MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMI DAN SAHABATKU 4
"Aku nggak bisa, Ran. Aku nggak mau Farraz kehilangan ayahnya. Aku rela menderita demi kebahagiaan anakku.""Kebahagiaan macam apa yang akan kamu berikan kepada Farraz? Jika suatu saat dia mengetahui tingkah laku ayahnya dari mulut orang lain, itu akan lebih menyakitkan," ujar Rani kesal dengan melipat kedua tangan di depan dada."Apa yang harus aku katakan pada anak berusia lima tahun, Rani? Bahkan ayahnya pulang terlambat saja Farraz sudah uring-uringan. Mas Reza selama ini sangat pandai menutupi tabiatnya itu, pulang kerja on time, selalu bisa menyisihkan waktu untuk kami berdua, hampir tak ada cela."Dua bulir air mata itu meluncur lagi dari sudut mata Kinar setelah dia selesai berucap. Kebahagiaan yang dia rasakan nyatanya semu. Sifatnya yang mudah percaya juga pemaaf membuat Kinar tak menaruh curiga sedikitpun pada sang suami. Padahal sebelumnya pernah terjadi.Rani hanya menatap sahabatnya itu dengan tatapan iba, tidak tau lagi apa yang harus dia katakan."Cerai bukan solusi tepat untuk saat ini. Mungkin iya aku siap, tapi Farraz? Anak itu tidak tau apa-apa, dia hanya korban!" ucap Kinar, setelah hening beberapa saat.Kinar menunduk, jarinya memainkan cincin pernikahan yang masih tersemat di jari manis tangan kanannya. Dadanya begitu sesak menahan lara hati."Ingat Kinar, kamu juga korban, bukan hanya anak kalian. Setidaknya miskinkan Reza, biar dia tau rasa!" geram Rina."Miskinkan!" cicit Kinar.Kinar tampak berpikir, dahinya berkerut-kerut. Ide Rani ada benarnya, kalau Mas Reza tak punya apa-apa, dia tak akan bertingkah. Tapi, bukankan laki-laki yang selingkuh itu seperti penyakit, suatu saat akan kambuh. Dan hal ini pun sudah pernah terjadi. Pikiran Kinar berkecamuk."Kalau soal harta, hampir semua atas namaku, Ran. Selama ini Mas Reza hanya mengelola, termasuk keuangan perusahaan. Aku pikir dia bisa dipercaya, toh semua sudah atas namaku kan!" Papar Kinar.Mendengar penjelasan Kinar, sontak membuat Rani membulatkan mulut. Matanya beberapa kali mengerjap. Dia benar-benar tak habis pikir dengan sahabatnya. Entah saking baiknya atau saking bucinnya. Beda tipis."Lantas kalau semua atas nama kamu, kalau perusahaan bangkrut dan banyak hutang, apa kamu akan tetap kaya? Yang ada kamu harus bayar hutang Kinar!""Nggak mungkin kan Mas Reza tega menyelewengkan uang perusahaan." Kinar masih berusaha berpikir positif terhadap suaminya, walaupun hati dan pikiran bersimpangan.Rani membuang napas kasar. Tangannya memijit pelipis yang seketika berdenyut nyeri memikirkan masalah sahabatnya itu."Sudah berapa kali dia bangkrut? Kok kamu masih bisa sih ngomong kayak gitu. Dia saja tega nyakitin kamu. Kalau bukan uang perusahaan, lantas dia selingkuh dapat uang dari mana Kinar?" ucap Rani dengan sedikit kesal.Entah terbuat dari apa hati Kinar, Rani pun heran dengan jalan pikirannya. Terlalu memikirkan orang sampai lupa memikirkan diri sendiri."Modal awal kan emang dari ayah mertua. Aku nggak enak kalau semua sudah atas namaku dan aku masih saja ikut campur urusan perusahaan. Aku berusaha menjaga harga diri Mas Reza di kantor, agar tak diremehkan." Kinar bicara tanpa berani menatap Rani, karena dia mulai menyadari kesalahannya."Harga diri seperti apa yang kamu jaga, Kinar?" tanya Rani serius."Reza sendiri bahkan