Cassandra bingung. Ke mana harus mencari uang lima belas ribu Euro dalam waktu singkat? Dia tidak memiliki tabungan lagi. Cassandra menundukkan wajah dan menatap jemarinya. Dia memutar cincin berlian yang melingkari jari manisnya dengan perasaan sedih.Cincin pemberian Kakek Gennaro itu memang sangat mahal, tetapi Cassandra tidak akan menjualnya. Dia akan mengembalikan pada laki-laki tua itu jika mereka bertemu lagi. Carollo ikut mengikuti arah pandangan Cassandra. Sejenak, mata tua itu berbinar melihat cincin berlian itu melingkari jari manis Cassandra."Berikan itu pada Papa!" pinta Carollo sambil menarik tangan Cassandra kuat.Cassandra yang tengah termenung, tiba-tiba tersentak kaget. Begitu pun dengan Antonio. Laki-laki muda itu refleks memegang bahu Cassandra. Cassandra sedikit terhuyung ke depan. Wanita itu segera memegangi perutnya. "Berikan, Cassandra! Itu bisa dijual dan Papa tidak perlu tinggal di sini lagi!" Carollo kembali berusaha merampas benda milik putrinya.Antonio
Kedua mata Cassandra berkaca-kaca. Dengan perasaan kecewa, siang itu juga Cassandra dan Bella memutuskan kembali ke Verona. "Tenang dulu, Cassandra. Kamu cari informasi dulu, siapa tahu Antonio bisa bantu kamu!" saran Bella ketika mereka sudah berada di dalam kereta."Aku tidak mau merepotkan Antonio terus, Bella. Oh, ya, jangan katakan padanya aku kerja di club malam, ya!""Kelihatannya Antonio itu sangat mencintaimu, Cassandra. Tidak peduli kondisimu saat ini seperti apa. Apa kamu tidak berpikir sekali lagi untuk menerima dia kembali?" tanya Bella hati-hati.Cassandra langsung menggeleng tegas. Dia benar-benar malu jika sampai kembali pada Antonio. Lagi pula, Cassandra merasa tidak pantas bersama Antonio."Aku hanya tidak tega melihatmu bekerja di tempat itu, Cassandra. Aku takut terjadi sesuatu dengan kandunganmu. Bagaimana kalau laki-laki yang hendak membelimu itu mengetahui keberadaanmu?" ulang Bella khawatir."Kamu jangan takut, Bella, laki-laki itu tidak akan tahu aku kerja di
Cassandra mengangguk kaku saat menatap sekilas pada Barreto. Laki-laki itu tersenyum, lalu segera pamit karena tugasnya telah selesai. Ruangan besar nan mewah langsung menyambut Cassandra begitu wanita itu sampai di dalam.Aroma wangi langsung menyeruak masuk ke indera penciumannya. Cassandra mengernyitkan dahi karena tidak mendapati seorang pun di situ. Dia menatap tempat tidur besar yang rapi dengan jantung berdetak lebih cepat dari biasanya.Terdengar suara gemericik air dari kamar mandi. Cassandra menarik napas panjang, menghembuskan pelan, lalu mengulanginya berkali-kali. Wanita yang memakai dress sebatas lutut itu, memilih duduk di sofa menunggu sang Tuan Penyewanya.Cklek!Pintu kamar mandi dibuka. Cassandra langsung bangkit sembari menoleh. Laki-laki yang baru saja keluar dari kamar mandi dan hanya membalut tubuh bawahnya dengan handuk itu pun ikut menatapnya. Kedua pasang mata itu saling pandang dengan tatapan sama-sama tak percaya. Ada luka, bingung, dan entah perasaan apa m
Ruangan luas itu mendadak sepi. Ketiganya memandang Gennaro dengan tatapan tak percaya. Lalu, pandangan Andrian tertuju pada Antonio yang tersenyum mengejek penuh kemenangan. Di sebelahnya, Fiona seharusnya senang mendapatkan lampu hijau menikah dengan Andrian. Namun, entah mengapa, gadis itu justru bersikap sebaliknya. Angan-angan yang sudah terlanjur melambung tinggi setelah bisa menyingkirkan Cassandra, kini tiba-tiba terjatuh ke dasar jurang, saat mendengar ucapan Gennaro.Andrian dipecat dari La Stampa Group? Ini bukan hanya mimpi buruk, akan tetapi kenyataan pahit yang tidak bisa ditoleransi oleh Fiona.Dia datang pada Andrian bukan hanya menawarkan tubuh molek dan cinta, akan tetapi mengharapkan imbalan besar berupa kemewahan tak terbatas.Fiona bergidik ngeri membayangkan Andrian akan tinggal di apartmentnya tanpa pekerjaan. Bukankah Jemmy memberinya berkali-kali lipat lebih banyak dari itu?"Kenapa kalian diam?" tanya Gennaro menginterupsi ketiganya dari pikiran masing-masin
