Waiter itu menoleh ke arah gadis berpakaian minim yang baru naik panggung, menggantikan temannya yang selesai menari. Andrian mengeraskan rahangnya melihat pakaian yang dipakai gadis itu. Hampir seluruh pahanya terekspose, hanya terhalang stocking tipis warna krem. Begitupun tubuh bagian atasnya yang nyaris telanjang."Namanya itu Elia, Tuan. Apa Anda ingin menemuinya?" tanya sang waiter sopan, menyentak kegeraman Andrian.Andrian melirik sekiling sambil berpikir sejenak. Elia, Rosa, dan Cassandra, mungkin orang sama. Karena para penari itu kebanyakan memakai nama samaran.Setelah cukup yakin, Andrian memutuskan mengangguk samar. "Setelah dia selesai menari, bawa pada saya!" pintanya sambil menunjuk meja pojok ruangan. Hiruk pikuk musik bercampur orang-orang setengah mabuk, sudah menjadi hal biasa bagi Andrian. Laki-laki itu memang tidak asing dengan gemerlapnya dunia malam. Dari club malam terbesar di Kota Milan, dia bertemu dengan Fiona yang kala itu masih menjadi model dengan baya
Gennaro mengusap kedua matanya yang basah. Kemudian laki-laki tua itu mendongak menatap langit jingga yang tengah menyambut terbenamnya sang surya, menjelang musim panas ini. Ribuan kata penuh penyesalan memenuhi rongga dada Gennaro.Seandainya dia tidak pergi ke Jerman saat itu, mungkin Stefano, Maria, dan Alberto masih hidup. Dan yang pasti, Gennaro tidak dihantui rasa bersalah yang mendalam.Gennaro menoleh pada bodyguardnya yang mendekat, lalu setengah berjongkok mengulurkan handphone padanya. "Tuan Antonio berhasil membawa Nyonya Cassandra kembali, Tuan. Apa yang harus kita lakukan?" tanya bodyguard itu.Gennaro membaca beberapa pesan singkat dari Antonio kemudian memberikan kembali handphone pada sang bodyguard. Gennaro kembali menatap makam-makam berjejer di depannya.Sejenak, Gennaro khidmat berdo'a, kemudian bangkit diiringi oleh bodyguard tadi. "Kita undang cucu menantuku ke rumah. Malam ini, kita adakan makan malam bersama." Gennaro berkata lirih, kemudian teringat akan An
Cassandra memejamkan mata sesaat. Dia butuh waktu beberapa detik untuk menyakinkan hati. Ya, hanya beberapa detik saja. Di saat seperti ini, Cassandra tidak mungkin berpikir terlalu lama.Tidak ada gunanya semua dipertahankan. Cinta Andrian hanya untuk Fiona. Seharusnya, Cassandra tidak perlu merasa berat mengambil keputusan sulit ini. Sejak awal pernikahan, dia tahu, hidup Andrian dan hati laki-laki itu bukanlah untuknya.Gennaro menahan ballpoint Cassandra kemudian menggeleng pelan dengan tatapan memohon. Laki-laki tua itu tidak ingin Andrian benar-benar menikahi Fiona. Meskipun di puncak kemarahan, Gennaro sebenarnya ingin cucunya itu bisa berubah dan kelak akan menggantikan posisinya."Pikirkan lagi, Cassandra," pinta Gennaro lirih.Mata tua itu berkaca-kaca. Cassandra tersenyum dan mengusap punggung tua Gennaro. Di sebelahnya, Antonio juga tengah menunggu keputusan penting Cassandra. "Saya sudah pikirkan hal ini, Kakek," jawabnya lalu kembali fokus pada kertas di tangannya.Andri
Cassandra menarik napas panjang kemudian mengangguk samar. Cassandra tidak menyangka jika hubungan buruknya dengan Andrian juga berpengaruh pada hubungan antara kakek dan cucu itu."Kakek, maaf. Saya tidak bisa menerimanya. Saya hanya orang miskin, tidak memiliki pendidikan tinggi. Saya tidak ingin mengecewakan Kakek yang sudah percaya pada saya," ucapnya lalu menunduk menatap perutnya sekilas. "Lagi pula, saya tengah hamil, itu pasti akan mempengaruhi kinerja saya, Kakek!" tolaknya halus.Gennaro menggeleng tegas. "Ini keputusan Kakek. Kamu jangan membantah, Cassandra! Kamu bisa belajar, Kakek tahu itu! Kakek juga tahu, kamu bukan orang yang malas, Cassandra!" Dia tetap bersikeras.Cassandra menoleh sejenak menatap Antonio. Laki-laki itu mengangguk, tetapi Cassandra masih bersikeras dengan pendiriannya."Saya tidak bisa, Kakek. Tolong, jangan lakukan ini pada Andrian!" pintanya sambil meraih tangan Gennaro. Gennaro berpikir beberapa saat kemudian bangkit dari tempat duduknya dengan w
