Bab 82Keras kepala"Adi tidak akan menceraikan Siska, apalagi meninggalkannya?""Jika kamu membawa wanita itu kembali, kamu bukan anakku lagi!" Bak disambar petir. Suara menggelegar itu membuatku terkejut. Mendengar sesuatu hal yang membuat aku bergidik ngeri."Pak, sabar. Eling, jangan Seperti ini!"(Eling = ingat)"Sabar, Pak." Nanda ikut menenangkan Bapak. Dia terlihat sangat marah kepada Adi. "Pak, beri Siska kesempatan. Adi yakin dia akan berubah!" Adi memohon meminta kesempatan pada bapak.Aku berjalan mendekati Adi, memegang bahu kanan dan juga kiri anak lelakiku itu. Memberikan penjelasan dan memintanya tak lagi membahas Siska untuk saat ini.Takutnya suamiku akan kambuh sakitnya.Adi mulai bisa mengontrol emosinya. Tadi emosinya masih meluap-luap hingga nafasnya terlihat tersengal-sengal.POV NandaSiska adalah sosok ipar yang menurutku sangat mengerikan. Dikala dia masih ada di sini. Banyak hal yang terjadi, dia wanita yang cukup berani. Apalagi dengan kedua mertuanya yang
Bab 83Ditagih hutang"Bayar hutang dulu! Sini kamu?" Tangan nya yang lentik melambai ke arahku."Hutang? Aku merasa tidak pernah memiliki hutang, apalagi dengan anda!" Aku jawab dengan tenang. Memang nyatanya aku sudah tidak memiliki hutang. Mengambil pinjaman di bank dengan menggadai motor ketika ingin membangun rumah dulu. Alhamdulilah, sudah lunas. Sudah tidak ada lagi hal yang mengganggu pikiran."Ni, surat pernyataan kalau kamu pinjam uang sama saya!" Map berwarna biru dilempar ke arahku. Padahal aku sudah berniat mengambilnya dengan sopan. Surat itu mengatakan bahwa hutang itu atas nama Siska, tapi jika ada sesuatu hal lain dan Siska tidak bisa membayarnya hutang ini akan dibayar oleh Nanda. Itu yang tertulis di selembar kertas. Yang sudah ditandatangani diatas materai."Ini bukan tanda tangan saya!" Aku mengelak. Tapi memang sungguh kenyataannya nya kalau aku tidak pernah menandatangani kertas yang aneh-aneh. Apalagi jika menyangkut hutang piutang, aku akan meminta izin dulu
Bab 84PelakorKututup telpon kemudian aku tangkupkan kedua tangan ke dada. Rasanya tak percaya akan bisa sampai di titik ini."Kenapa, Dek?" tanya Mas Wawan yang menatapku penuh tanya.Adi, Bapak dan juga ibu, juga melempar pandangannya ke arahku."Jasmin, Mas!""Jasmin kenapa?""Dia mau ikut jualin baju aku! Dia mau ngambil foto disini. Mau lihat-lihat baju juga!""Alhamdulillah," ucap syukur bersamaan oleh semua yang ada di situ saat itu.Tidak pernah terbayangkan olehku akan semudah ini menjalankan usaha yang tadinya tak pernah menyangka akan sebesar ini.Kini aku mulai terjun di sosmed, banyak reseller yang ingin bekerja sama. Hingga aku kewalahan dalam hal menyiapkan barang."Mas, aku pulang dulu ya? Menyiapkan apa saja yang akan aku perlihatkan besok!" Aku segera berjalan pulang ke rumah. Disambut dengan pelukan hangat dari Hawa. Anak kecil itu selalu bisa membuatku tersenyum bahagia. Dengan tingkah polosnya itu.Pov Siska"Sayang, kamu punya hutang?" tanya pria tua itu."Iya,
Bab 85PengusiranPOV AUTHOR"Assalamualaikum," Terdengar salam dari luar. Nanda yang hendak mengambil air minum pun ia urungkan. Segera digendong Hawa lalu kemudian dia berjalan menghampiri sumber suara. "Waalaikumsalam, Jasmin." Teriak Nanda lalu merangkul keponakannya. Jasmin sekarang sudah berubah, dia jauh lebih baik dan tidak mengikuti jejak almarhum ibunya, memusuhi Nanda. Jasmin membalas pelukan sepupunya itu. Sembari mencium Hawa yang masih ada dalam gendongan Nanda. "Gimana kabarnya? Sehat?" tanya Nanda melonggarkan pelukannya. "Sehat, alhamdulilah. Mas Wanto sekeluarga juga sehat. Karyawannya pada libur, Mbak?" Jasmin menyapu keseluruhan ruangan hanya ada setumpuk kain dan juga deretan mesin jahit. "Iya, banyak pesenan. Setelah selesai aku kasih libur. Kasihan!" Jasmin dan Nanda terlihat sangat antusias. Kedatangan Jasmin ke Wonogiri tidak lain ingin membantu soal pemasaran baju milik Nanda. Terlihat sekali Jasmin memuji kualitas kain dan juga jahitan milik Nanda. Jasm
