Outlet pakaian terletak tepat di depan outlet tas bermerek asal Perancis itu. Cassandra dan Bella segera membeli topi, kacamata, dan masker untuk menyamarkan penampilan mereka. Keduanya jeli mengawasi gerak-gerik kedua orang tadi. Akhirnya, Cassandra dan Bella memutuskan ikut masuk ke outlet tas itu. Cassandra hafal betul perempuan yang mengenakan masker dan kacamata hitam itu adalah Fiona. Lalu, siapa laki-laki tampan yang bersamanya itu? Jelas bukan Andrian.Fiona segera ke kasir diikuti oleh Jemmy. Tas seharga puluhan ribu dollar adalah hal kecil bagi Jemmy. Senyum sumringah tersungging di bibir Fiona. "Grazie mille, Amore! Kamu memang laki-laki terbaik yang pernah kukenal!" puji Fiona bangga.Jemmy terkekeh pelan. "Lebih baik mana, aku atau Andrian?" godanya.Fiona mengangkat bahu sekilas. "Dia baik karena tidak sayang uang, Jemmy!" jawabnya sembari melangkah keluar dari outlet. "Ayolah, Jemmy, jangan cemburu. Aku tidak sungguh-sungguh dengannya. Bukankah kita perlu umpan besar
"Aku benci semua ini, aku benci kamu Cassandra Lusette!" Andrian kembali meracau, kali ini dengan suara melirih.Cassandra kembali menatap Bella yang hanya menggeleng samar. Kedua wanita itu lantas sama-sama menatap miris pada Andrian yang terlihat begitu payah.Genggaman Andrian semakin melemah. Hal itu dimanfaatkan Cassandra untuk menarik tangannya. Wanita itu membungkukkan badan dan memperhatikan Andrian yang ternyata sudah tidur.Bella dan Cassandra mulai panik. Mereka bingung, bagaimana caranya membawa Andrian pulang? Cassandra melambaikan tangan pada seorang security dan meminta laki-laki itu memapah Andrian ke mobil Bella."Kita bawa ke mana, Cassandra? Apa kita bawa ke rumah Kakek Gennaro?" tanya Bella bingung.Cassandra berpikir sejenak sambil menatap sekiling tempat parkir. Waktu telah menunjukkan jam 11 malam. Mengingat hubungan buruk Andrian dan Gennaro, rasanya tidak mungkin menyatukan keduanya sekarang. Namun, tempat tinggal Andrian cukup jauh dari situ. Tak ingin membua
"Lepaskan aku, Andrian. Ingatlah, aku ke sini karena ada sesuatu yang sangat penting. Jadi, pakailah piyamamu dan kita bicara!"Cassandra menyingkirkan lengan Andrian yang melingkari bahunya. Namun, Andrian kembali memeluknya dengan sebelah tangan yang lain. Laki-laki itu menatap dalam mantan istrinya sambil tersenyum samar."Aku akan lepaskan, tapi dengan satu syarat!" ucap Andrian seenaknya."Tidak ada syarat lagi, Andrian! Kita sudah resmi bercerai, ingat itu!" sahut Cassandra sambil mendorong tubuh Andrian.Namun, tenaga Andrian lebih kuat meskipun baru sadar dari mabuk berat. Andrian merubah posisi menjadi duduk di samping mantan istrinya itu. Tangan kanannya sedikit terangkat, memegang wajah cantik Cassandra, lalu mengusap kepala wanita itu."Kita menikah lagi." Tiba-tiba Andrian berkata lirih lalu menarik pelan wajah Cassandra lebih mendekat. Kedua mata Cassandra mendelik mendengar ucapan Andrian. "Kita akan kembali disatukan dalam pernikahan," ulang Andrian lirih.Cassandra me
"Katakan pada Kakek, apa rencanamu selanjutnya, Cassandra?" desak Gennaro tidak sabar.Cassandra masih tersenyum. Dia akan terus mengumpulkan bukti kelicikan Fiona, supaya mata hati Andrian terbuka. Hanya dengan cara Andrian kembali ke La Stampa, Cassandra bisa mengawasi gerak-gerik mantan suaminya itu."Pokoknya, saya mau bekerja di sini, asalkan Andrian juga kembali ke sini, Kakek. Tolong jangan pecat dia." Cassandra kembali berusaha mempengaruhi pendirian Gennaro.Gennaro terdiam. Laki-laki tua itu mengusap-usap dagunya yang ditumbuhi bulu memutih. Lalu Gennaro melangkah menuju kursi kerjanya. Cassandra mengikuti kemudian duduk di seberang Gennaro."Kakek akan pertimbangkan, Cassandra. Sebenarnya apa yang kamu ketahui tentang Fiona selain kehidupan liarnya sebagai selebritis?" tanya Gennaro penasaran.Cassandra menunduk dan memilin jemarinya di atas pangkuan. Mengingat kesehatan Gennaro yang sedikit memburuk, Cassandra tak tega memberikan rekaman suara pada laki-laki itu."Saya piki
