Share

Bab 36

Penulis: Mutiara Sukma
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-25 17:57:14

"Mama masih belum sadarkan diri, Mas. Tapi, kata dokter beliau sudah melewati masa kritis." Aku menutup mulut lalu mengusap wajahku gusar.

"Mama banyak kehilangan darah akibat luka tu-suk di perutnya, untung saja tidak mengenai organ vital, jadi masih bisa diselamatkan. Kamu yang sabar ya, Mas." Tangis ku kini pecah. Kenapa bisa begini? Kejadian seperti ini sama sekali tak ada dalam rencana.

"Ammar juga dirawat disini. Keadaannya sudah membaik. Tapi, belum bisa diajak bicara." Lanjutnya.

Astaghfirullah, aku baru ingat dengan anakku sendiri.

"Dimana Ammar, Dek? Apa dia luka luka juga?" Tanyaku panik.

Tari terisak. "Di kepala nya ada memar, Mas. Sepertinya sengaja dihant-am sesuatu."

"Astaga ... Siapa yang tega melakukan ini?" Lirihku. Meski aku sangat yakin pelakunya adalah Rani, perempuan yang kunikahi karena kebo-dohanku.

"Polisi sedang menyelidiki. Kita tunggu saja. Ada kemungkinan orang terdekat," ujarnya. Aku langsung menatap Tari yang ternyata juga sedang menatapku lekat.

"Apa
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • KETIKA ISTRIKU BERHENTI MENGELUH    Bab 37

    [Mas, ini aku Rani.] Darahku seketika mendidih membaca pesan itu. Gigi gemeratak menahan emosi. Tanpa menjawab pesan itu aku langsung melakukan itu panggilan."Kamu dimana? Kamu harus bertanggungjawab, Rani!" Bisikku penuh penekanan. Aku bangkit menjauh sedikit dari tempat itu."Aku terpaksa. Gimana Mamamu udah sembuh kan?" "Heh! Segampang itu kamu bilang terpaksa? Mama sampai saat ini belum sadarkan diri! Kamu apakan mamaku? Ammar juga masih koma!" Hardikku."Apa? Ga mungkin aku ga benar benar ingin mencelakakan ibumu, Mas! Itu kecelakaan!" Pekiknya membuatku sedikit menjauhkan ponsel dari telinga."Apapun alasan kamu! Kamu harus bertanggungjawab, Ran! Aku akan melaporkan kamu ke polisi. Dan aku akan segera mengurus surat cerai kita!"Rani tertawa terbahak-bahak. "Kau lupa siapa dalang dari kejadian ini, Mas?dan kamu lupa jika Ammar akan menceritakan siapa yang pertama mengajaknya pergi dari rumah istrimu yang bo-doh itu!" Ujarnya lalu kembali tertawa lebar.Aku menghela napas panj

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-25
  • KETIKA ISTRIKU BERHENTI MENGELUH    Bab 38

    Dengan napas memburu aku segera mengemasi barang-barang. Satu satunya yang ada dalam benakku adalah segera bertemu Ammar. Kondisinya kritis. Ammar tiba-tiba kejang. Begitu kata Tari. Hatiku mulai dilanda cemas yang berlebihan. Jangan sampai sesuatu yang buruk menimpa Ammar. Walau jika dia sadar akan mengungkapkan kebenaran yang pasti akan menyeretku dalam jeruji besi. Tak apa aku ikhlas asal anakku selamat.Jam sudah menunjukkan angka lima sore. Aku sampai di rumah sakit. Sengaja sedikit mengulur waktu agar Tari tak curiga."Gimana Ammar, Dek?" Tanyaku begitu melihat tari yang sedang duduk dengan kedua tangan menutup wajahnya. "Ada pendarahan di dalam otaknya, Mas. Dokter sedang mengusahakan penyelamatannya." Lirih Tari yang telah mengangkat wajahnya yang penuh air mata. Aku segera meraih tubuh itu dalam dekapan. Hatiku terasa teriris mendengarnya."Semua akan baik-baik saja, sayang. Mas yakin Ammar akan sembuh." Tangis tari justru makin kencang membuatku tak sanggup menahan air mata

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-25
  • KETIKA ISTRIKU BERHENTI MENGELUH    Bab 39

