Pangeran Vajra kini berada di depan pintu kamar pengantin. Dia tidak langsung masuk ke dalam ruangan itu. Pangeran Vajra diam sebentar seperti sedang membulatkan tekadnya. Setelah dirasa cukup, dia membuka pintu kamar pengantin miliknya. Ziu buru-buru menutup kembali wajahnya.
Khani memberi hormat kepada Pangeran Kedua Kerajaan Burumun yang ada di hadapannya. Namun, Pangeran Kedua memberi isyarat kepadanya agar tetap diam. Suami Nona Mudanya juga menggunakan jari telunjuknya untuk menyuruh Khani keluar dari ruangan itu. dengan berat hati, Khani melakukan perintah laki-laki yang kini menjadi tuannya itu.
Khani berjalan menjauh dari Ziu dengan sangat perlahan agar tidak menimbulkan suara sedikitpun. Sesampainya di dekat pintu, Khani memberi hormat sekali lagi kepada Pangeran Vajra. Dia pun keluar dari ruangan itu. Ziu yang tidak tahu jika kini dia sendiri, tetap duduk dengan tenang seperti tidak terjadi apapun.
Khani sebenarnya tidak tega meninggalkan Ziu sendiria
Air yang tercurah dari atas langung mengguyur sekujur tubuh Ziu. Rasa dingin menyerang kepalanya dan langsung menyebar ke seluruh pori-pori di tubuhnya. Ziu tidak dapat menghindar sedikitpun dari senjata yang disiapkannya sendiri. Dia menerima air itu dengan pasrah dan tenang.Kemalangan yang dialami oleh Ziu tidak berakhir di situ. Sebuah balok kayu berukuran cukup besar jatuh dan mengenai punggungnya dengan keras. Ziu sampai terjatuh menerima hantaman benda tersebut. Dia tak sadarkan diri di lantai kamarnya.Keesokan harinya, di pagi yang sangat cerah, Khani sudah selesai menyiapkan keperluan untuk membersihkan diri setelah majikannya terbangun. Kemudian dia melirik Nona Mudanya yang masih tertidur dengan tenang.“Semuanya sudah selesai. Nanti, tidak peduli Nona mana yang bangun, aku akan siap,” gumam Khani dengan suara pelan sembari tersenyum senang.Tidak berapa lama setelahnya, Ziu perlahan membuka mata. Dia sudah terjaga dari tidurnya. Z
Khani tersenyu mendengar Nona Mudanya bicara dengan terbata-bata. “Tadi malam, Pangeran Ketiga datang melihat Nona. Beliau hanya masuk sebentar, lalu pergi. Anda dan Pangeran Ketiga tidak melakukan malam pertama”Ziu menghela nafas panjang dan tersenyum lega. Dia merasa nyaman karena tidak terjadi apa-apa dengannya tadi malam. Ziu tidak akan canggung atau malu bertemu jika setelah ini bertemu dengan Pangeran Kedua.“Lalu, apakah Pangeran Kedua datang?” tanya Ziu dengan wajah penasarannya.“Pangeran Kedua memang datang. Tapi anda memanggil Pangeran Ketiga dengan kata-kata itu tepat ketika Pangeran Kedua berada di luar ruangan ini. Dia marah dan pergi begitu saja,” cerita Khani mengenang kejadian semalam.Wajah Ziu yang mulanya terlihat ceria kini berubah bingung. “Bagaimana aku memanggil Pangeran Ketiga?”“Suamiku… cepatlah masuk! Aku tak bisa menunggu lagi,” ujar Khani menirukan Ziu ketika memanggil Pangeran Ketiga. “Nona, waktu itu anda memanggilnya seperti itu.”Ziu benar-benar tida
Di dalam Istana Wula, tempat tinggal Anmu Ziu sebagai Putri Permaisuri Ketiga telah kedatangan dua wanita yang tidak dikenal oleh Ziu. Seorang wanita mengenakan pakaian berwarna kuning berdiri dengan sangat tenang. Sedangkan di belakangnya perempuan berpakaian warna ungu menunggu dengan wajah masam.Mereka berdua sedang menunggu Ziu yang tengah bersiap-siap terlebih dahulu. Keduanya ingin bertemu dengan perempuan yang telah dipilih langsung oleh Pangeran Ketiga sebagai permaisuri. Khani berdiri dengan tenang namun penasaran ketika melihat kedua orang asing tersebut.Setelah beberapa saat menunggu, Ziu yang sudah berganti pakaian keluar. Busana berwarna biru langit membalut tubuhnya seolah-olah mengeluarkan auranya sebagai seorang permaisuri. Hiasan di kepalaZiu cukup sederhana tapi terasa sangat cocok dengan wajah cantiknya.“Selir Sinaksa memberi salam kepada Putri Permaisuri Ketiga,” ujar perempuan berbaju ungu sambil memberi hormat. Ziu dapat meli
