Ziu memandang Tena seperti tidak percaya perkataannya. “Tidak menikah? Bagaimana bisa seorang Kaisar tidak menikah? Kerajaannya pasti akan hancur.”
Tena menggeleng tanda tidak setuju. “Kerajaan Burumun tetap memiliki Kaisar yang baru, yaitu anak dari Kaisar sebelumnya. Kerajaan Burumun tetap berdiri dalam waktu yang sangat lama.”
Ziu merasa Kaisar Vajara orang yang sangat aneh. Dia memilih untuk tidak menikah dan rela memberikan tahtanya kepada anak orang lain. Sementara itu, dia dilukis tanpa menghadap ke depan. Hal ini membuat Ziu semakin penasaran dengan Kaisar satu ini.
Ziu memperhatikan lukisan Kaisar Vajara selama beberapa saat. Dia merasakan ada hal yang aneh di lukisan tersebut. Lukisan itu perlahan membuat Ziu merasa sedih. Tapi Ziu segera menyadarkan dirinya. Dia menyuruh Tena untuk mengurus semua benda baru yang akan dimasukkan ke museumnya.
Ziu kembali ke ruangannya. Dia mencari tahu tentang Kaisar Vajara lewat internet. Tapi yang dia temukan hanyalah informasi umum tentangnya. Ziu ingin tahu lebih banyak tentang kehidupan Kaisar Vajara.
“Akan lebih baik jika aku bisa menanyai dia secara langsung,” gumamnya dalam hati.
Ziu meletakkan kepalanya di atas meja lagi. Dia membutuhkan informasi tentang kehidupan Kaisar itu untuk keterangan di bawah lukisannya. Hal ini tentu akan menarik perhatian banyak pengunjung. Mengingat kualitas lukisan itu masih terjaga setelah ribuan tahun berlalu.
Ziu menghela nafas panjang. Dia kemudian mengeluarkan ponsel dan membukanya. Ziu mencari kontak Tena dan menekannya.
“Halo, Tena. Tolong cari dan susun semua informasi mengenai Kaisar Varaya, termasuk kehidupan pribadinya. Setelah itu berikan kepada saya,” ujar Ziu saat menelfon Tena.
“Baik, Miss. Akan segera saya kerjakan,” jawab Tena dari sambungan telvon.
“Oke. Thanks, Tena. Kabari saya jika lukisan itu sudah siap dipajang.” Ziu mengakhiri pembicaraannya dengan Tena. Dia menutup ponselnya. Ziu lalu bersandar kepada kursinya.
Ziu tiba-tiba berada di tempat yang gelap dan sunyi. Lalu secara perlahan keadaan di sekitarnya terlihat. Pemandangan perang yang sempat disaksikan oleh Ziu terulang kembali. Suara yang membuatnya ketakutan mulai terdengar. Dia berlari sekuat tenaga agar dapat keluar dari tempat itu. Lagi-lagi Ziu mendengar sesoerang memangggil namanya. Kemudian semuanya kembali gelap seperti sedia kala.
“Ziu… Kurator Ziu….”
Ziu membuka matanya perlahan. Dia melihat wajah seseorang tepat di atasnya. Setelah beberapa saat terlihat Tena yang memanggil-manggil nama Ziu. Tena khawatir karena Ziu seperti orang yang linglung.
“Ada apa, Tena?”
“Harusnya saya yang bertanya seperti itu. Miss tampak aneh. Apa Miss baik-baik saja?”
“Mungkin saya sedang kurang sehat, Tena. Bagaimana dengan benda-benda yang baru itu?”
“Semuanya sudah siap, Miss. Kita bisa memasangnya di dinding museum kapan saja. Akan tetapi ada laporan dari mereka bahwa ada satu benda yang tertinggal. Mereka sudah mengirimkan ke alamat tambahan yang ada di berkas.”
Ziu bangkit dari tempat duduknya. “Oke. Saya akan kabari jika benda itu sudah berada di tangan saya. Jangan lupa buat keterangan untuk benda tambahan tadi.”
“Baik, Miss. Akan segera saya kerjakan,” ucap Tena sambil menulis di buku catatannya.
“Kalau begitu bisakah kamu teruskan sendiri? Saya sepertinya butuh istirahat. Jadi tidak dapat mendampingi kalian,” tanya Ziu sebelum bersiap-siap pulang.
