Empu Supa memberikan mata tombak itu pada Wirota yang lantas mengamati setiap lekuknya dengan seksama. Mata tombak itu bentuknya seperti daun bambu, dengan bagian pangkalnya melebar, ada hiasan dua buah lubang di tepinya.“Tombak ini aku ciptakan khusus untuk Raja, kau lihat ada dua buah lubang di pangkal tombak yang seperti telinga? Bentuk itu melambangkan pendengaran sang Raja. Seorang pemimpin yang baik, harus bisa menjadi pendengar yang baik bagi rakyatnya agar dia dapat lebih memahami situasi di lingkungan di sekitarnya dan selalu waspada,” ujar Empu Supa.“Mata tombak yang bagus, tinggal melengkapi gagangnya tombaknya saja,” ujar Wirota.Empu Supa mengambil sebuah batang kayu asam dan berkata"Kayu asam ini akan kubuat sebagai gagang tombak, supaya tidak merepotkan aku akan membuatnya pendek saja agar kau mudah membawanya dalam perjalanan."Empu Supa melanjutkan pekerjaannya dan tak lama kemudian sebuah tombak pendek selesai dibuat. Tombak itu tampak biasa- biasa saja, namun ma
“Ha ha ha ha rupanya kau belum mengenal Gerombolan Rampok Alas Tuwo yang sudah malang melintang di Tigangjuru. Tubuh kami kebal dari segala senjata tajam, ilmu kebatinan kami sudah mencapai tingkatan tertinggi, bahkan kami dapat membunuhmu tanpa menyentuhmu!” “Aku tidak takut dengan orang sesakti apapun, tetapi senjata ini bukanlah milikku yang harus kusampaikan kepada anak keturunannya sebagaimana yang dipesankannya sebelum wafat. Jadi aku akan tetap mempertahankannya sampai titik darah penghabisan!” “Baiklah, bersiaplah karena aku akan membunuhmu saat ini juga tanpa menyentuhmu!” Perampok itu mulai memejamkan mata merapalkan mantera sementara Wirota turun dari kudanya lalu membuka kain selubung pembungkus tombak pendeknya. Saat dibuka ujung tombak Wirota sudah bersinar terang, alam semesta seketika hening, tidak ada kicauan burung, derik serangga atau bunyi dedaunan bergemerisik tertiup angin. Tiba-tiba perampok itu membuka matanya, ketika melihat tombak itu matanya melotot keta
Dalam gelapnya malam yang hanya diterangi sinar bulan purnama, Wirota dapat melihat sosok itu lebih jelas. Sosok itu adalah seorang pria, rambutnya panjang terurai dan kusut seperti tidak pernah disisir selama berbulan-bulan, wajahnya hitam kusam karena sudah banyak daki yang menempel dikulitnya, matanya yang besar berwarna kemerahan seperti orang yang kurang tidur. Dilihatnya kaki sosok itu masih menapak tanah yang berarti sosok itu bukanlah hantu atau demit.Tetapi ada satu hal yang membuatnya bergidik ngeri dan hampir muntah adalah di tangan sosok itu ada potongan kepala manusia dengan leher yang masih meneteskan darah segar. Hati Wirota berdesir, dia sudah sering melihat kematian atau kepala manusia yang ditebas di medan perang. Namun kali ini orang itu membunuh bukan untuk membela negara atau mempertahankan diri melainkan untuk kesenangan atau mungkin sebagai persyaratan ilmu hitam.Sepertinya dia orang yang sedang mengamalkan ilmu hitam atau pesugihan yang mensyaratkannya membu
“Saya Wirota, saya hanyalah seorang pengembara yang kebetulan lewat di sini.," jawab Wirota. "Saya adalah Kepala Desa di sini, apakah Ki Sanak sudah mendapatkan tempat untuk menginap?" "Terimakasih Ki Sanak, saat ini saya menginap di rumah Mbah Lepo,” ujar Wirota. Pria di depannya mengerutkan keningnya “Mbah Lepo? Dulu di desa ini memang ada orang yang bernama Lepo, tapi dia sudah lama menghilang. Kami tidak pernah bertemu dengannya lagi.” Wirota tertegun dan sedikit bingung “Lalu siapa kakek tua yang sore itu mempersilahkan saya menginap di rumahnya?” Kepala Desa tampak terkejut bercampur bingung mendengar pernyataan Wirota “Kalau begitu tolong tunjukan di mana rumahnya?” Tiba-tiba seorang pemuda berseru “Hei, lihat sepertinya orang ini bukan Siluman Musang, ternyata selama ini kita telah salah menuduh orang. Siluman Musang bukanlah pembunuh para penduduk desa. Kita seharusnya meminta maaf pada Siluman Musang karena selama ini kita telah menuduhnya membunuh penduduk desa.”
