“Mulai sekarang kau akan melayani Nona Ziu. Tugasmu adalah selalu di sisinya dan melakukan apapun yang diperintahkannya. Kau mengerti?” ucap Pangeran Vajra dengan singkat.
Pelayan yang bernama Khani mengangguk. “Hamba mengerti, Pangeran. Perintah Pangeran akan hamba laksanakan sebaik mungkin,” jawabnya sambil memberi hormat.
“Mulailah dari menjaga dan merawatnya nya hingga dia bangun. Laporkan juga perkembangan kesehatannya kepadaku,” ucap Pangeran Vajra sambil berjalan meninggalkan kamar itu.
“Baik, Pangeran,” jawab Khani. Dia kemudian duduk di lantai dekat dengan ranjang Ziu. Hal ini dilakukannya agar segera mengetahui jika Nonanya sudah sadar.
Setelah keluar dari kamar Ziu, Pangeran Vajra berjalan menuju ke suatu tempat. Di sepanjang jalan terdapat berbagai macam bunga dan tumbuhan yang indah. Semua itu ditanam atas perintah Pangeran Vajra. Dia tampak puas dengan pekerjaan yang dilakukan oleh para pengurus kediamannya.
“Pangeran, ada perintah dari Istana Agung. Anda diharapkan segera menghadap Kaisar,” lapor Yaru yang tiba-tiba muncul di belakang Pangeran Vajra.
“Kaisar?” Pangeran Vajra berhenti berjalan dan berbalik untuk melihat Yaru. Dia tampak ingin memastikan sesuatu.
“Tumben sekali Kaisar memanggilku. Bagaimana dengan Noan?” Pangeran Vajra bertanya dengan nada yang berbeda.
“Pangeran Noan sepertinya juga diperintahkan untuk menghadap. Hamba melihat utusan Kaisar keluar dari Istana Utara,” jawab Yaru menjelaskan tentang hal yang dilihatnya.
Wajah Pangeran Vajra mengeluarkan ekspresi yang tidak enak dipandang. Dia selalu seperti itu ketika membicarakan kakaknya, Pangeran Noan. Walaupun saudara kandung, tapi mereka tidak sedekat itu.
“Bisakah kita tidak kesana? Suasananya pasti tidak menyenangkan. Semuanya tidak berjalan bagus setiap bertemu dengan orang itu,” keluh Pangeran Vajra setelah mendengar laporan Yaru.
Yaru menghela nafas sebentar. “Hambat tahu kenapa Pangeran mendadak tidak ingin pergi kesana. Tapi jika Pangeran tidak muncul, takutnya akan membuat Kaisar tersinggung.”
“Tentu saja. Kaisar bisa saja menghukumku seperti biasanya.”
“Harap Pangeran bisa menahannya untuk sementara.”
Pangeran Vajra menghela nafas panjang. Dia sudah memutuskan hal yang akan dilakukannya. “Baiklah kalau begitu. Kita kesana setelah aku beristirahat sebentar.”
“Pangeran! Pertemuannya dilaksanakan sekarang,” ucap Yaru sambil mengisyaratkan agar Pangeran Vajra berjalan di depannya.
Pangeran Vajra yang baru saja ingin berjalan lagi berhenti mendadak setelah mendengar kata-kata Yaru. Dia berbalik dan terlihat tidak percaya dengan perkataan pengawalnya. Wajahnya menunjukkan rasa kesal yang cukup besar.
“Woaahhh… orang tua itu benar-benar…” ujar Pangeran Vajra dengan suara yang terdengar cukup emosional.
Akhirnya dengan berat hati dan amarah yang akan meledak-ledak, Pangeran Vajra berjalan ke arah sebaliknya. Yaru mengikutinya dari belakang. Dia berusaha untuk meredakan rasa kesal yang sedang dirasakan oleh tuannya. Mereka berdua menuju ke Istana Agung, tempat kediaman Kaisar dan Permaisurinya.