Selir Sinaksa dan Selir Yurian tertawa geli melihat Ziu terjatuh begitu keras. Mereka segera menyembunyikan rasa senangnya karena tidak ingin terlihat sengaja melakukannya. Mereka berdua melakukan hal itu hanya demi kesenangan semata.Ziu terbangun setelah beberapa saat tidakbergerak di lantai. Dari raut wajahnya bisa terlihat bahwa dirinya merasa kesakitan. Khani masih merasa khawatir walaupun Nonanya sudah sadar.“Nona, apa kau baik-baik saja?” tanya Khani sambil membantu Ziu duduk di lantai.“Ouch! Bagaimana aku tadi bisa jatuh? Rasanya sangat menyakitkan,” keluh Ziu yang akhirnya bisa duduk. Dia melihat bagian tubuhnya yang terasa sakit.Khani juga ikut memeriksa tubuh majikannya. Dia melihat wajah Ziu dengan seksama. Seusai melihat wajah Nona Mudanya, Khani menunjukkan ekspresi terkejut, tetapi juga senang secara bersamaan. Wanita yang kini dihadapannya bukan Ziu yang lemah lembut lagi.“Nona Ziu,” panggil K
Ziu diam saja mendengar pertanyaan Khani. Di satu sisi dia tidak ingin bertemu dengan orang menyebalkan itu lagi. Namun, di sisi lain kata-kata pelayannya itu terasa masuk akal. Ziu merasa bingung dengan hal yang harus dipilihnya.“Nona, kita harus meninggalkan kesan yang baik padanya. Di masa depan, dia akan memperlakukanmu lebih baik karena hal itu. sejak malam pernikahan kemarin, anda belum pernah sekalipun mengunjungi dia,” ucap Khani memberikan pendapatnya.“Aku tidak akan melakukan hal itu!” Putri mulai meninggikan suaranya sambil menarik kaki yang tengah dipijat oleh pelayannya itu. Wajahnya menunjukkan keengganan untuk melakukan saran dari Khani.“Dia lebih baik mengabaikan aku saja. Bagaimanapun, cepat atau lambat akuakan pergi dari sini. Mengapa aku harus berusaha untuk mengambil hatinya?” protes Ziu secara terus terang. “Pangeran Ketiga memang terlihat tampan. Namun, dia juga mempunya banyak wanita simpanan ya
Pintu keluar tempat tinggal Ziu tergeser perlahan. Kepala Ziu keluar sedikit untuk memeriksa keadaan sekitar. Tidak tampak satu pun penjaga yang lalu-lalang di sekeliling ruangannya. Tanpa pikir panjang lagi Ziu kemudian bergegas keluar.“Nona! Nona!” Khani terus memanggil majikannya sambil berlari mengejar Ziu.Ziu yang sudah berniat berlari dengan kecepatan penuh tiba-tiba mengurangi laju langkah kakinya. Dia tidak ingin suara Khani sampai membuat para pelayan ataupun penjaga kediaman berkumpul.“Nona, anda benar-benar tidak boleh pergi dari sini,” cegah Khani sambil memegangi tangan Ziu. “Hamba mohon, Nona.”“Kau sudah mencari selama satu hari penuh tapi belum menemukannya sama sekali. Hal itu berarti benda yang kita cari tidak ada di tempat ini,” tutur Ziu menjelaskan alasannya ingin pergi dari kediaman. “Lalu, mengapa aku harus bertahan untuk tetap tinggal di sini? Kita pergi saja ke tempat lain.”Ziu melepaskan genggaman tangan Khani. Dia segera melangkahkan kakinya lagi menyusu
