"Fiona, maukah kamu menikah denganku?" tanya Andrian lagi sambil memeluk erat gadis itu.Seperti mimpi di siang bolong, Fiona menajamkan pendengarannya. Gadis itu berkali-kali mengerjap, kemudian menatap tak percaya pada Andrian."Apa aku sedang bermimpi, Amore? Bukankah hubungan kita tidak direstui kakekmu?" tanyanya ragu."Persetan dengan larangan itu. Yang menjalani hidup ini adalah kita. Aku akan segera mengurus perceraianku dengan Cassandra!" jawab Andrian tegas.Rasa sakit dan kecewa yang mendalam, membuat Andrian tidak peduli lagi akan tentangan sang Kakek. Dia berpikir jika Cassandra bisa bahagia, dia pun juga bisa melakukan itu dengan yang lain. Andrian tersenyum penuh arti. Uang berlimpah dan nama besar keluarganya, memudahkan Andrian mendapatkan apa saja yang dia mau. Termasuk mendapatkan perempuan dan membuang perempuan yang sudah tak diinginkan.*Verona, Italia.Bella meletakkan sendok dengan mata melotot ke arah televisi yang menayangkan sebuah wawancara. Bella menoleh
Fiona nyengir sambil menatap kekasihnya itu. "Ah, jangan bilang kamu akan membuka perusahaan baru di Italia, Jemmy. Apa belum cukup kamu memiliki kekuasaan di negaramu?" candanya.Jemmy kembali menarik sebelah alisnya ke atas. "Pebisnis sepertiku tidak akan puas kalau belum menaklukkan Eropa, kalau perlu wilayah Asia juga. Apa kamu tidak bangga jika kekasihmu menjadi konglomerat nomor satu di planet ini?" balas laki-laki bercambang tipis itu."Tapi aku tidak mau jika disebut materialistis, Jemmy. Ingat, aku supermodel yang baru saja menandatangani kontrak dengan brand terbaik saat ini. Apa kamu tidak bangga memiliki kekasih sepertiku, hm?" Fiona tak mau kalah memamerkan prestasinya. Fiona memang pantas bangga menyandang gelar supermodel termahal saat ini. Namun, semua itu takkan terjadi tanpa bantuan Andrian. Karir gemilang Fiona naik drastis karena pengaruh Andrian sebagai bos media tersohor di Italia.Jemmy hanya bisa terkekeh mendengar ucapan Fiona. "Ya, ya, ya. Aku pantas bangga!
Pengemudi mobil sport berwarna merah itu menurunkan kacamata hitamnya dengan rahang mengeras. Jari-jarinya mencengkeram setir dengan kuat. Pemandangan itu meskipun sekejap, tetapi mampu membuat hatinya bagaikan dikerubuti semut rangrang.Tiiin! Tiin!Klakson keras itu, sontak membuat Antonio dan Cassandra menatap ke sumber suara. Namun, mereka hanya bisa melihat mobil sport tadi melesat cepat, padahal lampu lalu lintas baru saja menyala hijau."Orang gila," sungut Antonio.Cassandra segera menarik tangannya. Mendadak raut wajah wanita cantik itu berubah gusar. Meskipun hanya sekelebat, dia seperti tidak asing dengan mobil itu. Iya, pemilik mobil itu adalah Andrian, suaminya.Cassandra tersenyum miris. Apa lagi yang diharapkan? Jangankan mencari, dalam jarak begitu dekat saja, Andrian seolah tidak mengenalnya. Buru-buru Cassandra menepis angan konyol itu dari benaknya. Memangnya siapa dia yang berharap dicari orang sekelas Andrian Petruzzelli? Bukankah kehadirannya memang tak diharapk