-----***-----
Di dalam Istana Agung, seorang laki-laki menggunakan pakaian khusus keluarga kerajaan. Dia duduk di atas satu-satunya singgasana yang berada di dalam ruangan itu. Di samping laki-laki itu tengah duduk seorang perempuan dengan anggun. Mereka berdua tampak sangat dihormati oleh semua orang yang berada di dalam ruangan itu.
Laki-laki dan perempuan itu adalah Kaisar dan Permaisuri Kerajaan Burumun. Mereka berdua duduk selayaknya pemimpin sebuah negara. Kasim Makhun berdiri tidak jauh dari singgasana Kaisar. Dia adalah penasehat sekaligus pelayan yang selalu berada di dekat Kaisar.
Di depan Kaisar berdiri seorang pemuda yang memakai pakaian sangat mewah dan terlihat agung. Dia adalah Pangeran kedua Kerajaan Burumun, Pangeran Noan. Pangeran Noan terlihat sudah selesai melaporkan tugasnya yang sudah dilaksanakan dengan sangat bagus.
“Aku harap kau mampu mencapai kesuksesanmu di tugas-tugas lainnya,” ucap Kaisar sambil tersenyum senang.
“Terima kasih atas ucapan Yang Mulia. Hamba akan melakukan yang terbaik,” jawab Pangeran Noan.
Kaisar mengalihkan pandangannya kepada Kasim Makhun. Ekspresi wajah yang awalnya bangga mendadak berubah seratu selapan puluh derajat. Dia seperti sedang menahan amarah karena suatu hal.
“Apakah kau sudah pergi ke Istana Selatan?” tanya Kaisar kepada Kasim Makhun.
Kasim Makhun agak membungkuk di hadapan Kaisar. “Sudah, Yang Mulia. Saat itu Pangeran Ketiga sedang ada urusan yang mendesak. Jadi hamba menyampaikan pesan Kaisar kepada Yaru.”
“Tapi kenapa dia belum datang juga? Apakah seperti ini sikap menghormati ayahnya sendiri?”, geram Kaisar. Nadanya sudah meninggi.
“Hamba mohon Yang Mulia tenang. Mungkin dia sedang dalam perjalanan. Anda sendiri tahu bagaimana kesibukan Pangeran Ketiga. Hamba mohon kepada Kaisar untuk menenangkan diri,” ucap Permaisuri menenangkan Kaisar.
Kaisar yang mulai marah berusaha meredakan emosinya. Dia harus tetap kelihatan tenang di depan orang lain. Itu adalah salah satu kewajiban seorang Kaisar untuk dapat mengendalikan dirinya. Hal itu juga dapat merugikan dirinya sendiri karena dapat menghilangkan martabatnya.
“Yang Mulia,” ucap Pangeran Noah sambil memberi hormat kepada Kaisar. “Apakah pertemuan ini harus tetap menunggu Adik Ketiga? Jika berada di pertemuan umum, menunggu orang yang tidak bisa datang tepat waktu seperti itu akan membuang-buang waktu.”
Kaisar terdiam. Dia tengah merenungkan perkataan Pangeran Noan yang terdengar masuk akal. Namun, jika Kaisar mengabaikan Pangeran Noah lagi, hal ini akan membuat hubungan kakak-beradik tersebut semakin rumit. Dia tidak ingin terlihat seperti pilih kasih. Bagaimanapun juga Pangeran Kedua dan Pangeran Ketiga adalah anak kandung dari Kaisar sendiri.
“PANGERAN KETIGA SUDAH TIBA!” teriak penjaga pintu.