Tena mengangguk tanda paham terhadap tugasnya. Ziu buru-buru membereskan berkas-berkas di mejanya dan mengemasi semua barangnya. Dia mengajak Tena keluar bersama. Ziu juga berpesan agar Tena dan yang lainnya tidak pulang terlalu malam.
“Kalian bisa melanjutkannya besok jika memang sudah merasa lelah. Waktu kita masih cukup panjang,” ucap Ziu kepada Tena ketika mereka berjalan.
“Baik, Miss,” ucap Tena dan yang lainnya secara bersamaan.
Ziu kemudian berjalan ke tempat parkir untuk mengambil mobilnya. Dia segera pulang ke rumah. Sesampainya di rumah, Ziu menemukan sebuah paper bag di depan pintu. Ziu memeriksa paper bag tersebut. Tidak ada catatan atau keterangan pengirim yang tertempel.
“Apa ini? Siapa yang meletakkan benda seperti ini di depan pintu rumahku?"
tanya Ziu heran dan sedikit was-was.Ziu mengira itu adalah benda yang dibicarakan oleh Tena sebelum Ziu bergegas pulang tadi. Ziu mencoba menghubungi Tena, tapi tidak bisa. Akhirnya Ziu membuka paper bag tersebut. Di dalamnya terdapat sebuah buku yang disertai ukiran-ukiran kuno. Tidak tertulis apapun di cover maupun di dalam buku tersebut.Ziu akhirnya membawa masuk buku itu. Walaupun masih belum jelas asal buku itu, Ziu khawatir benda itu akan hilang jika tidak disimpan. Ziu berniat untuk membawanya ke museum besok.Ziu meletakkan buku itu di meja kamarnya. Setelah itu dia memutuskan untuk mandi terlebih dahulu. Setelah berganti pakaian, mengeringkan rambutnya, dan makan malam, Ziu pergi ke kamar. Dia masih penasaran dengan buku kuno tadi.Ziu mencoba mencari melalu berbagai sumber tapi tidak ada buku yang berupa seperti itu. Ziu bahkan meminta tolong temannya yang menjadi kolektor buku. Hasilnya pun nihil. Seakan-akan buku itu tidak berasal dari tempat yang tidak diketahui.“Sebenarnya benda apa ini? Sulit sekali men
Ziu mendadak terbangun. Keringat membasahi tubuhnya. Ternyata, semua yang tadi terlihat olehnya hanyalah mimpi. Namun, mengapa dadanya benar-benar terasa sakit? Entah mengapa jantungnya begitu berdebar kali ini. Ada apa sebenarnya dengan buku ini? Mengapa seolah-olah Ziu merasa kehilangan sesuatu setelah menemukan buku itu?Dia kemudian memandang langit-langit kamarnya. Ziu lalu melihat tangannya yang tampak bergetar hebat. Rasa takut itu benar-benar terasa sangat nyata. Ziu benar-benar ingin melupakannya.Perempuan yang tengah ketakutan itu berusaha mengatur nafasnya. Setelah dapat menenangkan diri, Ziu akhirnya turun dari ranjangnya dan segera mengambil air minum. Saat ini, tenggorokannya terasa sangat kering..Keesokan harinya dia membawa buku itu ke tempat kerjanya. Dia menunjukkan buku itu kepada Tena. Tetapi sama seperti Ziu, Tena juga tidak mengetahui perihal buku itu.“Coba kamu tanyakan kepada semua pihak yang mengirim benda-benda ke museum ini. Mungkin ini salah satu dari mi
Berkali-kali Ziu membuka lembar demi lembar kertas di dalam buku itu. Akan tetapi, dia tidak menemukan apapun. Buku kuno itu tetap kosong seperti saat pertama kali Ziu menemukannya. Tidak ada coretan apapun di dalamnya. Akhirnya, Ziu menutup buku itu dengan lemas dan mengembalikannya begitu saja di tempat asalnya tadi.“Sebaiknya aku mencoba tidur saja malam ini. Siapa tahu mimpi kurang ajar itu sudah berhenti,” ucap Ziu sambil berjalan ke arah ranjangnya.Sebelum membaringkan tubuhnya, Ziu tidak lupa untuk meminum obat tidurnya. Selama beberapa hari ini dia tidak dapat tidur dengan nyenyak. Ditambah dengan adanya mimpi aneh tiap malamnya, sehingga membuat Ziu terpaksa harus minum obat tidur. Dia ingin tidur dengan nyenyak tanpa bermimpi sesuatu yang aneh lagi.Setelah meminum obat tidrunya, Ziu merebahkan tubuh dan memejamkan matanya. Penutup mata dipasang tepat di atas matanya. Dia berusaha merilekskan tubuh dan pikirannya agar cepat terlelap. Tidak perlu waktu lama, Ziu sudah terti