Vajra berpaling dan pergi dari tempatnya berdiri tanpa mengatakan apa-apa lagi. Bahkan, dia tak bergeming ketika mendengar suara lantang dari Ziu. Vajra tetap berjalan meninggalkan Ziu yang masih berada di atas tembok dinding. Khani menghembuskan nafas panjang karena merasa lega melihat respon Vajra. Dia merasa bebas dari hukuman yang berat. Di dalam hati, Khani terus mengucap syukur atas hal baik yang baru saja dia alami. “Sial! Aku gagal lagi. Kalau begitu aku harus mencari cara lain lagi untuk melarikan diri sebelum kembali ke rumahku,” ucap Ziu yang tak punya pilihan lain. Wajah Khani menegang. “Nona Ziu, apa yang anda katakan? Anda tidak bisa pergi!” Ziu tidak mengindahkan perkataan Khani. Wajahnya tampak sudah dipenuhi tekad yang benar-benar kuat untuk pergi. “Nona, dengarkan aku! Tidakkah anda ingin menemukan buku kuno itu?” tanya Khani yang tiba-tiba membahas tentang benda yang dicari oleh majikannya. Perlahan Ziu mulai melihat mendengarkan. Usaha Khani untuk menarik per
Dentingan pedang yang beradu, asap dari api yang berkobar, bau anyir darah, dan teriakan kesakitan membumbung ke udara. Ada yang tersayat pedang, tertusuk tombak, bahkan kehilangan anggota badannya. Manusia yang ada di sana telah kehilangan hatinya. Mereka sibuk membantai sesamanya untuk mendapatkan kemenangan. Seorang perempuan berjalan terhuyung-huyung di tengah perang tersebut. Tangannya memegang pedang yang berlumuran darah. Wajahnya begitu pucat dan air mata jatuh membasahi pipinya. Dia sudah merasa muak berada di sana. Perempuan itu mulai berlari sekuat tenaga untuk menjauh. Tiba-tiba ada suara yang memanggilnya dari kejauhan. “Ziu!!!” -----***----- Seorang perempuan terbangun dari tidurnya. Kepalanya berada di atas berkas-berkas laporan tentang berbagai benda seni dari berbagai zaman. Komputer di mejanya dibiarkan menyala saat dia tertidur. Di samping mejanya terdapat lemari kaca besar yang berisi bermacam-macam buku tentang seni. Perempuan itu mengangkat kepalanya perlaha
Vajra berpaling dan pergi dari tempatnya berdiri tanpa mengatakan apa-apa lagi. Bahkan, dia tak bergeming ketika mendengar suara lantang dari Ziu. Vajra tetap berjalan meninggalkan Ziu yang masih berada di atas tembok dinding. Khani menghembuskan nafas panjang karena merasa lega melihat respon Vajra. Dia merasa bebas dari hukuman yang berat. Di dalam hati, Khani terus mengucap syukur atas hal baik yang baru saja dia alami. “Sial! Aku gagal lagi. Kalau begitu aku harus mencari cara lain lagi untuk melarikan diri sebelum kembali ke rumahku,” ucap Ziu yang tak punya pilihan lain. Wajah Khani menegang. “Nona Ziu, apa yang anda katakan? Anda tidak bisa pergi!” Ziu tidak mengindahkan perkataan Khani. Wajahnya tampak sudah dipenuhi tekad yang benar-benar kuat untuk pergi. “Nona, dengarkan aku! Tidakkah anda ingin menemukan buku kuno itu?” tanya Khani yang tiba-tiba membahas tentang benda yang dicari oleh majikannya. Perlahan Ziu mulai melihat mendengarkan. Usaha Khani untuk menarik per
Pintu keluar tempat tinggal Ziu tergeser perlahan. Kepala Ziu keluar sedikit untuk memeriksa keadaan sekitar. Tidak tampak satu pun penjaga yang lalu-lalang di sekeliling ruangannya. Tanpa pikir panjang lagi Ziu kemudian bergegas keluar.“Nona! Nona!” Khani terus memanggil majikannya sambil berlari mengejar Ziu.Ziu yang sudah berniat berlari dengan kecepatan penuh tiba-tiba mengurangi laju langkah kakinya. Dia tidak ingin suara Khani sampai membuat para pelayan ataupun penjaga kediaman berkumpul.“Nona, anda benar-benar tidak boleh pergi dari sini,” cegah Khani sambil memegangi tangan Ziu. “Hamba mohon, Nona.”“Kau sudah mencari selama satu hari penuh tapi belum menemukannya sama sekali. Hal itu berarti benda yang kita cari tidak ada di tempat ini,” tutur Ziu menjelaskan alasannya ingin pergi dari kediaman. “Lalu, mengapa aku harus bertahan untuk tetap tinggal di sini? Kita pergi saja ke tempat lain.”Ziu melepaskan genggaman tangan Khani. Dia segera melangkahkan kakinya lagi menyusu
