"Apa Papa? Dua ribu Euro?" Marta terkejut dengan nominal sebanyak itu. Pasalnya dua minggu yang lalu, dia telah mentransfer uang 2500 Euro untuk orang tuanya.Beruntung, Marta terbebas dari tanggung jawab membiayai sekolah kedua anaknya. Seluruh kebutuhan anak-anak ditanggung oleh Dario, mantan suami Marta yang lebih berkecukupan.Lepas dari Dario, ternyata tidak membuat kehidupan Marta lebih baik. Obsesinya menjadi wanita pengisi hati Andrian ternyata tidak semudah yang dibayangkan. Cassandra bukan saingan yang mudah untuk disingkirkan.Apalagi, Cassandra juga kembali mempersembahkan bukti cinta mereka di rahimnya pada Andrian. Marta seperti hilang harapan. Untuk kembali pada Antonio, jelas tidak mungkin. Laki-laki itu sudah tidak peduli dengan kehidupan Marta lagi. Bahkan, menegur pun, Antonio sudah enggan."Uang segitu kecil, Marta, kalau kamu berhasil mengambil hati Andrian lagi. Hanya seujung kuku!" timpal Erciva mengompori.Marta menoleh pada mamanya itu. ''Ah, Mama! Apakah aku
"Iya, semuanya!" jawab Andrian lagi dengan mata mulai terpejam karena kelelahan.Cassandra berdecak lirih, lalu menatap lengan sang suami. Dengan hati-hati, dia membantu Andrian membetulkan posisi berbaringnya. Lalu, Cassandra mengambil bantal untuk menyangga bahu kanan Andrian."Sudah banyak perubahan?" tanya Cassandra ketika melihat reaksi nyaman Andrian."Lumayan. Ada untungnya si Brengsek itu mematahkan tanganku. Dengan begitu, aku tahu tentang perasaanmu yang sebenarnya!" jawab Andrian sambil tersenyum puas.Plak! Cassandra langsung memukul pelan lengan kiri Andrian sembari menunjukkan raut jengkel. Andrian terkekeh melihat reaksi menggemaskan istrinya. Alis laki-laki itu pun naik turun dengan genit."Aku lakukan ini karena kasihan padamu! Kamu harus tahu, sesakit apa pun hati seorang istri, dia akan berpikir lagi untuk membalas perlakuanmu!" "Sakit hati? Atas dasar apa kamu sakit hati, hm?" selidik Andrian sembari mengangkat sebelah alis."Ya ... ya, kamu pikir sendiri saja! A
Andrian langsung melirik tidak suka pada Angelica. Namun, gadis itu tidak peduli karena terlanjur kesal dengan sikap plin plan Andrian."Nyonya Bos, aku ke ruangan dulu!" ucap Angelica pada Cassandra.Cassandra mengangguk samar, tetapi tidak menatapnya. Kedua mata Cassandra mulai menggenang cairan bening. Entah mengapa, hal kecil saja mudah membuatnya sedih.Cassandra tidak ingin terlihat menyedihkan di depan Angelica. Hanya berselang beberapa menit saja Andrian berjanji, tetapi kini sudah ingkar lagi."Angelica, pekerjaanmu belum selesai. Tetap di sini!" titah Andrian membuat langkah Angelica terhenti.Angelica berdiri dengan bingung menatap Andrian dan Cassandra bergantian. Namun, pandangan Andrian justru pada Marta yang masih diam memperhatikan interaksi mereka."Em, Marta, terima kasih atas biji kopinya. Sampaikan salam saya untuk papa kamu!" ucapnya dengan bahasa sedikit formal layaknya pada karyawan lain. "Oh, ya, silakan kembali ke ruangan barumu. Semoga sukses dan selamat beke
"Tuan, Anda jangan bermain api!" tegur sang sopir yang bekerja untuk Andrian belasan tahun itu.Di belakangnya, Andrian menghela napas pelan. Dia hanya ingin menolong orang, tidak lebih. Bukan hanya pada Marta dia lakukan itu. Andrian tidak ingin salah satu karyawannya dalam bahaya.Lagi pula, jika Marta menggunakan mobil ke kantor juga akan menghemat waktu. Mengingat posisi wanita itu sekarang lebih sibuk daripada menjadi sekretarisnya."Zio jangan berpikir aneh-aneh. Aku melakukan ini atas dasar kasihan, tidak lebih. Hanya saja aku tidak ingin Cassandra tahu karena itu akan menyakitinya!" dalih Andrian."Tapi sama saja Anda mengesampingkan keberadaan Nyonya Cassandra kalau begini, Tuan!" sahut sang sopir lagi berusaha menyadarkan Andrian."Zio, aku hanya minta Zio tidak bicara apa pun pada istriku! Itu saja!" Andrian kembali bersikeras.Sang sopir hanya bisa mengangguk berat. Laki-laki paruh baya itu menghela napas berulang kali. Begitulah Andrian Petruzzelli. Keras kepala dan tidak