Cassandra bingung. Ke mana harus mencari uang lima belas ribu Euro dalam waktu singkat? Dia tidak memiliki tabungan lagi. Cassandra menundukkan wajah dan menatap jemarinya. Dia memutar cincin berlian yang melingkari jari manisnya dengan perasaan sedih.Cincin pemberian Kakek Gennaro itu memang sangat mahal, tetapi Cassandra tidak akan menjualnya. Dia akan mengembalikan pada laki-laki tua itu jika mereka bertemu lagi. Carollo ikut mengikuti arah pandangan Cassandra. Sejenak, mata tua itu berbinar melihat cincin berlian itu melingkari jari manis Cassandra."Berikan itu pada Papa!" pinta Carollo sambil menarik tangan Cassandra kuat.Cassandra yang tengah termenung, tiba-tiba tersentak kaget. Begitu pun dengan Antonio. Laki-laki muda itu refleks memegang bahu Cassandra. Cassandra sedikit terhuyung ke depan. Wanita itu segera memegangi perutnya. "Berikan, Cassandra! Itu bisa dijual dan Papa tidak perlu tinggal di sini lagi!" Carollo kembali berusaha merampas benda milik putrinya.Antonio
Kedua mata Cassandra berkaca-kaca. Dengan perasaan kecewa, siang itu juga Cassandra dan Bella memutuskan kembali ke Verona. "Tenang dulu, Cassandra. Kamu cari informasi dulu, siapa tahu Antonio bisa bantu kamu!" saran Bella ketika mereka sudah berada di dalam kereta."Aku tidak mau merepotkan Antonio terus, Bella. Oh, ya, jangan katakan padanya aku kerja di club malam, ya!""Kelihatannya Antonio itu sangat mencintaimu, Cassandra. Tidak peduli kondisimu saat ini seperti apa. Apa kamu tidak berpikir sekali lagi untuk menerima dia kembali?" tanya Bella hati-hati.Cassandra langsung menggeleng tegas. Dia benar-benar malu jika sampai kembali pada Antonio. Lagi pula, Cassandra merasa tidak pantas bersama Antonio."Aku hanya tidak tega melihatmu bekerja di tempat itu, Cassandra. Aku takut terjadi sesuatu dengan kandunganmu. Bagaimana kalau laki-laki yang hendak membelimu itu mengetahui keberadaanmu?" ulang Bella khawatir."Kamu jangan takut, Bella, laki-laki itu tidak akan tahu aku kerja di
Cassandra mengangguk kaku saat menatap sekilas pada Barreto. Laki-laki itu tersenyum, lalu segera pamit karena tugasnya telah selesai. Ruangan besar nan mewah langsung menyambut Cassandra begitu wanita itu sampai di dalam.Aroma wangi langsung menyeruak masuk ke indera penciumannya. Cassandra mengernyitkan dahi karena tidak mendapati seorang pun di situ. Dia menatap tempat tidur besar yang rapi dengan jantung berdetak lebih cepat dari biasanya.Terdengar suara gemericik air dari kamar mandi. Cassandra menarik napas panjang, menghembuskan pelan, lalu mengulanginya berkali-kali. Wanita yang memakai dress sebatas lutut itu, memilih duduk di sofa menunggu sang Tuan Penyewanya.Cklek!Pintu kamar mandi dibuka. Cassandra langsung bangkit sembari menoleh. Laki-laki yang baru saja keluar dari kamar mandi dan hanya membalut tubuh bawahnya dengan handuk itu pun ikut menatapnya. Kedua pasang mata itu saling pandang dengan tatapan sama-sama tak percaya. Ada luka, bingung, dan entah perasaan apa m
Ruangan luas itu mendadak sepi. Ketiganya memandang Gennaro dengan tatapan tak percaya. Lalu, pandangan Andrian tertuju pada Antonio yang tersenyum mengejek penuh kemenangan. Di sebelahnya, Fiona seharusnya senang mendapatkan lampu hijau menikah dengan Andrian. Namun, entah mengapa, gadis itu justru bersikap sebaliknya. Angan-angan yang sudah terlanjur melambung tinggi setelah bisa menyingkirkan Cassandra, kini tiba-tiba terjatuh ke dasar jurang, saat mendengar ucapan Gennaro.Andrian dipecat dari La Stampa Group? Ini bukan hanya mimpi buruk, akan tetapi kenyataan pahit yang tidak bisa ditoleransi oleh Fiona.Dia datang pada Andrian bukan hanya menawarkan tubuh molek dan cinta, akan tetapi mengharapkan imbalan besar berupa kemewahan tak terbatas.Fiona bergidik ngeri membayangkan Andrian akan tinggal di apartmentnya tanpa pekerjaan. Bukankah Jemmy memberinya berkali-kali lipat lebih banyak dari itu?"Kenapa kalian diam?" tanya Gennaro menginterupsi ketiganya dari pikiran masing-masin
