak, kemudian melirik Ibu yang sedang menatapku dengan wajah tak karuan."Kurang ajar sekali dia, ngga
81. Ajakan bertemu (Bagian B)Aku tercengang, membaca pesan terakhir dari Risa. Seniat itukah? Maksud aku, apa dia sebegitu terobsesinya kah dengan suamiku? Hingga rela menurunkan harga dirinya sedemikian rupa, hanya untuk mengambil perhatian dari suamiku? Oh, ya, hampir saja aku lupa.Tentu saja dia tak tahu malu, bukankah dia sudah tak mempunyai harga diri lagi? Sungguh, wanita sepertinya tak layak disebut sebagai manusia. Aku geram dibuatnya. Ku lirik Ibu yang berada tak jauh dariku, aku hanya ingin tahu bagaimana reaksinya saat mendengar aku membacakan pesan dari Risa. Apa kira-kira yang akan direncanakan oleh Ibu selanjutnya?"Apa? Dia bilang apa? Keysa, kamu yakin dia mengirimi pesan seperti itu pada ponsel Rengga? Kamu nggak salah baca kamu, Key?" tanya Ibu dengan mata membeliak lebar. Sepertinya dia ingin memastikan, bahwa semua yang aku ucapkan berasal dari pesan-pesan singkat yang sudah dikirimkan oleh nomor asing tersebut."Iya, Bu. Demi apapun, Keysa membaca sesuai denga
82. Ajakan bertemu (Bagian C)Aku hanya diam, tidak. Aku merasa tidak terima karena pesan-pesan itu terus terngiang di kepalaku. Aku pun bingung. Apa lagi rencana yang harus kulakukan?"Kita nggak punya pilihan lain, Bu. Aku rasa, kita harus memancing Risa dengan mengaku sebagai Mas Rengga. Kita harus membalas pesan singkatnya, berpura-pura membalas sebagai Mas Rengga, dengan begitu sedikit banyak kita akan tahu, apa saja yang sudah terjadi di antara mereka. Atau mungkin, lebih singkatnya. Kita bisa menyuruhnya datang ke sini? Sama, dengan dalih Mas Rengga juga, kita akan bilang bahwa ingin memperkenalkan nya pada Ibu dan juga aku, bukankah itu yang dia harapkan? Sebuah pengakuan? Kita akan memancingnya seakan-akan Mas Rengga mau menuruti semua permintaannya dalam pesan singkat tersebut. Ibu setuju kan?" tanyaku dengan penuh harap. Sungguh, aku berharap sekali Ibu akan menyetujui saranku."Tidak, sampai kapan pun aku tidak akan pernah merelakan wanita jahanam itu menginjakkan kaki di
KUBELI KESOMBONGAN GUNDIK SUAMIKU83. Bertemu dengan Mas Alif (Bagian A)Aku baru saja berjalan sejauh 7 kilometer, tapi tiba-tiba, mobilku terasa berat sekali dan susah untuk dikendarai. Aku bergegas menepikan ke kiri dan mulai turun dari mobil untuk sekedar memeriksanya. Ah, sialnya lagi karena roda belakang bagian kiri mobilku rupanya kempes. Aku menengok ke kanan dan ke kiri, lalu lintas pagi ini cukup padat. Karena memang bertepatan sekali dengan lalu-lalang orang berangkat bekerja, sekolah, atau mungkin kuliah. Aku sempat panik, karena bingung hendak meminta tolong pada siapa. Mana mungkin aku menelepon Mas Rengga dalam keadaan dia sakit seperti itu? Apalagi, ini posisi yang cukup genting. Aku memutuskan untuk menelpon call center, alias jasa layanan khusus yang disediakan oleh pemerintah kota untuk mengatasi kendala dan aduan apapun dari warganya. Aku segera mengadukan semua kendalaku, serta alamat dan ancer-ancer tempatku berdiri saat ini. Dari sahutan wanita di telepon tad