Tidak lama kemudian Pangeran Vajra masuk ke dalam ruangan Kaisar. Dia memakai pakaian yang tidak kalah bagus dari Pangeran Noan. Pangeran Vajra berjalan dengan anggun dan penuh kebanggan diri. Melihat saudara mudanya berjalan dengan penuh wibawa, Pangeran Noan memalingkan wajahnya.“Hamba Vajra, memberi hormat kepada Yang Mulia,” ucap Vajra setelah berada di hadapan Kaisar. Dia mengucapkan salam itu sambil berlutut dan memberi hormat kepada Kaisar.Kaisar hanya diam saja melihat Vajra memberi hormat kepadanya. Ketika seseorang memberi hormat kepada Kaisar, dia harus menunggu hingga Kaisar menyuruhnya berdiri. Jika Kaisar belum menyuruhnya berdiri maka dia harus tetap diam. hal ini yang membuat Pangeran Vajra tetap berlutut.Permaisuri memegang tangan Kaisar yang sedang menghukum Pangeran Vajra. “Yang Mulia, Pangeran Ketiga sudah berlutut lama. Dia pasti sudah menyadari kesalahannya.”“Apakah benar Pangeran Ketiga sudah mengetahui apa alasan dia terus berlutut seperti itu?” tanya Kaisa
Kaisar dan Permaisuri berjalan meninggalkan aula dan diikuti oleh Kasim Makhun. Pangeran Vajra dan Pangeran Noan berdiri dan saling berhadapan. Mereka tampak seperti dua jenderal perang yang terlibat dalma perang dingin. Masing-masing pihak tampak diam dan mengamati lawannya.“Sungguh prestasi yang membanggakan, Adik Ketiga,” puji Pangeran Noan sambil menghampiri adiknya. “Kau dan strategimu memang sangat hebat.”Pangeran Vajra tersenyum palsu. “Kakak Kedua juga tidak kalah menakjubkan. Bisa menutup kasus penggelapan pajak para pejabat dengan sukses.”“Ahh… kau terlalu menyanjungku. Kita diberi tugas langsung dari ayahanda. Tentunya harus melaksanakan tugas dengan sungguh-sungguh,” ucap Pangeran Noan merendah.Pangeran Noan memberi isyarat kepada adiknya agar keluar bersama dari aula. Pangeran Vajra mengikuti isyarat kakaknya. Dari sini memang terlihat mereka berdua tampak seperti saudara yang saling menyayangi dan mendukung. Akan tetapi, hal yang sebenarnya mereka rasakan berbanding
Dia merasa sangat terkejut karena melihat berbagai makanan ketika sudah berada di dalam ruangan. Vajra sudah mengambil tempat di depan meja yang penuh dengan makanan. Dia memberi isyarat kepada Ziu untuk segera duduk di hadapannya. Ziu pun menurut. Dia langsung menuju ke meja yang sama dengan Vajra.“Sekarang silahkan makan terlebih dahulu. Bercakap-cakap saat perut yang kosong tidak akan menghasilkan apapun,” ucap Vajra yang mempersilahkan Ziu untuk menyantap makanan di hadapannya terlebih dahulu.Senyuman lebar terlihat di wajah Ziu. Dia memang sudah lapar karena belum ada makanan yang masuk ke dalam perutnya sejak pagi. Ziu segera mengambil sumpit dan mengambil makanan yang berada di atas meja. Dia makan dengan sangat lahap.Vajra melemparkan pandangannya kepada Yaru yang berdiri di dekatnya. Salah satu alis Vajra naik menandakan rasa heran terhadap kejadian unik di hadapannya. Yaru menggeleng tanda bahwa dia juga tidak mengerti tentang apa yang sedang dilihatnya itu. Vajra mengali
