"Eheem!" Cassandra kembali berdehem lirih. Dia semakin bingung karena tatapan semua orang di situ tertuju padanya. Sedangkan Emillia tampak tenang sambil memainkan jemarinya di atas kertas bergambar itu."Pappa! Pappa tidak boleh berbicara dengan setan! Kasihan Mamma selalu nangis!" celetuk Emillia polos."Ehem!" Giliran Andrian yang berdehem. Dia sama sekali tidak tahu apa yang sedang dibicarakan oleh putrinya. Andrian lantas melirik kertas di hadapan Emillia yang hampir penuh coretan warna-warni."Emilia, waktunya makan! Kamu mau makan apa? Pokoknya harus makan, kalau tidak, Mamma tidak akan memberimu crayon baru!" Cassandra meminta izin mengambil kertas dari hadapan sang putri.Sepasang mata polos Emillia menatapnya sejenak, lalu beralih pada Andrian seolah meminta persetujuan. Andrian langsung mengangguk menyetujui ucapan sang istri. Meskipun sedikit cemberut, Emillia pun menurut.Cassandra beralih menyodorkan buku menu, menawari beberapa hidangan yang sesuai dengan selera anak-
Marta buru-buru memalingkan pandangan ketika tanpa sengaja Cassandra menatapnya. Marta pura-pura menikmati lasagna yang masih tersisa sedikit."Terima kasih atas pertemuan yang menyenangkan dan jamuan makan malamnya, Tuan dan Nyonya Petruzzelli!" ungkap salah satu dari klien Andrian tersenyum puas.Setelah mencapai kesepakatan kerja sama, disusul jamuan makan malam di ruangan VIP, membuat kedua laki-laki itu merasa dihargai. Jauh-jauh datang dari Roma, tidak sia-sia mereka melobi langsung pemilik perusahaan besar yang tersohor di negeri Menara Pisa itu.Andrian tersenyum dan membalas kembali jabat tangan mereka, diikuti oleh Cassandra. Lalu, pandangan salah satu laki-laki lebih muda tertuju pada Marta yang memang semenjak tadi terlihat dekat dengan Emillia."Terima kasih, Nona Marta Glebova. Senang bertemu Anda!" ucap laki-laki berusia 35 tahunan itu dengan kedipan mata sedikit nakal.Marta tersenyum kaku."Prego!" jawabnya singkat.Andrian yang melihat langsung kedipan mata genit laki
"Apa Papa? Dua ribu Euro?" Marta terkejut dengan nominal sebanyak itu. Pasalnya dua minggu yang lalu, dia telah mentransfer uang 2500 Euro untuk orang tuanya.Beruntung, Marta terbebas dari tanggung jawab membiayai sekolah kedua anaknya. Seluruh kebutuhan anak-anak ditanggung oleh Dario, mantan suami Marta yang lebih berkecukupan.Lepas dari Dario, ternyata tidak membuat kehidupan Marta lebih baik. Obsesinya menjadi wanita pengisi hati Andrian ternyata tidak semudah yang dibayangkan. Cassandra bukan saingan yang mudah untuk disingkirkan.Apalagi, Cassandra juga kembali mempersembahkan bukti cinta mereka di rahimnya pada Andrian. Marta seperti hilang harapan. Untuk kembali pada Antonio, jelas tidak mungkin. Laki-laki itu sudah tidak peduli dengan kehidupan Marta lagi. Bahkan, menegur pun, Antonio sudah enggan."Uang segitu kecil, Marta, kalau kamu berhasil mengambil hati Andrian lagi. Hanya seujung kuku!" timpal Erciva mengompori.Marta menoleh pada mamanya itu. ''Ah, Mama! Apakah aku