Waiter itu menoleh ke arah gadis berpakaian minim yang baru naik panggung, menggantikan temannya yang selesai menari. Andrian mengeraskan rahangnya melihat pakaian yang dipakai gadis itu. Hampir seluruh pahanya terekspose, hanya terhalang stocking tipis warna krem. Begitupun tubuh bagian atasnya yang nyaris telanjang."Namanya itu Elia, Tuan. Apa Anda ingin menemuinya?" tanya sang waiter sopan, menyentak kegeraman Andrian.Andrian melirik sekiling sambil berpikir sejenak. Elia, Rosa, dan Cassandra, mungkin orang sama. Karena para penari itu kebanyakan memakai nama samaran.Setelah cukup yakin, Andrian memutuskan mengangguk samar. "Setelah dia selesai menari, bawa pada saya!" pintanya sambil menunjuk meja pojok ruangan. Hiruk pikuk musik bercampur orang-orang setengah mabuk, sudah menjadi hal biasa bagi Andrian. Laki-laki itu memang tidak asing dengan gemerlapnya dunia malam. Dari club malam terbesar di Kota Milan, dia bertemu dengan Fiona yang kala itu masih menjadi model dengan baya
Andrian menggenggam jemari tangan Cassandra di atas makam Antonio. Sebelah tangannya mengusap batu nisan Antonio. Ada rasa sedih mendalam kehilangan sosok sahabat meskipun sempat menjadi saingannya."Aku datang padamu untuk meminta kembali Cassandra. Aku yakin, kamu tidak mungkin marah padaku. Aku janji akan menjaganya seperti kamu menjaga dia dan anak-anakku. Damailah di sana, Antonio. Terima kasih sudah menjaga mereka dengan baik." Andrian tersenyum samar, kemudian menatap Cassandra yang duduk di seberangnya."Ayo, kita pulang!" ajak Cassandra tidak ingin larut dalam kenangan tentang Antonio.Cassandra tidak ingin terus menerus bersedih karena kehilangan Antonio. Dia harus bisa menghargai perasaan Andrian setelah berani berdamai dan memutuskan menerima kembali laki-laki itu.Andrian mengangguk menuruti permintaan Cassandra. Tangannya tak lepas dari jemari tangan Cassandra hingga memasuki mobil. Sejenak, keduanya terdiam di dalam mobil dengan pandangan sama-sama tertuju pada makam An
Andrian mengerang kecil. Luka jahitan bekas operasi yang masih basah itu, terasa sangat nyeri. Rupanya, Cassandra menekan dengan kuat tepat di perban itu. Cassandra termangu melihat Andrian kesakitan sambil memegangi dadanya."Kenapa berhenti? Lakukanlah, Amore!" pinta Andrian pasrah. Tatapannya nanar pada Cassandra, tidak ada kemarahan sedikit pun di sana.Bella segera mendekati Cassandra untuk mencegah wanita itu berbuat yang lebih brutal. Bella maklum, kondisi Cassandra benar-benar jatuh sehingga bisa saja bertindak di luar kendali.Angelica sigap memanggil perawat. Tidak lama kemudian, seorang perawat memasuki ruang perawatan Andrian."Kenapa luka Anda bisa mengeluarkan darah?" tanya perawat sembari melepas perban di dada Andrian.Andrian menggeleng pelan. "Maaf, saya tidak sengaja menyenggol perbannya!" jawabnya berbohong. Lantas, Andrian melirik pada Cassandra yang menatap luka di dadanya dengan wajah pucat. Darah merembes dari sela-sela jahitan yang masih basah. Luka bekas ope