84. Bertemu dengan Mas Alif (Bagian B)"Cha, Cha. Selalu saja kamu seperti itu. Terlalu keras kepala dan ya, masih saja berusaha untuk mandiri. Nggak berubah banyak! Udah, biar aku antar saja nanti. Nggak papa, aku masih punya banyak waktu luang sebelum ke Rumah Sakit!" kata Mas Alif dengan senyum ramah.Aku menimbang-nimbang, apakah sebaiknya aku mengiyakan saja tawarannya?Asyik memikirkan jawaban, tiba-tiba saja tim petugas yang ku mintai bantuan pun sudah datang. Mereka segera membantuku, meminta nomor telepon, alamat dan juga kartu identitas lainnya. Setelahnya, mereka juga menawarkan, apa aku ikut dengan mereka, atau mereka yang akan mengantarkan mobilku nanti ke rumah setelah selesai? Ah, inilah bangganya aku tinggal di kota ini. Semuanya terasa mudah dan diperlakukan istimewa dengan pelayanan pusat yang ada."Cha, gimana? Mending aku antar lah daripada kamu naik mobil box dengan plat merah begitu?" tunjuk Mas Alif pada kendaraan roda empat yang terparkir tak jauh dari pandang
85. Bertemu dengan Mas Alif (Bagian C)"Nggak kok, Mas. Aku nggak papa, hanya biasalah, terkait pekerjaan menjadi dosen!" Aku hanya menyahuti dengan datar, terpaksa aku harus berbohong lagi. Aku tidak terbiasa membagi keluh kesah dan juga beban hidupku kepada orang lain, sekalipun aku pernah mengenal orang itu dengan baik dan dalam kurasi yang tak sebentar pula. Aku lebih menjaga privasi ku sendiri tentunya. Mengumbar masalah pribadi, apalagi keluarga dan percekcokan dengan suami, sama sekali bukan prinsip ku."Oh, oke, baiklah. Ini aku cari jalan putar ya, memang sedikit lebih jauh daripada jalan utama. Tapi, aku yakin, di jam-jam seperti ini pasti akan macet, apalagi di tengah kota nanti, jantungnya jalan. Pasti akan memakan waktu lebih lambat jika kita tetap memaksa lewat sana. Katanya kamu nggak mau temanmu menunggu lama. Jadi, aku harus membawamu lewat jalan pintas!" ujar Mas Alif menjelaskan. Padahal, saking seriusnya aku melamun, aku sampai tak memperhatikan jalanan sama seka
KUBELI KESOMBONGAN GUNDIK SUAMIKU86. Memberi Risa Pelajaran (Bagian A)"Kamu? Ngapain kamu ke sini? Kamu sengaja membuntutiku? Atau mungkin memata-mataiku?" tanya Risa dengan tingkat percaya diri yang tinggi.Dia membalikkan tubuhnya, menatapku dengan sengit. Tak lupa juga dia memperhatikan penampilanku dari atas ke bawah. Lalu tersenyum sinis. Wajahnya melengos seketika."Kamu nggak nawarin aku duduk gitu?" tanyaku dengan santai, aku masih menyilangkan kedua tangan di depan dada. Dia hanya menghela nafas panjang lalu menjawab perkataanku dengan sengit."Ngapain aku menyuruhmu duduk? Kamu kan tamu tak diundang! Aku harap, pertemuan kali ini hanya sebuah kebetulan!" ujarnya seraya mengibaskan rambut panjangnya ke belakang."Oh, gitu? Tumben, nih, nggak ada dayang-dayang? Tuan putri hari ini sendirian?" tanyaku sembari mengedarkan pandangan ke penjuru arah. Risa memang datang sendiri, eh, nggak tahu lagi jika dayang-dayangnya sengaja memantau dari kejauhan. Mengingat, wanita di depank
