"Apa kamu ingin mengakhirinya? Apakah aku harus berubah pikiran dan kembali pada kesepakatan kita?" Andrian menatap manik cokelat itu dengan dada teramat sesak. Ini baru pertanyaan meminta kepastian, Cassandra sudah menatapnya dengan tatapan terluka. Bagaimana jika wanita itu mengetahui pengkhianatan yang beberapa jam lalu dia lakukan? Andrian meraih bahu sang istri dengan sebelah tangannya. "Jangan salah paham. Aku hanya memastikan jika perasaanmu tidak akan berubah padaku. Aku mau tidak hanya sekali membuat sarapan untukmu. Aku ingin setiap hari sambil mendengarkan tangis dan rengekan ketiga anak kita, Amore!" Cassandra mendongak. Tatapan nanar itu berubah menjadi binar harapan. Sudah saatnya dia mengesampingkan rasa egois. Kepercayaan yang menipis itu, dia berusaha pupuk kembali. "Terima kasih, tolong jaga kepercayaan aku!" sahut Cassandra sembari mengulas senyum. Andrian mengangguk. Tak ingin semakin merasa berdosa, dia pun kembali menyibukkan diri di dapur. Sedangkan Cass
"Hei, Marta, kamu masih di situ?" Suara berat Glebova menyadarkan Marta dari lamunan."Ah, iya, Pa. Masih di sini!" jawab Marta gugup. Wanita itu menggigit bibir bingung. Andrian adalah laki-laki cerdas yang tentu akan mencari tahu sesuatu, sampai rasa penasaran itu tertuntaskan.Tiba-tiba rasa khawatir memenuhi relung hati Marta. Ditariknya napas panjang untuk meredam kegelisahan. Marta menatap sendu pada test pack yang menunjukkan garis dua itu."Aku akan mengatakan ini pada Andrian. Bagaimana reaksinya, kalau tahu aku hamil?" Marta memainkan test pack itu di jarinya."Ya, kamu harus cepat mengatakan pada Andrian, sayang!" sahut sang mama di seberang sana."Tentu, Mama! Besok aku harus ke kantor dan berbicara dengan Andrian!" ucap Marta penuh keyakinan.Satu minggu berlalu, semenjak peristiwa pengkhianatan itu, Andrian memang tidak bertemu dengan Marta. Meskipun keduanya masih berada dalam satu pekerjaan. Namun, Andrian mati-matian berusaha menghindari perempuan itu.Meeting siang
"Marta hamil?" ulang Andrian nyaris menginjak rem mendadak. Cassandra langsung menoleh pada suaminya itu. Sikap Andrian yang terkejut membuatnya menyipitkan mata. Andrian langsung berdehem lirih untuk meredam kegelisahan di hati. Jelas dia tidak tenang mengetahui Marta hamil. Meskipun mereka melakukan hanya sekali dan baru satu minggu yang lalu, tak menampik kekhawatiran Andrian. Bagaimana jika benih di rahim Marta itu adalah miliknya? Apa yang akan dikatakan pada Cassandra nanti? Pertanyaan-pertanyaan itu membuat Andrian semakin gelisah. "Tapi kenapa kamu terkejut begitu? Kamu masih memberinya perhatian?" tanya Cassandra tidak suka. Apa sesusah itu menghilangkan nama Marta di hati Andrian sebagai cinta pertama? Padahal, setelah berpisah dengan Marta, Andrian sempat akan menikah dengan Fiona. "Ya ... ya, aku heran saja. Tapi kalau dia hamil, ya, baguslah! Itu artinya, dia tidak akan mengganggu kita lagi!" jawab Andrian mencari alasan. Cassandra memalingkan wajah. Jawaban
Wajah Andrian tampak pucat. Laki-laki itu menelan saliva berat mendengar ancaman Cassandra. Jadi, Andrian harus semakin memutar otak untuk menggagalkan rencana Marta."Aku tidak mengerti yang kamu katakan!" Andrian mengejar istrinya memasuki rumah.Cassandra tidak menggubris. Dia membuka pintu kamar sedikit kasar, lalu segera menutupnya.Bruk! Andrian meringis ketika dahinya membentur daun pintu. Laki-laki itu memejamkan mata sembari mengusap dahinya yang memerah. Selanjutnya, tangan laki-laki itu terkepal di depan wajah dan membuka pintu pelan.Di sana, di atas tempat tidur, Cassandra sudah menggulung tubuh dalam selimut. Sebuah bantal tergeletak di bawah tempat tidur. Andrian mengelus dada, sembari menarik napas pelan. Dia mengambilnya dan meletakkan kembali ke atas kasur. Namun, Cassandra kembali melempar bantal itu ke lantai."Kamu tidur di bawah atau sofa!" usir wanita itu geram.Andrian kembali menarik napas panjang. "Amore, aku ingin bicara. Jangan marah dulu!" rayunya lirih.
