Share

LEMBAR KE-5

Penulis: DAVOBI
last update Terakhir Diperbarui: 2022-04-03 20:59:51

Berkali-kali Ziu membuka lembar demi lembar kertas di dalam buku itu. Akan tetapi, dia tidak menemukan apapun. Buku kuno itu tetap kosong seperti saat pertama kali Ziu menemukannya. Tidak ada coretan apapun di dalamnya. Akhirnya, Ziu menutup buku itu dengan lemas dan mengembalikannya begitu saja di tempat asalnya tadi.

“Sebaiknya aku mencoba tidur saja malam ini. Siapa tahu mimpi kurang ajar itu sudah berhenti,” ucap Ziu sambil berjalan ke arah ranjangnya.

Sebelum membaringkan tubuhnya, Ziu tidak lupa untuk meminum obat tidurnya. Selama beberapa hari ini dia tidak dapat tidur dengan nyenyak. Ditambah dengan adanya mimpi aneh tiap malamnya, sehingga membuat Ziu terpaksa harus minum obat tidur. Dia ingin tidur dengan nyenyak tanpa bermimpi sesuatu yang aneh lagi.

Setelah meminum obat tidrunya, Ziu merebahkan tubuh dan memejamkan matanya. Penutup mata dipasang tepat di atas matanya. Dia berusaha merilekskan tubuh dan pikirannya agar cepat terlelap. Tidak perlu waktu lama, Ziu sudah tertidur.

Namun, sebuah keanehan mulai terjadi. Salah satu laci meja Ziu mulai bergetar. Terdapat sebuah sinar yang perlahan berpendar dari dalam laci itu. Ziu yang tengah tertidur dengan pulas sama sekali tidak mengetahui kejadian aneh yang sedang berlangsung saat itu.

Tiba-tiba laci meja itu terbuka dengan sendirinya. Buku yang berada di dalamnya tiba-tiba terbuka sendiri. Lembar demi lembar terangkat dengan kecepatan yang terus bertambah. Sinar yang keluar dari dalam buku itu semakin terang. Lama-kelamaan kamar Ziu semakin menyilaukan.

Tiba-tiba cahaya tersebut hilang bersamaan dengan lenyapnya buku kuno dan Ziu dari ranjangnya. Sesuatu yang aneh telah terjadi di rumah Ziu. Sekarang hanya menyisakan kamar Ziu yang sepi dan kosong, yang tampak seperti tidak terjadi apa-apa.

-----***-----

Bunyi derap kuda kuda memecah keheningan sebuah hutan. Sepasang kuda berlari dengan kecepatan tinggi. Tampak dua pria sedang mengendarai kudan tersebut. Satu pria berbaju hitam sedangkan pria lainnya menggunakan baju abu-abu. Mereka berdua menggunakan cadar sehingga tidak terlihat seperti apa wajahnya. Pedang yang mereka bawa menandakan bahwa keduanya seperti pendekar.

Tidak jauh dari mereka sekelompok orang menunggangi kuda seperti mengejar dengan marah. Dari pakaian dan senjata yang mereka bawa, sekelompok orang itu terlihat seperti bandit. Kelompok bandit itu semakin dekat dengan orang yang dikejarnya.

“Jika begini terus kita akan tertangkap. Ini akan membahayakan anda,” ucap orang berbaju abu-abu. Dia melompat dari kudanya dan menjejakkan kakinya ke arah belakang. Dia menyerang kelompok bandit yang mengejarnya.

“Kau takut? Walau kau mengawalku, tak usah terlalu memikirkanku. Itu membuatku malu,” jawab pria berbaju hitam.

“Hal seperti itu mana mungkin terpikirkan oleh pengawal yang melindungi tuannya,” balas pria berbaju abu-abu agak kesal.

Pria berbaju hitam tersenyum di balik cadarnya. “Benarkah? Woah… aku merasa terhormat karena mempunyai pengawal yang sangat perhatian.”

“Harap Tuan tidak mengolok-olok saya seperti itu,” ucap pria berbaju abu-abu. Dia menaruh rasa hormat yang sangat tinggi kepada Tuannya. “Saya akan mengulur waktu. Silahkan Tuan pergi secepat mungkin.”