Ziu diam saja mendengar pertanyaan Khani. Di satu sisi dia tidak ingin bertemu dengan orang menyebalkan itu lagi. Namun, di sisi lain kata-kata pelayannya itu terasa masuk akal. Ziu merasa bingung dengan hal yang harus dipilihnya.“Nona, kita harus meninggalkan kesan yang baik padanya. Di masa depan, dia akan memperlakukanmu lebih baik karena hal itu. sejak malam pernikahan kemarin, anda belum pernah sekalipun mengunjungi dia,” ucap Khani memberikan pendapatnya.“Aku tidak akan melakukan hal itu!” Putri mulai meninggikan suaranya sambil menarik kaki yang tengah dipijat oleh pelayannya itu. Wajahnya menunjukkan keengganan untuk melakukan saran dari Khani.“Dia lebih baik mengabaikan aku saja. Bagaimanapun, cepat atau lambat akuakan pergi dari sini. Mengapa aku harus berusaha untuk mengambil hatinya?” protes Ziu secara terus terang. “Pangeran Ketiga memang terlihat tampan. Namun, dia juga mempunya banyak wanita simpanan ya
Selir Sinaksa dan Selir Yurian tertawa geli melihat Ziu terjatuh begitu keras. Mereka segera menyembunyikan rasa senangnya karena tidak ingin terlihat sengaja melakukannya. Mereka berdua melakukan hal itu hanya demi kesenangan semata.Ziu terbangun setelah beberapa saat tidakbergerak di lantai. Dari raut wajahnya bisa terlihat bahwa dirinya merasa kesakitan. Khani masih merasa khawatir walaupun Nonanya sudah sadar.“Nona, apa kau baik-baik saja?” tanya Khani sambil membantu Ziu duduk di lantai.“Ouch! Bagaimana aku tadi bisa jatuh? Rasanya sangat menyakitkan,” keluh Ziu yang akhirnya bisa duduk. Dia melihat bagian tubuhnya yang terasa sakit.Khani juga ikut memeriksa tubuh majikannya. Dia melihat wajah Ziu dengan seksama. Seusai melihat wajah Nona Mudanya, Khani menunjukkan ekspresi terkejut, tetapi juga senang secara bersamaan. Wanita yang kini dihadapannya bukan Ziu yang lemah lembut lagi.“Nona Ziu,” panggil K
Di dalam Istana Wula, tempat tinggal Anmu Ziu sebagai Putri Permaisuri Ketiga telah kedatangan dua wanita yang tidak dikenal oleh Ziu. Seorang wanita mengenakan pakaian berwarna kuning berdiri dengan sangat tenang. Sedangkan di belakangnya perempuan berpakaian warna ungu menunggu dengan wajah masam.Mereka berdua sedang menunggu Ziu yang tengah bersiap-siap terlebih dahulu. Keduanya ingin bertemu dengan perempuan yang telah dipilih langsung oleh Pangeran Ketiga sebagai permaisuri. Khani berdiri dengan tenang namun penasaran ketika melihat kedua orang asing tersebut.Setelah beberapa saat menunggu, Ziu yang sudah berganti pakaian keluar. Busana berwarna biru langit membalut tubuhnya seolah-olah mengeluarkan auranya sebagai seorang permaisuri. Hiasan di kepalaZiu cukup sederhana tapi terasa sangat cocok dengan wajah cantiknya.“Selir Sinaksa memberi salam kepada Putri Permaisuri Ketiga,” ujar perempuan berbaju ungu sambil memberi hormat. Ziu dapat meli