"Iya, semuanya!" jawab Andrian lagi dengan mata mulai terpejam karena kelelahan.Cassandra berdecak lirih, lalu menatap lengan sang suami. Dengan hati-hati, dia membantu Andrian membetulkan posisi berbaringnya. Lalu, Cassandra mengambil bantal untuk menyangga bahu kanan Andrian."Sudah banyak perubahan?" tanya Cassandra ketika melihat reaksi nyaman Andrian."Lumayan. Ada untungnya si Brengsek itu mematahkan tanganku. Dengan begitu, aku tahu tentang perasaanmu yang sebenarnya!" jawab Andrian sambil tersenyum puas.Plak! Cassandra langsung memukul pelan lengan kiri Andrian sembari menunjukkan raut jengkel. Andrian terkekeh melihat reaksi menggemaskan istrinya. Alis laki-laki itu pun naik turun dengan genit."Aku lakukan ini karena kasihan padamu! Kamu harus tahu, sesakit apa pun hati seorang istri, dia akan berpikir lagi untuk membalas perlakuanmu!" "Sakit hati? Atas dasar apa kamu sakit hati, hm?" selidik Andrian sembari mengangkat sebelah alis."Ya ... ya, kamu pikir sendiri saja! A
Andrian langsung melirik tidak suka pada Angelica. Namun, gadis itu tidak peduli karena terlanjur kesal dengan sikap plin plan Andrian."Nyonya Bos, aku ke ruangan dulu!" ucap Angelica pada Cassandra.Cassandra mengangguk samar, tetapi tidak menatapnya. Kedua mata Cassandra mulai menggenang cairan bening. Entah mengapa, hal kecil saja mudah membuatnya sedih.Cassandra tidak ingin terlihat menyedihkan di depan Angelica. Hanya berselang beberapa menit saja Andrian berjanji, tetapi kini sudah ingkar lagi."Angelica, pekerjaanmu belum selesai. Tetap di sini!" titah Andrian membuat langkah Angelica terhenti.Angelica berdiri dengan bingung menatap Andrian dan Cassandra bergantian. Namun, pandangan Andrian justru pada Marta yang masih diam memperhatikan interaksi mereka."Em, Marta, terima kasih atas biji kopinya. Sampaikan salam saya untuk papa kamu!" ucapnya dengan bahasa sedikit formal layaknya pada karyawan lain. "Oh, ya, silakan kembali ke ruangan barumu. Semoga sukses dan selamat beke
"Tuan, Anda jangan bermain api!" tegur sang sopir yang bekerja untuk Andrian belasan tahun itu.Di belakangnya, Andrian menghela napas pelan. Dia hanya ingin menolong orang, tidak lebih. Bukan hanya pada Marta dia lakukan itu. Andrian tidak ingin salah satu karyawannya dalam bahaya.Lagi pula, jika Marta menggunakan mobil ke kantor juga akan menghemat waktu. Mengingat posisi wanita itu sekarang lebih sibuk daripada menjadi sekretarisnya."Zio jangan berpikir aneh-aneh. Aku melakukan ini atas dasar kasihan, tidak lebih. Hanya saja aku tidak ingin Cassandra tahu karena itu akan menyakitinya!" dalih Andrian."Tapi sama saja Anda mengesampingkan keberadaan Nyonya Cassandra kalau begini, Tuan!" sahut sang sopir lagi berusaha menyadarkan Andrian."Zio, aku hanya minta Zio tidak bicara apa pun pada istriku! Itu saja!" Andrian kembali bersikeras.Sang sopir hanya bisa mengangguk berat. Laki-laki paruh baya itu menghela napas berulang kali. Begitulah Andrian Petruzzelli. Keras kepala dan tidak
Marta semakin liar. Tidak hanya kancing blouse, tetapi juga melepas seluruh pakaian di depan Andrian. Dia tidak peduli lagi dengan harga diri. Sekarang Andrian telah bersamanya di sebuah ruangan tanpa orang lain. Andrian memejamkan mata berusaha untuk meredam gejolak kelelakiannya. Namun, keinginan untuk menghindari dan meneruskan sama besarnya."Marta, jangan lakukan ini! Pakai kembali bajumu!" perintah Andrian.Sial, saat dia membuka mata, justru pemandangan yang berusaha dihindari terpampang di depan matanya. Susah payah Andrian menelan ludah. Tubuh molek Marta, seperti manekin hidup tersaji begitu indah. Marta kembali meraih tengkuk Andrian dan melirik ke arah sofa yang masih tertutup kain itu."Kita rahasiakan ini dari siapa pun, Andrian. Aku janji!" desah Marta lalu mencium bibir Andrian lagi.Sebelah tangannya pun mulai bergerilya di area tubuh sensitif Andrian. Juga melucuti pakaian atas Andrian.Laki-laki itu segera mendorong tubuh Marta sehingga terjatuh di sofa. Marta ter