Pria berbaju abu-abu kemudian menjejakkan kakinya ke atas pelana. Dia terbang melayang ke arah belakang sambil mengeluarkan serangan.  Beberapa bandit dengan sigap menghindari serangan dari pendekar berbaju abu-abu itu.

Namun tidak sedikit juga bandit yang terjatuh akibat terkena serangan itu. Beberapa bandit yang bisa menghindar tetap melanjutkan pengejaran. Pria berbaju abu-abu memandang ke arah bandit-bandit itu pergi.

“Semoga anda mampu menghadapi sisanya. Saya akan segera kembali, Tuan,” gumam orang berbaju abu-abu di dalam hatinya.

Orang berbaju abu-abu itu berbalik. Di depannya para bandit yang terjatuh sudah berdiri semua. “Sekarang kita lanjutkan yang tadi,” ucap pria berbaju abu-abu.

Dia menghunuskan pedangnya dan berlari maju. Para bandit juga mengeluarkan senjatanya dan berteriak sembari berlari maju. Suara pedang yang beradu pun terdengar dengan keras. Disusul oleh berbagai jenis suara teriakan.

Sementara pria berbaju hitam terus mengendarai kudanya dengan cepat. Beberapa bandit di belakang meneriakinya agar berhenti. Salah satu bandit mengambil busur dan anak panahnya. Dia memasang anak panah dan menarik tali busurnya. Salah satu matanya menutup agar bidikannya semakin akurat.

Anak panah yang dia lepaskan melaju deras menuju punggung orang berbaju hitam di depannya. Tapi dengan sigap orang berbaju hitam itu mencondongkan badannya ke arah kanan untuk menghindar.

“Tampaknya kalian benar-benar ingin membunuhku. Jika begitu, akan aku selesaikan saja secepatnya” Pria berbaju hitam berbicara pada dirinya sendiri.

Tiba-tiba pendekar berbaju hitam memutar berhenti dan memutar kudanya. Sekarang para bandit dan orang itu saling berhadapan. Para bandit agar terkejut karena orang yang mereka kejar berhenti secara tiba-tiba. Mereka semua menghentikan kudanya. Tampaknya sebentar lagi akan terjadi sebuah hal yang mengerikan.

Bab terkait

  • KITAB KUNO SANG KURATOR   LEMBAR KE-6

    “Bukankah kalian benar-benar gigih? Jika kalian bisa lari dari pria yang terbang tadi, berarti kalian lumayan hebat,” puji pria berbaju hitam setelah bertepuk tangan. Dia seperti memberi ucapan selamat kepada beberapa bandit di depannya.Pria berbaju hitam yang tampak seperti pendekar itu turun dari kudanya, diikuti para bandit. Masing-masing dari mereka menyiapkan senjatanya. Lalu tanpa diperintah para bandit maju menyerang sambil berteriak seperti mengobarkan semangat perang.Sang pendekar berbaju hitam menerima serangan itu. Dia berkelit dan menghindari setiap serangan para bandit. Gerakannya yang lincah membuat bandit-bandit itu kesulitan. Lama-kelamaan para bandit itu merasa lelah. Serangan yang mereka lancarkan samak sekali tidak berpengaruh.Sekarang giliran pendekar berbaju hitam yang menyerang para bandit. Pendekar berbaju hitam mengeluarkan pukulan beruntun yang cukup cepat. Para bandit merasa kewalahan menerima serangannya. Dengan gerakan yang berlangsung secara terus-mener

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-03
  • KITAB KUNO SANG KURATOR   LEMBAR KE-7

