Andrian menggenggam erat perhiasan Cassandra. Kedua mata lelaki itu memerah menahan tangis dan kemarahan memuncak. Ternyata, Cassandra meninggalkan semua perhiasan dan juga kartu kredit pemberiannya."Inikah yang kamu inginkan, Cassandra? Baiklah, kalau kamu benar-benar mengambil jalan ini, aku kabulkan keinginanmu. Tapi kenapa kamu sebodoh ini? Apa kamu bisa hidup tanpa sepeser pun uang di luar sana?" Andrian membawa kotak perhiasan itu ke tempat tidur. Berkali-kali dia mengusap kasar wajahnya. Andrian bingung, dan juga tak mengerti dengan jalan pikiran kakeknya yang begitu antusias mempertahankan Cassandra. Padahal, keduanya baru bertemu ketika Andrian membawa pulang Cassandra ke villa waktu itu."Kenapa perempuan itu merepotkan?" ucap laki-laki itu kemudian meletakkan kotak perhiasan di dekatnya.Lalu, dia sendiri memutuskan merebah sambil mengotak-atik handphonenya. Beberapa pesan dan panggilan masuk sejak siang, luput dari perhatian Andrian. Merasa tidak mendapatkan kabar menge
"Fiona, maukah kamu menikah denganku?" tanya Andrian lagi sambil memeluk erat gadis itu.Seperti mimpi di siang bolong, Fiona menajamkan pendengarannya. Gadis itu berkali-kali mengerjap, kemudian menatap tak percaya pada Andrian."Apa aku sedang bermimpi, Amore? Bukankah hubungan kita tidak direstui kakekmu?" tanyanya ragu."Persetan dengan larangan itu. Yang menjalani hidup ini adalah kita. Aku akan segera mengurus perceraianku dengan Cassandra!" jawab Andrian tegas.Rasa sakit dan kecewa yang mendalam, membuat Andrian tidak peduli lagi akan tentangan sang Kakek. Dia berpikir jika Cassandra bisa bahagia, dia pun juga bisa melakukan itu dengan yang lain. Andrian tersenyum penuh arti. Uang berlimpah dan nama besar keluarganya, memudahkan Andrian mendapatkan apa saja yang dia mau. Termasuk mendapatkan perempuan dan membuang perempuan yang sudah tak diinginkan.*Verona, Italia.Bella meletakkan sendok dengan mata melotot ke arah televisi yang menayangkan sebuah wawancara. Bella menoleh
Fiona nyengir sambil menatap kekasihnya itu. "Ah, jangan bilang kamu akan membuka perusahaan baru di Italia, Jemmy. Apa belum cukup kamu memiliki kekuasaan di negaramu?" candanya.Jemmy kembali menarik sebelah alisnya ke atas. "Pebisnis sepertiku tidak akan puas kalau belum menaklukkan Eropa, kalau perlu wilayah Asia juga. Apa kamu tidak bangga jika kekasihmu menjadi konglomerat nomor satu di planet ini?" balas laki-laki bercambang tipis itu."Tapi aku tidak mau jika disebut materialistis, Jemmy. Ingat, aku supermodel yang baru saja menandatangani kontrak dengan brand terbaik saat ini. Apa kamu tidak bangga memiliki kekasih sepertiku, hm?" Fiona tak mau kalah memamerkan prestasinya. Fiona memang pantas bangga menyandang gelar supermodel termahal saat ini. Namun, semua itu takkan terjadi tanpa bantuan Andrian. Karir gemilang Fiona naik drastis karena pengaruh Andrian sebagai bos media tersohor di Italia.Jemmy hanya bisa terkekeh mendengar ucapan Fiona. "Ya, ya, ya. Aku pantas bangga!