Outlet pakaian terletak tepat di depan outlet tas bermerek asal Perancis itu. Cassandra dan Bella segera membeli topi, kacamata, dan masker untuk menyamarkan penampilan mereka. Keduanya jeli mengawasi gerak-gerik kedua orang tadi. Akhirnya, Cassandra dan Bella memutuskan ikut masuk ke outlet tas itu. Cassandra hafal betul perempuan yang mengenakan masker dan kacamata hitam itu adalah Fiona. Lalu, siapa laki-laki tampan yang bersamanya itu? Jelas bukan Andrian.Fiona segera ke kasir diikuti oleh Jemmy. Tas seharga puluhan ribu dollar adalah hal kecil bagi Jemmy. Senyum sumringah tersungging di bibir Fiona. "Grazie mille, Amore! Kamu memang laki-laki terbaik yang pernah kukenal!" puji Fiona bangga.Jemmy terkekeh pelan. "Lebih baik mana, aku atau Andrian?" godanya.Fiona mengangkat bahu sekilas. "Dia baik karena tidak sayang uang, Jemmy!" jawabnya sembari melangkah keluar dari outlet. "Ayolah, Jemmy, jangan cemburu. Aku tidak sungguh-sungguh dengannya. Bukankah kita perlu umpan besar
"Aku benci semua ini, aku benci kamu Cassandra Lusette!" Andrian kembali meracau, kali ini dengan suara melirih.Cassandra kembali menatap Bella yang hanya menggeleng samar. Kedua wanita itu lantas sama-sama menatap miris pada Andrian yang terlihat begitu payah.Genggaman Andrian semakin melemah. Hal itu dimanfaatkan Cassandra untuk menarik tangannya. Wanita itu membungkukkan badan dan memperhatikan Andrian yang ternyata sudah tidur.Bella dan Cassandra mulai panik. Mereka bingung, bagaimana caranya membawa Andrian pulang? Cassandra melambaikan tangan pada seorang security dan meminta laki-laki itu memapah Andrian ke mobil Bella."Kita bawa ke mana, Cassandra? Apa kita bawa ke rumah Kakek Gennaro?" tanya Bella bingung.Cassandra berpikir sejenak sambil menatap sekiling tempat parkir. Waktu telah menunjukkan jam 11 malam. Mengingat hubungan buruk Andrian dan Gennaro, rasanya tidak mungkin menyatukan keduanya sekarang. Namun, tempat tinggal Andrian cukup jauh dari situ. Tak ingin membua
"Lepaskan aku, Andrian. Ingatlah, aku ke sini karena ada sesuatu yang sangat penting. Jadi, pakailah piyamamu dan kita bicara!"Cassandra menyingkirkan lengan Andrian yang melingkari bahunya. Namun, Andrian kembali memeluknya dengan sebelah tangan yang lain. Laki-laki itu menatap dalam mantan istrinya sambil tersenyum samar."Aku akan lepaskan, tapi dengan satu syarat!" ucap Andrian seenaknya."Tidak ada syarat lagi, Andrian! Kita sudah resmi bercerai, ingat itu!" sahut Cassandra sambil mendorong tubuh Andrian.Namun, tenaga Andrian lebih kuat meskipun baru sadar dari mabuk berat. Andrian merubah posisi menjadi duduk di samping mantan istrinya itu. Tangan kanannya sedikit terangkat, memegang wajah cantik Cassandra, lalu mengusap kepala wanita itu."Kita menikah lagi." Tiba-tiba Andrian berkata lirih lalu menarik pelan wajah Cassandra lebih mendekat. Kedua mata Cassandra mendelik mendengar ucapan Andrian. "Kita akan kembali disatukan dalam pernikahan," ulang Andrian lirih.Cassandra me
"Katakan pada Kakek, apa rencanamu selanjutnya, Cassandra?" desak Gennaro tidak sabar.Cassandra masih tersenyum. Dia akan terus mengumpulkan bukti kelicikan Fiona, supaya mata hati Andrian terbuka. Hanya dengan cara Andrian kembali ke La Stampa, Cassandra bisa mengawasi gerak-gerik mantan suaminya itu."Pokoknya, saya mau bekerja di sini, asalkan Andrian juga kembali ke sini, Kakek. Tolong jangan pecat dia." Cassandra kembali berusaha mempengaruhi pendirian Gennaro.Gennaro terdiam. Laki-laki tua itu mengusap-usap dagunya yang ditumbuhi bulu memutih. Lalu Gennaro melangkah menuju kursi kerjanya. Cassandra mengikuti kemudian duduk di seberang Gennaro."Kakek akan pertimbangkan, Cassandra. Sebenarnya apa yang kamu ketahui tentang Fiona selain kehidupan liarnya sebagai selebritis?" tanya Gennaro penasaran.Cassandra menunduk dan memilin jemarinya di atas pangkuan. Mengingat kesehatan Gennaro yang sedikit memburuk, Cassandra tak tega memberikan rekaman suara pada laki-laki itu."Saya piki