MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMI DAN SAHABATKU 7
"Kinar!" panggil Reza. Kinar hanya menoleh, lalu melanjutkan langkahnya. Entah kenapa, melihat suaminya, dada Kinar kembali bergemuruh. Dia terus saja beristigfar sambil berjalan menuju kamar lagi. Reza membuang napas kasar. Dia sadar, kali ini kesalahannya sangatlah fatal. Namun egonya sebagai lelaki seolah enggan turun. Dia begitu mencintai istrinya, tapi kini Niken pun ada di hatinya. "Ayah, Mama kenapa?" Reza tersentak dari lamunannya mendengar petanyaan Farraz. "Ahh ... itu, mungkin Mama kecapean," jawab Reza sekenanya. "Tapi ... tapi tadi sama aku nggak kecapean kok. Malah Farraz digendong, katanya ... Farraz udah gede Mama udah kepayahan gendongnya!" celoteh Farraz dengan mengerjap-ngerjapkan matanya, sangat lucu. Reza pun tersenyum, lalu membelai kepala bocah lima tahun itu. Ada sesal di hatinya, saat melihat Farraz sepintar dan menggemaskan ini. Dia pun belum tau akan seperti apa rumah tangganya setelah hubungannya dengan Niken diketahui Kinar. Reza lalu menjatuhkan bokongnya di sofa samping Farraz. Menyandarkan kepala dengan mata terpejam, tangan kanannya terulur memijit pangkal hidung. "Ayah, sakit?" tanya Farraz. "Ayah, cuma capek. Lagi banyak kerjaan." "Kamu sudah mandi belum?" tanya Reza menatap anaknya. Farraz menepuk keningnya, dia lalu nyengir. Memperlihatkan gigi depannya yang mulai geripis. Tingkahnya membuat siapa saja akan merasa gemas. Reza tertawa melihat tingkah anaknya. Dia lalu memanggil pengasuh Farraz. Memintanya memandikan karena sudah sore. "Ayo, Mas Farraz!" ajak Tari sambil melambaikan tangan agar anak asuhnya mendekat. Tari mengulurkan tangan, yang disambut antusias oleh Farraz. "Tolong, sekalian bilang sama Bi Sumi minta buatin kopi, ya!" pinta Reza. "Baik, Pak." Tari menjawab sambil menganggukan kepala, lalu membungkukkan sedikit tubuhnya sebagai tanda dia permisi. Menggandeng tangan Farraz, mereka berjalan dengan wajah riang. Tidak nampak seperti suster dan anak asuhnya. Sebelum menaiki tangga untuk ke kamar Farraz, Tari belok ke kanan, menuju dapur untuk menyampaikan pesan Pak Reza. "Bulek, Pak Reza minta dibikinin kopi." Tari berseru dari ambang pintu dapur. Dia memanggil Bi Sumi bulek karena masih kerabatnya. Tepatnya adik sepupu dari sang ibu di kampung. Bi Sumi yang sedang mencuci piring menengok, lalu mengangguk. "Taruh di mana?" "Di ruang tamu, Pak Reza ada di sana." Setelah urusan dengan Bi Sumi selesai, Tari bergegas memandikan Farraz. Bi Sumi mencuci tangannya, mengambil teko untuk merebus air. Dia sudah hafal betul kebiasaan sang tuan jika ingin kopi airnya harus air masak, bukan air panas dispenser. Sedangkan Reza di ruang tamu nampak bingung. Dia tidak tau apa yang harus dilakukan. Hari apes memang tidak ada di kalender. Dan hari itu, kini dia alami. Selama ini meresa aman karena Kinar tipikal istri yang tidak curigaan. Siapa sangka malah ketahuan di depan mata. "Sial!" umpatnya, lalu membuang napas kasar. Rambut yang biasa rapi, kini sudah awut-awutan. "Mas Reza, ini kopinya." Bi Sumi menyuguhkan secangkir kopi. Dia letakkan di atas meja dengan sepiring brownies sebagai temannya. "Makasih, Bi," ujar Reza dengan mata masih terpejam, sedang tangannya sibuk memijit pelipis yang berdenyut nyeri. Bi Sumi mengangguk, menoleh sekilas dan melihat majikannya terlihat kusut. Bukan hanya penampilannya, tapi juga mukanya. Tadi Mbak Kinan, sekarang Mas Reza, apa yang sebenarnya terjadi? Batinnya. Namun dia tidak berani bertanya, karena itu bukan ranahnya. "Permisi ya, Mas. Bibi mau menyiapkan