MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMI DAN SAHABATKU 3
Kinar melajukan mobilnya pelan, keluar dari gedung kantor Reza. Tidak bisa leluasa memegang setir karena luka di telapak tangannya. Matanya sebab karena sejak tadi dia menangis.Ternyata sesakit ini melihat dengan mata kepala sendiri. Dadanya begitu sesak, seperti ada batu besar yang menghimpitnya. Tak ingin membahayakan diri sendiri juga orang lain, akhirnya Kinar menepikan mobilnya.Kinar menyandarkan kepalanya, dia memijit pelan pelipisnya. Sebelah tangannya meremas dadanya kuat. Matanya terpejam rapat, dahinya berkerut-kerut menahan sakit."Ya Allah, sesakit ini!" gumam Kinar lirih. Dua bulir air matanya menetes lagi.Penampilannya benar-benar berantakan. Baju yang kusut dengan noda darah di mana-mana, rambut berantakan.Setelah beberapa saat menenangkan diri, Kinar melajukan kembali mobilnya."Huftt, setidaknya aku harus kuat sampai tempat Rani!" ucap Kinar dengan menyentak napas kasar.Sekitar lima belas menit mengendarai mobil, akhirnya Kinar sampai pada sebuah klinik. Kinar merapikan sedikit penampilannya agar terlihat sedikit lebih baik."Mbak, saya ada janji dengan Dokter Rani," ucap Kinar setelah tiba di resepsionis dan seorang perawat menanyakan keperluannya."Baik Bu, silahkan, sudah ditunggu di ruangannya!" ucap perawat itu dengan sopan lalu menunjukkan ruangan Rani.Pintu ruang Rani terbuka. Rani yang sedang fokus pada layar pipih di tangannya mendongak. Dan betapa terkejutnya dia melihat Kinar. Matanya membulat sempurna."Astaga, apa yang terjadi, Kinar?" tanya Rani lalu berjalan tergopoh menghampiri Kinar yang masih mematung di depan pintu.Tidak ada kata apapun yang keluar dari mulut Kinar. Entahlah, tenggorokannya seakan tercekat begitu melihat Rani.Rani memindai penampilan Kinar dari atas sampai bawah, dan matanya menyipit melihat luka di tangan sahabatnya itu."Ayo, duduk dulu, biar aku obati lukamu dulu!"Rani segera menggandeng lengan Kinar, menuntunnya duduk di ranjang pasien di sudut ruangan. Kinar hanya menatap kosong ke depan. Luka itu sungguh nyata terlihat dari sorot matanya."Kinar, ada apa?" tanya Rani pelan setelah selesai membalut luka sahabatnya itu dengan perban agar tidak infeksi.Hening. Kinar seperti enggan membuka mulutnya. Rani hanya bisa menghela napas kasar. Begitulah Kinar, seberat apapun dia akan berusaha untuk dipendam sendiri. Percuma memaksanya, sebelum hatinya terbuka dia tidak akan cerita sedikitpun."Ceritalah setelah hatimu tenang." Setelah mengucapkan itu Rani berlalu meninggalkan Kinar untuk membereskan alat medis juga obat-obatan yang dia gunakan untuk mengobati luka Kinar.Sungguh Rani tidak tega melihat kondisi sahabatnya itu. Orang hanya melihat luarnya saja, dia wanita yang dianugerahi dengan kecantikan, kekayaan, juga cinta. Nyatanya di balik itu semua dia membangun kekuatannya seorang diri. Lukanya dia tutup dan pendam sendiri. Semu, itulah fakta yang sesungguhnya."Mas Reza, selingkuh Ran!" ucap Kinar pada akhirnya, dengan penuh kegetiran.Ucapan Kinar sukses membuat Rani tersentak kaget. Dadanya ikut terasa panas. Tangannya mengepal kuat, dengan mata terpejam. Mencoba menahan emosi.Rani menghampiri Kinar, lalu menariknya dalam pelukan. Lagi, tangis Kinar pecah, sungguh tangisnya sangat menyayat hati. Rani seolah bisa ikut merasakan kesakitan sahabatnya itu."A-aku melihatnya sendiri!" ucap Kinar terbata di tengah tangisnya.Rani mengusap-usap punggung Kinar mencoba menenangkan. Air matanya ikut menetes mendengar pengakuan dari bibir Kinar. Sungguh hatinya bergemuruh.Apa yang sebenarnya Reza inginkan, apa dia tidak melihat perjuangan juga pengorbanan Kinar selama ini, belum cukupkah dia menyakiti Kinar