"Apa kamu ingin mengakhirinya? Apakah aku harus berubah pikiran dan kembali pada kesepakatan kita?" Andrian menatap manik cokelat itu dengan dada teramat sesak. Ini baru pertanyaan meminta kepastian, Cassandra sudah menatapnya dengan tatapan terluka. Bagaimana jika wanita itu mengetahui pengkhianatan yang beberapa jam lalu dia lakukan? Andrian meraih bahu sang istri dengan sebelah tangannya. "Jangan salah paham. Aku hanya memastikan jika perasaanmu tidak akan berubah padaku. Aku mau tidak hanya sekali membuat sarapan untukmu. Aku ingin setiap hari sambil mendengarkan tangis dan rengekan ketiga anak kita, Amore!" Cassandra mendongak. Tatapan nanar itu berubah menjadi binar harapan. Sudah saatnya dia mengesampingkan rasa egois. Kepercayaan yang menipis itu, dia berusaha pupuk kembali. "Terima kasih, tolong jaga kepercayaan aku!" sahut Cassandra sembari mengulas senyum. Andrian mengangguk. Tak ingin semakin merasa berdosa, dia pun kembali menyibukkan diri di dapur. Sedangkan Cass
Andrian menggenggam jemari tangan Cassandra di atas makam Antonio. Sebelah tangannya mengusap batu nisan Antonio. Ada rasa sedih mendalam kehilangan sosok sahabat meskipun sempat menjadi saingannya."Aku datang padamu untuk meminta kembali Cassandra. Aku yakin, kamu tidak mungkin marah padaku. Aku janji akan menjaganya seperti kamu menjaga dia dan anak-anakku. Damailah di sana, Antonio. Terima kasih sudah menjaga mereka dengan baik." Andrian tersenyum samar, kemudian menatap Cassandra yang duduk di seberangnya."Ayo, kita pulang!" ajak Cassandra tidak ingin larut dalam kenangan tentang Antonio.Cassandra tidak ingin terus menerus bersedih karena kehilangan Antonio. Dia harus bisa menghargai perasaan Andrian setelah berani berdamai dan memutuskan menerima kembali laki-laki itu.Andrian mengangguk menuruti permintaan Cassandra. Tangannya tak lepas dari jemari tangan Cassandra hingga memasuki mobil. Sejenak, keduanya terdiam di dalam mobil dengan pandangan sama-sama tertuju pada makam An
Andrian mengerang kecil. Luka jahitan bekas operasi yang masih basah itu, terasa sangat nyeri. Rupanya, Cassandra menekan dengan kuat tepat di perban itu. Cassandra termangu melihat Andrian kesakitan sambil memegangi dadanya."Kenapa berhenti? Lakukanlah, Amore!" pinta Andrian pasrah. Tatapannya nanar pada Cassandra, tidak ada kemarahan sedikit pun di sana.Bella segera mendekati Cassandra untuk mencegah wanita itu berbuat yang lebih brutal. Bella maklum, kondisi Cassandra benar-benar jatuh sehingga bisa saja bertindak di luar kendali.Angelica sigap memanggil perawat. Tidak lama kemudian, seorang perawat memasuki ruang perawatan Andrian."Kenapa luka Anda bisa mengeluarkan darah?" tanya perawat sembari melepas perban di dada Andrian.Andrian menggeleng pelan. "Maaf, saya tidak sengaja menyenggol perbannya!" jawabnya berbohong. Lantas, Andrian melirik pada Cassandra yang menatap luka di dadanya dengan wajah pucat. Darah merembes dari sela-sela jahitan yang masih basah. Luka bekas ope