“Bukankah kalian benar-benar gigih? Jika kalian bisa lari dari pria yang terbang tadi, berarti kalian lumayan hebat,” puji pria berbaju hitam setelah bertepuk tangan. Dia seperti memberi ucapan selamat kepada beberapa bandit di depannya.Pria berbaju hitam yang tampak seperti pendekar itu turun dari kudanya, diikuti para bandit. Masing-masing dari mereka menyiapkan senjatanya. Lalu tanpa diperintah para bandit maju menyerang sambil berteriak seperti mengobarkan semangat perang.Sang pendekar berbaju hitam menerima serangan itu. Dia berkelit dan menghindari setiap serangan para bandit. Gerakannya yang lincah membuat bandit-bandit itu kesulitan. Lama-kelamaan para bandit itu merasa lelah. Serangan yang mereka lancarkan samak sekali tidak berpengaruh.Sekarang giliran pendekar berbaju hitam yang menyerang para bandit. Pendekar berbaju hitam mengeluarkan pukulan beruntun yang cukup cepat. Para bandit merasa kewalahan menerima serangannya. Dengan gerakan yang berlangsung secara terus-mener
Perempuan dan pendekar berbaju hitam mendarat dengan selamat. Mereka masih berpandangan dan berpegangan satu sama lain ketika sudah mendarat di atas tanah. Mereka berdua berada dalam posisi seperti itu dalam beberapa saat. Tidak berapa lama akhirnya mereka berdua sadar. Pendekar dan perempuan itu masing-masing melepaskankan pegangannya.“Te-te-terima kasih atas pertolonganmu,” ucap perempuan itu sambil merapikan pakaiannya.“Sa-sama-sama. Bukan hal yang sulit,” jawab pendekar dengan salah tingkah.Perempuan asing yang merapikan pakaiannya itu mendadak berhenti bergerak. Dia baru menyadari jika ada yang aneh pada dirinya. Perempuan itu memakai baju kuno yang dikenali sebagai pakaian pada masa kerajaan. Pakaian yang hanya pernah dia lihat di film atau drama kolosal.“Kenapa aku memakai pakaian seperti ini?” tanyanya dalam hati. Dia membolak-balik pakaiannya seakan tidak percaya dengan apa yang dipakainya saat ini.“Siapa kau? Kenapa gadis sepertimu ada di tempat seperti ini?” tanya sang
“Mulai sekarang kau akan melayani Nona Ziu. Tugasmu adalah selalu di sisinya dan melakukan apapun yang diperintahkannya. Kau mengerti?” ucap Pangeran Vajra dengan singkat.Pelayan yang bernama Khani mengangguk. “Hamba mengerti, Pangeran. Perintah Pangeran akan hamba laksanakan sebaik mungkin,” jawabnya sambil memberi hormat.“Mulailah dari menjaga dan merawatnya nya hingga dia bangun. Laporkan juga perkembangan kesehatannya kepadaku,” ucap Pangeran Vajra sambil berjalan meninggalkan kamar itu.“Baik, Pangeran,” jawab Khani. Dia kemudian duduk di lantai dekat dengan ranjang Ziu. Hal ini dilakukannya agar segera mengetahui jika Nonanya sudah sadar.Setelah keluar dari kamar Ziu, Pangeran Vajra berjalan menuju ke suatu tempat. Di sepanjang jalan terdapat berbagai macam bunga dan tumbuhan yang indah. Semua itu ditanam atas perintah Pangeran Vajra. Dia tampak puas dengan pekerjaan yang dilakukan oleh para pengurus kediamannya.“Pangeran, ada perintah dari Istana Agung. Anda diharapkan sege