Marta menatap punggung tegap Andrian yang semakin menjauhi lift. Tampak laki-laki itu berjalan tergesa, entah ke mana. Hati Marta langsung gerimis mendengar ucapan menyakitkan dari Andrian. Apakah dia akan menyerah begitu saja? Tentu tidak! Andrian boleh berbicara seenaknya dan meminta menggugurkan kandungan. Namun, Marta tak akan melakukan hal itu. Jika dirinya tidak bisa mendapatkan Andrian, maka Cassandra juga tidak boleh melanjutkan kebahagiaan dengan laki-laki itu. Marta kembali memutar otak untuk mendapatkan ide baru. "Aku harus membuat mereka berpisah, apa pun caranya!" ucap Marta kemudian melangkah ke ruangannya. Di sana, dia tidak peduli dengan lirikan karyawan yang semakin sinis padanya. Semenjak desas-desus kedekatan Andrian dengan Marta, beberapa karyawan La Stampa memang sengaja menjaga jarak dengan wanita itu. "Tenang, Marta! Kamu harus berpikir sekali lagi dan cari jalan keluar. Janin ini tidak boleh digugurkan sebelum Andrian kembali jatuh ke pelukanmu!" ucap Mart
Mereka berdua lantas larut dalam ciuman tanpa menyadari di ambang pintu, Cassandra menyaksikan adegan menyakitkan sekaligus memuakkan itu. Ternyata tidak hanya Cassandra, di belakang wanita itu, Antonio juga melihat jelas apa yang dilakukan Marta dan Andrian.Tanpa banyak bicara, Antonio segera membalikkan tubuh Cassandra dan memeluknya. Dia tidak tega, wanita yang dicintainya itu melihat terlalu lama adegan menyakitkan di dalam sana. Di sela-sela menenangkan Cassandra, ekor mata Antonio melihat kedua insan di dalam ruangan itu masih asyik saling memagut. Bahkan, tangan keduanya tak hanya saling memeluk, tetapi menggerayang ke beberapa bagian tubuh sensitif masing-masing. Sangat memuakkan!"Lepaskan aku, Antonio!" Cassandra justru memberontak dan melepaskan diri dari pelukan Antonio.Seketika, Andrian dan Marta menghentikan aktivitas terlarang mereka. Keduanya saling pandang sejenak, kemudian kompak menatap ke arah pintu yang telah terbuka lebar. Ternyata, mereka sama-sama tidak meny
"Kamu jangan pikirkan apa pun jika itu membuatmu semakin terluka. Hidupmu terlalu berharga untuk dihabiskan dengan menangis!" Antonio mengusap air mata di pipi Cassandra dengan kedua ibu jarinya.Cassandra membalas tatapan mata teduh milik Antonio, lalu mengangguk samar. Wanita itu menoleh ketika merasakan pergerakan dari Andrian di belakangnya."Cassandra, kita pulang bersama!" ajak Andrian dengan suara tercekat. "Ayo, bersamaku, lalu kita bicarakan baik-baik!" lanjut laki-laki itu memohon.Namun, ajakan Andrian justru membuat Cassandra tersenyum geli. Sedangkan Antonio, ingin sekali rasanya menghajar kembali wajah penuh memar milik Andrian. Kedua tangan Antonio terkepal, tetapi dia harus berusaha menahan diri untuk tidak kembali terbawa emosi."Tidak tahu malu!" desis Antonio geram, lalu kembali menatap Cassandra. "Apa kamu ingin pulang bersamanya, Bellissima?" tanyanya memastikan."Aku tidak akan kembali bersamanya. Mulai detik ini, Andrian Petruzzelli tidak memiliki hak apa pun ti