Dia merasa sangat terkejut karena melihat berbagai makanan ketika sudah berada di dalam ruangan. Vajra sudah mengambil tempat di depan meja yang penuh dengan makanan. Dia memberi isyarat kepada Ziu untuk segera duduk di hadapannya. Ziu pun menurut. Dia langsung menuju ke meja yang sama dengan Vajra. “Sekarang silahkan makan terlebih dahulu. Bercakap-cakap saat perut yang kosong tidak akan menghasilkan apapun,” ucap Vajra yang mempersilahkan Ziu untuk menyantap makanan di hadapannya terlebih dahulu. Senyuman lebar terlihat di wajah Ziu. Dia memang sudah lapar karena belum ada makanan yang masuk ke dalam perutnya sejak pagi. Ziu segera mengambil sumpit dan mengambil makanan yang berada di atas meja. Dia makan dengan sangat lahap. Vajra melemparkan pandangannya kepada Yaru yang berdiri di dekatnya. Salah satu alis Vajra naik menandakan rasa heran terhadap kejadian unik di hadapannya. Yaru menggeleng tanda bahwa dia juga tidak mengerti tentang apa yang sedang dil
“Asal? A-apa itu harus ku ceritakan juga? I-itu terlalu jauh kurasa,” ungkap Ziu yang mencoba mengalihkan pembicaraan tak menguntungkan ini.“Kenapa? Kau tidak bisa menyebutkan tempat asalmu?” tanya Vajra dengan tenang.Ziu berpura pura batuk. Dia mengambil gelas dan meminum airnya sedikit-demi sedikit. Ziu melakukan hal ini untuk mengulur waktu sembari berpikir keras untuk menemukan jawaban dari pertanyaan Vajra.“Ziu?”“”Renasa!” seru Ziu setelah menurunkan gelasnya ke atas meja dengan ayunan yang cukup keras sehingga mengeluarkan bunyi yang cukup keras.Vajra dan Yaru merasa kaget mendengar suara yang muncul secara mendadak itu. Namun, mereka berdua berusaha untuk terlihat tetap tenang agar tidak merasa malu. Di dalam dunia aslinya, Ziu memang ahli dalam membuat jantung orang lain berhenti berdetak. Keistimewaan itu terbawa walaupun dia telah berpindah ke dunia lain.“Dari Renasa,” lanjut Ziu mengucapkan nama yang muncul di kepalanya.Ziu mengingat nama itu. Dia pernah membaca buku
“Hanya benda kecil yang aku miliki. Dengan ini, kau bisa memerintahkan pasukan kecilku untuk bergerak sesuai dengan kehendakmu,” jawab Vajra dengan santai.“Benarkah itu?” tanya Ziu yang seakan hanya sekedar ingin tahu. “Berapa jumlahnya?”Vajra mendekatkan kepalanya kepada Ziu. Ziu tahu jika itu adalah isyarat untuk membicarakannya pelan-pelan. Dia melakukan hal yang sama.“Rahasia,” ucap Vajra berbisik perlahan. Lalu duduk seperti semula lagi dengan wajah tanpa ekspresi miliknya.Ziu tidak menyangka akan mendengarkan hal yang sia-sia seperti itu. Dia lebih tidak menyangka lagi jika laki-laki di depannya akan melakukan hal yang kekanak-kanakan. Rasa kesal menyelimuti perasaan Ziu. Dia yakin wajahnya pun menampilkan hal yang sama.“Apakah ada benda yang lain yang ikut terjatuh kepadaku?” Ziu hampir melupakan keberadaan buku kuno yang sepertinya terlihat berada tak jauh darinya sebelum pingsan.“Tidak ada apapun yang ikut denganmu,” jawab Vajra tanpa berpikir.“Kau yakin?”“Tentu saja.