selama ini, batin Rani geram.Setelah sedikit tenang, juga tangisnya mulai reda. Rani perlahan melerai pelukannya. Dia memegang kedua pundak Kinar."Lihat aku, Kinar!" pinta Rani. Perlahan Kinar mendongak dan menatap Rani dengan air mata yang masih saja membanjiri pipi."Apa kau tau perempuan itu?"Kinar hanya menjawab dengan anggukan pelan. Rani seketika menahan napas, tenggorokannya seakan tercekat."Siapa?" tanya Rani tanpa berkedip."Niken." Lirih Kinar menjawab.Sontak kedua tangan Rani terlepas dari pundak Kinar. Kedua lututnya langsung lemas. Dia membekap mulutnya sendiri. Sungguh suatu fakta yang sangat menyakitkan.Niken sahabat Kinar, bagaimana bisa. Bahkan orangtua Niken yang juga bekerja dengan Kinar sudah dianggap seperti orangtua sendiri. Justru Kinar lebih dekat dengan Niken ketimbang dengan Rani, juga Fitri. Namun, justru Niken yang menusuknya dari belakang.Rani menarik kursi yang ada di depan mejanya. Dia letakkan di depan Kinar, dan menjatuhkan bobot tubuhnya di sana."Ceritakan semua, jangan ada yang ditutup-tutupi!" perintah Rani tegas.Dan mengalirlah semuanya. Dari Kinar menang proyek sampai memergoki suaminya sedang bermesraan dengan sahabatnya sendiri, hingga luka juga darah yang bercecer di bajunya.Rani menghela napas kasar. Sungguh hatinya bergemuruh. Ia menutup mata, dan menggigit bibir bawahnya, meredam emosi yang bergejolak."Aku salut dengan apa yang kamu lakukan kali ini. Tapi tolong, jangan terus mengalah. Kamu juga punya hak untuk bahagia. Apa gunanya kamu berjuang membesarkan semua usaha ini kalau ujung-ujungnya selalu disakiti.""Apa sih yang kamu lihat dari Reza? Laki yang gak ada faedahnya sama sekali. Tiap ada duit dikit pasti langsung bertingkah!" sungut Rani dengan wajah merah padam."Sebenarnya dia baik. Dia juga memperlakukan aku dengan baik. Kamu tau kan, kalau Farraz sangat sayang dengan ayahnya. Entahlah, mungkin dia sedang khilaf," ucap Kinar pelan dengan kepala menunduk.Rani langsung melotot dengan mulut menganga. Tak habis pikir dengan sahabatnya yang satu ini. Jelas-jelas sudah disakiti, masih saja bisa memuji suaminya yang gak punya otak."Ck, terlalu bucin kamu, Kinar. Masih sempet-sempetnya inget baiknya dia. Pernah gak dia inget baiknya kamu selama ini, hah? Kalau dia inget, gak bakalan tega nyakitin kamu!" ucap Rani penuh emosi.Kinar langsung mendongak mendengar ucapan Rani yang dipenuhi amarah. Ucapan Rani seolah jadi tamparan untuknya."Berapa kali dia bikin kamu bangkrut? Gadein rumah, jual mobil, hutang sana sini demi bisnis yang selalu buntung di tangannya. Belum lagi masalah selingkuhan.Dan selalu saja kamu yang putar otak jika sudah bangkrut, giliran udah sukses lagi dia yang ambil alih. Dengan alasan biar kamu lebih banyak waktu di rumah. Nyatanya suamimu itu yang justru jadi toxic disetiap perusahaan yang kamu bangun.""Bangun Kinar, bangun! Tunjukin Kinar yang kuat. Kamu makan cinta saja gak bakal bikin kamu kenyang juga bahagia kalau model lakinya kayak si Reza!" cerocos Rani panjang lebar."Apa yang harus aku lakukan?" tanya Kinar.Rani mengangkat satu sudut bibirnya, akhirnya terbuka juga pikiran kamu, Kinar."Mari kita susun rencana!"MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMI DAN SAHABATKU 4"Aku nggak bisa, Ran. Aku nggak mau Farraz kehilangan ayahnya. Aku rela menderita demi kebahagiaan anakku.""Kebahagiaan macam apa yang akan kamu berikan kepada Farraz? Jika suatu saat dia mengetahui tingkah laku ayahnya dari mulut orang lain, itu akan lebih menyakitkan," ujar Rani kesal dengan melipat kedua tangan di depan dada."Apa yang harus aku katakan pada anak berusia lima tahun, Rani? Bahkan ayahnya pulang terlambat saja Farraz sudah uring-uringan. Mas Reza selama ini sangat pandai menutupi tabiatnya itu, pulang kerja on time, selalu bisa menyisihkan waktu untuk kami berdua, hampir tak ada cela."Dua bulir air mata itu meluncur lagi dari sudut mata Kinar setelah dia selesai berucap. Kebahagiaan yang dia rasakan nyatanya semu. Sifatnya yang mudah percaya juga pemaaf membuat Kinar tak menaruh curiga sedikitpun pada sang suami. Padahal sebelumnya pernah terjadi.Rani hanya menatap sahabatnya itu dengan tatapan iba, tidak tau lagi apa y
MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMI DAN SAHABATKU 5"Farraz, Ran!""Ada apa dengan, Farraz?" tanya Rani penasaran."Dia, berantem di sekolah. Tidak biasanya anak itu kayak gini. Selama ini sikapnya manis," ujar Kinar, lalu membuang napas kasar.Ya, saat ini Farraz duduk di bangku sekolah TK. Walau sibuk dengan urusan pekerjaan, setiap harinya Kinar selalu menyempatkan diri untuk mengantar sekolah. Barulah pulang sekolah akan diantar sampai rumah menggunakan fasilitas bus sekolah.Kinar tidak terlalu khawatir meninggalkan Farraz di rumah, karena ada pengasuh juga. Itu sebabnya pulang sekolah pun tidak cemas karena pengasuhnya ikut menunggui di sekolahan. Meskipun demikian hampir semua keperluan Farraz dia yang menyiapkan, suster hanya membantu saat kerepotan saja. Kinar tidak mau kehilangan momen berharga dengan sang anak, sebab itu hanya sebentar dan tidak akan bisa terulang."Sabar, ini ujian. Allah tau kamu kuat, jalani, syukuri, insyaallah semua akan baik-baik saja. Ingat, kamu masih puny
MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMI DAN SAHABATKU 6Tok tok tokTerdengar suara pintu diketuk, membuat Kinar yang baru saja selesai mandi mengurungkan niatnya menuju meja rias. Dia berjalan kearah pintu dengan handuk yang masih melilit rambut di kepala.Kinar membuka pintu perlahan. Saat sudah terbuka Farraz langsung menghambur, memeluk kakinya."Hei, jagoan!" ucap Kinar sambil mengelus kepala putranya.Farraz mendongak, menatap wajah Kinar dengan mata yang sembab. Raut mukanya masih cemberut.Kinar lalu menoleh pada Tari. "Ditinggal saja, Mbak!" ujarnya dengan seulas senyum."Baik, Mbak Kinar," jawab Tari tersenyum lalu mengangguk dan meninggalkan kamar Kinar."Ayo, masuk!" ajak Kinar pada putranya.Perlahan Kinar menutup pintu kamar dan menguncinya. Dia lalu berjongkok, mensejajarkan tinggi dengan Farraz. Menangkup kedua pipinya yang sangat menggemaskan."Anak Mama, gimana sekolahnya hari ini?" tanyanya dengan tersenyum hangat. Bersikap seperti biasa, seolah tidak tau dengan apa yang terja
MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMI DAN SAHABATKU 7"Kinar!" panggil Reza.Kinar hanya menoleh, lalu melanjutkan langkahnya. Entah kenapa, melihat suaminya, dada Kinar kembali bergemuruh. Dia terus saja beristigfar sambil berjalan menuju kamar lagi.Reza membuang napas kasar. Dia sadar, kali ini kesalahannya sangatlah fatal. Namun egonya sebagai lelaki seolah enggan turun. Dia begitu mencintai istrinya, tapi kini Niken pun ada di hatinya."Ayah, Mama kenapa?" Reza tersentak dari lamunannya mendengar petanyaan Farraz."Ahh ... itu, mungkin Mama kecapean," jawab Reza sekenanya."Tapi ... tapi tadi sama aku nggak kecapean kok. Malah Farraz digendong, katanya ... Farraz udah gede Mama udah kepayahan gendongnya!" celoteh Farraz dengan mengerjap-ngerjapkan matanya, sangat lucu.Reza pun tersenyum, lalu membelai kepala bocah lima tahun itu. Ada sesal di hatinya, saat melihat Farraz sepintar dan menggemaskan ini. Dia pun belum tau akan
MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMI DAN SAHABATKU 8"Kinar, kita harus bicara!" ujar Reza setelah menutup pintu kamar dan berjalan mendekati Kinar yang mengurungkan niatnya merebahkan badan.Kinar tersenyum sinis dari tempat duduknya. Entahlah, saat ini dia sudah sangat muak dengan tingkah laku suaminya.Tidak ada niatan untuk meladeni Reza. Melihatnya saja membuat hati Kinar tambah sakit. Sungguh hatinya begitu rapuh, tapi tidak ingin itu semua terlihat, terlabih di hadapan suaminya.Kinar turun dari ranjang, berniat keluar. Saat ini dia hanya ingin sendiri. Itu saja. Namun tangannya segera di tahan Reza saat hendak membuka pintu."Lepas, Mas!" ucapnya dengan dingin, tapi tak dihiraukan Reza."Aku bilang, lepas!" ucap Kinar dengan penuh penekanan, dia berusaha meredam emosinya sendiri. Tidak ingin meninggikan suara di depan suami.Entah apa yang dipikirkan Reza, dia malah makin mempererat genggamannya. Matanya lekat menatap Ki
MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMI DAN SAHABATKU 9Tangan Kinar yang sudah terulur pun urung. Dia lalu menegakkan badannya lagi. Menghela nafas kasar, lalu membalikkan tubuhnya. Menatap malas suaminya."Mas, aku lelah. Aku ingin sendiri. Tolong mengertilah," ucap Kinar sambil mengatupkan kedua tangan di depan dada."Tapi, kita belum selesai bicara!" Reza terus memaksa."Apa lagi yang harus dibicarakan. Tak sadarkah kamu sudah menorehkan begitu banyak luka hari ini. Belum puaskah kamu, Mas!" ujar Kinar penuh kekesalan."Sungguh, aku minta maaf!" Reza berlutut di hadapan Kinar, kini matanya mulai berkabut.Kinar muak melihat ini semua. Hatinya seakan mati. Dia lelah, ingin rasanya menyerah, tapi ada malaikat kecil tak berdosa yang selalu jadi pertimbangannya.Dia akhirnya menjatuhkan bobot tubuhnya di tepi ranjang. Memejamkan mata, menggigit bibir bawahnya menahan isak tangis yang sulit dia kendalikan. Tangan kanan dan kirinya m
MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMI DAN SAHABATKU 10Pagi ini, Kinar terlihat lebih segar. Setelah minum obat dan meminta Bi Sumi memijatnya sebentar. Dia memakai makeup untuk menyamarkan wajah dan matanya yang sembab dan sedikit bengkak.Di meja makan sudah ada Farraz, saat Kinar turun untuk sarapan. Anak itu sudah rapi dengan seragam sekolahnya."Pagi, jagoan Mama," sapa Kinar menghampiri Farraz dan mencium pipi gembilnya."Pagi, Mama. Apa, Mama mau pergi? Kok cantik sekali," tanya Farraz sambil memuji Mamanya.Penampilan Kinar memang sedikit berbeda dari biasanya. Dia menggunakan pakaian kerja formal. Celana panjang hitam dipadu padankan dengan blouse warna peach dengan aksen tali pita di kerahnya, blazer hitam menambah paripurna penampilannya. Rambutnya dia kuncir kuda dengan gaya sedemikian rupa, memperlihatkan leher jenjangnya.Tak lupa tas jinjing ukuran sedang senada dengan warna blousenya. Jam tangan mewah melingkar di pergelan
MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMI DAN SAHABATKU 11"Tunggu, ini, apa?" gumam Kinar. Dia melihat nominal uang keluar berubah-ubah tiap bulannya. Dan semakin kesini semakin besar."Pak, apa selama ini ada kegiatan di luar yang dilakukan perusahaan?" tanya Kinar, matanya masih awas mengamati laptop."Ahh, iya. Beberapa kali memang ada semacam, study banding, dengan perusahaan lain. Kadang kegiatannya di luar kota. Ibu bisa lihat laporan rincinya. Tunggu biar saya bukakan filenya," ujar Pak Bagas menjelaskan apa yang dimaksud Kinar, dia lalu meminta laptopnya kembali untuk membuka file yang lain."Ini." Pak Bagas kembali memberikan laptopnya kepada Kinar. "Di situ rinciannya, semua ada."Kinar hanya mengangguk. Dia baca dengan teliti. Lalu teringat beberapa kali suaminya pergi keluar kota urusan kantor."Uangnya diserahkan ke siapa, Pak?""Ada rekening sendiri, Bu. Atas nama kantor, yang pegang Pak Reza. Nanti biasanya yang handle semua sekretarisnya. Laporannya juga ada."Keterangan dari Pak