Tidak lama kemudian Pangeran Vajra masuk ke dalam ruangan Kaisar. Dia memakai pakaian yang tidak kalah bagus dari Pangeran Noan. Pangeran Vajra berjalan dengan anggun dan penuh kebanggan diri. Melihat saudara mudanya berjalan dengan penuh wibawa, Pangeran Noan memalingkan wajahnya.“Hamba Vajra, memberi hormat kepada Yang Mulia,” ucap Vajra setelah berada di hadapan Kaisar. Dia mengucapkan salam itu sambil berlutut dan memberi hormat kepada Kaisar.Kaisar hanya diam saja melihat Vajra memberi hormat kepadanya. Ketika seseorang memberi hormat kepada Kaisar, dia harus menunggu hingga Kaisar menyuruhnya berdiri. Jika Kaisar belum menyuruhnya berdiri maka dia harus tetap diam. hal ini yang membuat Pangeran Vajra tetap berlutut.Permaisuri memegang tangan Kaisar yang sedang menghukum Pangeran Vajra. “Yang Mulia, Pangeran Ketiga sudah berlutut lama. Dia pasti sudah menyadari kesalahannya.”“Apakah benar Pangeran Ketiga sudah mengetahui apa alasan dia terus berlutut seperti itu?” tanya Kaisa
Kaisar dan Permaisuri berjalan meninggalkan aula dan diikuti oleh Kasim Makhun. Pangeran Vajra dan Pangeran Noan berdiri dan saling berhadapan. Mereka tampak seperti dua jenderal perang yang terlibat dalma perang dingin. Masing-masing pihak tampak diam dan mengamati lawannya.“Sungguh prestasi yang membanggakan, Adik Ketiga,” puji Pangeran Noan sambil menghampiri adiknya. “Kau dan strategimu memang sangat hebat.”Pangeran Vajra tersenyum palsu. “Kakak Kedua juga tidak kalah menakjubkan. Bisa menutup kasus penggelapan pajak para pejabat dengan sukses.”“Ahh… kau terlalu menyanjungku. Kita diberi tugas langsung dari ayahanda. Tentunya harus melaksanakan tugas dengan sungguh-sungguh,” ucap Pangeran Noan merendah.Pangeran Noan memberi isyarat kepada adiknya agar keluar bersama dari aula. Pangeran Vajra mengikuti isyarat kakaknya. Dari sini memang terlihat mereka berdua tampak seperti saudara yang saling menyayangi dan mendukung. Akan tetapi, hal yang sebenarnya mereka rasakan berbanding
Vajra berpaling dan pergi dari tempatnya berdiri tanpa mengatakan apa-apa lagi. Bahkan, dia tak bergeming ketika mendengar suara lantang dari Ziu. Vajra tetap berjalan meninggalkan Ziu yang masih berada di atas tembok dinding. Khani menghembuskan nafas panjang karena merasa lega melihat respon Vajra. Dia merasa bebas dari hukuman yang berat. Di dalam hati, Khani terus mengucap syukur atas hal baik yang baru saja dia alami. “Sial! Aku gagal lagi. Kalau begitu aku harus mencari cara lain lagi untuk melarikan diri sebelum kembali ke rumahku,” ucap Ziu yang tak punya pilihan lain. Wajah Khani menegang. “Nona Ziu, apa yang anda katakan? Anda tidak bisa pergi!” Ziu tidak mengindahkan perkataan Khani. Wajahnya tampak sudah dipenuhi tekad yang benar-benar kuat untuk pergi. “Nona, dengarkan aku! Tidakkah anda ingin menemukan buku kuno itu?” tanya Khani yang tiba-tiba membahas tentang benda yang dicari oleh majikannya. Perlahan Ziu mulai melihat mendengarkan. Usaha Khani untuk menarik per
Pintu keluar tempat tinggal Ziu tergeser perlahan. Kepala Ziu keluar sedikit untuk memeriksa keadaan sekitar. Tidak tampak satu pun penjaga yang lalu-lalang di sekeliling ruangannya. Tanpa pikir panjang lagi Ziu kemudian bergegas keluar.“Nona! Nona!” Khani terus memanggil majikannya sambil berlari mengejar Ziu.Ziu yang sudah berniat berlari dengan kecepatan penuh tiba-tiba mengurangi laju langkah kakinya. Dia tidak ingin suara Khani sampai membuat para pelayan ataupun penjaga kediaman berkumpul.“Nona, anda benar-benar tidak boleh pergi dari sini,” cegah Khani sambil memegangi tangan Ziu. “Hamba mohon, Nona.”“Kau sudah mencari selama satu hari penuh tapi belum menemukannya sama sekali. Hal itu berarti benda yang kita cari tidak ada di tempat ini,” tutur Ziu menjelaskan alasannya ingin pergi dari kediaman. “Lalu, mengapa aku harus bertahan untuk tetap tinggal di sini? Kita pergi saja ke tempat lain.”Ziu melepaskan genggaman tangan Khani. Dia segera melangkahkan kakinya lagi menyusu