Keesokan harinya Ziu mulai berkeliling di sekitar tempat tinggal barunya. Dia tampak berjalan-jalan bersama Khani. Namun, sebenarnya itu hanya sebuah kamuflase. Ziu sejatinya sedang mencari informasi mengenai keadaan di tempat itu. Hal ini sebagai salah satu cara untuk masuk ke dalam ruangan rahasia yang dibicarakan oleh Khani.Banyak pelayan yang sedang sibuk melakukan tugasnya di pagi itu. Beberapa pelayan terlihat sedang menyapu halaman dan merapikan rumput ataupun tumbuhan. Ada juga yang sedang membersihkan sisi bangunan yang tampak kotor.Di tempat terpisah, terdapat pelayan yang membersihkan kolam air. Mereka semua bekerja tanpa banyak bicara sehingga pekerjaannya tidak akan berlangsung lama. Vajra memang meminta mereka untuk fokus kepada kewajiban yang harus dilaksanakan terlebih dahulu. Hal itu akan melatih para pelayannya agar lebih tertib saat berperilaku.Setelah beberapa saat Ziu berjalan memperhatikan keadaan di sekitar kediaman Vajra, dia berdiri m
Ziu kemudian membalikkan badannya sehingga menghadap ke arah Khanti. Dia hendak menjelaskan sesuatu kepada gadis yang menatapnya dari bawah. Khanti penasaran dan sangat ingin tahu maksud dari ucapan majikannya tadi.“Sebelum berada di sini, aku adalah seorang kurator museum yang sangat dihormati oleh para karyawanku. Aku pernah terkunci di dalam museum seorang diri karena tertidur di kamar mandi. Aku terpaksa harus mencari jalan keluar dengan cara memanjat tembok dari taman. Saat itu pun aku bahkan melakukannya dengan menggunakan alas kaki yang tidak nyaman dan aku berhasil,” tutur Ziu dengan panjang lebar.Gadis nekat itu pun kembali melakukan usaha untuk memanjat dinding di hadapannya. Lagi-lagi Khani melarang dan menghalangi usaha majikannya itu. Dia terus memegangi kaki Ziu sehingga membuat nona mudanya semakin kesulitan memanjat dinding.Ziu menghentikan usahanya. Dia diam dan tampak berpikir sebentar. “Akan memakan waktu lama jika begini.
Vajra berpaling dan pergi dari tempatnya berdiri tanpa mengatakan apa-apa lagi. Bahkan, dia tak bergeming ketika mendengar suara lantang dari Ziu. Vajra tetap berjalan meninggalkan Ziu yang masih berada di atas tembok dinding. Khani menghembuskan nafas panjang karena merasa lega melihat respon Vajra. Dia merasa bebas dari hukuman yang berat. Di dalam hati, Khani terus mengucap syukur atas hal baik yang baru saja dia alami. “Sial! Aku gagal lagi. Kalau begitu aku harus mencari cara lain lagi untuk melarikan diri sebelum kembali ke rumahku,” ucap Ziu yang tak punya pilihan lain. Wajah Khani menegang. “Nona Ziu, apa yang anda katakan? Anda tidak bisa pergi!” Ziu tidak mengindahkan perkataan Khani. Wajahnya tampak sudah dipenuhi tekad yang benar-benar kuat untuk pergi. “Nona, dengarkan aku! Tidakkah anda ingin menemukan buku kuno itu?” tanya Khani yang tiba-tiba membahas tentang benda yang dicari oleh majikannya. Perlahan Ziu mulai melihat mendengarkan. Usaha Khani untuk menarik per
Pintu keluar tempat tinggal Ziu tergeser perlahan. Kepala Ziu keluar sedikit untuk memeriksa keadaan sekitar. Tidak tampak satu pun penjaga yang lalu-lalang di sekeliling ruangannya. Tanpa pikir panjang lagi Ziu kemudian bergegas keluar.“Nona! Nona!” Khani terus memanggil majikannya sambil berlari mengejar Ziu.Ziu yang sudah berniat berlari dengan kecepatan penuh tiba-tiba mengurangi laju langkah kakinya. Dia tidak ingin suara Khani sampai membuat para pelayan ataupun penjaga kediaman berkumpul.“Nona, anda benar-benar tidak boleh pergi dari sini,” cegah Khani sambil memegangi tangan Ziu. “Hamba mohon, Nona.”“Kau sudah mencari selama satu hari penuh tapi belum menemukannya sama sekali. Hal itu berarti benda yang kita cari tidak ada di tempat ini,” tutur Ziu menjelaskan alasannya ingin pergi dari kediaman. “Lalu, mengapa aku harus bertahan untuk tetap tinggal di sini? Kita pergi saja ke tempat lain.”Ziu melepaskan genggaman tangan Khani. Dia segera melangkahkan kakinya lagi menyusu