Khani tersenyu mendengar Nona Mudanya bicara dengan terbata-bata. “Tadi malam, Pangeran Ketiga datang melihat Nona. Beliau hanya masuk sebentar, lalu pergi. Anda dan Pangeran Ketiga tidak melakukan malam pertama”Ziu menghela nafas panjang dan tersenyum lega. Dia merasa nyaman karena tidak terjadi apa-apa dengannya tadi malam. Ziu tidak akan canggung atau malu bertemu jika setelah ini bertemu dengan Pangeran Kedua.“Lalu, apakah Pangeran Kedua datang?” tanya Ziu dengan wajah penasarannya.“Pangeran Kedua memang datang. Tapi anda memanggil Pangeran Ketiga dengan kata-kata itu tepat ketika Pangeran Kedua berada di luar ruangan ini. Dia marah dan pergi begitu saja,” cerita Khani mengenang kejadian semalam.Wajah Ziu yang mulanya terlihat ceria kini berubah bingung. “Bagaimana aku memanggil Pangeran Ketiga?”“Suamiku… cepatlah masuk! Aku tak bisa menunggu lagi,” ujar Khani menirukan Ziu ketika memanggil Pangeran Ketiga. “Nona, waktu itu anda memanggilnya seperti itu.”Ziu benar-benar tida
Air yang tercurah dari atas langung mengguyur sekujur tubuh Ziu. Rasa dingin menyerang kepalanya dan langsung menyebar ke seluruh pori-pori di tubuhnya. Ziu tidak dapat menghindar sedikitpun dari senjata yang disiapkannya sendiri. Dia menerima air itu dengan pasrah dan tenang.Kemalangan yang dialami oleh Ziu tidak berakhir di situ. Sebuah balok kayu berukuran cukup besar jatuh dan mengenai punggungnya dengan keras. Ziu sampai terjatuh menerima hantaman benda tersebut. Dia tak sadarkan diri di lantai kamarnya.Keesokan harinya, di pagi yang sangat cerah, Khani sudah selesai menyiapkan keperluan untuk membersihkan diri setelah majikannya terbangun. Kemudian dia melirik Nona Mudanya yang masih tertidur dengan tenang.“Semuanya sudah selesai. Nanti, tidak peduli Nona mana yang bangun, aku akan siap,” gumam Khani dengan suara pelan sembari tersenyum senang.Tidak berapa lama setelahnya, Ziu perlahan membuka mata. Dia sudah terjaga dari tidurnya. Z
Pangeran Vajra kini berada di depan pintu kamar pengantin. Dia tidak langsung masuk ke dalam ruangan itu. Pangeran Vajra diam sebentar seperti sedang membulatkan tekadnya. Setelah dirasa cukup, dia membuka pintu kamar pengantin miliknya. Ziu buru-buru menutup kembali wajahnya.Khani memberi hormat kepada Pangeran Kedua Kerajaan Burumun yang ada di hadapannya. Namun, Pangeran Kedua memberi isyarat kepadanya agar tetap diam. Suami Nona Mudanya juga menggunakan jari telunjuknya untuk menyuruh Khani keluar dari ruangan itu. dengan berat hati, Khani melakukan perintah laki-laki yang kini menjadi tuannya itu.Khani berjalan menjauh dari Ziu dengan sangat perlahan agar tidak menimbulkan suara sedikitpun. Sesampainya di dekat pintu, Khani memberi hormat sekali lagi kepada Pangeran Vajra. Dia pun keluar dari ruangan itu. Ziu yang tidak tahu jika kini dia sendiri, tetap duduk dengan tenang seperti tidak terjadi apapun.Khani sebenarnya tidak tega meninggalkan Ziu sendiria
Semua orang sedang menikmati suasana pesta pernikahan Pangeran Ketiga. Namun, hanya satu orang yang tidak bisa mengendalikan dirinya. Seorang laki-laki berjalan ke arah kamar Ziu pada malam itu. Dia melangkahkan kaki dengan sangat mantap tanpa rasa ragu sedikitpun. Hanya ada rasa dingin yang sangat kuat di sorot matanya. Jubah kebesaran tanda anggota kerajaan melambai ketika angin menyentuhnya.Pangeran Kedua berdiri terdiam di depan kamar pengantin. Hatinya terasa dingin karena setelah malam ini, perempuan yang dicintainya akan menjadi istri dari pria lain. Dia merasa tidak mampu mengatasi kesedihan yang kini dirasakannya. Rasa tidak rela memenuhi seluruh bagian perasaannya.Di dalam kamar pengantin, Ziu tersenyum bahagia. Dia sudah menyelesaikan senjatanya untuk menghadapi Pangeran Ketiga. Sekarang hatinya sudah merasa agak nyaman ketika membayangkan air jatuh membasahi tubuh suaminya ketika nekat mendekatinya.“Nona Ziu, Pangeran Ketiga pasti sang