    Perempuan dan pendekar berbaju hitam mendarat dengan selamat. Mereka masih berpandangan dan berpegangan satu sama lain ketika sudah mendarat di atas tanah. Mereka berdua berada dalam posisi seperti itu dalam beberapa saat. Tidak berapa lama akhirnya mereka berdua sadar. Pendekar dan perempuan itu masing-masing melepaskankan pegangannya.“Te-te-terima kasih atas pertolonganmu,” ucap perempuan itu sambil merapikan pakaiannya.“Sa-sama-sama. Bukan hal yang sulit,” jawab pendekar dengan salah tingkah.Perempuan asing yang merapikan pakaiannya itu mendadak berhenti bergerak. Dia baru menyadari jika ada yang aneh pada dirinya. Perempuan itu memakai baju kuno yang dikenali sebagai pakaian pada masa kerajaan. Pakaian yang hanya pernah dia lihat di film atau drama kolosal.“Kenapa aku memakai pakaian seperti ini?” tanyanya dalam hati. Dia membolak-balik pakaiannya seakan tidak percaya dengan apa yang dipakainya saat ini.“Siapa kau? Kenapa gadis sepertimu ada di tempat seperti ini?” tanya sang

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-03
  • KITAB KUNO SANG KURATOR   LEMBAR KE-8

    “Mulai sekarang kau akan melayani Nona Ziu. Tugasmu adalah selalu di sisinya dan melakukan apapun yang diperintahkannya. Kau mengerti?” ucap Pangeran Vajra dengan singkat.Pelayan yang bernama Khani mengangguk. “Hamba mengerti, Pangeran. Perintah Pangeran akan hamba laksanakan sebaik mungkin,” jawabnya sambil memberi hormat.“Mulailah dari menjaga dan merawatnya nya hingga dia bangun. Laporkan juga perkembangan kesehatannya kepadaku,” ucap Pangeran Vajra sambil berjalan meninggalkan kamar itu.“Baik, Pangeran,” jawab Khani. Dia kemudian duduk di lantai dekat dengan ranjang Ziu. Hal ini dilakukannya agar segera mengetahui jika Nonanya sudah sadar.Setelah keluar dari kamar Ziu, Pangeran Vajra berjalan menuju ke suatu tempat. Di sepanjang jalan terdapat berbagai macam bunga dan tumbuhan yang indah. Semua itu ditanam atas perintah Pangeran Vajra. Dia tampak puas dengan pekerjaan yang dilakukan oleh para pengurus kediamannya.“Pangeran, ada perintah dari Istana Agung. Anda diharapkan sege

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-03
  • KITAB KUNO SANG KURATOR   LEMBAR KE-9

    Tidak lama kemudian Pangeran Vajra masuk ke dalam ruangan Kaisar. Dia memakai pakaian yang tidak kalah bagus dari Pangeran Noan. Pangeran Vajra berjalan dengan anggun dan penuh kebanggan diri. Melihat saudara mudanya berjalan dengan penuh wibawa, Pangeran Noan memalingkan wajahnya.“Hamba Vajra, memberi hormat kepada Yang Mulia,” ucap Vajra setelah berada di hadapan Kaisar. Dia mengucapkan salam itu sambil berlutut dan memberi hormat kepada Kaisar.Kaisar hanya diam saja melihat Vajra memberi hormat kepadanya. Ketika seseorang memberi hormat kepada Kaisar, dia harus menunggu hingga Kaisar menyuruhnya berdiri. Jika Kaisar belum menyuruhnya berdiri maka dia harus tetap diam. hal ini yang membuat Pangeran Vajra tetap berlutut.Permaisuri memegang tangan Kaisar yang sedang menghukum Pangeran Vajra. “Yang Mulia, Pangeran Ketiga sudah berlutut lama. Dia pasti sudah menyadari kesalahannya.”“Apakah benar Pangeran Ketiga sudah mengetahui apa alasan dia terus berlutut seperti itu?” tanya Kaisa

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-03
  • KITAB KUNO SANG KURATOR   LEMBAR KE-10

