"Aku serius, aku ingin kita cerai!" ulang Cassandra sembari bangkit dan menyambar baju, kemudian memakainya cepat.Andrian menarik tangan Cassandra dan kembali memeluknya. "Aku tidak akan izinkan. Sudah kutegaskan berkali-kali, kita tidak akan cerai!" balasnya.Cassandra mendengus kesal. Dia mendorong pelan tubuh Andrian sehingga pelukan laki-laki itu terlepas. Andrian ikut bangun, lalu memakai celananya. Laki-laki itu bergegas ke lemari dan membuka laci. Andrian mengambil stop map yang berisi berkas perjanjian rahasia mereka.Andrian mendekat lalu membuka isi berkas itu. Diangkatnya kertas yang di situ tertera beberapa perjanjian serta tanda tangannya dan Cassandra. Cassandra mendongak, lalu berusaha meraih benda itu. Namun, Andrian mengangkatnya lebih tinggi. "Andrian, mau kamu apakan itu?" tanya Cassandra sambil mendesis menahan rasa tak nyaman di bagian bawah tubuhnya.Andrian tidak menjawab. Dia justru merobek kertas itu menjadi beberapa bagian kecil-kecil. Cassandra terbelalak d
"Iya, kamu bisa lakukan itu, Honey. Kita akan mendapatkan keuntungan besar jika kamu berhasil!"Fiona mengerutkan kening masih belum mengerti arah ucapan Jemmy. Gadis itu mendongak dengan tatapan menuntut jawaban. Jemmy kembali tersenyum, lalu menjentik gemas dahi Fiona."Apa yang kamu pikirkan? Ini hal mudah, aku yakin kamu bisa, Honey!" ucap Jemmy lagi. Laki-laki itu terus meyakinkan Fiona akan rencana indahnya.Fiona menjentikkan kedua jari, kemudian tertawa. "Kenapa kamu tidak katakan dari dulu, Jemmy? Aku butuh ide brilianmu!" serunya.Jemmy menaik turunkan alisnya. Laki-laki itu kembali menyambar bibir Fiona dan selanjutnya kembali mengulang adegan panas beberapa menit yang lalu.Jemmy memang bukan Andrian yang melakukan hubungan dengan cara lembut. Namun, anehnya hal itu justru semakin dinikmati oleh Fiona yang tidak pernah merasa puas dengan Andrian. "Ah, sial! Kenapa kamu sekuat ini, Jemmy?" pekik Fiona sambil terus menggapai puncak kenikmatan di atas tubuh Jemmy.Suara desa
Andrian mematikan panggilan dan beralih ke pesan singkat. Beberapa foto Cassandra terpampang di aplikasi pesan singkatnya. Andrian mengamati foto-foto Cassandra ketika tengah bercengkrama dengan beberapa anak kecil.Andrian menoleh pada istrinya sekilas yang masih tertidur pulas. Cassandra yang sederhana, hanya mengenakan kaos oblong dan celana jeans robek di bagian lutut, tampak jongkok sambil memeluk dua anak kecil."Anak siapa ini?" tanya Andrian pada dirinya sendiri. "Apa ini adik-adik atau keponakan Cassandra? Tapi, kenapa Carollo tidak membawa saudara Cassandra ketika kami menikah?" ulangnya retoris.Andrian kembali merebah di samping Cassandra. Dia mengusap bibir ranum sang istri dengan ibu jarinya, kemudian mencium bibir wanita itu sekilas.Cassandra menyipitkan mata dan terkejut mendapati wajah Andrian menempel di wajahnya. Telapak tangan Cassandra terangkat sedikit, lalu mengusap pipi Andrian sehingga membuat pria itu menghentikan ciumannya."Andrian, kamu belum tidur?" tanya