Bab 86KebakaranNia langsung mencatat alamat toko tersebut.Nanda dan juga Wawan pun langsung bergegas pergi. Karena stok kain di rumah sudah menipis.Hawa pun ditinggal dirumah, dititipkan kepada sang ibu mertua. Disepanjang jalan Nanda selalu berdoa agar segera dimudahkan dalam urusannya.Kali ini Tuhan sangat mempermudah dan memperlancar jalan raya yang biasanya sedikit macet di jam pulang sekolah.Langsung ditemukannya toko yang dimaksud. Tidak lama Nanda meminta sang karyawan mencarikan kain yang dimaksud. Alhamdulilah, kainnya dalam motif lebih banyak dan lebih murah.Karena toko berada cukup jauh. Dan memakan waktu cukup lama dalam perjalanan, jadi proses pembayaran dan juga pengiriman tidak bisa cepat seperti biasanya. Mungkin besok baru diantar karena tidak akan cukup waktu jika diantar sekarang.Nanda dan Wawan pun kembali ke Wonogiri. Dalam perjalanan mereka sengaja mampir sebentar di rumah makan untuk sekedar mengisi perut dan juga beristirahat sejenak. Tanpa terasa jam
BAB 87Amarah"Siapa, Mas?" tanya Nanda kembali dengan penuh penekanan.Wanita yang berjuang mati-matian demi rumah dan juga usahanya itu kini berselimut amarah dan juga dendam. Dia tidak akan membiarkan orang yang sudah membakar rumahnya itu bebas begitu saja.Suami dan juga Bapak mertuanya menatap langit-langit yang sudah tak tertutup lagi. Berfikir keras. Dalam hati bertanya, siapa yang ada dibalik semua ini?"Siska! Pasti siska, dia kan orang yang iri dan juga tidak suka denganku!" Tebak Nanda yang membuat semua orang terkejut. Selama ini Nanda tidak pernah suka berburuk sangka pada orang lain. Tapi tidak kali ini, mungkin sisa kesabarannya juga sudah terbakar bersama rumah dan juga usahanya."Jangan gitu lah, Dek. Gak baik, nanti kalau gak benar jadinya fitnah!""Siapa lagi, Mas?""Benar suamimu, Nan. Kamu harus lebih berhati-hati lagi. Takutnya kalau Siska tidak terbukti bersalah kamu bisa dijerat pasal pencemaran nama baik. Itu yang biasa bapak dengar di tipi-tipi." ucap Bapak
BAB 88Menerka-nerkaSebenarnya jika uang itu sudah berkurang tak masalah bagi Nanda. Tapi ternyata tidak hanya berkurang tapi juga tandas tak tersisa."Hutang yang mana lagi, Bu?" tanya Nanda pelan penuh kehati-hatian. Ada rasa tak nyaman menanyakan hal yang dianggapnya bukan ranahnya. Tapi bagaimanapun itu uang bernilai sangat banyak. Yang awalnya Nanda pikir jika dibelikan sapi atau kambing semua bisa mendapatkan hasilnya.Semua orang terdiam tak ada yang bisa menjelaskan. Tapi Nanda dan juga Wawan hanya bisa menghela nafas dengan berat. Harus kemana dan bagaimana agar bisa kembali berdiri. Belum lagi orderan dari pak lurah yang sebentar lagi harus sudah selesai. Uang pun sudah ditangan tapi barang belum ada yang selesai.Nanda dan suami harus extra tenaga dan pikiran memulai usaha lagi dari awal.Wawan kemudian pergi meninggalkan mereka yang masih berada di teras depan.Pergi melihat rumah dan sesekali membersihkan puing-puingnya."Mas, Sudah sore. Kita istirahat, besok lagi kita