Marta semakin liar. Tidak hanya kancing blouse, tetapi juga melepas seluruh pakaian di depan Andrian. Dia tidak peduli lagi dengan harga diri. Sekarang Andrian telah bersamanya di sebuah ruangan tanpa orang lain. Andrian memejamkan mata berusaha untuk meredam gejolak kelelakiannya. Namun, keinginan untuk menghindari dan meneruskan sama besarnya."Marta, jangan lakukan ini! Pakai kembali bajumu!" perintah Andrian.Sial, saat dia membuka mata, justru pemandangan yang berusaha dihindari terpampang di depan matanya. Susah payah Andrian menelan ludah. Tubuh molek Marta, seperti manekin hidup tersaji begitu indah. Marta kembali meraih tengkuk Andrian dan melirik ke arah sofa yang masih tertutup kain itu."Kita rahasiakan ini dari siapa pun, Andrian. Aku janji!" desah Marta lalu mencium bibir Andrian lagi.Sebelah tangannya pun mulai bergerilya di area tubuh sensitif Andrian. Juga melucuti pakaian atas Andrian.Laki-laki itu segera mendorong tubuh Marta sehingga terjatuh di sofa. Marta ter
"Apa kamu ingin mengakhirinya? Apakah aku harus berubah pikiran dan kembali pada kesepakatan kita?" Andrian menatap manik cokelat itu dengan dada teramat sesak. Ini baru pertanyaan meminta kepastian, Cassandra sudah menatapnya dengan tatapan terluka. Bagaimana jika wanita itu mengetahui pengkhianatan yang beberapa jam lalu dia lakukan? Andrian meraih bahu sang istri dengan sebelah tangannya. "Jangan salah paham. Aku hanya memastikan jika perasaanmu tidak akan berubah padaku. Aku mau tidak hanya sekali membuat sarapan untukmu. Aku ingin setiap hari sambil mendengarkan tangis dan rengekan ketiga anak kita, Amore!" Cassandra mendongak. Tatapan nanar itu berubah menjadi binar harapan. Sudah saatnya dia mengesampingkan rasa egois. Kepercayaan yang menipis itu, dia berusaha pupuk kembali. "Terima kasih, tolong jaga kepercayaan aku!" sahut Cassandra sembari mengulas senyum. Andrian mengangguk. Tak ingin semakin merasa berdosa, dia pun kembali menyibukkan diri di dapur. Sedangkan Cass
"Hei, Marta, kamu masih di situ?" Suara berat Glebova menyadarkan Marta dari lamunan."Ah, iya, Pa. Masih di sini!" jawab Marta gugup. Wanita itu menggigit bibir bingung. Andrian adalah laki-laki cerdas yang tentu akan mencari tahu sesuatu, sampai rasa penasaran itu tertuntaskan.Tiba-tiba rasa khawatir memenuhi relung hati Marta. Ditariknya napas panjang untuk meredam kegelisahan. Marta menatap sendu pada test pack yang menunjukkan garis dua itu."Aku akan mengatakan ini pada Andrian. Bagaimana reaksinya, kalau tahu aku hamil?" Marta memainkan test pack itu di jarinya."Ya, kamu harus cepat mengatakan pada Andrian, sayang!" sahut sang mama di seberang sana."Tentu, Mama! Besok aku harus ke kantor dan berbicara dengan Andrian!" ucap Marta penuh keyakinan.Satu minggu berlalu, semenjak peristiwa pengkhianatan itu, Andrian memang tidak bertemu dengan Marta. Meskipun keduanya masih berada dalam satu pekerjaan. Namun, Andrian mati-matian berusaha menghindari perempuan itu.Meeting siang
"Marta hamil?" ulang Andrian nyaris menginjak rem mendadak. Cassandra langsung menoleh pada suaminya itu. Sikap Andrian yang terkejut membuatnya menyipitkan mata. Andrian langsung berdehem lirih untuk meredam kegelisahan di hati. Jelas dia tidak tenang mengetahui Marta hamil. Meskipun mereka melakukan hanya sekali dan baru satu minggu yang lalu, tak menampik kekhawatiran Andrian. Bagaimana jika benih di rahim Marta itu adalah miliknya? Apa yang akan dikatakan pada Cassandra nanti? Pertanyaan-pertanyaan itu membuat Andrian semakin gelisah. "Tapi kenapa kamu terkejut begitu? Kamu masih memberinya perhatian?" tanya Cassandra tidak suka. Apa sesusah itu menghilangkan nama Marta di hati Andrian sebagai cinta pertama? Padahal, setelah berpisah dengan Marta, Andrian sempat akan menikah dengan Fiona. "Ya ... ya, aku heran saja. Tapi kalau dia hamil, ya, baguslah! Itu artinya, dia tidak akan mengganggu kita lagi!" jawab Andrian mencari alasan. Cassandra memalingkan wajah. Jawaban