"Lepaskan saya, Bunda. Saya harus mengikuti mereka!" Cassandra kembali memberontak.Di antara isak tangis, Cassandra meringis menahan kram di perutnya. Wanita itu memegangi perut yang semakin terasa tidak nyaman. Bella dan Bunda Stefania segera memanggil sopir untuk membawa Cassandra ke rumah sakit.Setelah menjalani serangkaian pemeriksaan USG, Cassandra dibawa ke ruang perawatan. Dia masih menangis, tidak menyangka hari bahagianya berubah kelam. Cassandra juga belum tahu nasib Andrian dan Antonio di ruang operasi.Bella yang mendorong kursi roda, menghentikan langkah ketika mendengar suara seseorang sedang berbicara di telepon. Cassandra mendongak menatap Bella, lalu menyadari sesuatu.Air mata Cassandra kembali menetes membasahi pipi mendengar suara yang dikenalnya itu. Bella hendak kembali mendorong kursi roda, tetapi Cassandra mencegah sahabatnya itu, untuk mendengarkan pembicaraan lebih lanjut."Tunggu sebentar, Bella! Tolong antar aku ke tempat pengawal itu!" pintanya pada sang
Mendengar jawaban Cassandra, Antonio hanya bisa mengangguk meskipun dia tahu, wanita itu tidak melihatnya. Cassandra kembali meneruskan langkah. Di ruang bawah tampak sepi, mungkin anak-anak sedang dimandikan oleh Nanny.Cassandra juga tidak melihat keberadaan Andrian dan mobil laki-laki itu. Entah ada perasaan aneh tiba-tiba menghinggapi Cassandra. Dia memaki diri sendiri yang terlalu munafik jika kepergian Andrian membuatnya merasa kehilangan."Aku pulang dulu, kamu juga segera kembali ke atas. Hati-hati naik turun tangga!" ucap Antonio begitu mereka sampai di lantai bawah.Cassandra mendongak menatap manik Antonio lalu mengangguk samar. Antonio tersenyum, kemudian mencium bibir Cassandra sekilas sebelum memutuskan berlalu dari hadapan kekasihnya itu."Ciao Amore. Hati-hati di jalan!'' ucap Cassandra mengikuti langkah Antonio sampai di depan pintu.Antonio tersenyum sebelum memasuki mobil. Segera, mobil mewah itu pun meninggalkan car port rumah megah Andrian. Sesampainya di luar pag
Mendengar suara tangisan, Antonio segera mengangkat wajah Cassandra dan menatapnya dalam. Sedangkan Cassandra buru-buru menghapus air mata, lalu memunguti pakaiannya yang berserak di dekat sofa.Antonio memperhatikan sang kekasih, lalu tersenyum samar. Dia terus memperhatikan Cassandra yang memakai pakaiannya dengan terburu-buru."Ah, aku harus ke kamar mandi dulu, Amore!" pamit Cassandra pada laki-laki yang masih duduk memperhatikan dirinya itu."Hati-hati, jangan terburu-buru, Bellissima!" ucap Antonio mengingatkan.Cassandra tidak menjawab. Dia segera memasuki kamar mandi, lalu mengunci pintunya dari dalam. Di sana, dia menumpahkan tangis di depan wastafel. Cassandra meremas baju atasnya ketika melihat beberapa tanda kepemilikan Antonio bertebaran di dadanya."Aarrggh!" jerit Cassandra. Lantas, pandangan wanita itu turun pada perutnya yang membuncit. Perut berisi bayi darah daging Andrian itu, diusapnya lembut dengan hati dilema."Kenapa aku lakukan itu, Tuhan? Kenapa aku harus be
"Andrian, apa kamu tidak ingin memelukku?" tanya wanita itu menatap manik kebiruan Andrian.Andrian tersadar dari lamunan singkatnya, lalu mengangguk samar. Dengan ragu, dia mendekati Helena dan memeluk wanita itu. Wanita yang pernah dibencinya, sekaligus terpaksa dia terima karena hubungan darah itu tidak bisa dihapus oleh takdir sekalipun."Terima kasih, Andrian. Kuharap tidak ada kebencian di hati kita. Maafkan aku yang sudah merusak semuanya," ucap Helena lirih di dada Andrian. Andrian menelan saliva berat mendengar ucapan itu. Memaafkan? Jika ada yang harus mengemis maaf, maka orang itu adalah dirinya. Andrian melepaskan pelukan dan menatap Helena dengan tatapan dalam."Maaf, Helena. Aku begitu bersalah padamu dan Kakek. Jika Kakek masih hidup, mungkin aku akan bersimpuh di kakinya.""Hei, apa yang kamu bicarakan? Papa itu hatinya sangat luas. Aku yakin kamu lebih paham daripada aku, Andrian. Ayolah, kamu harus tersenyum! Kita buka lembaran baru dengan damai, bagaimana?" Helena