Bab 89Rayuan SiskaAdi seperti biasa terlihat sibuk menyiapkan segala macam keperluan kerjanya. Hari ini hari Sabtu, biasanya dia libur. Tapi karena ada sesuatu hal yang harus ia kerjakan di kantor jadi dia harus berangkat. "Pak, saya berangkat kerja dulu. Tapi sepertinya nanti saya terlambat pulang ke rumah.""Ya ,sudah. Hati-hati," Pinta Bapak yang sambil berlalu. Hari ini bapak rencana akan mulai bekerja kembali. Badannya yang sudah mulai enakan dan sudah lebih sehat. Terlalu lama dirumah juga gak bagus. Karena kebutuhan juga semakin banyak. Sekarang Wawan sekeluarga juga tinggal dirumah itu. Harus ada uang lebih untuk berjaga-jaga.Dalam perjalanan ke kantor. Ponsel Adi yang disimpan dalam tas terus saja berdering. Ada telepon masuk. Entah dari siapa?Motor sengaja dihentikan ditepi jalan. Agar bisa tenang menerima telepon. Dan juga lebih aman jika motor dalam keadaan berhenti."Halo," jawab Adi sembari membuka kaca helm nya."Halo, Mas. Kita bisa ketemu gak? Ada yang pengen a
##Bab 98Akhir bahagia"Mas, Siska meninggal dunia. Kemarin di rumah sakit karena sebuah kecelakaan. Karena tidak ada keluarga yang mengurusnya jadi keluarga Adi yang akan mengurusnya. Mas Wanto ke sini kan?" tanya Nanda dengan suara serak. Meski Siska tidak terlalu menyukainya tapi tetap saja dia pernah menjadi bagian dari keluarga itu. Ada rasa kehilangan meski hanya secuil.Lelaki yang ada di seberang telepon itu terdengar gundah. Ada keraguan Ingin mengucapkan sesuatu."Mas Wanto lagi dirumah sakit, Jasmin sakit, Nan. Sudah seminggu ini di rumah sakit. Semua tindakan dan juga tes dijalani. Hari ini akan keluar hasilnya. Seandainya hasilnya bagus. Jasmin akan rawat jalan. Tapi kalau tidak bagus. Kemungkinan dia akan dikirim ke rumah sakit jiwa di kota.""Separah itu, Mas?" Nanda terdengar mengkhawatirkan Jasmin."Kemarin dia berulah. Hampir saja Mas celaka. Tapi Alhamdulillah, ada tetangga yang datang menolong!""Astagfirullahaladzim, tapi kamu gak papa kan, Mas?" "Gak papa! Mas
##Bab 97Rumah sakit JiwaSemua orang yang ada di halaman rumah Nanda secara bersamaan menoleh ke arah mobil tersebut."Kasih?" ucap Partini terkejut melihat Kasih.Kasih berjalan menghampiri mereka. Satu persatu disalami dan saling berpelukan."Ada perlu apa kamu kesini, Nak Kasih?"" Gak ada apa-apa, Bu. Cuma mampir saja.""Ayo masuk!" pinta Partini langsung menggandeng Kasih.Partini meninggalkan Nanda dan juga Siska dihalaman rumah.Mereka saling melempar pandangan. Tatapan Siska kepada Nanda sulit diartikan. Entah apa yang ada dipikiran wanita itu?"Pulanglah, daripada sakit hatimu!" pinta Nanda dengan nada biasa saja."Itukah calon istri Adi?" tanya Siska dengan ekspresi terkejut."Secepat itu Adi akan menikah lagi? Apakah aku tidak ada harga nya sama sekali?""Entahlah, kau pikirkan saja sendiri. Aku tidak ada waktu memikirkan hal itu!" Nanda pergi meninggalkan Siska.Kali ini Siska tak lagi berharga Dimata keluarga Adi. Apalagi Siska pergi dengan meninggalkan luka yang mendala
##Bab 96Permintaan maaf siska"Mas Wawan, sarapan dulu yuk! Udah aku siapkan di meja. Pagi ini aku masak spesial," pinta Nanda dengan nada manja. Wanita beranak satu itu pagi ini terlihat sangat ceria. Rumah yang berantakan abis kebakaran sudah direnovasi olehnya dengan kurun waktu yang lumayan singkat.Begitu banyak keberuntungan berpihak kepadanya. Meski tidak sedikit cobaan juga kerap singgah di hidupnya. Kini tinggal menata hati dan pikiran berfokus pada usahanya."Masak apa, Dek?" tanya Wawan yang menarik kursi plastik perlahan."Ayam goreng sama sup bakso kesukaan Hawa. Sini, Nak. Mangkoknya biar ibu kasih bakso yang banyak! Kamu suka?" Nanda melempar pandangannya ke arah anak semata wayangnya."Iya, Hawa suka. Bu," Hawa memanggil sang ibu yang masih sibuk dengan kegiatannya. Tatapannya kembali ia arahkan kepada Hawa."Apa, Sayang?" tanya Nanda dengan penuh kelembutan."Hawa pengen punya adik. Kayak Tasya, dia sekarang udah punya adik!" pinta Hawa yang membuat Ayahnya tersedak.