    Dadaku berdebar kencang. Sungguh rencana yang kubuat tak seperti ini. Rani benar benar keterlaluan. Sejam kemudian aku sampai. Kakiku seakan terpaku ke bumi. Sebulan lebih rumah ini ditinggalkan Mama. Aku pikir semua akan baik-baik saja. Tapi, rupanya apa yang ditakutkan Mama terjadi juga.Aku memasuki halaman dengan mata tetap menatap sepasang lansia yang tengah duduk di kursi teras rumah itu. Mereka juga tampak terkejut. Salah satu dari mereka bangkit dan berjalan ke arahku."Nyari siapa, Nak?" Tanyanya ramah. Aku masih terdiam."Kalian siapa?" Tanyaku akhirnya. Perempuan tua itu justru terlihat bingung menoleh ke arah suaminya. "Kamu yang siapa? Masuk ke rumah saya tanpa permisi," timpalnya."Bu, ini rumah ibu saya. Kenapa ada kalian disini?" "Rumah ibumu?" Ulangnya. Aku mengangguk cepat."Saya sudah membeli pada seorang perempuan muda. Katanya ini rumah warisan Ibunya."Astaga. Pasti perempuan itu Rani."Bukan, Bu. Itu mantan istri saya. Dia mencuri sertifikat rumah Ibu saya saa

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-25
  • KETIKA ISTRIKU BERHENTI MENGELUH    Bab 40

    "Mama hanya merepotkan kamu ya, Ar. Mama akan menelpon Monika, semoga saja dia bisa membantu."Mama berjalan kembali ke ranjang berseprei putih itu. Meraih ponsel dan mengutak-atik sejenak."Nik, kamu dimana, Nak?""Ada apa, Ma? Mana uang kuliahku, Ma? Uang makan juga ga dikirim Mas Arsen. Aku gimana mau hidup disini!" Bentak nya membuat Mama tersentak. Seperti biasa anak itu hanya tau soal duit."Abangmu lagi kena musibah. Mama juga lagi dirawat di rumah sakit." Jelas mama. Aku hanya diam mendengar obrolan mereka yang terdengar jelas lewat speaker ponsel Mama."Ah, bohong! Bilang aja, Mas Arsen ga mau lagi mengirimkan uang kesini. Nomornya ga aktif terus." Mama langsung menoleh padaku. Aku diam saja. Memang aku sengaja mengganti nomor telepon agar tidak terus diganggu Monik dan diteror oleh Rani."Bener, Nik. Mama sedang dirawat. Ini Mama sudah diperbolehkan pulang. Tapi, butuh biaya 20 juta agar Mama bisa keluar." "Ha? 20juta? Mama becanda? Aku mana ada uang segitu?" Sentak Monik

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-25
  • KETIKA ISTRIKU BERHENTI MENGELUH    Bab 41

    Malamnya kami sampai di Jakarta. Mama menolak untuk pulang. Karena mau ke rumah Tari saja katanya. Dengan berat aku mengikuti kemauan Mama. Rumah besar milik ibunya Tari terlihat sepi. Mobil yang kami tumpangi sampai di halaman. Mama tampak tersenyum tapi tidak denganku. Hatiku was-was karena aku pernah mencuri perhiasan Tari dan tak mungkin tidak Tari tidak tau itu.Beberapa kali aku mengetuk pintu tapi tak ada jawaban. Mama terduduk di kursi teras. Kondisinya yang baru sembuh membuatnya cepat lelah. Tak lama pintu terbuka. Perempuan dengan daster batik itu menatapku lekat."Nyari siapa ya, Mas?" Tanyanya. "Tarinya ada?" Tanyaku.Perempuan itu mengerutkan kening. "Tari? Tari siapa ya, Mas?" Tanyanya lagi."Aleana Lestari Jingga, istri saya. Ibunya pemilik rumah ini," jelasku."Oh, Mbak Aleana. Orangnya udah pindah toh, Mas. Rumah ini sudah dibeli majikan saya. Tapi, Ibu dan Bapak lagi Ndak ada. Lagi ada acara diluar." Aku tersentak, mata membola, begitu juga dengan mama yang langsun

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-25
  • KETIKA ISTRIKU BERHENTI MENGELUH    Bab 42