    Kaisar dan Permaisuri berjalan meninggalkan aula dan diikuti oleh Kasim Makhun. Pangeran Vajra dan Pangeran Noan berdiri dan saling berhadapan. Mereka tampak seperti dua jenderal perang yang terlibat dalma perang dingin. Masing-masing pihak tampak diam dan mengamati lawannya.“Sungguh prestasi yang membanggakan, Adik Ketiga,” puji Pangeran Noan sambil menghampiri adiknya. “Kau dan strategimu memang sangat hebat.”Pangeran Vajra tersenyum palsu. “Kakak Kedua juga tidak kalah menakjubkan. Bisa menutup kasus penggelapan pajak para pejabat dengan sukses.”“Ahh… kau terlalu menyanjungku. Kita diberi tugas langsung dari ayahanda. Tentunya harus melaksanakan tugas dengan sungguh-sungguh,” ucap Pangeran Noan merendah.Pangeran Noan memberi isyarat kepada adiknya agar keluar bersama dari aula. Pangeran Vajra mengikuti isyarat kakaknya. Dari sini memang terlihat mereka berdua tampak seperti saudara yang saling menyayangi dan mendukung. Akan tetapi, hal yang sebenarnya mereka rasakan berbanding

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-21
  • KITAB KUNO SANG KURATOR   LEMBAR KE-11

    Dia merasa sangat terkejut karena melihat berbagai makanan ketika sudah berada di dalam ruangan. Vajra sudah mengambil tempat di depan meja yang penuh dengan makanan. Dia memberi isyarat kepada Ziu untuk segera duduk di hadapannya. Ziu pun menurut. Dia langsung menuju ke meja yang sama dengan Vajra.“Sekarang silahkan makan terlebih dahulu. Bercakap-cakap saat perut yang kosong tidak akan menghasilkan apapun,” ucap Vajra yang mempersilahkan Ziu untuk menyantap makanan di hadapannya terlebih dahulu.Senyuman lebar terlihat di wajah Ziu. Dia memang sudah lapar karena belum ada makanan yang masuk ke dalam perutnya sejak pagi. Ziu segera mengambil sumpit dan mengambil makanan yang berada di atas meja. Dia makan dengan sangat lahap.Vajra melemparkan pandangannya kepada Yaru yang berdiri di dekatnya. Salah satu alis Vajra naik menandakan rasa heran terhadap kejadian unik di hadapannya. Yaru menggeleng tanda bahwa dia juga tidak mengerti tentang apa yang sedang dilihatnya itu. Vajra mengali

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-24
  • KITAB KUNO SANG KURATOR   LEMBAR KE-11

    Dia merasa sangat terkejut karena melihat berbagai makanan ketika sudah berada di dalam ruangan. Vajra sudah mengambil tempat di depan meja yang penuh dengan makanan. Dia memberi isyarat kepada Ziu untuk segera duduk di hadapannya. Ziu pun menurut. Dia langsung menuju ke meja yang sama dengan Vajra. “Sekarang silahkan makan terlebih dahulu. Bercakap-cakap saat perut yang kosong tidak akan menghasilkan apapun,” ucap Vajra yang mempersilahkan Ziu untuk menyantap makanan di hadapannya terlebih dahulu. Senyuman lebar terlihat di wajah Ziu. Dia memang sudah lapar karena belum ada makanan yang masuk ke dalam perutnya sejak pagi. Ziu segera mengambil sumpit dan mengambil makanan yang berada di atas meja. Dia makan dengan sangat lahap. Vajra melemparkan pandangannya kepada Yaru yang berdiri di dekatnya. Salah satu alis Vajra naik menandakan rasa heran terhadap kejadian unik di hadapannya. Yaru menggeleng tanda bahwa dia juga tidak mengerti tentang apa yang sedang dil

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-31
  • KITAB KUNO SANG KURATOR   LEMBAR KE-12

    “Asal? A-apa itu harus ku ceritakan juga? I-itu terlalu jauh kurasa,” ungkap Ziu yang mencoba mengalihkan pembicaraan tak menguntungkan ini.“Kenapa? Kau tidak bisa menyebutkan tempat asalmu?” tanya Vajra dengan tenang.Ziu berpura pura batuk. Dia mengambil gelas dan meminum airnya sedikit-demi sedikit. Ziu melakukan hal ini untuk mengulur waktu sembari berpikir keras untuk menemukan jawaban dari pertanyaan Vajra.“Ziu?”“”Renasa!” seru Ziu setelah menurunkan gelasnya ke atas meja dengan ayunan yang cukup keras sehingga mengeluarkan bunyi yang cukup keras.Vajra dan Yaru merasa kaget mendengar suara yang muncul secara mendadak itu. Namun, mereka berdua berusaha untuk terlihat tetap tenang agar tidak merasa malu. Di dalam dunia aslinya, Ziu memang ahli dalam membuat jantung orang lain berhenti berdetak. Keistimewaan itu terbawa walaupun dia telah berpindah ke dunia lain.“Dari Renasa,” lanjut Ziu mengucapkan nama yang muncul di kepalanya.Ziu mengingat nama itu. Dia pernah membaca buku