##BAB 95Jasmin sakit"Soal Jasmin. Mas bingung mau ngadepi Jasmin bagaimana? Sikapnya sangat berbeda, setiap kali Mas Vidio call. Dia itu baik. Tapi Mas dapet info dari para tetangga. Kalau Jasmin itu sering teriak-teriak sendiri. Kadang juga tertawa sendiri. Suatu hari pernah dia tertawa sambil menyebut nama kamu! Mas gak mau cerita sama kamu, takutnya ganggu kerja kamu!""Jangan-jangan Jasmin depresi, Mas?""Hust, ngawur kamu!""Lha kalau bukan depresi lalu apa? Gila?""Kita gak tau lho, Nan. Kalau nanti salah kan jadi fitnah! Nanti Mas cari tahu dulu. Bagaimana kehidupan Jasmin di kota. Takutnya dia tertekan saat jadi seorang istri, waktu itu!""Iya, Mas.""Ya sudah, kamu hati-hati ya! Jaga anak baik-baik. Salam buat suamimu." "Iya, Mas."Wanto akhirnya menutup sambungan teleponnya. Ada perasaan lega ketika Nanda bisa mengutarakan semua yang ada dihatinya. Dengan kedatangan Mas Wanto ke Klaten. Mungkin akan menemukan jalan keluar untuk masalah Jasmin.Nanda dan Wawan kemudian per
##BAB 94Hutang"Maafkan ibu ya, Sayang! Hawa ayo kita sekolah, Nak." Nanda menguatkan hatinya. Tak sepantasnya dia terkejut hingga tak terkendali. Bukankah selama ini dia mampu melewati? Banyak hal yang sudah dia lalui, dari kehilangan hingga fitnah bertebaran. Jika yang terdekat mencoba menyakiti itu hal yang lumrah. Setelah diingat dulu mereka pernah menggores luka yang sama."Kamu gak papa, Dek?" Wawan mencoba menanyakan kondisi Nanda saat ini."Gak papa, Mas. Sudah biasa. Aku percaya kita bisa melewati masa-masa ini, kita bicarakan nanti setelah mengantar Hawa." Nanda berjalan sembari menggendong tas milik anak semata wayangnya.Wawan menyusulnya ke jalan sembari menyalakan motor.Menghentikan lajunya lalu membiarkan Nanda dan juga Hawa naik perlahan.Dalam perjalanan yang cukup jauh. Tak pernah sepatah katapun Nanda ucapkan. Mereka sibuk dengan pikirannya masing-masing. Hingga akhirnya sampai di sekolah Hawa. Diciumnya tangan mereka dengan takzim oleh Hawa. Di peluk lalu pergi s
##Bab 93Pak lurah"Saya dari toko Mawar, Mbak Nanda!" jawab wanita yang ada di sebrang telepon."Toko mawar? Ada apa lagi? Saya gak ada utang lho," jawab Nanda penuh hati-hati. Sebab dia sudah kehilangan toko langganan itu dan jangan sampai dia meninggalkan nama yang jelek disana."Bukan itu, Bu. Tujuan saya menghubungi anda bahwa bapak ingin bertemu dengan anda, di toko.""Bapak? Pemilik Toko kain itu?" tanya Nanda sambil berpikir sejenak."Iya, Pak Broto namanya." Nanda mengangguk-anggukan kepalanya sembari melihat suaminya yang masih terjaga di sampingnya. Ternyata selingkuhan Siska selama ini Pak Broto namanya. Dalam hati Nanda berbicara. Yang dia tahu hanya seorang kakek tua yang menjadi selingkuhan Siska selama ini. Tidak pernah terlintas dipikirannya untuk sekedar mencari tahu siapa namanya. Karena dia menganggap itu hal yang sangat tidak penting bagi hidupnya.Nanda menutup telepon setelah selesai berbicara. Apa yang membuat Pak Broto ingin bertemu dengan Nanda? Apakah ini