Waiter itu menoleh ke arah gadis berpakaian minim yang baru naik panggung, menggantikan temannya yang selesai menari. Andrian mengeraskan rahangnya melihat pakaian yang dipakai gadis itu. Hampir seluruh pahanya terekspose, hanya terhalang stocking tipis warna krem. Begitupun tubuh bagian atasnya yang nyaris telanjang."Namanya itu Elia, Tuan. Apa Anda ingin menemuinya?" tanya sang waiter sopan, menyentak kegeraman Andrian.Andrian melirik sekiling sambil berpikir sejenak. Elia, Rosa, dan Cassandra, mungkin orang sama. Karena para penari itu kebanyakan memakai nama samaran.Setelah cukup yakin, Andrian memutuskan mengangguk samar. "Setelah dia selesai menari, bawa pada saya!" pintanya sambil menunjuk meja pojok ruangan. Hiruk pikuk musik bercampur orang-orang setengah mabuk, sudah menjadi hal biasa bagi Andrian. Laki-laki itu memang tidak asing dengan gemerlapnya dunia malam. Dari club malam terbesar di Kota Milan, dia bertemu dengan Fiona yang kala itu masih menjadi model dengan baya
Gennaro mengusap kedua matanya yang basah. Kemudian laki-laki tua itu mendongak menatap langit jingga yang tengah menyambut terbenamnya sang surya, menjelang musim panas ini. Ribuan kata penuh penyesalan memenuhi rongga dada Gennaro.Seandainya dia tidak pergi ke Jerman saat itu, mungkin Stefano, Maria, dan Alberto masih hidup. Dan yang pasti, Gennaro tidak dihantui rasa bersalah yang mendalam.Gennaro menoleh pada bodyguardnya yang mendekat, lalu setengah berjongkok mengulurkan handphone padanya. "Tuan Antonio berhasil membawa Nyonya Cassandra kembali, Tuan. Apa yang harus kita lakukan?" tanya bodyguard itu.Gennaro membaca beberapa pesan singkat dari Antonio kemudian memberikan kembali handphone pada sang bodyguard. Gennaro kembali menatap makam-makam berjejer di depannya.Sejenak, Gennaro khidmat berdo'a, kemudian bangkit diiringi oleh bodyguard tadi. "Kita undang cucu menantuku ke rumah. Malam ini, kita adakan makan malam bersama." Gennaro berkata lirih, kemudian teringat akan An
Cassandra memejamkan mata sesaat. Dia butuh waktu beberapa detik untuk menyakinkan hati. Ya, hanya beberapa detik saja. Di saat seperti ini, Cassandra tidak mungkin berpikir terlalu lama.Tidak ada gunanya semua dipertahankan. Cinta Andrian hanya untuk Fiona. Seharusnya, Cassandra tidak perlu merasa berat mengambil keputusan sulit ini. Sejak awal pernikahan, dia tahu, hidup Andrian dan hati laki-laki itu bukanlah untuknya.Gennaro menahan ballpoint Cassandra kemudian menggeleng pelan dengan tatapan memohon. Laki-laki tua itu tidak ingin Andrian benar-benar menikahi Fiona. Meskipun di puncak kemarahan, Gennaro sebenarnya ingin cucunya itu bisa berubah dan kelak akan menggantikan posisinya."Pikirkan lagi, Cassandra," pinta Gennaro lirih.Mata tua itu berkaca-kaca. Cassandra tersenyum dan mengusap punggung tua Gennaro. Di sebelahnya, Antonio juga tengah menunggu keputusan penting Cassandra. "Saya sudah pikirkan hal ini, Kakek," jawabnya lalu kembali fokus pada kertas di tangannya.Andri
Cassandra menarik napas panjang kemudian mengangguk samar. Cassandra tidak menyangka jika hubungan buruknya dengan Andrian juga berpengaruh pada hubungan antara kakek dan cucu itu."Kakek, maaf. Saya tidak bisa menerimanya. Saya hanya orang miskin, tidak memiliki pendidikan tinggi. Saya tidak ingin mengecewakan Kakek yang sudah percaya pada saya," ucapnya lalu menunduk menatap perutnya sekilas. "Lagi pula, saya tengah hamil, itu pasti akan mempengaruhi kinerja saya, Kakek!" tolaknya halus.Gennaro menggeleng tegas. "Ini keputusan Kakek. Kamu jangan membantah, Cassandra! Kamu bisa belajar, Kakek tahu itu! Kakek juga tahu, kamu bukan orang yang malas, Cassandra!" Dia tetap bersikeras.Cassandra menoleh sejenak menatap Antonio. Laki-laki itu mengangguk, tetapi Cassandra masih bersikeras dengan pendiriannya."Saya tidak bisa, Kakek. Tolong, jangan lakukan ini pada Andrian!" pintanya sambil meraih tangan Gennaro. Gennaro berpikir beberapa saat kemudian bangkit dari tempat duduknya dengan w