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-31

Bab terbaru

  • KITAB KUNO SANG KURATOR   LEMBAR KE-33

    Vajra berpaling dan pergi dari tempatnya berdiri tanpa mengatakan apa-apa lagi. Bahkan, dia tak bergeming ketika mendengar suara lantang dari Ziu. Vajra tetap berjalan meninggalkan Ziu yang masih berada di atas tembok dinding. Khani menghembuskan nafas panjang karena merasa lega melihat respon Vajra. Dia merasa bebas dari hukuman yang berat. Di dalam hati, Khani terus mengucap syukur atas hal baik yang baru saja dia alami. “Sial! Aku gagal lagi. Kalau begitu aku harus mencari cara lain lagi untuk melarikan diri sebelum kembali ke rumahku,” ucap Ziu yang tak punya pilihan lain. Wajah Khani menegang. “Nona Ziu, apa yang anda katakan? Anda tidak bisa pergi!” Ziu tidak mengindahkan perkataan Khani. Wajahnya tampak sudah dipenuhi tekad yang benar-benar kuat untuk pergi. “Nona, dengarkan aku! Tidakkah anda ingin menemukan buku kuno itu?” tanya Khani yang tiba-tiba membahas tentang benda yang dicari oleh majikannya. Perlahan Ziu mulai melihat mendengarkan. Usaha Khani untuk menarik per

  • KITAB KUNO SANG KURATOR   LEMBAR KE-32

    Pintu keluar tempat tinggal Ziu tergeser perlahan. Kepala Ziu keluar sedikit untuk memeriksa keadaan sekitar. Tidak tampak satu pun penjaga yang lalu-lalang di sekeliling ruangannya. Tanpa pikir panjang lagi Ziu kemudian bergegas keluar.“Nona! Nona!” Khani terus memanggil majikannya sambil berlari mengejar Ziu.Ziu yang sudah berniat berlari dengan kecepatan penuh tiba-tiba mengurangi laju langkah kakinya. Dia tidak ingin suara Khani sampai membuat para pelayan ataupun penjaga kediaman berkumpul.“Nona, anda benar-benar tidak boleh pergi dari sini,” cegah Khani sambil memegangi tangan Ziu. “Hamba mohon, Nona.”“Kau sudah mencari selama satu hari penuh tapi belum menemukannya sama sekali. Hal itu berarti benda yang kita cari tidak ada di tempat ini,” tutur Ziu menjelaskan alasannya ingin pergi dari kediaman. “Lalu, mengapa aku harus bertahan untuk tetap tinggal di sini? Kita pergi saja ke tempat lain.”Ziu melepaskan genggaman tangan Khani. Dia segera melangkahkan kakinya lagi menyusu

  • KITAB KUNO SANG KURATOR   LEMBAR KE-31

    Ziu diam saja mendengar pertanyaan Khani. Di satu sisi dia tidak ingin bertemu dengan orang menyebalkan itu lagi. Namun, di sisi lain kata-kata pelayannya itu terasa masuk akal. Ziu merasa bingung dengan hal yang harus dipilihnya.“Nona, kita harus meninggalkan kesan yang baik padanya. Di masa depan, dia akan memperlakukanmu lebih baik karena hal itu. sejak malam pernikahan kemarin, anda belum pernah sekalipun mengunjungi dia,” ucap Khani memberikan pendapatnya.“Aku tidak akan melakukan hal itu!” Putri mulai meninggikan suaranya sambil menarik kaki yang tengah dipijat oleh pelayannya itu. Wajahnya menunjukkan keengganan untuk melakukan saran dari Khani.“Dia lebih baik mengabaikan aku saja. Bagaimanapun, cepat atau lambat akuakan pergi dari sini. Mengapa aku harus berusaha untuk mengambil hatinya?” protes Ziu secara terus terang. “Pangeran Ketiga memang terlihat tampan. Namun, dia juga mempunya banyak wanita simpanan ya