sudah membuang harga dirinya dengan selingkuh, lantas apa yang mau kamu jaga lagi?" ujar Rani tajam.Kinar hanya bisa menunduk dengan air mata yang kembali tumpah. Sungguh hatinya teramat sangat sakit. Dikhianati dua orang terdekat sekaligus. Luka yang sekian lama dia kubur, seolah disayat dan ditaburi garam. Kini, di hadapan Rani benteng itu serasa runtuh. Tidak ada lagi Kinar yang nampak tegar.Rani membiarkan Kinar menangis lagi. Dia menggenggam kedua tangan Kinar, menguatkannya, bahwa di sini masih ada orang yang peduli dan tulus sayang dengannya. Jika Rani di posisi Kinar pun belum tentu akan sekuat itu. Sudahlah tak ada saudara, orang tua sudah berpulang semua, dan sekarang suami yang harusnya bisa melindungi justru menikamnya."Semua belum terlambat, sekarang tenangin dulu hati kamu. Pikirkan baik-baik, mau dibawa kemana pernikahanmu ke depannya Kinar, baru ambil keputusan. Aku hanya bisa jadi pendengar dan memberi saran, semua kembali lagi sama kamu. Yang merasakan dan menjalani pernikahan ini kamu!" ujar Rani, setelah beberapa saat mereka saling diam hanya isak tangis Kinar yang terdengar.Kinar hanya mengangguk, lalu menyeka sudut matanya. Hari ini pikirannya benar-benar kacau. Ibarat kata setelah dilambungkan keatas langit, tapi langsung dihempaskan kebawah dengan sangat kuat. Kabar keberhasilan perusahaannya menggaet investor untuk ekspor usahanya dibidang kerajinan kayu dan bambu, berbanding terbalik dengan kenyataan pahit rumah tangganya yang harus Kinar terima."Ada baiknya kamu mulai periksa data-data dan keuangan perusahaan. Bukan maksud curiga, tapi ini lebih ke bentuk kewaspadaan saja!" Rani mencoba memberi saran."Bukankah orang tua Niken bekerja denganmu juga, Kinar?" tanya Rani kemudian.Kinar mendongak, menatap sahabatnya itu."Ya, Ibu dan Bapaknya salah satu pengrajin kayu yang aku rekrut di perusahaan. Kenapa memang?" jawab dan tanya Kinar."Mungkin nggak kalau mereka tau hubungan terlarang anaknya?" tanya balik Rani.Kinar mengerutkan dahi mendengar pertanyaan Rani. Apakah mungkin mereka tau dan sekongkol? batinnya bertanya. Namun, sisi baik hatinya berkata, tidak mungkin karena selama ini mereka sangat baik dengan Kinar.Kinar menggeleng-gelengkan kepala, menampik pikirannya sendiri. Begitulah dia, bahkan dalam keadaan disakiti pun pikirannya masih terus positif."Aku rasa itu, tidak mungkin Ran. Tapi ada baiknya aku mulai berhati-hati. Makasih udah ingetin!"Rani hanya mengulas senyum dan mengangguk sebagai jawaban.Tak berapa lama ponsel Kinar berdering, menandakan ada panggilan telpon masuk. Dia buru-buru menggeser gambar gagang telpon berwarna hijau itu keatas untuk menerima telpon."Hallo...""........""Apa?""......""Oke, aku pulang sekarang!"Setelah telpon terputus, Kinar memasukkan ponselnya ke dalam tas."Kenapa, Kinar?" tanya Rani, karena melihat raut wajah Kinar yang cemas setelah menerima telpon tadi.Kinar menghembuskan napas kasar dan memejamkan mata. Tangan kanannya memijit pelipis yang berdenyut nyeri. Hari ini hidupnya benar-benar penuh kejutan."Farraz, Ran!""Ada apa dengan, Farraz?" tanya Rani penasaran."Dia ...."MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMI DAN SAHABATKU 5"Farraz, Ran!""Ada apa dengan, Farraz?" tanya Rani penasaran."Dia, berantem di sekolah. Tidak biasanya anak itu kayak gini. Selama ini sikapnya manis," ujar