Andrian mendekati istrinya dan menatap wanita itu sendu. Dia pun meminta dengan suara bergetar,"Cassandra, izinkan aku bicara sebentar dengan Emillia!" Cassandra menatap Andrian tanpa ekspresi. Sekuat tenaga dia mengatur emosinya supaya tidak meledak. Juga berusaha menahan diri supaya tidak terpengaruh dengan tatapan memelas Andrian. Laki-laki di depannya itu sangatlah pandai bersandiwara. Mulut dan hatinya tidak sinkron. Dia juga sangat mudah membuka hati untuk wanita lain. Bahkan dari mulut manis Andrian, Cassandra kembali terbuai oleh komitmen palsu. Nyatanya, ada benih Andrian di rahim wanita lain. Dan itu adalah kesalahan fatal kesekian kali yang tidak mungkin mendapatkan maaf lagi."Cassandra!" panggil Andrian lagi, terpaksa menyadarkan Cassandra dari lamunan."Baiklah, silakan bicara lima menit karena Emillia akan tidur!" sahut Cassandra dengan nada dingin.Andrian mengangguk samar dan menelan saliva dengan berat. Lalu, laki-laki tampan itu berjongkok, mensejajari tinggi Emi
Andrian menggenggam jemari tangan Cassandra di atas makam Antonio. Sebelah tangannya mengusap batu nisan Antonio. Ada rasa sedih mendalam kehilangan sosok sahabat meskipun sempat menjadi saingannya."Aku datang padamu untuk meminta kembali Cassandra. Aku yakin, kamu tidak mungkin marah padaku. Aku janji akan menjaganya seperti kamu menjaga dia dan anak-anakku. Damailah di sana, Antonio. Terima kasih sudah menjaga mereka dengan baik." Andrian tersenyum samar, kemudian menatap Cassandra yang duduk di seberangnya."Ayo, kita pulang!" ajak Cassandra tidak ingin larut dalam kenangan tentang Antonio.Cassandra tidak ingin terus menerus bersedih karena kehilangan Antonio. Dia harus bisa menghargai perasaan Andrian setelah berani berdamai dan memutuskan menerima kembali laki-laki itu.Andrian mengangguk menuruti permintaan Cassandra. Tangannya tak lepas dari jemari tangan Cassandra hingga memasuki mobil. Sejenak, keduanya terdiam di dalam mobil dengan pandangan sama-sama tertuju pada makam An
Andrian mengerang kecil. Luka jahitan bekas operasi yang masih basah itu, terasa sangat nyeri. Rupanya, Cassandra menekan dengan kuat tepat di perban itu. Cassandra termangu melihat Andrian kesakitan sambil memegangi dadanya."Kenapa berhenti? Lakukanlah, Amore!" pinta Andrian pasrah. Tatapannya nanar pada Cassandra, tidak ada kemarahan sedikit pun di sana.Bella segera mendekati Cassandra untuk mencegah wanita itu berbuat yang lebih brutal. Bella maklum, kondisi Cassandra benar-benar jatuh sehingga bisa saja bertindak di luar kendali.Angelica sigap memanggil perawat. Tidak lama kemudian, seorang perawat memasuki ruang perawatan Andrian."Kenapa luka Anda bisa mengeluarkan darah?" tanya perawat sembari melepas perban di dada Andrian.Andrian menggeleng pelan. "Maaf, saya tidak sengaja menyenggol perbannya!" jawabnya berbohong. Lantas, Andrian melirik pada Cassandra yang menatap luka di dadanya dengan wajah pucat. Darah merembes dari sela-sela jahitan yang masih basah. Luka bekas ope
"Lepaskan saya, Bunda. Saya harus mengikuti mereka!" Cassandra kembali memberontak.Di antara isak tangis, Cassandra meringis menahan kram di perutnya. Wanita itu memegangi perut yang semakin terasa tidak nyaman. Bella dan Bunda Stefania segera memanggil sopir untuk membawa Cassandra ke rumah sakit.Setelah menjalani serangkaian pemeriksaan USG, Cassandra dibawa ke ruang perawatan. Dia masih menangis, tidak menyangka hari bahagianya berubah kelam. Cassandra juga belum tahu nasib Andrian