  • KITAB KUNO SANG KURATOR   LEMBAR KE-30

    Selir Sinaksa dan Selir Yurian tertawa geli melihat Ziu terjatuh begitu keras. Mereka segera menyembunyikan rasa senangnya karena tidak ingin terlihat sengaja melakukannya. Mereka berdua melakukan hal itu hanya demi kesenangan semata.Ziu terbangun setelah beberapa saat tidakbergerak di lantai. Dari raut wajahnya bisa terlihat bahwa dirinya merasa kesakitan. Khani masih merasa khawatir walaupun Nonanya sudah sadar.“Nona, apa kau baik-baik saja?” tanya Khani sambil membantu Ziu duduk di lantai.“Ouch! Bagaimana aku tadi bisa jatuh? Rasanya sangat menyakitkan,” keluh Ziu yang akhirnya bisa duduk. Dia melihat bagian tubuhnya yang terasa sakit.Khani juga ikut memeriksa tubuh majikannya. Dia melihat wajah Ziu dengan seksama. Seusai melihat wajah Nona Mudanya, Khani menunjukkan ekspresi terkejut, tetapi juga senang secara bersamaan. Wanita yang kini dihadapannya bukan Ziu yang lemah lembut lagi.“Nona Ziu,” panggil K

  • KITAB KUNO SANG KURATOR   LEMBAR KE-29

    Di dalam Istana Wula, tempat tinggal Anmu Ziu sebagai Putri Permaisuri Ketiga telah kedatangan dua wanita yang tidak dikenal oleh Ziu. Seorang wanita mengenakan pakaian berwarna kuning berdiri dengan sangat tenang. Sedangkan di belakangnya perempuan berpakaian warna ungu menunggu dengan wajah masam.Mereka berdua sedang menunggu Ziu yang tengah bersiap-siap terlebih dahulu. Keduanya ingin bertemu dengan perempuan yang telah dipilih langsung oleh Pangeran Ketiga sebagai permaisuri. Khani berdiri dengan tenang namun penasaran ketika melihat kedua orang asing tersebut.Setelah beberapa saat menunggu, Ziu yang sudah berganti pakaian keluar. Busana berwarna biru langit membalut tubuhnya seolah-olah mengeluarkan auranya sebagai seorang permaisuri. Hiasan di kepalaZiu cukup sederhana tapi terasa sangat cocok dengan wajah cantiknya.“Selir Sinaksa memberi salam kepada Putri Permaisuri Ketiga,” ujar perempuan berbaju ungu sambil memberi hormat. Ziu dapat meli

  • KITAB KUNO SANG KURATOR   LEMBAR KE-28

    Khani tersenyu mendengar Nona Mudanya bicara dengan terbata-bata. “Tadi malam, Pangeran Ketiga datang melihat Nona. Beliau hanya masuk sebentar, lalu pergi. Anda dan Pangeran Ketiga tidak melakukan malam pertama”Ziu menghela nafas panjang dan tersenyum lega. Dia merasa nyaman karena tidak terjadi apa-apa dengannya tadi malam. Ziu tidak akan canggung atau malu bertemu jika setelah ini bertemu dengan Pangeran Kedua.“Lalu, apakah Pangeran Kedua datang?” tanya Ziu dengan wajah penasarannya.“Pangeran Kedua memang datang. Tapi anda memanggil Pangeran Ketiga dengan kata-kata itu tepat ketika Pangeran Kedua berada di luar ruangan ini. Dia marah dan pergi begitu saja,” cerita Khani mengenang kejadian semalam.Wajah Ziu yang mulanya terlihat ceria kini berubah bingung. “Bagaimana aku memanggil Pangeran Ketiga?”“Suamiku… cepatlah masuk! Aku tak bisa menunggu lagi,” ujar Khani menirukan Ziu ketika memanggil Pangeran Ketiga. “Nona, waktu itu anda memanggilnya seperti itu.”Ziu benar-benar tida