"Lepaskan saya, Bunda. Saya harus mengikuti mereka!" Cassandra kembali memberontak.Di antara isak tangis, Cassandra meringis menahan kram di perutnya. Wanita itu memegangi perut yang semakin terasa tidak nyaman. Bella dan Bunda Stefania segera memanggil sopir untuk membawa Cassandra ke rumah sakit.Setelah menjalani serangkaian pemeriksaan USG, Cassandra dibawa ke ruang perawatan. Dia masih menangis, tidak menyangka hari bahagianya berubah kelam. Cassandra juga belum tahu nasib Andrian dan Antonio di ruang operasi.Bella yang mendorong kursi roda, menghentikan langkah ketika mendengar suara seseorang sedang berbicara di telepon. Cassandra mendongak menatap Bella, lalu menyadari sesuatu.Air mata Cassandra kembali menetes membasahi pipi mendengar suara yang dikenalnya itu. Bella hendak kembali mendorong kursi roda, tetapi Cassandra mencegah sahabatnya itu, untuk mendengarkan pembicaraan lebih lanjut."Tunggu sebentar, Bella! Tolong antar aku ke tempat pengawal itu!" pintanya pada sang
Mendengar jawaban Cassandra, Antonio hanya bisa mengangguk meskipun dia tahu, wanita itu tidak melihatnya. Cassandra kembali meneruskan langkah. Di ruang bawah tampak sepi, mungkin anak-anak sedang dimandikan oleh Nanny.Cassandra juga tidak melihat keberadaan Andrian dan mobil laki-laki itu. Entah ada perasaan aneh tiba-tiba menghinggapi Cassandra. Dia memaki diri sendiri yang terlalu munafik jika kepergian Andrian membuatnya merasa kehilangan."Aku pulang dulu, kamu juga segera kembali ke atas. Hati-hati naik turun tangga!" ucap Antonio begitu mereka sampai di lantai bawah.Cassandra mendongak menatap manik Antonio lalu mengangguk samar. Antonio tersenyum, kemudian mencium bibir Cassandra sekilas sebelum memutuskan berlalu dari hadapan kekasihnya itu."Ciao Amore. Hati-hati di jalan!'' ucap Cassandra mengikuti langkah Antonio sampai di depan pintu.Antonio tersenyum sebelum memasuki mobil. Segera, mobil mewah itu pun meninggalkan car port rumah megah Andrian. Sesampainya di luar pag
Mendengar suara tangisan, Antonio segera mengangkat wajah Cassandra dan menatapnya dalam. Sedangkan Cassandra buru-buru menghapus air mata, lalu memunguti pakaiannya yang berserak di dekat sofa.Antonio memperhatikan sang kekasih, lalu tersenyum samar. Dia terus memperhatikan Cassandra yang memakai pakaiannya dengan terburu-buru."Ah, aku harus ke kamar mandi dulu, Amore!" pamit Cassandra pada laki-laki yang masih duduk memperhatikan dirinya itu."Hati-hati, jangan terburu-buru, Bellissima!" ucap Antonio mengingatkan.Cassandra tidak menjawab. Dia segera memasuki kamar mandi, lalu mengunci pintunya dari dalam. Di sana, dia menumpahkan tangis di depan wastafel. Cassandra meremas baju atasnya ketika melihat beberapa tanda kepemilikan Antonio bertebaran di dadanya."Aarrggh!" jerit Cassandra. Lantas, pandangan wanita itu turun pada perutnya yang membuncit. Perut berisi bayi darah daging Andrian itu, diusapnya lembut dengan hati dilema."Kenapa aku lakukan itu, Tuhan? Kenapa aku harus be
"Andrian, apa kamu tidak ingin memelukku?" tanya wanita itu menatap manik kebiruan Andrian.Andrian tersadar dari lamunan singkatnya, lalu mengangguk samar. Dengan ragu, dia mendekati Helena dan memeluk wanita itu. Wanita yang pernah dibencinya, sekaligus terpaksa dia terima karena hubungan darah itu tidak bisa dihapus oleh takdir sekalipun."Terima kasih, Andrian. Kuharap tidak ada kebencian di hati kita. Maafkan aku yang sudah merusak semuanya," ucap Helena lirih di dada Andrian. Andrian menelan saliva berat mendengar ucapan itu. Memaafkan? Jika ada yang harus mengemis maaf, maka orang itu adalah dirinya. Andrian melepaskan pelukan dan menatap Helena dengan tatapan dalam."Maaf, Helena. Aku begitu bersalah padamu dan Kakek. Jika Kakek masih hidup, mungkin aku akan bersimpuh di kakinya.""Hei, apa yang kamu bicarakan? Papa itu hatinya sangat luas. Aku yakin kamu lebih paham daripada aku, Andrian. Ayolah, kamu harus tersenyum! Kita buka lembaran baru dengan damai, bagaimana?" Helena