Selembar kertas di dalam bouquet bertuliskan, "Ti amo Cassandra", itu menarik perhatian Fiona. Dengan cepat disambarnya benda itu sambil tersenyum penuh arti.Krek! Fiona menarik kertas tersebut, meremasnya menjadi tak terbentuk, kemudian mengantonginya. Dia melirik sekeliling dan meraih kertas serupa dari dalam tasnya.Fiona segera menulis kalimat, "I love you, Fiona Magdalena, will you marry me?" Menirukan tulisan tangan Andrian. Selanjutnya, Fiona melipat kertas itu dan meletakkannya ke sela-sela rangkaian bunga. Juga, menyelipkan sebuah benda yang sudah disiapkan dari rumah."Perfetto!" ucapnya bangga.Dengan langkah santai, Fiona turun dari lantai dua. Di dekat anak tangga dia berpapasan dengan ART tadi. Fiona kembali tersenyum sinis, lalu mengibaskan rambutnya yang tergerai sebatas punggung."Berlama-lama dekat pembantu, membuat kulitku gatal! Seandainya laptopku tidak ketinggalan, aku tidak akan ke sini sekarang tanpa Andrian!" ejeknya kemudian melenggang pergi. ART berusia pa
Andrian menatap tajam Fiona dengan rahang mengeras. Di depannya, Cassandra hanya bisa diam memperhatikan interaksi keduanya. Cassandra mengerjap berkali-kali, mencegah air matanya yang hendak menyeruak jatuh ke pipi.Tidak. Dia tidak ingin menangis di depan mereka. Cassandra tidak ingin terlihat lemah dan cemburu. Meskipun hatinya terasa sakit mengetahui Fiona hamil anak Andrian.Sambil menyunggingkan senyum kemenangan, Fiona melangkah angkuh mendekati Cassandra. Gadis berambut pirang itu mengambil handphone dari dalam tasnya. Masih sambil tersenyum puas, dia mengotak-atik benda itu dan membuka rekaman suara."Kalau kamu sungguh-sungguh menyesal, aku terima kamu di sini. Baiklah, kita kembali menjalani hubungan ini. Tapi aku tidak bisa menikahimu karena Kakek akan menentangnya. Kakek lebih menyayangi perempuan itu, Fiona. Kamu tinggallah di sini, Cassandra tetap istriku dan kamu wanitaku!" Cassandra menatap Andrian dengan tatapan nanar. Andrian hendak merebut handphone Fiona, akan te
"Apa maksudnya tidak ada di kamarnya?" tanya Andrian tak percaya.Dia menyeruak memasuki kamar dan mencari keberadaan istrinya. Andrian membuka pintu kamar mandi, yang ternyata juga tidak menemukan keberadaan Cassandra.Laki-laki itu panik. Tiba-tiba perasaan takut menghinggapi Andrian. Dia mengusap wajahnya kasar, lalu berusaha menelepon Cassandra. Namun, berulang kali dia menelepon, tak juga mendapatkan jawaban.Andrian menggenggam kuat handphone itu. Di saat yang sama, handphone bergetar menandakan pesan masuk.["Aku pergi sebentar, nanti aku kembali."]Cassandra."Cassandra!" Tanpa menghiraukan tatapan penuh tanya dari Fiona, Andrian pun bergegas menuju ke carport. Seketika, mobil mewah miliknya melesat meninggalkan pekarangan rumah megah Andrian Petruzzelli.Mobil Andrian berputar-putar tak tentu arah. Dia menyusuri jalanan Distrik La Piazzetta, tempat tinggal Cassandra. Berkali-kali Andrian menghentikan mobil hanya untuk menanyakan keberadaan wanita dalam foto itu. Namun, setiap
Antonio menyambut sinis kedatangan Andrian. Kedua tangan laki-laki itu, terkepal erat di bawah meja menahan geram. Berkali-kali, Antonio tertawa mengejek mendengar ocehan Andrian yang berdiri di depannya."Sudah kuduga, Cassandra akan meninggalkanmu. Siapa juga yang tahan punya suami mata keranjang sepertimu, Andrian? Uang? Apa kamu pikir, uang dan kemewahan akan mengikat wanita bermartabat sepertinya? Jangan samakan dia dengan perempuan murahan macam Fiona itu!" balas Antonio santai."Kamu cukup katakan padaku, tidak perlu ceramah. Di mana Cassandra?" sentak Andrian tak kalah geram.Kembali Antonio tersenyum mengejek. "Lucu. Kamu kan, suaminya, kenapa tanya aku? Aku sudah beri peringatan padamu, Andrian. Sampai kamu menyakiti Cassandra, kubuat kamu masuk peti mati!" balasnya lagi sembari bangkit dan menyerang Andrian.Bugh!Bugh!Dua kali pukulan mengenai rahang dan sudut bibir Andrian yang tidak siap. Antonio memukuli Andrian bertubi-tubi, tanpa memberi kesempatan laki-laki itu untuk