87. Memberi Risa Pelajaran (Bagian B)"Seharus–""Tunggu, aku belum selesai bicara!" potong Risa dengan cepat. Dia semakin memajukan tubuhnya ke arahku. Sehingga tatapan kami kini semakin terasa lebih intens."Jadi gini, ya, aku akan jelasin sama kamu. Kenapa kamu terus-terusan bertahan dengan lelaki yang mempunyai selingan? Dan asal kamu tahu, nggak cuma hatinya saja yang sudah dia bagi! Tapi, pikiran, tenaga, hati, bahkan urusan ranjang sekalipun. Aku rasa dia memberikannya dengan adil untuk kita, sama jumlahnya antara yang satu dengan yang lain! Aku yang nggak habis pikir, kok bisa gitu, loh, kamu masih aja mempertahankan, padahal suamimu saja sudah sebegitunya mengkhianati kamu! Kalau aku jadi kamu, wah, sudah lama loh, aku akan meminta cerai, menggugat dan hidup sendiri dengan lebih bahagia! Daripada harga diri harus terinjak karena diperlakukan seperti itu oleh suami sendiri! Dan satu lagi, ya, Mbak Keysa yang terhormat! For your information, awalnya juga dia yang lebih dulu men
"Jangan berbelit, sebaiknya katakan saja semuanya! Apa saja yang ingin kamu sampaikan, maka sampaikanlah! Aku udah nggak peduli lagi kok. Andai saja proses perceraian dengan abdi negara mudah untuk dilakukan, tentu saja aku sudah melakukannya sejak lama!" tantang Keysa tanpa gentar. "A-apa? Nggak! Keysa, kamu nggak boleh bilang seperti itu, karena kita nggak akan pernah pisah, kita nggak akan pernah cerai, aku bersumpah!" ujar Rengga sungguh-sungguh. Hal itu tentu saja membuat Risa semakin marah, wajah wanita dengan dress berwarna peach itu pun memerah. Tangannya mengepal dengan kuat. "Bagaimana jika kesepakatan yang pernah kau berikan padaku, akan ku sanggupi secepatnya? Bagaimana jika tawaran yang pernah kau ucapkan padaku, sanggup untuk aku penuhi sekarang juga? Apa kau akan tetap bersedia memberikan Mas Rengga untukku? Aku tahu kau seorang wanita cerdas, berpendidikan tinggi dan mempunyai popularitas yang cukup diagungkan di seluruh sosial media. Jadi, aku harap semua tantanganm
Bab 48 ENDINGPov Author"Alhamdulillah, akhirnya konferensi pers berjalan dengan lancar. Kita nggak harus buka aib ataupun masalah baru lagi. Beruntungnya juga mereka percaya kalau kejadian waktu itu di Restoran memang diperlukan untuk adegan syuting suatu serial nanti. Padahal, nggak tahu juga itu serial akan tayang kapan dan dimana juga, ya, Mas?" Keysa menghela napas lega. Dia beberapa kali mengusap dadanya dengan lembut. Keduanya saat ini sedang berada di gedung, tepatnya di belakang ruangan yang digunakan untuk jumpa pers tadi."Iya, Sayang. Alhamdulillah! Aku nggak nyangka juga, tanpa briefing pun Keysa bisa dan tahu kapan dia harus buka suara atau tidaknya. Tapi, aku butuh angin segar ini, Sayang. Tadi di dalam udah berasa sidang KPK. Bikin grogi banget, aku sampai mau napas aja susah, loh!" tanggap Rengga kini memandang ke wajah istrinya."Halo, apa kabar kalian? Gimana-gimana acaranya tadi? Lancar kan? Harusnya kalian sih, berterima kasih denganku, ya! Sebab, bibirku yang se
122. Rencana Keysa (Bagian C)Sontak, aku menoleh, ternyata dia tak benar-benar menutup pintu kamar mandi hanya karena ingin melihat aksiku di belakangnya. Ah, suamiku memang unik!"Udah, deh, Mas, jangan bercanda terus! Ayo, buruan! Nggak enak kalau kita nanti terlambat," kataku yang akhirnya memilih untuk tak menggubris candaannya lagi."Key, kamu cantik deh, serius!" ujar Mas Rengga saat aku mulai mengenakan pakaian. Kemeja modern berwarna peach, dipadu dengan celana kulot putih susu. Senada pula dengan hem berwarna peach dan celana kain berwarna putih yang akan dipakai oleh Mas Rengga nanti. "Serius, kita pakai baju couple yang itu, Key? Itu kan warnanya peach gitu. Masak iya aku pakai pink sih, Key?" tanya Mas Rengga masih setia di balik pintu kamar mandi. Dengan melongokkan setengah kepalanya, dia menggeleng seakan keberatan dengan outfit yang kupilih saat ini."Nggak papa, ini bagus banget tahu Mas! Ini kan peach, bukan pink! Siapa pula yang mencetuskan pertama kali, bahwa le