  • KITAB KUNO SANG KURATOR   LEMBAR KE-27

    Air yang tercurah dari atas langung mengguyur sekujur tubuh Ziu. Rasa dingin menyerang kepalanya dan langsung menyebar ke seluruh pori-pori di tubuhnya. Ziu tidak dapat menghindar sedikitpun dari senjata yang disiapkannya sendiri. Dia menerima air itu dengan pasrah dan tenang.Kemalangan yang dialami oleh Ziu tidak berakhir di situ. Sebuah balok kayu berukuran cukup besar jatuh dan mengenai punggungnya dengan keras. Ziu sampai terjatuh menerima hantaman benda tersebut. Dia tak sadarkan diri di lantai kamarnya.Keesokan harinya, di pagi yang sangat cerah, Khani sudah selesai menyiapkan keperluan untuk membersihkan diri setelah majikannya terbangun. Kemudian dia melirik Nona Mudanya yang masih tertidur dengan tenang.“Semuanya sudah selesai. Nanti, tidak peduli Nona mana yang bangun, aku akan siap,” gumam Khani dengan suara pelan sembari tersenyum senang.Tidak berapa lama setelahnya, Ziu perlahan membuka mata. Dia sudah terjaga dari tidurnya. Z

  • KITAB KUNO SANG KURATOR   LEMBAR KE-26

    Pangeran Vajra kini berada di depan pintu kamar pengantin. Dia tidak langsung masuk ke dalam ruangan itu. Pangeran Vajra diam sebentar seperti sedang membulatkan tekadnya. Setelah dirasa cukup, dia membuka pintu kamar pengantin miliknya. Ziu buru-buru menutup kembali wajahnya.Khani memberi hormat kepada Pangeran Kedua Kerajaan Burumun yang ada di hadapannya. Namun, Pangeran Kedua memberi isyarat kepadanya agar tetap diam. Suami Nona Mudanya juga menggunakan jari telunjuknya untuk menyuruh Khani keluar dari ruangan itu. dengan berat hati, Khani melakukan perintah laki-laki yang kini menjadi tuannya itu.Khani berjalan menjauh dari Ziu dengan sangat perlahan agar tidak menimbulkan suara sedikitpun. Sesampainya di dekat pintu, Khani memberi hormat sekali lagi kepada Pangeran Vajra. Dia pun keluar dari ruangan itu. Ziu yang tidak tahu jika kini dia sendiri, tetap duduk dengan tenang seperti tidak terjadi apapun.Khani sebenarnya tidak tega meninggalkan Ziu sendiria

  • KITAB KUNO SANG KURATOR   LEMBAR KE-25

    Semua orang sedang menikmati suasana pesta pernikahan Pangeran Ketiga. Namun, hanya satu orang yang tidak bisa mengendalikan dirinya. Seorang laki-laki berjalan ke arah kamar Ziu pada malam itu. Dia melangkahkan kaki dengan sangat mantap tanpa rasa ragu sedikitpun. Hanya ada rasa dingin yang sangat kuat di sorot matanya. Jubah kebesaran tanda anggota kerajaan melambai ketika angin menyentuhnya.Pangeran Kedua berdiri terdiam di depan kamar pengantin. Hatinya terasa dingin karena setelah malam ini, perempuan yang dicintainya akan menjadi istri dari pria lain. Dia merasa tidak mampu mengatasi kesedihan yang kini dirasakannya. Rasa tidak rela memenuhi seluruh bagian perasaannya.Di dalam kamar pengantin, Ziu tersenyum bahagia. Dia sudah menyelesaikan senjatanya untuk menghadapi Pangeran Ketiga. Sekarang hatinya sudah merasa agak nyaman ketika membayangkan air jatuh membasahi tubuh suaminya ketika nekat mendekatinya.“Nona Ziu, Pangeran Ketiga pasti sang

DMCA.com Protection Status