Kinar, lalu membuang napas kasar.Ya, saat ini Farraz duduk di bangku sekolah TK. Walau sibuk dengan urusan pekerjaan, setiap harinya Kinar selalu menyempatkan diri untuk mengantar sekolah. Barulah pulang sekolah akan diantar sampai rumah menggunakan fasilitas bus sekolah.Kinar tidak terlalu khawatir meninggalkan Farraz di rumah, karena ada pengasuh juga. Itu sebabnya pulang sekolah pun tidak cemas karena pengasuhnya ikut menunggui di sekolahan. Meskipun demikian hampir semua keperluan Farraz dia yang menyiapkan, suster hanya membantu saat kerepotan saja. Kinar tidak mau kehilangan momen berharga dengan sang anak, sebab itu hanya sebentar dan tidak akan bisa terulang."Sabar, ini ujian. Allah tau kamu kuat, jalani, syukuri, insyaallah semua akan baik-baik saja. Ingat, kamu masih puny
MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMI DAN SAHABATKU 6Tok tok tokTerdengar suara pintu diketuk, membuat Kinar yang baru saja selesai mandi mengurungkan niatnya menuju meja rias. Dia berjalan kearah pintu dengan handuk yang masih melilit rambut di kepala.Kinar membuka pintu perlahan. Saat sudah terbuka Farraz langsung menghambur, memeluk kakinya."Hei, jagoan!" ucap Kinar sambil mengelus kepala putranya.Farraz mendongak, menatap wajah Kinar dengan mata yang sembab. Raut mukanya masih cemberut.Kinar lalu menoleh pada Tari. "Ditinggal saja, Mbak!" ujarnya dengan seulas senyum."Baik, Mbak Kinar," jawab Tari tersenyum lalu mengangguk dan meninggalkan kamar Kinar."Ayo, masuk!" ajak Kinar pada putranya.Perlahan Kinar menutup pintu kamar dan menguncinya. Dia lalu berjongkok, mensejajarkan tinggi dengan Farraz. Menangkup kedua pipinya yang sangat menggemaskan."Anak Mama, gimana sekolahnya hari ini?" tanyanya dengan tersenyum hangat. Bersikap seperti biasa, seolah tidak tau dengan apa yang terja
MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMI DAN SAHABATKU 7"Kinar!" panggil Reza.Kinar hanya menoleh, lalu melanjutkan langkahnya. Entah kenapa, melihat suaminya, dada Kinar kembali bergemuruh. Dia terus saja beristigfar sambil berjalan menuju kamar lagi.Reza membuang napas kasar. Dia sadar, kali ini kesalahannya sangatlah fatal. Namun egonya sebagai lelaki seolah enggan turun. Dia begitu mencintai istrinya, tapi kini Niken pun ada di hatinya."Ayah, Mama kenapa?" Reza tersentak dari lamunannya mendengar petanyaan Farraz."Ahh ... itu, mungkin Mama kecapean," jawab Reza sekenanya."Tapi ... tapi tadi sama aku nggak kecapean kok. Malah Farraz digendong, katanya ... Farraz udah gede Mama udah kepayahan gendongnya!" celoteh Farraz dengan mengerjap-ngerjapkan matanya, sangat lucu.Reza pun tersenyum, lalu membelai kepala bocah lima tahun itu. Ada sesal di hatinya, saat melihat Farraz sepintar dan menggemaskan ini. Dia pun belum tau akan
MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMI DAN SAHABATKU 8"Kinar, kita harus bicara!" ujar Reza setelah menutup pintu kamar dan berjalan mendekati Kinar yang mengurungkan niatnya merebahkan badan.Kinar tersenyum sinis dari tempat duduknya. Entahlah, saat ini dia sudah sangat muak dengan tingkah laku suaminya.Tidak ada niatan untuk meladeni Reza. Melihatnya saja membuat hati Kinar tambah sakit. Sungguh hatinya begitu rapuh, tapi tidak ingin itu semua terlihat, terlabih di hadapan suaminya.Kinar turun dari ranjang, berniat keluar. Saat ini dia hanya ingin sendiri. Itu saja. Namun tangannya segera di tahan Reza saat hendak membuka pintu."Lepas, Mas!" ucapnya dengan dingin, tapi tak dihiraukan Reza."Aku bilang, lepas!" ucap Kinar dengan penuh penekanan, dia berusaha meredam emosinya sendiri. Tidak ingin meninggikan suara di depan suami.Entah apa yang dipikirkan Reza, dia malah makin mempererat genggamannya. Matanya lekat menatap Ki
MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMI DAN SAHABATKU 9Tangan Kinar yang sudah terulur pun urung. Dia lalu menegakkan badannya lagi. Menghela nafas kasar, lalu membalikkan tubuhnya. Menatap malas suaminya."Mas, aku lelah. Aku ingin sendiri. Tolong mengertilah," ucap Kinar sambil mengatupkan kedua tangan di depan dada."Tapi, kita belum selesai bicara!" Reza terus memaksa."Apa lagi yang harus dibicarakan. Tak sadarkah kamu sudah menorehkan begitu banyak luka hari ini. Belum puaskah kamu, Mas!" ujar Kinar penuh kekesalan."Sungguh, aku minta maaf!" Reza berlutut di hadapan Kinar, kini matanya mulai berkabut.Kinar muak melihat ini semua. Hatinya seakan mati. Dia lelah, ingin rasanya menyerah, tapi ada malaikat kecil tak berdosa yang selalu jadi pertimbangannya.Dia akhirnya menjatuhkan bobot tubuhnya di tepi ranjang. Memejamkan mata, menggigit bibir bawahnya menahan isak tangis yang sulit dia kendalikan. Tangan kanan dan kirinya m
MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMI DAN SAHABATKU 10Pagi ini, Kinar terlihat lebih segar. Setelah minum obat dan meminta Bi Sumi memijatnya sebentar. Dia memakai makeup untuk menyamarkan wajah dan matanya yang sembab dan sedikit bengkak.Di meja makan sudah ada Farraz, saat Kinar turun untuk sarapan. Anak itu sudah rapi dengan seragam sekolahnya."Pagi, jagoan Mama," sapa Kinar menghampiri Farraz dan mencium pipi gembilnya."Pagi, Mama. Apa, Mama mau pergi? Kok cantik sekali," tanya Farraz sambil memuji Mamanya.Penampilan Kinar memang sedikit berbeda dari biasanya. Dia menggunakan pakaian kerja formal. Celana panjang hitam dipadu padankan dengan blouse warna peach dengan aksen tali pita di kerahnya, blazer hitam menambah paripurna penampilannya. Rambutnya dia kuncir kuda dengan gaya sedemikian rupa, memperlihatkan leher jenjangnya.Tak lupa tas jinjing ukuran sedang senada dengan warna blousenya. Jam tangan mewah melingkar di pergelan
MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMI DAN SAHABATKU 11"Tunggu, ini, apa?" gumam Kinar. Dia melihat nominal uang keluar berubah-ubah tiap bulannya. Dan semakin kesini semakin besar."Pak, apa selama ini ada kegiatan di luar yang dilakukan perusahaan?" tanya Kinar, matanya masih awas mengamati laptop."Ahh, iya. Beberapa kali memang ada semacam, study banding, dengan perusahaan lain. Kadang kegiatannya di luar kota. Ibu bisa lihat laporan rincinya. Tunggu biar saya bukakan filenya," ujar Pak Bagas menjelaskan apa yang dimaksud Kinar, dia lalu meminta laptopnya kembali untuk membuka file yang lain."Ini." Pak Bagas kembali memberikan laptopnya kepada Kinar. "Di situ rinciannya, semua ada."Kinar hanya mengangguk. Dia baca dengan teliti. Lalu teringat beberapa kali suaminya pergi keluar kota urusan kantor."Uangnya diserahkan ke siapa, Pak?""Ada rekening sendiri, Bu. Atas nama kantor, yang pegang Pak Reza. Nanti biasanya yang handle semua sekretarisnya. Laporannya juga ada."Keterangan dari Pak
MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMI DAN SAHABATKU 12"Pak, aku buatkan kopi, karena sudah mau bersusah payah dari pagi buat aku," ucap Kinar menghampiri meja Pak Bagas dengan secangkir kopi buatannya.Pak Bagas mendongak, dan tersenyum menatap Kinar. "Ternyata saya bosnya di sini," candanya."Ini, laporannya sudah selesai, bisa Anda periksa lagi, Bu Kinar. Dan terima kasih untuk kopinya." Pak Bagas menyodorkan map berisi laporan keuangan yang diminta Kinar, lalu dia menggeser kopinya, ingin mencicipi.Kinar tersenyum mengangguk. Dia bergegas mengambil laporan itu. Berniat duduk di sofa untuk melihatnya.Uhuk uhukTerdengar suara batuk setelah Pak Bagas menyemburkan kopinya. Kinar yang baru melangkah tiga langkah dari mejanya pun sontak menengok. Terlihat Pak Bagas mengelap kemejanya yang terkena tumpahan kopi."Sepahit inikah kehidupan anda, Bu Kinar!" sindir Pak Bagas. Tidak menyangka kopi buatan Kinar rasanya sangat tak karua
MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMI DAN SAHABATKU 64"Papa bisa jelaskan semuanya, Za.""Nggak ada yang perlu dijelaskan pada anak yang sengaja Papa buang," sahut Reza dengan penuh kekecewaan.Reza masih tak menyangka orang tuanya setega itu. Dan bodohnya dia, Tuhan sudah menggantikan dengan Kinar yang teramat baik, tapi justru dia sia-siakan. Rasa menyesal, marah, juga kecewa, berjejalan dalam dadanya."Aku pulang dulu," kata Reza seraya beranjak berdiri."Tak ada tempat bagiku di rumah ini," lanjutnya lagi menatap sinis Papanya.Pak Baskara menggeleng pelan. Menatap Reza dengan tatapan penyesalan. Nyatanya, alih-alih mendapatkan kepuasan, juga apa yang diinginkan, dendamnya justru menghancurkan keluarganya.Reza berjalan gontai keluar dari rumah orang tuanya. Pikirannya kini berkecamuk. Kini, dia benar-benar merasa sendiri. Dibuang orang tuanya, kehilangan anak dan istri yang dengan tulus menerimanya.Terngiang kemba
MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMI DAN SAHABATKU 63"Mas, jangan diam saja. Mbak Kinar sudah menginjak harga diri kita," sungut Niken dengan wajah merah padam, seraya mengguncang lengan Reza.Reza mengusap kasar wajahnya. Dia benar-benar melihat sisi lain dari Kinar yang selama ini tidak pernah dia sangka. Dia hanya bisa membisu, menatap punggung Kinar yang kian menjauh dari tempatnya.Pikiran Reza justru tertuju pada pernyataan Kinar tentang sang papa juga pernikahannya. Apa yang sebenarnya terjadi, dan disembunyikan oleh orang tuanya? Batin Reza penuh terka."Mas!" sentak Niken karena Reza hanya diam saja. Ucapannya seolah angin lalu."Aku bisa apa? Memang fakta, yang dibicarakan Kinar, bukan? Aku bergantung pada Kinar, dan hanya ini satu-satunya pekerjaan yang bisa aku lakukan saat ini. Belum tentu di luaran sana aku bisa mendapat pekerjaan. Namaku juga pasti sudah diblacklist dari perusahaan-perusahaan. Aku sudah miskin sekarang, itu fakta
MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMI DAN SAHABATKU 62"Mas ... ngapain, sih?" tanya Niken menghampiri Reza. Dia heran melihat suaminya duduk di kursi teras sambil memijit pelipisnya. Tidak biasanya pulang kerja Reza duduk dulu di teras rumah.Niken yang berdiri di ambang pintu, dengan leluasa melihat amplop coklat berlogo pengadilan agama yang sedang dipegang Reza. Dia menyunggingkan senyum tipis, sedang hatinya bersorak. Apa yang dia inginkan akhirnya akan segera terwujud. Menjadi satu-satunya istri Reza.Reza menoleh dan mendongak, menatap Niken yang sudah berdiri di sampingnya."Pengen duduk aja di sini," jawab Reza sekenanya."Itu apa?" tanya Niken menunjuk amplop di tangan Reza dengan dagunya.Reza menatap amplop cokelat di tangannya."Ini, dari pengadilan," jawab Reza pelan. Tiba-tiba saja tenggorokannya tercekat, dengan dada penuh sesak.Niken tersenyum miring, lalu bersidekap dada."Bagus dong, jadi seb
MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMI DAN SAHABATKU 61Fitri berjalan tergesa meninggalkan ruangan itu. Bahkan dia sampai menabrak Andre yang berdiri di ambang pintu. Mendadak hatinya cemas. Meski Kinar terlihat baik-baik saja, kenyataannya adalah sebaliknya. Fitri takut Kinar nekad.Halaman belakang jadi tujuan Fitri. Biasanya Kinar senang dengan tempat itu. Namun, bahunya mendadak luruh saat tak mendapati Kinar di sana."Ndre, di sini juga nggak ada!" teriak Fitri.Kepala Andre menyembul dari balik jendela kantor yang memang berhadapan dengan halaman belakang."Emang nggak pamit tadi?""Enggak. Tadi dia bilang mau kerja cepat, biar bisa cepat santai, habis itu ya aku tinggal karena kerjaanku sudah numpuk," jawab Fitri sambil menatap kesekeliling. Saung yang jadi tempat favorit Kinar juga kosong. Fitri bahkan sampai melongok ke bawah kolong saung, barangkali Kinar sembunyi di sana."Kinar bukan anak kecil yang sedang main petak umpet. Mana ada di kolong saung, ck ada-ada saja kamu, Fit," ucap
MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMI DAN SAHABATKU 60Andre duduk bersila di atas sejadah yang dia bentangkan di samping ranjangnya. Melangitkan begitu banyak doa, juga meminta ampun atas segala dosa. Tak lupa nama Kinar selalu terselip dalam doanya, selain Bu Nisa sang bunda, tentu saja. Bukan doa meminta Kinar menjadi jodohnya, tapi meminta agar Kinar selalu dalam lindungan-Nya.Sudah ada beberapa rencana dalam benak yang akan Andre lakukan esok hari. Kini, dia benar-benar ingin ikhlas melepas Kinar dari hatinya. Biarlah semesta yang bekerja. Jika memang berjodoh, suatu saat pasti akan bersatu."Nak, belum tidur?" Kepala Bu Nisa menyembul dari balik pintu yang hanya terbuka separuh.Andre menoleh, lalu tersenyum menatap sang Bunda yang juga tersenyum padanya. Bu Nisa membuka pintu lebih lebar, lalu masuk ke kamar Andre."Bunda, kok belum tidur?" Andre justru balik bertanya. Dia lalu beranjak dari duduknya, melipat sejadah, dan menaruhnya di tempat semula."Belum ngantuk," jawab Bu Nisa sing
MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMI DAN SAHABATKU 59"Aku tidak akan pernah menceraikan kamu, Kinar!"Teriakan Reza membuat Kinar menghentikan langkah kakinya. Dia menghela napas panjang dengan mata terpejam. Selalu saja ada drama jika bertemu dengan suaminya itu. Rasanya dia sudah muak menjalani ini semua. Perlahan Kinar berbalik, dan menatap Reza dengan wajah datar."Itu urusanmu. Urusanku adalah menggugat cerai kamu, Mas. Sudah tidak ada yang bisa diperbaiki dari pernikahan toxic ini. Tunggu saja surat dari pengadilan agama. Aku pastikan kamu tidak bisa berkutik karena semua bukti sudah sangat jelas memberatkanmu," ucap Kinar dengan tenang tanpa ekspresi.Tanpa menunggu balasan dari Reza, Kinar gegas pergi dan sedikit berlari menaiki tangga. Hatinya perih tiap kali melihat Reza. Seakan luka itu sengaja ditaburi garam dan dikucuri air jeruk.Dengan menahan kesal, Reza pergi ke kamar tamu. Dia merebahkan tubuhnya di ranjang. Melipat ke dua tangan, dan menjadikannya batalan. Menatap langit-l
MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMI DAN SAHABATKU 58"Aku nggak nyangka kebodohanmu dalam berpikir menerima takdir membuat banyak orang terluka."Ucapan Bu Nisa sontak membuat dada Pak Baskara bergemuruh. Dia mengepalkan tangannya kuat, dan menatap tajam lawan bicaranya itu."Kemana Baskara yang dulu begitu baik? Nyatanya kamu lebih dari seorang iblis hanya gara-gara cinta. Mendadak otakmu tak bekerja, dan semua kepintaranmu hilang karena tak terima dengan takdir yang Tuhan tuliskan. Aku sangat beruntung dan bersyukur pada akhirnya tidak berjodoh denganmu. Tuhan begitu baik menjauhkan aku dari orang berhati buruk sepertimu.""Tutup mulutmu!" sentak Pak Baskara dengan mata merah menatap nyalang Bu Nisa.Andre yang melihat pertengkaran itu sudah melangkahkan kakinya dari tempat persembunyian, tapi Bu Nisa segera memberi kode agar tetap diam di tempat. Bu Nisa tersenyum meremehkan. Ternyata sangat mudah memancing amarah seorang Baskara yang dulu dia kenal begitu baik."Tak perlu marah jika it
MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMI DAN SAHABATKU 57"Andre ijin nggak masuk hari ini."Kinar langsung menoleh, menatap Fitri dengan alis yang hampir bertaut."Tumben nggak kasih kabar ke aku?"Fitri hanya menghendikkan bahu."Aku sudah memutuskan untuk menggugat cerai, Mas Reza."Keputusan itu Kinar ambil setelah dia memikirkan segala dampak baik dan buruknya. Semoga keputusannya itu yang terbaik untuk masa depan putranya juga dirinya."Kamu serius?" tanya Fitri antusias yang diangguki Kinar."Aku menyerahkan semua pada pengacara. Biar cepat selesai dan aku tidak capek. Karena kerjaanku sekarang tiga kali lipat lebih banyak. Di sini, di rumah, di kantor. Dan semua itu gudang masalah."Fitri tertawa lepas mendengar ucapan Kinar. Kabar ini jadi angin segar buatnya. Ikut senang karena Kinar akhirnya memilih tegas."Apa kamu sudah memasukkan gugatan cerainya?"Kinar menggeleng pelan. "Belum, aku baru bilang ini ke kamu. Rencananya besok akan menemui pengacaraku sekalian ke kantor."Kinar menari
MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMI DAN SAHABATKU 56"Oh ya, Mas, jangan lupa besok sudah mulai bekerja karena jatah cuti sudah habis. Biasakan berangkat lebih awal, karena semua sudah tidak akan sama lagi," ucap Kinar dengan senyum kemenangan, menatap Reza juga Niken yang justru salah tingkah."Dan kamu, Niken. Banyak-banyak bersyukur, meskipun mimpi kamu sepertinya tidak akan pernah terwujud. Jalani dan nikmati prosesnya, barangkali di kemudian hari akan jadi ratu yang sesungguhnya," lanjutnya menatap Niken dengan senyum meremehkan.Tangan Niken sudah terkepal erat, dengan rahang mengeras. Jika tidak dipegangi Reza mungkin sudah menyerang Kinar. Perempuan itu jika sudah tersulut emosi kadang lupa dengan dirinya, bahkan janin yang ada di rahimnya.Kinar tersenyum menyeringai lalu meninggalkan mereka berdua dengan langkah anggun, tak lupa melambaikan tangan. Meski tak dipungkiri hatinya perih, tapi terlihat menang dan tenang ternyata membuat Niken cukup kepanasan."Lepasin, Mas! Biar ku tamp