"Astaga, Cassandra! Apa pun masalah kalian, kamu tidak berhak memisahkan anak dari ayahnya!" sentak Bella tidak suka. "Suka tidak suka, kamu harus terima takdir itu, Cassandra. Calon anakmu ini darah dagingnya Andrian."Cassandra kembali menggeleng kuat. "Aku tidak menginginkan hal itu. Tolong, hargai keputusanku, Bella!" Wanita itu tetap bersikeras sambil mengurai pelukan.Bella mendengus pasrah kemudian mengangguk lemah. Tidak ada gunanya dia memaksa Cassandra untuk paham. Dan juga terasa percuma menasihati orang yang masih emosi. Bella mengusap lengan Cassandra lembut. Cassandra segera bangkit dan kembali menyibukkan diri. Dia pun kembali bersiap-siap memulai pekerjaan pertamanya. Cassandra menatap miris botol perfume mewah itu, lalu menyimpannya."Cinta memang membuat orang menderita," komentar Bella sambil beranjak keluar dari kamar sahabatnya itu.Cassandra hanya menoleh sekilas dan memilih tidak menanggapi. Dia beranggapan, Bella sama sekali tidak mengerti perasaannya. Mulai ha
Andrian menggenggam jemari tangan Cassandra di atas makam Antonio. Sebelah tangannya mengusap batu nisan Antonio. Ada rasa sedih mendalam kehilangan sosok sahabat meskipun sempat menjadi saingannya."Aku datang padamu untuk meminta kembali Cassandra. Aku yakin, kamu tidak mungkin marah padaku. Aku janji akan menjaganya seperti kamu menjaga dia dan anak-anakku. Damailah di sana, Antonio. Terima kasih sudah menjaga mereka dengan baik." Andrian tersenyum samar, kemudian menatap Cassandra yang duduk di seberangnya."Ayo, kita pulang!" ajak Cassandra tidak ingin larut dalam kenangan tentang Antonio.Cassandra tidak ingin terus menerus bersedih karena kehilangan Antonio. Dia harus bisa menghargai perasaan Andrian setelah berani berdamai dan memutuskan menerima kembali laki-laki itu.Andrian mengangguk menuruti permintaan Cassandra. Tangannya tak lepas dari jemari tangan Cassandra hingga memasuki mobil. Sejenak, keduanya terdiam di dalam mobil dengan pandangan sama-sama tertuju pada makam An
Andrian mengerang kecil. Luka jahitan bekas operasi yang masih basah itu, terasa sangat nyeri. Rupanya, Cassandra menekan dengan kuat tepat di perban itu. Cassandra termangu melihat Andrian kesakitan sambil memegangi dadanya."Kenapa berhenti? Lakukanlah, Amore!" pinta Andrian pasrah. Tatapannya nanar pada Cassandra, tidak ada kemarahan sedikit pun di sana.Bella segera mendekati Cassandra untuk mencegah wanita itu berbuat yang lebih brutal. Bella maklum, kondisi Cassandra benar-benar jatuh sehingga bisa saja bertindak di luar kendali.Angelica sigap memanggil perawat. Tidak lama kemudian, seorang perawat memasuki ruang perawatan Andrian."Kenapa luka Anda bisa mengeluarkan darah?" tanya perawat sembari melepas perban di dada Andrian.Andrian menggeleng pelan. "Maaf, saya tidak sengaja menyenggol perbannya!" jawabnya berbohong. Lantas, Andrian melirik pada Cassandra yang menatap luka di dadanya dengan wajah pucat. Darah merembes dari sela-sela jahitan yang masih basah. Luka bekas ope