121. Rencana Keysa (Bagian B)"Iya, siap! Aku mengerti, Key, aku paham dengan semua rencana ini. Semoga berhasil, lebih cepat lebih baik, Key! Terima kasih banyak, kamu selalu menolong dan membantu ku hingga begini!" kata Mas Rengga seraya memelukku."Udah, ya, pelukannya!" ujarku berusaha untuk menghindar. Aku hanya menyunggingkan seulas senyum tipis padanya. "Yuk, kita bersiap berangkat! Aku akan mengatakan padanya bahwa kita sudah siap berangkat sebentar lagi. Aku akan menunjukkan padanya, di hadapan media dan semua orang yang sudah hadir untuk menonton, aku akan memamerkan ke seluruh dunia, siapa pemilik mu yang sebenarnya!" seruku dengan mata yang berbinar. Mas Rengga mengangguk antusias. Sementara aku, langsung saja mandi dan bersiap."Key, plakat dan id card serta surat ini sementara akan ku letakkan di dalam brankas kita saja, ya? Boleh?" tanya Mas Rengga sebelum aku benar-benar beranjak dari tempat."Oke, terserah! Letakkan di tempat paling aman yang kamu rasa bisa dijadika
KUBELI KESOMBONGAN GUNDIK SUAMIKU122. Rencana Keysa (Bagian A)"Ini maksudnya apa, sih, Mas? Kan hanya sebuah id card, terus ini apa? Plakat? Maksudnya apa, sih? Aku bingung deh," tanyaku seraya mengerutkan kening. Mas Rengga hanya menggertakkan giginya, hingga bunyi gemeretak terdengar jelas di telinga."Ini id card, hanya 'pemain' ulung yang bisa mendapatkannya. Untuk mendapatkan id card ini, tidak semua orang bisa mencapainya, Key. Apa, ya, aku susah sekali mau jelasin sama kamu. Intinya, ini bisa disebut sebagai penghargaan, Key. Dalam permainan slot judi online, akan ada plakat dan id card yang dikirim, biasanya ditujukan untuk 'pemain' setia yang sudah mencapai level, serta syarat dan ketentuan dari mereka. Ini yang paling tertinggi, ini juga seharusnya rahasia. Jangan sampai ada orang yang tahu, aku punya ini, Key! Ini bisa dijadikan bukti kuat bahwa aku terjebak dalam permainan judi online secara sadar! Kenapa bisa Risa yang memperolehnya? Apa dia yang sudah mengirimkan plaka
121. Paket Misterius (Bagian C)Rupanya, wanita yang berusaha untuk menggeser posisiku adalah lawan yang cukup tangguh dan juga kuat."Iya, aku tidak sedetail itu, Key. Waktu Yono dan rekan lain memperkenalkan kami, aku juga tidak paham dia siapa. Apa pekerjaannya dan juga statusnya. Aku baru tahu setelah lumayan dekat. Barulah aku mengerti bahwa dia seorang selebgram yang sering diundang sebagai inspirator wanita muda. Cukup menarik!" ujar Mas Rengga."Apanya yang menarik?" tanyaku dengan mata membulat."Eh, nggak! Profilnya, menarik! Iya, hanya itu. Karena wanita bisa mendapatkan kekayaan seperti pengusaha yang sudah bergelut menjalankan bisnis selama puluhan tahun. Tapi, Risa? Hanya dalam hitungan jari saja tahunnya, sudah bisa mendapatkan banyak properti. Banyak investor berlomba-lomba ingin bekerja sama dengannya. Mungkin saja dia pintar berbisnis. Sehingga membuahkan hasil besar!" kata Mas Rengga. Dia menopang dagu nya kembali.Kali ini pandangannya lurus ke arah depan."Halah,