"Cassandra, apakah tidak ada kesempatan sekali lagi untukku?" tanya Andrian putus asa.Cassandra semakin kesal dengan sikap mantan suaminya yang tidak tahu malu itu. Wanita itu kembali memutar bola mata malas, lalu menatap tidak minat pada Andrian."Tidak! Kesempatanmu hanya sebagai ayah dari kedua anakku, bukan suamiku!" jawabnya tegas.Andrian tidak menyerah. Sudah kepalang tanggung karena dia telah memberanikan diri mendekati Cassandra lagi. Meskipun di sisi lain ada rasa rendah diri setelah terlalu sering melukai hati Cassandra."Aku janji, Cassandra! Aku akan melakukan apa pun yang kamu mau. Bahkan, aku tidak peduli dengan semua hartaku, asalkan kamu ...""Apa pun?" sahut Cassandra cepat hingga membuat Andrian langsung mengangguk."Ya, apa pun. Katakan, Cassandra!" desak Andrian tidak sabar.Cassandra tersenyum penuh arti lalu mengangguk pelan. Dia menatap sekeliling yang sepi karena karyawan sudah sibuk di mejanya masing-masing."Apa pun. Hm, baiklah. Sepertinya kamu ingin sekal
Jelas, itu bukan tanda kepemilikan dari Andrian. "Sial kenapa harus ada jejak begini?" Marta menjadi bingung ketika semakin digosok, bekas kissmark itu tidak menghilang melainkan tambah memerah. Dia tidak perlu sekhawatir ini jika saja Andrian tidak datang mendadak.Entah apa yang membuat Andrian tiba-tiba datang. Padahal, sore tadi laki-laki itu mengatakan pergi ke rumah Gennaro. Marta melirik sekilas ke arah ruang tamu di mana Andrian tampak fokus dengan handphone."Oke, aku ke sana sekarang!" Laki-laki itu menarik napas panjang kemudian bangkit.Dia menoleh ke arah pintu kamar mandi yang masih tertutup. Marta yang mendengarkan pembicaraan Andrian justru menarik napas lega. Dia segera memakai kimono dan mengikat di depan perut, lalu segera menemui Andrian."Aku sudah selesai. Tapi sepertinya kamu mau pergi!" Marta pura-pura cemberut kecewa.Andrian menatapnya dari ujung kaki hingga ujung kepala. "Maaf, Davidde sedang demam. Aku harus mengantar ke rumah sakit!" ucapnya.Marta mende
Cassandra mendorong pelan dada Antonio dan kembali menatap laki-laki tampan itu. "Apa kamu tidak keberatan, Antonio? Seharusnya kamu mendapatkan wanita yang sepadan, bukan sepertiku!" "Apa yang membuatmu berpikir begitu? Aku mencintaimu sejak dulu sampai sekarang Cassandra!" ucap Antonio tegas.Cassandra mengangguk samar diiringi senyuman. Senyum manis yang tidak dibuat-buat dan baru Antonio lihat semenjak wanita itu mengalami perceraian. Antonio bertekad ingin membuat Cassandra selalu menyunggingkan senyum manis dan melupakan kegagalan pernikahannya."Aku terima!" ucap Cassandra sambil mengangguk berkali-kali.Antonio tertegun sejenak, kemudian memeluk Cassandra. Sementara di depan pintu, Andrian semakin mematung menatap keduanya. Laki-laki itu membalikkan badan, yang membuat Antonio tanpa sengaja menatapnya.Lantas, Antonio melepaskan pelukan dan bangkit. Kemudian dia melangkah mendekati Andrian yang hendak beranjak dari situ."Andrian, sudah lama kamu di situ?" tanya Antonio pelan