Pengemudi mobil sport berwarna merah itu menurunkan kacamata hitamnya dengan rahang mengeras. Jari-jarinya mencengkeram setir dengan kuat. Pemandangan itu meskipun sekejap, tetapi mampu membuat hatinya bagaikan dikerubuti semut rangrang.Tiiin! Tiin!Klakson keras itu, sontak membuat Antonio dan Cassandra menatap ke sumber suara. Namun, mereka hanya bisa melihat mobil sport tadi melesat cepat, padahal lampu lalu lintas baru saja menyala hijau."Orang gila," sungut Antonio.Cassandra segera menarik tangannya. Mendadak raut wajah wanita cantik itu berubah gusar. Meskipun hanya sekelebat, dia seperti tidak asing dengan mobil itu. Iya, pemilik mobil itu adalah Andrian, suaminya.Cassandra tersenyum miris. Apa lagi yang diharapkan? Jangankan mencari, dalam jarak begitu dekat saja, Andrian seolah tidak mengenalnya. Buru-buru Cassandra menepis angan konyol itu dari benaknya. Memangnya siapa dia yang berharap dicari orang sekelas Andrian Petruzzelli? Bukankah kehadirannya memang tak diharapk
Cassandra bingung. Ke mana harus mencari uang lima belas ribu Euro dalam waktu singkat? Dia tidak memiliki tabungan lagi. Cassandra menundukkan wajah dan menatap jemarinya. Dia memutar cincin berlian yang melingkari jari manisnya dengan perasaan sedih.Cincin pemberian Kakek Gennaro itu memang sangat mahal, tetapi Cassandra tidak akan menjualnya. Dia akan mengembalikan pada laki-laki tua itu jika mereka bertemu lagi. Carollo ikut mengikuti arah pandangan Cassandra. Sejenak, mata tua itu berbinar melihat cincin berlian itu melingkari jari manis Cassandra."Berikan itu pada Papa!" pinta Carollo sambil menarik tangan Cassandra kuat.Cassandra yang tengah termenung, tiba-tiba tersentak kaget. Begitu pun dengan Antonio. Laki-laki muda itu refleks memegang bahu Cassandra. Cassandra sedikit terhuyung ke depan. Wanita itu segera memegangi perutnya. "Berikan, Cassandra! Itu bisa dijual dan Papa tidak perlu tinggal di sini lagi!" Carollo kembali berusaha merampas benda milik putrinya.Antonio
Kedua mata Cassandra berkaca-kaca. Dengan perasaan kecewa, siang itu juga Cassandra dan Bella memutuskan kembali ke Verona. "Tenang dulu, Cassandra. Kamu cari informasi dulu, siapa tahu Antonio bisa bantu kamu!" saran Bella ketika mereka sudah berada di dalam kereta."Aku tidak mau merepotkan Antonio terus, Bella. Oh, ya, jangan katakan padanya aku kerja di club malam, ya!""Kelihatannya Antonio itu sangat mencintaimu, Cassandra. Tidak peduli kondisimu saat ini seperti apa. Apa kamu tidak berpikir sekali lagi untuk menerima dia kembali?" tanya Bella hati-hati.Cassandra langsung menggeleng tegas. Dia benar-benar malu jika sampai kembali pada Antonio. Lagi pula, Cassandra merasa tidak pantas bersama Antonio."Aku hanya tidak tega melihatmu bekerja di tempat itu, Cassandra. Aku takut terjadi sesuatu dengan kandunganmu. Bagaimana kalau laki-laki yang hendak membelimu itu mengetahui keberadaanmu?" ulang Bella khawatir."Kamu jangan takut, Bella, laki-laki itu tidak akan tahu aku kerja di
Cassandra mengangguk kaku saat menatap sekilas pada Barreto. Laki-laki itu tersenyum, lalu segera pamit karena tugasnya telah selesai. Ruangan besar nan mewah langsung menyambut Cassandra begitu wanita itu sampai di dalam.Aroma wangi langsung menyeruak masuk ke indera penciumannya. Cassandra mengernyitkan dahi karena tidak mendapati seorang pun di situ. Dia menatap tempat tidur besar yang rapi dengan jantung berdetak lebih cepat dari biasanya.Terdengar suara gemericik air dari kamar mandi. Cassandra menarik napas panjang, menghembuskan pelan, lalu mengulanginya berkali-kali. Wanita yang memakai dress sebatas lutut itu, memilih duduk di sofa menunggu sang Tuan Penyewanya.Cklek!Pintu kamar mandi dibuka. Cassandra langsung bangkit sembari menoleh. Laki-laki yang baru saja keluar dari kamar mandi dan hanya membalut tubuh bawahnya dengan handuk itu pun ikut menatapnya. Kedua pasang mata itu saling pandang dengan tatapan sama-sama tak percaya. Ada luka, bingung, dan entah perasaan apa m
Ruangan luas itu mendadak sepi. Ketiganya memandang Gennaro dengan tatapan tak percaya. Lalu, pandangan Andrian tertuju pada Antonio yang tersenyum mengejek penuh kemenangan. Di sebelahnya, Fiona seharusnya senang mendapatkan lampu hijau menikah dengan Andrian. Namun, entah mengapa, gadis itu justru bersikap sebaliknya. Angan-angan yang sudah terlanjur melambung tinggi setelah bisa menyingkirkan Cassandra, kini tiba-tiba terjatuh ke dasar jurang, saat mendengar ucapan Gennaro.Andrian dipecat dari La Stampa Group? Ini bukan hanya mimpi buruk, akan tetapi kenyataan pahit yang tidak bisa ditoleransi oleh Fiona.Dia datang pada Andrian bukan hanya menawarkan tubuh molek dan cinta, akan tetapi mengharapkan imbalan besar berupa kemewahan tak terbatas.Fiona bergidik ngeri membayangkan Andrian akan tinggal di apartmentnya tanpa pekerjaan. Bukankah Jemmy memberinya berkali-kali lipat lebih banyak dari itu?"Kenapa kalian diam?" tanya Gennaro menginterupsi ketiganya dari pikiran masing-masin