dan Antonio di ruang operasi.Bella yang mendorong kursi roda, menghentikan langkah ketika mendengar suara seseorang sedang berbicara di telepon. Cassandra mendongak menatap Bella, lalu menyadari sesuatu.Air mata Cassandra kembali menetes membasahi pipi mendengar suara yang dikenalnya itu. Bella hendak kembali mendorong kursi roda, tetapi Cassandra mencegah sahabatnya itu, untuk mendengarkan pembicaraan lebih lanjut."Tunggu sebentar, Bella! Tolong antar aku ke tempat pengawal itu!" pintanya pada sang
Mendengar jawaban Cassandra, Antonio hanya bisa mengangguk meskipun dia tahu, wanita itu tidak melihatnya. Cassandra kembali meneruskan langkah. Di ruang bawah tampak sepi, mungkin anak-anak sedang dimandikan oleh Nanny.Cassandra juga tidak melihat keberadaan Andrian dan mobil laki-laki itu. Entah ada perasaan aneh tiba-tiba menghinggapi Cassandra. Dia memaki diri sendiri yang terlalu munafik jika kepergian Andrian membuatnya merasa kehilangan."Aku pulang dulu, kamu juga segera kembali ke atas. Hati-hati naik turun tangga!" ucap Antonio begitu mereka sampai di lantai bawah.Cassandra mendongak menatap manik Antonio lalu mengangguk samar. Antonio tersenyum, kemudian mencium bibir Cassandra sekilas sebelum memutuskan berlalu dari hadapan kekasihnya itu."Ciao Amore. Hati-hati di jalan!'' ucap Cassandra mengikuti langkah Antonio sampai di depan pintu.Antonio tersenyum sebelum memasuki mobil. Segera, mobil mewah itu pun meninggalkan car port rumah megah Andrian. Sesampainya di luar pag
Mendengar suara tangisan, Antonio segera mengangkat wajah Cassandra dan menatapnya dalam. Sedangkan Cassandra buru-buru menghapus air mata, lalu memunguti pakaiannya yang berserak di dekat sofa.Antonio memperhatikan sang kekasih, lalu tersenyum samar. Dia terus memperhatikan Cassandra yang memakai pakaiannya dengan terburu-buru."Ah, aku harus ke kamar mandi dulu, Amore!" pamit Cassandra pada laki-laki yang masih duduk memperhatikan dirinya itu."Hati-hati, jangan terburu-buru, Bellissima!" ucap Antonio mengingatkan.Cassandra tidak menjawab. Dia segera memasuki kamar mandi, lalu mengunci pintunya dari dalam. Di sana, dia menumpahkan tangis di depan wastafel. Cassandra meremas baju atasnya ketika melihat beberapa tanda kepemilikan Antonio bertebaran di dadanya."Aarrggh!" jerit Cassandra. Lantas, pandangan wanita itu turun pada perutnya yang membuncit. Perut berisi bayi darah daging Andrian itu, diusapnya lembut dengan hati dilema."Kenapa aku lakukan itu, Tuhan? Kenapa aku harus be
"Andrian, apa kamu tidak ingin memelukku?" tanya wanita itu menatap manik kebiruan Andrian.Andrian tersadar dari lamunan singkatnya, lalu mengangguk samar. Dengan ragu, dia mendekati Helena dan memeluk wanita itu. Wanita yang pernah dibencinya, sekaligus terpaksa dia terima karena hubungan darah itu tidak bisa dihapus oleh takdir sekalipun."Terima kasih, Andrian. Kuharap tidak ada kebencian di hati kita. Maafkan aku yang sudah merusak semuanya," ucap Helena lirih di dada Andrian. Andrian menelan saliva berat mendengar ucapan itu. Memaafkan? Jika ada yang harus mengemis maaf, maka orang itu adalah dirinya. Andrian melepaskan pelukan dan menatap Helena dengan tatapan dalam."Maaf, Helena. Aku begitu bersalah padamu dan Kakek. Jika Kakek masih hidup, mungkin aku akan bersimpuh di kakinya.""Hei, apa yang kamu bicarakan? Papa itu hatinya sangat luas. Aku yakin kamu lebih paham daripada aku, Andrian. Ayolah, kamu harus tersenyum! Kita buka lembaran baru dengan damai, bagaimana?" Helena