Ziu diam saja mendengar pertanyaan Khani. Di satu sisi dia tidak ingin bertemu dengan orang menyebalkan itu lagi. Namun, di sisi lain kata-kata pelayannya itu terasa masuk akal. Ziu merasa bingung dengan hal yang harus dipilihnya.“Nona, kita harus meninggalkan kesan yang baik padanya. Di masa depan, dia akan memperlakukanmu lebih baik karena hal itu. sejak malam pernikahan kemarin, anda belum pernah sekalipun mengunjungi dia,” ucap Khani memberikan pendapatnya.“Aku tidak akan melakukan hal itu!” Putri mulai meninggikan suaranya sambil menarik kaki yang tengah dipijat oleh pelayannya itu. Wajahnya menunjukkan keengganan untuk melakukan saran dari Khani.“Dia lebih baik mengabaikan aku saja. Bagaimanapun, cepat atau lambat akuakan pergi dari sini. Mengapa aku harus berusaha untuk mengambil hatinya?” protes Ziu secara terus terang. “Pangeran Ketiga memang terlihat tampan. Namun, dia juga mempunya banyak wanita simpanan ya
Selir Sinaksa dan Selir Yurian tertawa geli melihat Ziu terjatuh begitu keras. Mereka segera menyembunyikan rasa senangnya karena tidak ingin terlihat sengaja melakukannya. Mereka berdua melakukan hal itu hanya demi kesenangan semata.Ziu terbangun setelah beberapa saat tidakbergerak di lantai. Dari raut wajahnya bisa terlihat bahwa dirinya merasa kesakitan. Khani masih merasa khawatir walaupun Nonanya sudah sadar.“Nona, apa kau baik-baik saja?” tanya Khani sambil membantu Ziu duduk di lantai.“Ouch! Bagaimana aku tadi bisa jatuh? Rasanya sangat menyakitkan,” keluh Ziu yang akhirnya bisa duduk. Dia melihat bagian tubuhnya yang terasa sakit.Khani juga ikut memeriksa tubuh majikannya. Dia melihat wajah Ziu dengan seksama. Seusai melihat wajah Nona Mudanya, Khani menunjukkan ekspresi terkejut, tetapi juga senang secara bersamaan. Wanita yang kini dihadapannya bukan Ziu yang lemah lembut lagi.“Nona Ziu,” panggil K
Di dalam Istana Wula, tempat tinggal Anmu Ziu sebagai Putri Permaisuri Ketiga telah kedatangan dua wanita yang tidak dikenal oleh Ziu. Seorang wanita mengenakan pakaian berwarna kuning berdiri dengan sangat tenang. Sedangkan di belakangnya perempuan berpakaian warna ungu menunggu dengan wajah masam.Mereka berdua sedang menunggu Ziu yang tengah bersiap-siap terlebih dahulu. Keduanya ingin bertemu dengan perempuan yang telah dipilih langsung oleh Pangeran Ketiga sebagai permaisuri. Khani berdiri dengan tenang namun penasaran ketika melihat kedua orang asing tersebut.Setelah beberapa saat menunggu, Ziu yang sudah berganti pakaian keluar. Busana berwarna biru langit membalut tubuhnya seolah-olah mengeluarkan auranya sebagai seorang permaisuri. Hiasan di kepalaZiu cukup sederhana tapi terasa sangat cocok dengan wajah cantiknya.“Selir Sinaksa memberi salam kepada Putri Permaisuri Ketiga,” ujar perempuan berbaju ungu sambil memberi hormat. Ziu dapat meli