Ziu diam saja mendengar pertanyaan Khani. Di satu sisi dia tidak ingin bertemu dengan orang menyebalkan itu lagi. Namun, di sisi lain kata-kata pelayannya itu terasa masuk akal. Ziu merasa bingung dengan hal yang harus dipilihnya.“Nona, kita harus meninggalkan kesan yang baik padanya. Di masa depan, dia akan memperlakukanmu lebih baik karena hal itu. sejak malam pernikahan kemarin, anda belum pernah sekalipun mengunjungi dia,” ucap Khani memberikan pendapatnya.“Aku tidak akan melakukan hal itu!” Putri mulai meninggikan suaranya sambil menarik kaki yang tengah dipijat oleh pelayannya itu. Wajahnya menunjukkan keengganan untuk melakukan saran dari Khani.“Dia lebih baik mengabaikan aku saja. Bagaimanapun, cepat atau lambat akuakan pergi dari sini. Mengapa aku harus berusaha untuk mengambil hatinya?” protes Ziu secara terus terang. “Pangeran Ketiga memang terlihat tampan. Namun, dia juga mempunya banyak wanita simpanan ya
Selir Sinaksa dan Selir Yurian tertawa geli melihat Ziu terjatuh begitu keras. Mereka segera menyembunyikan rasa senangnya karena tidak ingin terlihat sengaja melakukannya. Mereka berdua melakukan hal itu hanya demi kesenangan semata.Ziu terbangun setelah beberapa saat tidakbergerak di lantai. Dari raut wajahnya bisa terlihat bahwa dirinya merasa kesakitan. Khani masih merasa khawatir walaupun Nonanya sudah sadar.“Nona, apa kau baik-baik saja?” tanya Khani sambil membantu Ziu duduk di lantai.“Ouch! Bagaimana aku tadi bisa jatuh? Rasanya sangat menyakitkan,” keluh Ziu yang akhirnya bisa duduk. Dia melihat bagian tubuhnya yang terasa sakit.Khani juga ikut memeriksa tubuh majikannya. Dia melihat wajah Ziu dengan seksama. Seusai melihat wajah Nona Mudanya, Khani menunjukkan ekspresi terkejut, tetapi juga senang secara bersamaan. Wanita yang kini dihadapannya bukan Ziu yang lemah lembut lagi.“Nona Ziu,” panggil K
Di dalam Istana Wula, tempat tinggal Anmu Ziu sebagai Putri Permaisuri Ketiga telah kedatangan dua wanita yang tidak dikenal oleh Ziu. Seorang wanita mengenakan pakaian berwarna kuning berdiri dengan sangat tenang. Sedangkan di belakangnya perempuan berpakaian warna ungu menunggu dengan wajah masam.Mereka berdua sedang menunggu Ziu yang tengah bersiap-siap terlebih dahulu. Keduanya ingin bertemu dengan perempuan yang telah dipilih langsung oleh Pangeran Ketiga sebagai permaisuri. Khani berdiri dengan tenang namun penasaran ketika melihat kedua orang asing tersebut.Setelah beberapa saat menunggu, Ziu yang sudah berganti pakaian keluar. Busana berwarna biru langit membalut tubuhnya seolah-olah mengeluarkan auranya sebagai seorang permaisuri. Hiasan di kepalaZiu cukup sederhana tapi terasa sangat cocok dengan wajah cantiknya.“Selir Sinaksa memberi salam kepada Putri Permaisuri Ketiga,” ujar perempuan berbaju ungu sambil memberi hormat. Ziu dapat meli