makan malam." "Ya," jawab Reza singkat. Sementara itu, di kamar Kinar nampak gelisah. Dia enggan bertemu dengan suaminya. Belum siap, lebih tepatnya. Setelah apa yang dia lihat siang tadi. Istri mana yang tidak murka dan sakit hati. Tapi, bagaimana dengan Farraz. Anak itu pasti akan bertanya banyak hal jika sesuatu tidak seperti biasanya. Pada akhirnya Kinar memilih ke kamar anaknya untuk menghindari Reza. Karena sebentar lagi, Reza pasti akan masuk kamar untuk membersihkan diri. Kinar mengetuk pintu pelan, walau pintu kamar Farraz tidak tertutup sepenuhnya. Dia mengajarkan anaknya untuk mengetuk pintu dulu sebelum masuk kamar. Jadi, dia pun harus bisa melakukan itu, meskipun dia orang tua Farraz. Ya, karena anak akan lebih mudah untuk meniru apa yang dia lihat. Tari membuka pintu kamar Farraz agar Kinar masuk. "Mas Farraz sudah saya mandikan, Mbak!" ucapnya sambil tersenyum. Dibelakangnya Farraz menyusul dan langsung memeluk Kinar. "Aku sudah wangi, Mama!" ucapnya dengan sangat menggemaskan. Kinar berjongkok untuk menyamakan tinggi, lalu mencium gemas pipi gembil Farraz. "Jagoan Mama, gantengnya." "Boleh ditinggal aja, Mbak. Kamu boleh istirahat. Nanti kalau perlu sesuatu saya panggil." "Baik, Mbak. Saya permisi!" Setelah Tari pamit, Kinar gegas masuk ke kamar Farraz. Menemani anaknya apa saja. Kadang menanggapi celotehannya yang lucu membuat Kinar bisa melupakan sedikit rasa sakitnya. Reza duduk termenung, sesekali menyesap kopi buatan Bi Sumi. Dan akhirnya memilih beranjak dari sofa. Berniat membersihan diri. Dengan langkah gontai menaiki tangga. Saat sudah di depan kamar, Reza seolah ragu untuk masuk. Tangannya sudah menggantung di udara bersiap untuk mengetuk, tapi dia urungkan, dan menurunkannya lagi. Dengan perlahan membuka pintu kamar yang tidak dikunci. Reza hanya bisa mendesah, mendapati kamar itu kosong. Sudah pasti Kinar menghindarinya. Dia lalu duduk di tepi ranjang. Merenung. Menoleh pada bantal dan selimut yang tertata rapi. Menutupi wajah dengan kesepuluh jarinya. Pikirannya benar-benar kusut. Dia lalu bangkit dan meninju udara karena kesal. "Huft ... semoga ada jalan keluar!" gumamnya lalu berjalan ke kamar mandi. Jam tujuh malam Kinar dan Farraz turun ke bawah untuk makan malam. Ibu dan anak itu bergandengan tangan, memamerkan senyum mereka. Sesekali bercanda, dan terdengar gelak tawa. "Ehemm ...." Reza berdehem saat sudah sampai meja makan, dan duduk di kursinya. Kinar hanya melirik sekilas dengan muka datar. Namun akan berbanding terbalik saat menanggapi celotehan Farraz. Senyum hangatnya akan langsung dia tunjukkan. Untungnya Kinar berhasil mengalihkan perhatian Farraz dengan terus menanggapi celotehannya sambil menyuap nasi. Alhasil, Farraz pun tidak terlalu memperhatikan sikap Kinar dan Reza yang tidak saling berinteraksi. "Selesai makan ke kamar, belajar ya!" perintah Kinar. "Kali ini Mama akan temani Mas Farraz sampai bobo," sambungnya. Reza langsung menghentikan kunyahannya saat mendengar ucapan Kinar. Dia meletakkan sendok dan menatap istrinya itu. Namun yang ditatap hanya cuek. "Pamit dulu sama Ayah!" ujarnya lagi, lalu beranjak dari kursinya. "Aku sudah selesai makan ayah. Aku mau belajar terus bobo!" ucap Farraz dengan tangan kiri sudah menggandeng tangan kanan Kinar. Dia lalu menciun pipi Ayahnya saat Reza sedikit menyondongkan badannya, dan menyodorkan pipinya minta dicium. Reza menyentak napas kasar sepeninggal istri dan anaknya. Napsu makannya hilang seketika. Dia memilih meninggalkan meja makan dan pergi ke teras. Duduk sambil menghisap rokoknya. Jam sembilan