Khani tersenyu mendengar Nona Mudanya bicara dengan terbata-bata. “Tadi malam, Pangeran Ketiga datang melihat Nona. Beliau hanya masuk sebentar, lalu pergi. Anda dan Pangeran Ketiga tidak melakukan malam pertama”Ziu menghela nafas panjang dan tersenyum lega. Dia merasa nyaman karena tidak terjadi apa-apa dengannya tadi malam. Ziu tidak akan canggung atau malu bertemu jika setelah ini bertemu dengan Pangeran Kedua.“Lalu, apakah Pangeran Kedua datang?” tanya Ziu dengan wajah penasarannya.“Pangeran Kedua memang datang. Tapi anda memanggil Pangeran Ketiga dengan kata-kata itu tepat ketika Pangeran Kedua berada di luar ruangan ini. Dia marah dan pergi begitu saja,” cerita Khani mengenang kejadian semalam.Wajah Ziu yang mulanya terlihat ceria kini berubah bingung. “Bagaimana aku memanggil Pangeran Ketiga?”“Suamiku… cepatlah masuk! Aku tak bisa menunggu lagi,” ujar Khani menirukan Ziu ketika memanggil Pangeran Ketiga. “Nona, waktu itu anda memanggilnya seperti itu.”Ziu benar-benar tida
Air yang tercurah dari atas langung mengguyur sekujur tubuh Ziu. Rasa dingin menyerang kepalanya dan langsung menyebar ke seluruh pori-pori di tubuhnya. Ziu tidak dapat menghindar sedikitpun dari senjata yang disiapkannya sendiri. Dia menerima air itu dengan pasrah dan tenang.Kemalangan yang dialami oleh Ziu tidak berakhir di situ. Sebuah balok kayu berukuran cukup besar jatuh dan mengenai punggungnya dengan keras. Ziu sampai terjatuh menerima hantaman benda tersebut. Dia tak sadarkan diri di lantai kamarnya.Keesokan harinya, di pagi yang sangat cerah, Khani sudah selesai menyiapkan keperluan untuk membersihkan diri setelah majikannya terbangun. Kemudian dia melirik Nona Mudanya yang masih tertidur dengan tenang.“Semuanya sudah selesai. Nanti, tidak peduli Nona mana yang bangun, aku akan siap,” gumam Khani dengan suara pelan sembari tersenyum senang.Tidak berapa lama setelahnya, Ziu perlahan membuka mata. Dia sudah terjaga dari tidurnya. Z
Pangeran Vajra kini berada di depan pintu kamar pengantin. Dia tidak langsung masuk ke dalam ruangan itu. Pangeran Vajra diam sebentar seperti sedang membulatkan tekadnya. Setelah dirasa cukup, dia membuka pintu kamar pengantin miliknya. Ziu buru-buru menutup kembali wajahnya.Khani memberi hormat kepada Pangeran Kedua Kerajaan Burumun yang ada di hadapannya. Namun, Pangeran Kedua memberi isyarat kepadanya agar tetap diam. Suami Nona Mudanya juga menggunakan jari telunjuknya untuk menyuruh Khani keluar dari ruangan itu. dengan berat hati, Khani melakukan perintah laki-laki yang kini menjadi tuannya itu.Khani berjalan menjauh dari Ziu dengan sangat perlahan agar tidak menimbulkan suara sedikitpun. Sesampainya di dekat pintu, Khani memberi hormat sekali lagi kepada Pangeran Vajra. Dia pun keluar dari ruangan itu. Ziu yang tidak tahu jika kini dia sendiri, tetap duduk dengan tenang seperti tidak terjadi apapun.Khani sebenarnya tidak tega meninggalkan Ziu sendiria
Semua orang sedang menikmati suasana pesta pernikahan Pangeran Ketiga. Namun, hanya satu orang yang tidak bisa mengendalikan dirinya. Seorang laki-laki berjalan ke arah kamar Ziu pada malam itu. Dia melangkahkan kaki dengan sangat mantap tanpa rasa ragu sedikitpun. Hanya ada rasa dingin yang sangat kuat di sorot matanya. Jubah kebesaran tanda anggota kerajaan melambai ketika angin menyentuhnya.Pangeran Kedua berdiri terdiam di depan kamar pengantin. Hatinya terasa dingin karena setelah malam ini, perempuan yang dicintainya akan menjadi istri dari pria lain. Dia merasa tidak mampu mengatasi kesedihan yang kini dirasakannya. Rasa tidak rela memenuhi seluruh bagian perasaannya.Di dalam kamar pengantin, Ziu tersenyum bahagia. Dia sudah menyelesaikan senjatanya untuk menghadapi Pangeran Ketiga. Sekarang hatinya sudah merasa agak nyaman ketika membayangkan air jatuh membasahi tubuh suaminya ketika nekat mendekatinya.“Nona Ziu, Pangeran Ketiga pasti sang