"Cassandra, apakah tidak ada kesempatan sekali lagi untukku?" tanya Andrian putus asa.Cassandra semakin kesal dengan sikap mantan suaminya yang tidak tahu malu itu. Wanita itu kembali memutar bola mata malas, lalu menatap tidak minat pada Andrian."Tidak! Kesempatanmu hanya sebagai ayah dari kedua anakku, bukan suamiku!" jawabnya tegas.Andrian tidak menyerah. Sudah kepalang tanggung karena dia telah memberanikan diri mendekati Cassandra lagi. Meskipun di sisi lain ada rasa rendah diri setelah terlalu sering melukai hati Cassandra."Aku janji, Cassandra! Aku akan melakukan apa pun yang kamu mau. Bahkan, aku tidak peduli dengan semua hartaku, asalkan kamu ...""Apa pun?" sahut Cassandra cepat hingga membuat Andrian langsung mengangguk."Ya, apa pun. Katakan, Cassandra!" desak Andrian tidak sabar.Cassandra tersenyum penuh arti lalu mengangguk pelan. Dia menatap sekeliling yang sepi karena karyawan sudah sibuk di mejanya masing-masing."Apa pun. Hm, baiklah. Sepertinya kamu ingin sekal
Jelas, itu bukan tanda kepemilikan dari Andrian. "Sial kenapa harus ada jejak begini?" Marta menjadi bingung ketika semakin digosok, bekas kissmark itu tidak menghilang melainkan tambah memerah. Dia tidak perlu sekhawatir ini jika saja Andrian tidak datang mendadak.Entah apa yang membuat Andrian tiba-tiba datang. Padahal, sore tadi laki-laki itu mengatakan pergi ke rumah Gennaro. Marta melirik sekilas ke arah ruang tamu di mana Andrian tampak fokus dengan handphone."Oke, aku ke sana sekarang!" Laki-laki itu menarik napas panjang kemudian bangkit.Dia menoleh ke arah pintu kamar mandi yang masih tertutup. Marta yang mendengarkan pembicaraan Andrian justru menarik napas lega. Dia segera memakai kimono dan mengikat di depan perut, lalu segera menemui Andrian."Aku sudah selesai. Tapi sepertinya kamu mau pergi!" Marta pura-pura cemberut kecewa.Andrian menatapnya dari ujung kaki hingga ujung kepala. "Maaf, Davidde sedang demam. Aku harus mengantar ke rumah sakit!" ucapnya.Marta mende
Cassandra mendorong pelan dada Antonio dan kembali menatap laki-laki tampan itu. "Apa kamu tidak keberatan, Antonio? Seharusnya kamu mendapatkan wanita yang sepadan, bukan sepertiku!" "Apa yang membuatmu berpikir begitu? Aku mencintaimu sejak dulu sampai sekarang Cassandra!" ucap Antonio tegas.Cassandra mengangguk samar diiringi senyuman. Senyum manis yang tidak dibuat-buat dan baru Antonio lihat semenjak wanita itu mengalami perceraian. Antonio bertekad ingin membuat Cassandra selalu menyunggingkan senyum manis dan melupakan kegagalan pernikahannya."Aku terima!" ucap Cassandra sambil mengangguk berkali-kali.Antonio tertegun sejenak, kemudian memeluk Cassandra. Sementara di depan pintu, Andrian semakin mematung menatap keduanya. Laki-laki itu membalikkan badan, yang membuat Antonio tanpa sengaja menatapnya.Lantas, Antonio melepaskan pelukan dan bangkit. Kemudian dia melangkah mendekati Andrian yang hendak beranjak dari situ."Andrian, sudah lama kamu di situ?" tanya Antonio pelan