"Cassandra, apakah tidak ada kesempatan sekali lagi untukku?" tanya Andrian putus asa.Cassandra semakin kesal dengan sikap mantan suaminya yang tidak tahu malu itu. Wanita itu kembali memutar bola mata malas, lalu menatap tidak minat pada Andrian."Tidak! Kesempatanmu hanya sebagai ayah dari kedua anakku, bukan suamiku!" jawabnya tegas.Andrian tidak menyerah. Sudah kepalang tanggung karena dia telah memberanikan diri mendekati Cassandra lagi. Meskipun di sisi lain ada rasa rendah diri setelah terlalu sering melukai hati Cassandra."Aku janji, Cassandra! Aku akan melakukan apa pun yang kamu mau. Bahkan, aku tidak peduli dengan semua hartaku, asalkan kamu ...""Apa pun?" sahut Cassandra cepat hingga membuat Andrian langsung mengangguk."Ya, apa pun. Katakan, Cassandra!" desak Andrian tidak sabar.Cassandra tersenyum penuh arti lalu mengangguk pelan. Dia menatap sekeliling yang sepi karena karyawan sudah sibuk di mejanya masing-masing."Apa pun. Hm, baiklah. Sepertinya kamu ingin sekal
Jelas, itu bukan tanda kepemilikan dari Andrian. "Sial kenapa harus ada jejak begini?" Marta menjadi bingung ketika semakin digosok, bekas kissmark itu tidak menghilang melainkan tambah memerah. Dia tidak perlu sekhawatir ini jika saja Andrian tidak datang mendadak.Entah apa yang membuat Andrian tiba-tiba datang. Padahal, sore tadi laki-laki itu mengatakan pergi ke rumah Gennaro. Marta melirik sekilas ke arah ruang tamu di mana Andrian tampak fokus dengan handphone."Oke, aku ke sana sekarang!" Laki-laki itu menarik napas panjang kemudian bangkit.Dia menoleh ke arah pintu kamar mandi yang masih tertutup. Marta yang mendengarkan pembicaraan Andrian justru menarik napas lega. Dia segera memakai kimono dan mengikat di depan perut, lalu segera menemui Andrian."Aku sudah selesai. Tapi sepertinya kamu mau pergi!" Marta pura-pura cemberut kecewa.Andrian menatapnya dari ujung kaki hingga ujung kepala. "Maaf, Davidde sedang demam. Aku harus mengantar ke rumah sakit!" ucapnya.Marta mende
Cassandra mendorong pelan dada Antonio dan kembali menatap laki-laki tampan itu. "Apa kamu tidak keberatan, Antonio? Seharusnya kamu mendapatkan wanita yang sepadan, bukan sepertiku!" "Apa yang membuatmu berpikir begitu? Aku mencintaimu sejak dulu sampai sekarang Cassandra!" ucap Antonio tegas.Cassandra mengangguk samar diiringi senyuman. Senyum manis yang tidak dibuat-buat dan baru Antonio lihat semenjak wanita itu mengalami perceraian. Antonio bertekad ingin membuat Cassandra selalu menyunggingkan senyum manis dan melupakan kegagalan pernikahannya."Aku terima!" ucap Cassandra sambil mengangguk berkali-kali.Antonio tertegun sejenak, kemudian memeluk Cassandra. Sementara di depan pintu, Andrian semakin mematung menatap keduanya. Laki-laki itu membalikkan badan, yang membuat Antonio tanpa sengaja menatapnya.Lantas, Antonio melepaskan pelukan dan bangkit. Kemudian dia melangkah mendekati Andrian yang hendak beranjak dari situ."Andrian, sudah lama kamu di situ?" tanya Antonio pelan