malam, setelah memastikan Farraz tertidur Kinar kembali ke kamarnya. Membuka lemari brangkas, yang letaknya hanya dia yang tau. Dia merapikan berkas penting yang disimpan di kotak itu. Setelah menemukan apa yang dicari, Kinar menutup dan menguncinya lagi. Dia berjalan menuju ranjang dan mengambil ponsel yang tergeletak di kasur. Duduk sambil mengamati dokumen di pangkuannya. Sedikit ragu, akhirnya Kinar memencet nomor telpon di ponselnya itu. Didering yang ketiga, panggilan diterima. "Halo selamat malam, Pak saya ingin menanyakan beberapa hal dengan Anda. Apa besok bisa bertemu?" ucap Kinar langsung pada intinya saat telpon sudah tersambung. "Ada apa Bu Kinar? Apa ada masalah, kok tumben sekali?" tanya orang di seberang telpon. "Ahh, iya, hanya ... sedikit masalah saja, Pak. Besok saya akan ke kantor." "Oke, baik Bu Kinar." Kinar meletakkan ponselnya di meja samping ranjang, dan memasukkan dokumen di laci bawah meja. Saat hendak membaringkan badan, pintu terbuka. Kinan menoleh, dan seketika mengurungkan niatnya. Mendadak dadanya kembali bergemuruh.MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMI DAN SAHABATKU 8"Kinar, kita harus bicara!" ujar Reza setelah menutup pintu kamar dan berjalan mendekati Kinar yang mengurungkan niatnya merebahkan badan.Kinar tersenyum sinis dari tempat duduknya. Entahlah, saat ini dia sudah sangat muak dengan tingkah laku suaminya.Tidak ada niatan untuk meladeni Reza. Melihatnya saja membuat hati Kinar tambah sakit. Sungguh hatinya begitu rapuh, tapi tidak ingin itu semua terlihat, terlabih di hadapan suaminya.Kinar turun dari ranjang, berniat keluar. Saat ini dia hanya ingin sendiri. Itu saja. Namun tangannya segera di tahan Reza saat hendak membuka pintu."Lepas, Mas!" ucapnya dengan dingin, tapi tak dihiraukan Reza."Aku bilang, lepas!" ucap Kinar dengan penuh penekanan, dia berusaha meredam emosinya sendiri. Tidak ingin meninggikan suara di depan suami.Entah apa yang dipikirkan Reza, dia malah makin mempererat genggamannya. Matanya lekat menatap Ki
MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMI DAN SAHABATKU 9Tangan Kinar yang sudah terulur pun urung. Dia lalu menegakkan badannya lagi. Menghela nafas kasar, lalu membalikkan tubuhnya. Menatap malas suaminya."Mas, aku lelah. Aku ingin sendiri. Tolong mengertilah," ucap Kinar sambil mengatupkan kedua tangan di depan dada."Tapi, kita belum selesai bicara!" Reza terus memaksa."Apa lagi yang harus dibicarakan. Tak sadarkah kamu sudah menorehkan begitu banyak luka hari ini. Belum puaskah kamu, Mas!" ujar Kinar penuh kekesalan."Sungguh, aku minta maaf!" Reza berlutut di hadapan Kinar, kini matanya mulai berkabut.Kinar muak melihat ini semua. Hatinya seakan mati. Dia lelah, ingin rasanya menyerah, tapi ada malaikat kecil tak berdosa yang selalu jadi pertimbangannya.Dia akhirnya menjatuhkan bobot tubuhnya di tepi ranjang. Memejamkan mata, menggigit bibir bawahnya menahan isak tangis yang sulit dia kendalikan. Tangan kanan dan kirinya m
MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMI DAN SAHABATKU 10Pagi ini, Kinar terlihat lebih segar. Setelah minum obat dan meminta Bi Sumi memijatnya sebentar. Dia memakai makeup untuk menyamarkan wajah dan matanya yang sembab dan sedikit bengkak.Di meja makan sudah ada Farraz, saat Kinar turun untuk sarapan. Anak itu sudah rapi dengan seragam sekolahnya."Pagi, jagoan Mama," sapa Kinar menghampiri Farraz dan mencium pipi gembilnya."Pagi, Mama. Apa, Mama mau pergi? Kok cantik sekali," tanya Farraz sambil memuji Mamanya.Penampilan Kinar memang sedikit berbeda dari biasanya. Dia menggunakan pakaian kerja formal. Celana panjang hitam dipadu padankan dengan blouse warna peach dengan aksen tali pita di kerahnya, blazer hitam menambah paripurna penampilannya. Rambutnya dia kuncir kuda dengan gaya sedemikian rupa, memperlihatkan leher jenjangnya.Tak lupa tas jinjing ukuran sedang senada dengan warna blousenya. Jam tangan mewah melingkar di pergelan
MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMI DAN SAHABATKU 11"Tunggu, ini, apa?" gumam Kinar. Dia melihat nominal uang keluar berubah-ubah tiap bulannya. Dan semakin kesini semakin besar."Pak, apa selama ini ada kegiatan di luar yang dilakukan perusahaan?" tanya Kinar, matanya masih awas mengamati laptop."Ahh, iya. Beberapa kali memang ada semacam, study banding, dengan perusahaan lain. Kadang kegiatannya di luar kota. Ibu bisa lihat laporan rincinya. Tunggu biar saya bukakan filenya," ujar Pak Bagas menjelaskan apa yang dimaksud Kinar, dia lalu meminta laptopnya kembali untuk membuka file yang lain."Ini." Pak Bagas kembali memberikan laptopnya kepada Kinar. "Di situ rinciannya, semua ada."Kinar hanya mengangguk. Dia baca dengan teliti. Lalu teringat beberapa kali suaminya pergi keluar kota urusan kantor."Uangnya diserahkan ke siapa, Pak?""Ada rekening sendiri, Bu. Atas nama kantor, yang pegang Pak Reza. Nanti biasanya yang handle semua sekretarisnya. Laporannya juga ada."Keterangan dari Pak
MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMI DAN SAHABATKU 12"Pak, aku buatkan kopi, karena sudah mau bersusah payah dari pagi buat aku," ucap Kinar menghampiri meja Pak Bagas dengan secangkir kopi buatannya.Pak Bagas mendongak, dan tersenyum menatap Kinar. "Ternyata saya bosnya di sini," candanya."Ini, laporannya sudah selesai, bisa Anda periksa lagi, Bu Kinar. Dan terima kasih untuk kopinya." Pak Bagas menyodorkan map berisi laporan keuangan yang diminta Kinar, lalu dia menggeser kopinya, ingin mencicipi.Kinar tersenyum mengangguk. Dia bergegas mengambil laporan itu. Berniat duduk di sofa untuk melihatnya.Uhuk uhukTerdengar suara batuk setelah Pak Bagas menyemburkan kopinya. Kinar yang baru melangkah tiga langkah dari mejanya pun sontak menengok. Terlihat Pak Bagas mengelap kemejanya yang terkena tumpahan kopi."Sepahit inikah kehidupan anda, Bu Kinar!" sindir Pak Bagas. Tidak menyangka kopi buatan Kinar rasanya sangat tak karua
MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMI DAN SAHABATKU 13"Mas, aku nggak mau!""Hanya sementara, aku tidak mau rumah tangga aku sama Kinar hancur," ucap Reza tegas. Susah sekali menasehati Niken agak menjaga jarak untuk sementara ini."Kamu sudah janji mau menikahi aku, Mas!" Niken berucap dengan berlinang air mata.Reza menyugar rambutnya dengan kasar. Dia mendesah frustasi. Saat ini mereka sedang di taman yang cukup sepi siang itu. Setelah di kantor sempat bertengkar dan Niken mengancam akan menemui Kinar.Niken kalut, juga takut di tinggalkan oleh Reza. Terlebih dia sudah menyerahkan kehormatannya setelah terbuai janji dan rayuan Reza. Hampir enam bulan mereka bermain sangat rapi. Bahkan Kinar maupun orang kantor tidak curiga. Hanya Ayu yang tau.Dengan Reza, Niken seolah mendapat cinta juga harta. Niken dekat dengan Kinar karena orang tuanya dekat dengan Kinar, mereka juga berkerja di sanggar milik Kinar.Awalnya memang dia kagum dengan Kinar. Perempuan yang pintar, cantik, juga sangat berun
MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMI DAN SAHABATKU 14"Memang kamu ada perlu apa sama Bu Asih, Ndre?" tanya Kinar penasaran."Beberapa barangnya ada yang cacat akhir-akhir ini. Cuma pengen ingetin aja sih, biar lebih teliti lagi, apa lagi sekarang buat ekspor," jawab Andre dengan mata fokus pada motif caping yang sedang dia buat."Hanya itu?"Andre menoleh, menatap Kinar dengan seksama. Entah kenapa Kinar jadi salah tingkah. Padahal sebelumnya dia tidak pernah seperti itu."Kenapa?" tanyanya."Hah, apanya yang kenapa?" balas Kinar gelagapan."Kenapa, kamu kepo banget sih sama, Bu Asih?""Ouhh ... i-itu, ya mau tau aja," jawab Kinar sambil mengusap-usap lehernya karna salah tingkah."Apa ada yang kamu sembunyikan, Kinar?" Andre seperti aneh dengan tingkah temannya itu."Ehh ... nggak ... nggak ada kok. Aku ke dalam dulu!"Kinar justru tidak fokus. Dia yang memberi pertanyaan, tapi justru dia ya
MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMI DAN SAHABATKU 15"Ini." Andre tersenyum, menyerahkan paperbag berwarna cokelat kepada Kinar."Barang aku nggak ada yang ketinggalan, kok," sahut Kinar sambil tangan kanannya terulur menerima paperbag dari Andre yang belum dia tau apa isinya."Berikan itu pada Bu Asih, besok. Katanya kamu mau ke sana, biar kamu nggak usah mampir sanggar dulu besok," ucap Andre tenang."Ohh," desis Kinar. "Yaudah, aku balik, ya!" sambungnya lalu menutup kaca mobil perlahan.Andre hanya tersenyum, lalu melambaikan tangan saat mobil yang di naiki Kinar mulai berjalan meninggalkan halaman sanggar.Hufft, terdengar helaan panjang setelah mobil itu tak terlihat lagi. Andre memasukkan kedua tangan ke dalam saku celana tiga perempatnya. Melangkahkan kaki ke dalam sanggar yang sudah mulai sepi karena di tinggal pulang oleh pengunjungnya. Hanya ada beberapa pekerja yang sudah bersiap pulang dan masih duduk mengobrol di atas jok
MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMI DAN SAHABATKU 64"Papa bisa jelaskan semuanya, Za.""Nggak ada yang perlu dijelaskan pada anak yang sengaja Papa buang," sahut Reza dengan penuh kekecewaan.Reza masih tak menyangka orang tuanya setega itu. Dan bodohnya dia, Tuhan sudah menggantikan dengan Kinar yang teramat baik, tapi justru dia sia-siakan. Rasa menyesal, marah, juga kecewa, berjejalan dalam dadanya."Aku pulang dulu," kata Reza seraya beranjak berdiri."Tak ada tempat bagiku di rumah ini," lanjutnya lagi menatap sinis Papanya.Pak Baskara menggeleng pelan. Menatap Reza dengan tatapan penyesalan. Nyatanya, alih-alih mendapatkan kepuasan, juga apa yang diinginkan, dendamnya justru menghancurkan keluarganya.Reza berjalan gontai keluar dari rumah orang tuanya. Pikirannya kini berkecamuk. Kini, dia benar-benar merasa sendiri. Dibuang orang tuanya, kehilangan anak dan istri yang dengan tulus menerimanya.Terngiang kemba
MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMI DAN SAHABATKU 63"Mas, jangan diam saja. Mbak Kinar sudah menginjak harga diri kita," sungut Niken dengan wajah merah padam, seraya mengguncang lengan Reza.Reza mengusap kasar wajahnya. Dia benar-benar melihat sisi lain dari Kinar yang selama ini tidak pernah dia sangka. Dia hanya bisa membisu, menatap punggung Kinar yang kian menjauh dari tempatnya.Pikiran Reza justru tertuju pada pernyataan Kinar tentang sang papa juga pernikahannya. Apa yang sebenarnya terjadi, dan disembunyikan oleh orang tuanya? Batin Reza penuh terka."Mas!" sentak Niken karena Reza hanya diam saja. Ucapannya seolah angin lalu."Aku bisa apa? Memang fakta, yang dibicarakan Kinar, bukan? Aku bergantung pada Kinar, dan hanya ini satu-satunya pekerjaan yang bisa aku lakukan saat ini. Belum tentu di luaran sana aku bisa mendapat pekerjaan. Namaku juga pasti sudah diblacklist dari perusahaan-perusahaan. Aku sudah miskin sekarang, itu fakta
MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMI DAN SAHABATKU 62"Mas ... ngapain, sih?" tanya Niken menghampiri Reza. Dia heran melihat suaminya duduk di kursi teras sambil memijit pelipisnya. Tidak biasanya pulang kerja Reza duduk dulu di teras rumah.Niken yang berdiri di ambang pintu, dengan leluasa melihat amplop coklat berlogo pengadilan agama yang sedang dipegang Reza. Dia menyunggingkan senyum tipis, sedang hatinya bersorak. Apa yang dia inginkan akhirnya akan segera terwujud. Menjadi satu-satunya istri Reza.Reza menoleh dan mendongak, menatap Niken yang sudah berdiri di sampingnya."Pengen duduk aja di sini," jawab Reza sekenanya."Itu apa?" tanya Niken menunjuk amplop di tangan Reza dengan dagunya.Reza menatap amplop cokelat di tangannya."Ini, dari pengadilan," jawab Reza pelan. Tiba-tiba saja tenggorokannya tercekat, dengan dada penuh sesak.Niken tersenyum miring, lalu bersidekap dada."Bagus dong, jadi seb
MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMI DAN SAHABATKU 61Fitri berjalan tergesa meninggalkan ruangan itu. Bahkan dia sampai menabrak Andre yang berdiri di ambang pintu. Mendadak hatinya cemas. Meski Kinar terlihat baik-baik saja, kenyataannya adalah sebaliknya. Fitri takut Kinar nekad.Halaman belakang jadi tujuan Fitri. Biasanya Kinar senang dengan tempat itu. Namun, bahunya mendadak luruh saat tak mendapati Kinar di sana."Ndre, di sini juga nggak ada!" teriak Fitri.Kepala Andre menyembul dari balik jendela kantor yang memang berhadapan dengan halaman belakang."Emang nggak pamit tadi?""Enggak. Tadi dia bilang mau kerja cepat, biar bisa cepat santai, habis itu ya aku tinggal karena kerjaanku sudah numpuk," jawab Fitri sambil menatap kesekeliling. Saung yang jadi tempat favorit Kinar juga kosong. Fitri bahkan sampai melongok ke bawah kolong saung, barangkali Kinar sembunyi di sana."Kinar bukan anak kecil yang sedang main petak umpet. Mana ada di kolong saung, ck ada-ada saja kamu, Fit," ucap
MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMI DAN SAHABATKU 60Andre duduk bersila di atas sejadah yang dia bentangkan di samping ranjangnya. Melangitkan begitu banyak doa, juga meminta ampun atas segala dosa. Tak lupa nama Kinar selalu terselip dalam doanya, selain Bu Nisa sang bunda, tentu saja. Bukan doa meminta Kinar menjadi jodohnya, tapi meminta agar Kinar selalu dalam lindungan-Nya.Sudah ada beberapa rencana dalam benak yang akan Andre lakukan esok hari. Kini, dia benar-benar ingin ikhlas melepas Kinar dari hatinya. Biarlah semesta yang bekerja. Jika memang berjodoh, suatu saat pasti akan bersatu."Nak, belum tidur?" Kepala Bu Nisa menyembul dari balik pintu yang hanya terbuka separuh.Andre menoleh, lalu tersenyum menatap sang Bunda yang juga tersenyum padanya. Bu Nisa membuka pintu lebih lebar, lalu masuk ke kamar Andre."Bunda, kok belum tidur?" Andre justru balik bertanya. Dia lalu beranjak dari duduknya, melipat sejadah, dan menaruhnya di tempat semula."Belum ngantuk," jawab Bu Nisa sing
MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMI DAN SAHABATKU 59"Aku tidak akan pernah menceraikan kamu, Kinar!"Teriakan Reza membuat Kinar menghentikan langkah kakinya. Dia menghela napas panjang dengan mata terpejam. Selalu saja ada drama jika bertemu dengan suaminya itu. Rasanya dia sudah muak menjalani ini semua. Perlahan Kinar berbalik, dan menatap Reza dengan wajah datar."Itu urusanmu. Urusanku adalah menggugat cerai kamu, Mas. Sudah tidak ada yang bisa diperbaiki dari pernikahan toxic ini. Tunggu saja surat dari pengadilan agama. Aku pastikan kamu tidak bisa berkutik karena semua bukti sudah sangat jelas memberatkanmu," ucap Kinar dengan tenang tanpa ekspresi.Tanpa menunggu balasan dari Reza, Kinar gegas pergi dan sedikit berlari menaiki tangga. Hatinya perih tiap kali melihat Reza. Seakan luka itu sengaja ditaburi garam dan dikucuri air jeruk.Dengan menahan kesal, Reza pergi ke kamar tamu. Dia merebahkan tubuhnya di ranjang. Melipat ke dua tangan, dan menjadikannya batalan. Menatap langit-l
MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMI DAN SAHABATKU 58"Aku nggak nyangka kebodohanmu dalam berpikir menerima takdir membuat banyak orang terluka."Ucapan Bu Nisa sontak membuat dada Pak Baskara bergemuruh. Dia mengepalkan tangannya kuat, dan menatap tajam lawan bicaranya itu."Kemana Baskara yang dulu begitu baik? Nyatanya kamu lebih dari seorang iblis hanya gara-gara cinta. Mendadak otakmu tak bekerja, dan semua kepintaranmu hilang karena tak terima dengan takdir yang Tuhan tuliskan. Aku sangat beruntung dan bersyukur pada akhirnya tidak berjodoh denganmu. Tuhan begitu baik menjauhkan aku dari orang berhati buruk sepertimu.""Tutup mulutmu!" sentak Pak Baskara dengan mata merah menatap nyalang Bu Nisa.Andre yang melihat pertengkaran itu sudah melangkahkan kakinya dari tempat persembunyian, tapi Bu Nisa segera memberi kode agar tetap diam di tempat. Bu Nisa tersenyum meremehkan. Ternyata sangat mudah memancing amarah seorang Baskara yang dulu dia kenal begitu baik."Tak perlu marah jika it
MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMI DAN SAHABATKU 57"Andre ijin nggak masuk hari ini."Kinar langsung menoleh, menatap Fitri dengan alis yang hampir bertaut."Tumben nggak kasih kabar ke aku?"Fitri hanya menghendikkan bahu."Aku sudah memutuskan untuk menggugat cerai, Mas Reza."Keputusan itu Kinar ambil setelah dia memikirkan segala dampak baik dan buruknya. Semoga keputusannya itu yang terbaik untuk masa depan putranya juga dirinya."Kamu serius?" tanya Fitri antusias yang diangguki Kinar."Aku menyerahkan semua pada pengacara. Biar cepat selesai dan aku tidak capek. Karena kerjaanku sekarang tiga kali lipat lebih banyak. Di sini, di rumah, di kantor. Dan semua itu gudang masalah."Fitri tertawa lepas mendengar ucapan Kinar. Kabar ini jadi angin segar buatnya. Ikut senang karena Kinar akhirnya memilih tegas."Apa kamu sudah memasukkan gugatan cerainya?"Kinar menggeleng pelan. "Belum, aku baru bilang ini ke kamu. Rencananya besok akan menemui pengacaraku sekalian ke kantor."Kinar menari
MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMI DAN SAHABATKU 56"Oh ya, Mas, jangan lupa besok sudah mulai bekerja karena jatah cuti sudah habis. Biasakan berangkat lebih awal, karena semua sudah tidak akan sama lagi," ucap Kinar dengan senyum kemenangan, menatap Reza juga Niken yang justru salah tingkah."Dan kamu, Niken. Banyak-banyak bersyukur, meskipun mimpi kamu sepertinya tidak akan pernah terwujud. Jalani dan nikmati prosesnya, barangkali di kemudian hari akan jadi ratu yang sesungguhnya," lanjutnya menatap Niken dengan senyum meremehkan.Tangan Niken sudah terkepal erat, dengan rahang mengeras. Jika tidak dipegangi Reza mungkin sudah menyerang Kinar. Perempuan itu jika sudah tersulut emosi kadang lupa dengan dirinya, bahkan janin yang ada di rahimnya.Kinar tersenyum menyeringai lalu meninggalkan mereka berdua dengan langkah anggun, tak lupa melambaikan tangan. Meski tak dipungkiri hatinya perih, tapi terlihat menang dan tenang ternyata membuat Niken cukup kepanasan."Lepasin, Mas! Biar ku tamp