Khani tersenyu mendengar Nona Mudanya bicara dengan terbata-bata. “Tadi malam, Pangeran Ketiga datang melihat Nona. Beliau hanya masuk sebentar, lalu pergi. Anda dan Pangeran Ketiga tidak melakukan malam pertama”Ziu menghela nafas panjang dan tersenyum lega. Dia merasa nyaman karena tidak terjadi apa-apa dengannya tadi malam. Ziu tidak akan canggung atau malu bertemu jika setelah ini bertemu dengan Pangeran Kedua.“Lalu, apakah Pangeran Kedua datang?” tanya Ziu dengan wajah penasarannya.“Pangeran Kedua memang datang. Tapi anda memanggil Pangeran Ketiga dengan kata-kata itu tepat ketika Pangeran Kedua berada di luar ruangan ini. Dia marah dan pergi begitu saja,” cerita Khani mengenang kejadian semalam.Wajah Ziu yang mulanya terlihat ceria kini berubah bingung. “Bagaimana aku memanggil Pangeran Ketiga?”“Suamiku… cepatlah masuk! Aku tak bisa menunggu lagi,” ujar Khani menirukan Ziu ketika memanggil Pangeran Ketiga. “Nona, waktu itu anda memanggilnya seperti itu.”Ziu benar-benar tida
Air yang tercurah dari atas langung mengguyur sekujur tubuh Ziu. Rasa dingin menyerang kepalanya dan langsung menyebar ke seluruh pori-pori di tubuhnya. Ziu tidak dapat menghindar sedikitpun dari senjata yang disiapkannya sendiri. Dia menerima air itu dengan pasrah dan tenang.Kemalangan yang dialami oleh Ziu tidak berakhir di situ. Sebuah balok kayu berukuran cukup besar jatuh dan mengenai punggungnya dengan keras. Ziu sampai terjatuh menerima hantaman benda tersebut. Dia tak sadarkan diri di lantai kamarnya.Keesokan harinya, di pagi yang sangat cerah, Khani sudah selesai menyiapkan keperluan untuk membersihkan diri setelah majikannya terbangun. Kemudian dia melirik Nona Mudanya yang masih tertidur dengan tenang.“Semuanya sudah selesai. Nanti, tidak peduli Nona mana yang bangun, aku akan siap,” gumam Khani dengan suara pelan sembari tersenyum senang.Tidak berapa lama setelahnya, Ziu perlahan membuka mata. Dia sudah terjaga dari tidurnya. Z
Pangeran Vajra kini berada di depan pintu kamar pengantin. Dia tidak langsung masuk ke dalam ruangan itu. Pangeran Vajra diam sebentar seperti sedang membulatkan tekadnya. Setelah dirasa cukup, dia membuka pintu kamar pengantin miliknya. Ziu buru-buru menutup kembali wajahnya.Khani memberi hormat kepada Pangeran Kedua Kerajaan Burumun yang ada di hadapannya. Namun, Pangeran Kedua memberi isyarat kepadanya agar tetap diam. Suami Nona Mudanya juga menggunakan jari telunjuknya untuk menyuruh Khani keluar dari ruangan itu. dengan berat hati, Khani melakukan perintah laki-laki yang kini menjadi tuannya itu.Khani berjalan menjauh dari Ziu dengan sangat perlahan agar tidak menimbulkan suara sedikitpun. Sesampainya di dekat pintu, Khani memberi hormat sekali lagi kepada Pangeran Vajra. Dia pun keluar dari ruangan itu. Ziu yang tidak tahu jika kini dia sendiri, tetap duduk dengan tenang seperti tidak terjadi apapun.Khani sebenarnya tidak tega meninggalkan Ziu sendiria
Semua orang sedang menikmati suasana pesta pernikahan Pangeran Ketiga. Namun, hanya satu orang yang tidak bisa mengendalikan dirinya. Seorang laki-laki berjalan ke arah kamar Ziu pada malam itu. Dia melangkahkan kaki dengan sangat mantap tanpa rasa ragu sedikitpun. Hanya ada rasa dingin yang sangat kuat di sorot matanya. Jubah kebesaran tanda anggota kerajaan melambai ketika angin menyentuhnya.Pangeran Kedua berdiri terdiam di depan kamar pengantin. Hatinya terasa dingin karena setelah malam ini, perempuan yang dicintainya akan menjadi istri dari pria lain. Dia merasa tidak mampu mengatasi kesedihan yang kini dirasakannya. Rasa tidak rela memenuhi seluruh bagian perasaannya.Di dalam kamar pengantin, Ziu tersenyum bahagia. Dia sudah menyelesaikan senjatanya untuk menghadapi Pangeran Ketiga. Sekarang hatinya sudah merasa agak nyaman ketika membayangkan air jatuh membasahi tubuh suaminya ketika nekat mendekatinya.“Nona Ziu, Pangeran Ketiga pasti sang