"Lepaskan saya, Bunda. Saya harus mengikuti mereka!" Cassandra kembali memberontak.Di antara isak tangis, Cassandra meringis menahan kram di perutnya. Wanita itu memegangi perut yang semakin terasa tidak nyaman. Bella dan Bunda Stefania segera memanggil sopir untuk membawa Cassandra ke rumah sakit.Setelah menjalani serangkaian pemeriksaan USG, Cassandra dibawa ke ruang perawatan. Dia masih menangis, tidak menyangka hari bahagianya berubah kelam. Cassandra juga belum tahu nasib Andrian dan Antonio di ruang operasi.Bella yang mendorong kursi roda, menghentikan langkah ketika mendengar suara seseorang sedang berbicara di telepon. Cassandra mendongak menatap Bella, lalu menyadari sesuatu.Air mata Cassandra kembali menetes membasahi pipi mendengar suara yang dikenalnya itu. Bella hendak kembali mendorong kursi roda, tetapi Cassandra mencegah sahabatnya itu, untuk mendengarkan pembicaraan lebih lanjut."Tunggu sebentar, Bella! Tolong antar aku ke tempat pengawal itu!" pintanya pada sang
Mendengar jawaban Cassandra, Antonio hanya bisa mengangguk meskipun dia tahu, wanita itu tidak melihatnya. Cassandra kembali meneruskan langkah. Di ruang bawah tampak sepi, mungkin anak-anak sedang dimandikan oleh Nanny.Cassandra juga tidak melihat keberadaan Andrian dan mobil laki-laki itu. Entah ada perasaan aneh tiba-tiba menghinggapi Cassandra. Dia memaki diri sendiri yang terlalu munafik jika kepergian Andrian membuatnya merasa kehilangan."Aku pulang dulu, kamu juga segera kembali ke atas. Hati-hati naik turun tangga!" ucap Antonio begitu mereka sampai di lantai bawah.Cassandra mendongak menatap manik Antonio lalu mengangguk samar. Antonio tersenyum, kemudian mencium bibir Cassandra sekilas sebelum memutuskan berlalu dari hadapan kekasihnya itu."Ciao Amore. Hati-hati di jalan!'' ucap Cassandra mengikuti langkah Antonio sampai di depan pintu.Antonio tersenyum sebelum memasuki mobil. Segera, mobil mewah itu pun meninggalkan car port rumah megah Andrian. Sesampainya di luar pag
Mendengar suara tangisan, Antonio segera mengangkat wajah Cassandra dan menatapnya dalam. Sedangkan Cassandra buru-buru menghapus air mata, lalu memunguti pakaiannya yang berserak di dekat sofa.Antonio memperhatikan sang kekasih, lalu tersenyum samar. Dia terus memperhatikan Cassandra yang memakai pakaiannya dengan terburu-buru."Ah, aku harus ke kamar mandi dulu, Amore!" pamit Cassandra pada laki-laki yang masih duduk memperhatikan dirinya itu."Hati-hati, jangan terburu-buru, Bellissima!" ucap Antonio mengingatkan.Cassandra tidak menjawab. Dia segera memasuki kamar mandi, lalu mengunci pintunya dari dalam. Di sana, dia menumpahkan tangis di depan wastafel. Cassandra meremas baju atasnya ketika melihat beberapa tanda kepemilikan Antonio bertebaran di dadanya."Aarrggh!" jerit Cassandra. Lantas, pandangan wanita itu turun pada perutnya yang membuncit. Perut berisi bayi darah daging Andrian itu, diusapnya lembut dengan hati dilema."Kenapa aku lakukan itu, Tuhan? Kenapa aku harus be
"Andrian, apa kamu tidak ingin memelukku?" tanya wanita itu menatap manik kebiruan Andrian.Andrian tersadar dari lamunan singkatnya, lalu mengangguk samar. Dengan ragu, dia mendekati Helena dan memeluk wanita itu. Wanita yang pernah dibencinya, sekaligus terpaksa dia terima karena hubungan darah itu tidak bisa dihapus oleh takdir sekalipun."Terima kasih, Andrian. Kuharap tidak ada kebencian di hati kita. Maafkan aku yang sudah merusak semuanya," ucap Helena lirih di dada Andrian. Andrian menelan saliva berat mendengar ucapan itu. Memaafkan? Jika ada yang harus mengemis maaf, maka orang itu adalah dirinya. Andrian melepaskan pelukan dan menatap Helena dengan tatapan dalam."Maaf, Helena. Aku begitu bersalah padamu dan Kakek. Jika Kakek masih hidup, mungkin aku akan bersimpuh di kakinya.""Hei, apa yang kamu bicarakan? Papa itu hatinya sangat luas. Aku yakin kamu lebih paham daripada aku, Andrian. Ayolah, kamu harus tersenyum! Kita buka lembaran baru dengan damai, bagaimana?" Helena