"Buka penutup tombaknya, aku ingin melihat seperti apa wujud tombak dari batu pusaka itu.Wirota membuka selubung penutup ujung tombak. Terlihat mata tombak yang hitam berkikat-kilat. Siluman Musang berjalan menghampiri Wirota, lalu tangannya di sentuhkan ke tombak. Namun mendadak dia menarik kembali tangannya. Energi tombak itu telah menolaknya, Siluman Musang mendadak terjatuh, kaki tangannya terasa lumpuh.“Ki Sanak!” Seru WirotaWirota segera membungkus kembali tombaknya, sementara Siluman Musang terbaring lemas di tanah. Orang-orang desa segera membawa Siluman Musang ke pembaringan batu di pojokan."Tombak ini benar-benar hebat, tidak semua orang bisa mendekati tombak ini. Berhati-hatilah jika tidak cocok orang yang menyentuhnya akan sakit dan lumpuh. Kelak tombak ini akan diperebutkan oleh para raja di Jawa,"kata Siluman Musang.Melihat para penduduk desa itu sudah mulai kelelahan kepala desa memutuskan untuk menginap di tempat itu."Saudara-saudara sekalian, hari sudah mulai ge
“Lalu apa rencana anda selanjutnya?”“Kita akan mencuri pusaka itu dan membawanya kembali ke Gunung Padang. Bertahun-tahun kita telah meninggalkan Gunung Padang, berusaha memburu mereka. Sekarang saatnya Batu Pusaka itu kembali ke pangkuan Sekte Gunung.” kata pemimpin rombongan itu. “Lalu apa yang harus kita lakukan?” Tanya anak buahnya.“Kita akan menjebak mereka ketika mereka keluar dari tempat ini,” kata pemimpin Sekte Gunung.Orang-orang Sekte Gunung mulai bergerak cepat menuruni tebing membuat jebakan di sekitaran gua dan jalan keluar. Sementara Wirota dan rombongan penduduk desa beristirahat setelah seharian bekerja membereskan jenazah orang-orang yang mati dan mengobati orang-orang yang terluka.“Kita terpaksa menginap di sini semalam lagi, besok pagi kita berangkat jika keadaan memungkinkan. Hari sudah malam, kalau kita berangkat sekarang nanti kita akan kemalaman di jalan dan terpaksa menginap di hutan. Lagipula masih ada beberapa orang yang terluka, mereka memerlukan istir
“Lalu apa rencana anda selanjutnya?”“Kita akan mencuri pusaka itu dan membawanya kembali ke Gunung Padang. Bertahun-tahun kita telah meninggalkan Gunung Padang, berusaha memburu mereka. Sekarang saatnya Batu Pusaka itu kembali ke pangkuan Sekte Gunung.” kata pemimpin rombongan itu. “Lalu apa yang harus kita lakukan?” Tanya anak buahnya.“Kita akan menjebak mereka ketika mereka keluar dari tempat ini,” kata pemimpin Sekte Gunung.Orang-orang Sekte Gunung mulai bergerak cepat menuruni tebing membuat jebakan di sekitaran gua dan jalan keluar. Sementara Wirota dan rombongan penduduk desa beristirahat setelah seharian bekerja membereskan jenazah orang-orang yang mati dan mengobati orang-orang yang terluka.“Kita terpaksa menginap di sini semalam lagi, besok pagi kita berangkat jika keadaan memungkinkan. Hari sudah malam, kalau kita berangkat sekarang nanti kita akan kemalaman di jalan dan terpaksa menginap di hutan. Lagipula masih ada beberapa orang yang terluka, mereka memerlukan istir
"Kurasa ada orang atau kelompok yang ingin menjebak kita. Mungkinkah gerombolan perampok yang kemarin itu yang ingin balas dendam?" Tanya Wirota. Siluman Musang berkomentar"Bisa jadi demikian, menurutku tombak pusakamu telah mengundang para pemburu benda mustika yang ingin memiliki tonbak ini. Sekarang kita harus berhati-hati karena musuh yang kau hadapi tidak hanya satu kelompok orang tetapi bisa menjadi banyak orang.""Seorang warga desa yang tengah duduk di samping jenazah lalu bertanya"Lalu bagaimana debgan jenazah teman kita yang mati in?""Jika jita harus.menggali kubur, itu akan memakan waktu lama padahal kita harus segera sampai ke kaki gunung sebelum hari gelap. Menjelang maghrib biasanya kabut akan turun. Jangan sampai kita terjebak kabut di tengah perjalanan, itu akan sangat berbahaya. Bisa-bisa kita tersesat di kampung demit," kata Kepala Desa."Benar, saat ini kita sedang dalan bahaya, kita tidak mungkin mengubur jenazah sekarang karena kita harus segera mencapai desa