La Stampa Group OfficeAndrian meneliti beberapa berkas yang disodorkan oleh Ivo, asisten pribadi Gennaro. Berkali-kali, Andrian menggeleng samar menghadapi sikap kakeknya yang berubah-ubah. Sambil membubuhkan beberapa tanda tangan, Andrian tersenyum geli. "Sepertinya Kakek sudah mulai pikun, Paman. Bukankah beberapa waktu lalu memecatku seenaknya, sekarang memanggilku lagi seenaknya?" ucapnya lalu terkekeh."Sebenarnya Tuan Besar itu menyayangi Anda, Tuan. Beliau tidak tega melihat Anda tidak punya pekerjaan di luar sana. Meskipun Tuan Besar memberikan beberapa syarat." Ivo menanggapi.Andrian kembali mengangguk-angguk. "Seandainya Kakek tahu, aku sudah melamar kembali Cassandra, tapi dia yang tidak mau. Lalu apa salahnya aku memiliki keluarga baru?" "Sebaiknya Anda berpikir lagi, Tuan. Saya tidak yakin Nona Fiona ini tulus mencintai Anda.""Sama seperti Cassandra. Dia menikah denganku hanya ingin mengambil kepercayaan dari Kakek dan harta kami, kan? Bukankah semua perempuan akan si
"Kecelakaan? Kasihan sekali!" Cassandra memajukan pelan mobilnya.Kening Cassandra mengernyit ketika mengetahui tubuh yang meringkuk di trotoar itu. Tubuh tak asing baginya. Tak ingin penasaran terlalu lama, Cassandra memutuskan turun dari mobil.Dengan ragu dia melangkah ke arah dua orang petugas kepolisian yang menangani kecelakaan itu. Detak jantung Cassandra semakin cepat saja."Papa!" pekiknya sambil menutup mulut. "Papa, bagaimana ini terjadi?" tanya Cassandra sembari menatap bergantian pada polisi itu."Dia ayahmu?" tanya polisi itu menyipitkan mata menyelidik.Tanpa ragu, Cassandra mengangguk. "Benar. Saya mencarinya ke mana-mana!" jawabnya."Baiklah, biar papamu dibawa ke rumah sakit. Sepertinya dia terluka di bagian kaki!" ujar polisi itu.Cassandra mendekati tubuh kurus Carollo yang tak sadarkan diri di atas tandu. Cassandra mulai menangis melihat keadaan ayahnya yang mengenaskan.Pintu belakang mobil ambulance itu segera ditutup dan mobil pun melaju kencang menuju rumah sa
Tubuh Cassandra gemetar ketakutan melihat pisau mengkilat yang menempel di perutnya. Air mata wanita itu menetes, dalam hati dia menjerit, meminta pertolongan. Namun, tempat parkir itu sangatlah sepi dan jauh dari jangkauan kamera CCTV. "Ssi-siapa kalian?" tanya Cassandra dengan suara gemetar. Kedua laki-laki itu tersenyum sinis. Cassandra melirik sebuah mobil yang melaju melewati mereka. Kedua laki-laki yang menyandera Cassandra mengikuti arah pandangan wanita itu. Bukannya mengendorkan pisau, justru lebih menekannya. Salah satu dari mereka mengusap rambut Cassandra dengan penuh acting. "Ayolah, Sayang. Jangan marah terus!" ucap laki-laki itu mengeraskan suaranya. "Jawab aku, apa mau kalian?" tanya Cassandra sambil memejamkan mata. Laki-laki yang menempelkan pisau ke perut Cassandra tampak menyeringai menjijikan. "Mari kita buat kesepakatan, Cantik! Kami butuh uang lima ribu Euro untuk membebaskan Carollo. Karena dia masih punya tugas untuk kami. Jika kamu memberi kami uang, Car
Andrian menatap tajam Cassandra yang menunjukkan sikap tak peduli. Wanita itu justru menyodorkan map snelhecter tersebut lebih dekat ke arah Andrian."Bapak lupa, saya ke sini ingin meminta tanda tangan." Cassandra kembali berucap seramah mungkin.Telapak tangan Andrian terkepal di atas meja. Bukannya menandatangani berkas tersebut, Andrian justru bangkit dan berkacak pinggang sembari menatap mantan istrinya itu."Kamu cemburu pada Fiona? Apa kamu sadar kalah bersaing dengannya sehingga kamu berkata begitu?" sindirnya sarkas.Bukannya tersinggung, Cassandra justru menyunggingkan senyum sambil mengorek telinganya dengan jari kelingking. Hal itu benar-benar membuat Andrian ingin menerkam wanita itu tanpa ampun."Saya tidak cemburu. Dia bukanlah sekelas Monica Bellucci yang anggun. Kenapa harus cemburu, Pak?" tanya Cassandra balik. "Cassanova!" sentak Andrian gemas."Cassandra Lusette, Pak Andrian Petruzzelli. Oh, ya, kenapa Anda tidak mencari pengganti saya wanita berkelas, minimal sep