Bab 92Kasih"Kasih?" Adi terkejut melihat mantan berkunjung dengan tiba-tiba. Tanpa memberi tahu terlebih dahulu.Senyumnya masih sama, manis dan juga cantik."Masuk, Tante." Nanda bersikap ramah. Mempersilahkan masuk tanpa melihat jika dia sudah mantan calon ipar.Kasih berjalan mendekat sedikit canggung. Di Salami nya satu persatu semua orang yang ada di ruangan itu.Semuanya kembali duduk ditempat masing-masing. Setelah tadi sempat berdiri ketika Kasih mendekat."Ada perlu apa kamu kesini?" tanya Adi yang mendadak penasaran."Cuma mampir, sudah lama tidak bertemu. Kamu apa kabar? Bapak, ibu sehat? Mbak Nanda dan keluarga sehat?" Kasih memandangi mereka satu persatu. Ada rasa rindu yang terlihat dari sorotan matanya.Entah alasan apa dulu mereka berpisah. Sampai sekarang Adi tidak pernah mengatakan sedikit pun alasannya. Sangat bijaksana dan tidak ingin Kasih meninggalkan nama yang buruk di mata keluarganya."Sehat, Nak. Kami semua alhamdulilah sehat. Tapi ya itu Mbak Nanda lagi da
BAB 91Harapan"Bu, kalau boleh tau nama ibu siapa?" tanya Nanda sampai lupa berkenalan."Saya ibu Siti Maryam. Kalian sendiri siapa? Darimana asalnya? Kok bisa sampai ke rumah ibu bagaimana ceritanya? Maaf, gara-gara tadi sampai saya belum sempat menanyakan tujuan kalian," ucap Bu Siti dengan lembut."Iya, Bu. Gak papa. Saya Nanda, Bu. Ini suami saya. Saya ke sini atas informasi dari Pak Lurah, Pak Adam.""Ow, nak Adam. Iya rumah sepupunya di ujung jalan. Ibu banyak dibantu olehnya."Nanda dan Wawan kemudian menjelaskan perihal kebakaran di rumahnya. Dan juga menjelaskan begitu banyak pesanan yang belum dikerjakan. Sedangkan Bu Siti mempunyai beberapa mesin jahit dan juga alat-alatnya lengkap. Meskipun mesin jahit sudah terlihat tidak baru lagi. Tapi fungsinya masih bagus. Karena dirawat Bu Siti dengan baik.Begitu bahagianya Bu Siti mendengar bahwa Nanda dan juga Wawan berniat meminjam mesin jahit dan juga peralatan lainnya untuk mengerjakan pesanan baju yang terlanjur di terima. B
BAB 90Bu siti"Siapa wanita itu, Pak?"Nanda menerka-nerka siapa wanita yang telah membayar orang untuk membakar rumahnya? Sungguh keterlaluan jika benar itu Siska. Tapi benarkah Siska?Semua karyawan Nanda berpamitan. Karena mereka bilang akan menghadiri acara lain. Padahal mereka sudah merencanakan akan pergi kerumah Nia. Akan membicarakan bagaimana membantu Nanda."Apakah itu Siska?" Nanda kembali bertanya karena sudah tidak sabar lagi mendengar jawaban dari pak lurah."Saya kurang tau, Nan. Yang penting dia seorang wanita. Menggunakan masker dan juga helm berwarna hitam. Dia juga menggunakan kacamata hitam. Ciri-ciri itu yang disampaikan pada saya,"Nanda dan juga Wawan membuang napas dengan kasar. Mereka sudah tidak tau harus bagaimana lagi.Kring …. Kring ...kring.Suara ponsel milik Nanda berbunyi. Dari nomor yang tidak dikenal. Nanda pun tak berniat mengangkatnya. Dia lagi tidak ingin berbicara apapun."Siapa, Nan? Kok gak diangkat?" tanya Ibu mertua yang sedang duduk bersam