120. Paket Misterius (Bagian B)Pantas sedari tadi dia hanya menunduk, tidak berani menatap kedua bola mataku. Rupanya, Mas Rengga sedang menangis. Bahkan, air matanya ada yang menetes mengenai tanganku."Mas, kamu menangis?" tanyaku seraya mencoba untuk mengangkat dagunya secara perlahan."Keysa, ih. Nggak, ini aku cuma kelilipan," jawabnya dengan nada tegas. Aku tertawa. Rupanya, hanya dengan melihat Mas Rengga seperti itu saja sudah sanggup membuatku tersenyum."Ngapain menangis? Sudah lah, Mas. Santai aja. Kita jalani saja dulu. Yang pasti tugas pertama kita sekarang, mencari tahu keinginan Risa dan apa tujuannya melakukan ini semua. Lalu, kita tinggal mencari tahu siapa dalang di balik surat kaleng yang ditujukan untuk Romo." Aku hanya menenangkan dia apa adanya. Bukannya aku tidak luluh, hanya saja aku malas jika harus berdrama tangis menangis di tempat umum seperti ini. Bisa jadi jika ada yang mem videonya, kami pasti bakal viral lagi. Dan aku nggak mau menambah masalah lagi!
KUBELI KESOMBONGAN GUNDIK SUAMIKU119. Paket Misterius (Bagian A)"Ini, Mas!" Mataku masih menatap layar ponsel milik Mas Rengga. Namun sayang, panggilan yang terdengar dari speaker mau tak mau harus merubah kedua ponsel ini menjadi mode pesawat. Namun, Mas Rengga selalu saja menyarankan untuk menonaktifkan nya saja. Entahlah, apa alasannya. "Jangan lupa untuk mematikan ponselnya, Key!" ujar Mas Rengga. Sepertinya dia melihat saat aku hanya mengubah sinyal ponsel menjadi mode pesawat. "Ini udah sama aja kali, Mas!" sahutku seraya mengacungkan dua ponsel ke arahnya dalam posisi mode pesawat."Jangan, Key! Lebih baik nonaktifkan saja! Sini!" pinta Mas Rengga mengulurkan tangannya padaku. "Iya, iya! Biar aku saja yang menggantinya," balasku sembari menekan tombol power hingga kedua ponsel dalam tanganku menggelap, dan kemudian mati."Sudah!" Aku mengangguk lalu memasukkannya ke dalam tas pinggang yang dipakai oleh Mas Rengga."Apa Risa mengirimkan pesan lagi padamu?" tanya Mas Rengg
118. Mungkinkah? (Bagian D)"Terserah. Kita pastikan saja nanti, Mas. Aku juga pusing. Masalah kita belum juga selesai, sekarang harus ditambah lagi masalah surat kaleng yang dikirim pada Romo. Setelah kamu bercerita padaku semuanya, setelah itu juga keluargamu akan tahu, Mas. Terutama Romo dan juga Ibu. Mari kita sebaiknya memikirkan bagaimana cara menyelamatkan nama baik keluarga terlebih dahulu!" ujarku penuh penekanan.Mas Rengga menatapku penasaran, dia seolah ingin tahu, apa maksud dari ucapanku."Maksud kamu bagaimana? Apa hubungannya surat kaleng Romo dengan masalah yang kita hadapi saat ini, Keysa? Kamu jangan membuatku semakin bingung dan merasa tak karuan seperti ini!" kata Mas Rengga dengan tegas. Dia berkali-kali terdengar menghembuskan napas kasar. Dadanya naik turun dengan cepat."Kamu belum tahu kan apa isi surat kaleng itu?" tanyaku padanya."Apa memangnya?" tanya Mas Rengga malah menatapku dengan intens."Di dalam surat kaleng itu mengatakan bahwa kamu terlibat besar