"Cassandra, apakah tidak ada kesempatan sekali lagi untukku?" tanya Andrian putus asa.Cassandra semakin kesal dengan sikap mantan suaminya yang tidak tahu malu itu. Wanita itu kembali memutar bola mata malas, lalu menatap tidak minat pada Andrian."Tidak! Kesempatanmu hanya sebagai ayah dari kedua anakku, bukan suamiku!" jawabnya tegas.Andrian tidak menyerah. Sudah kepalang tanggung karena dia telah memberanikan diri mendekati Cassandra lagi. Meskipun di sisi lain ada rasa rendah diri setelah terlalu sering melukai hati Cassandra."Aku janji, Cassandra! Aku akan melakukan apa pun yang kamu mau. Bahkan, aku tidak peduli dengan semua hartaku, asalkan kamu ...""Apa pun?" sahut Cassandra cepat hingga membuat Andrian langsung mengangguk."Ya, apa pun. Katakan, Cassandra!" desak Andrian tidak sabar.Cassandra tersenyum penuh arti lalu mengangguk pelan. Dia menatap sekeliling yang sepi karena karyawan sudah sibuk di mejanya masing-masing."Apa pun. Hm, baiklah. Sepertinya kamu ingin sekal
Jelas, itu bukan tanda kepemilikan dari Andrian. "Sial kenapa harus ada jejak begini?" Marta menjadi bingung ketika semakin digosok, bekas kissmark itu tidak menghilang melainkan tambah memerah. Dia tidak perlu sekhawatir ini jika saja Andrian tidak datang mendadak.Entah apa yang membuat Andrian tiba-tiba datang. Padahal, sore tadi laki-laki itu mengatakan pergi ke rumah Gennaro. Marta melirik sekilas ke arah ruang tamu di mana Andrian tampak fokus dengan handphone."Oke, aku ke sana sekarang!" Laki-laki itu menarik napas panjang kemudian bangkit.Dia menoleh ke arah pintu kamar mandi yang masih tertutup. Marta yang mendengarkan pembicaraan Andrian justru menarik napas lega. Dia segera memakai kimono dan mengikat di depan perut, lalu segera menemui Andrian."Aku sudah selesai. Tapi sepertinya kamu mau pergi!" Marta pura-pura cemberut kecewa.Andrian menatapnya dari ujung kaki hingga ujung kepala. "Maaf, Davidde sedang demam. Aku harus mengantar ke rumah sakit!" ucapnya.Marta mende
Cassandra mendorong pelan dada Antonio dan kembali menatap laki-laki tampan itu. "Apa kamu tidak keberatan, Antonio? Seharusnya kamu mendapatkan wanita yang sepadan, bukan sepertiku!" "Apa yang membuatmu berpikir begitu? Aku mencintaimu sejak dulu sampai sekarang Cassandra!" ucap Antonio tegas.Cassandra mengangguk samar diiringi senyuman. Senyum manis yang tidak dibuat-buat dan baru Antonio lihat semenjak wanita itu mengalami perceraian. Antonio bertekad ingin membuat Cassandra selalu menyunggingkan senyum manis dan melupakan kegagalan pernikahannya."Aku terima!" ucap Cassandra sambil mengangguk berkali-kali.Antonio tertegun sejenak, kemudian memeluk Cassandra. Sementara di depan pintu, Andrian semakin mematung menatap keduanya. Laki-laki itu membalikkan badan, yang membuat Antonio tanpa sengaja menatapnya.Lantas, Antonio melepaskan pelukan dan bangkit. Kemudian dia melangkah mendekati Andrian yang hendak beranjak dari situ."Andrian, sudah lama kamu di situ?" tanya Antonio pelan