    "Mari, Bu. Kami buru-buru. Makasih atas infonya." Aku segera menarik tubuh mama memasuki taksi sehingga memotong ucapannya.Taksi pun segera melaju. Tapi, aku meminta untuk pulang dulu ke rumah Mama. Istirahat disana. Malam kian larut. Jalanan juga mulai sepi. Kami sampai dihalaman rumah. Setelah membangunkan mama yang sempat tertidur aku pun turun."Wah, kurang ini, Mas!" Seru supir taksi saat aku memberikan selembar uang dua puluh ribuan ke tangannya."Saya ga punya uang lagi, Pak. Habis kemalingan." Sahutku sambil memapah mama keluar."Ga bisa gitu, dong! Bayar dulu yang bener! Argonya delapan puluh lima ribu bukan dua puluh ribu."Laki-laki itu menahan tanganku. "Pak, kami tak punya uang lagi. Saya baru keluar dari rumah sakit." Mama ikut memohon."Ga, bisa!""Pak, tolonglah. Kami beneran tak punya uang." Laki-laki paruh baya itu justru menatapku tajam. "Itu jam tangan anda, bisa sebagai pengganti ongkos malam ini." Dia kini beralih ke jam tanganku yang merupakan satu satunya ba

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-25
  • KETIKA ISTRIKU BERHENTI MENGELUH    Bab 43

    "Harusnya kamu mendekam di penjara atas kejahatan kamu, Mas!" Cetus Tari.Setelah mama pingsan tadi malam, Tari akhirnya mau keluar rumah dan membantu membawakan mama ke rumah sakit. "Aku mohon maaf, Dek." Aku bersimpuh di kakinya. Berharap tari akan mencegah lalu mengajakku berdiri. Tapi, yang ada aku dibiarkan menjadi pusat perhatian. Untung pagi ini rumah sakit tak terlalu ramai."Aku tak akan pernah memaafkan kamu. Tapi, aku akan berusaha melupakan semuanya. Perceraian kita sedang dalam proses. Kamu ga usah khawatir dengan biaya. Aku yang menanggung semuanya. Dan kamu juga tak perlu datang dalam persidangan.""Dek, aku tak mau kita bercerai.""Heh! Tau diri, Mas. Kamu tak aku laporkan ke polisi itu sudah sangat bersyukur. Semua karena aku berhutang nyawa pada mamamu. Meski, dia tak pernah menyukaiku tapi dia pernah mendonor darahnya saat aku hampir mati karena melahirkan anakmu."Aku terdiam. Ternyata Tari masih mengingat kebaikan tak seberapa yang Mama lakukan waktu itu. "Setel

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-25
  • KETIKA ISTRIKU BERHENTI MENGELUH    Bab 44

    "Mau kemana lagi, Ma? Arsen tak punya uang. Tak mungkin juga Arsen kembali kepada Tari dengan keadaan seperti ini? Lagian, Tari sudah mau menikah kalau nanti kami resmi bercerai.""Ah, kamu! Selama janur kuning belum melengkung kamu masih punya harapan untuk kembali pada Tari." Mama menyemangati."Arsen pesimis, Ma." Mama mendesah, memang mau bagaimana lagi. Faktanya begitu. Aku tak mungkin bersaing dengan Remon dan dokter muda itu.Siang makin beranjak. Perutku mulai menuntut hak nya begitu juga Mama. Sementara kami sama sekali tak punya uang.Aku meraih ponsel, mungkin alat ini bisa menyelamatkan kami sementara. "Ma, Arsen akan menjual handphone ini. Walau mungkin harganya akan jatuh, tapi setidaknya bisa untuk kita bertahan hidup sehari atau dua hari ini." Mama menatapku dengan tatapan sendu."Ini kan barang kita satu satunya, Ar. Bagaimana nanti kita menghubungi Tari, menelpon Monika?" Ucapan Mama membuatku sedikit ragu. Tapi, aku tak punya pilihan lain.Aku mengutak-atik benda p

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-25

Bab terbaru

  • KETIKA ISTRIKU BERHENTI MENGELUH    Bab 65

    "Kamu ....?"Mami Karla menunjuk nunjukku dengan raut tak percaya. Tanganku terangkat begitu saja. Emosi menguasai diri. Ternyata, dia lah yang menerorku, melontarkan kata kata yang selalu merendahkan."Anda tidak punya hak untuk menghina saya. Jika anda tidak mau anak anda menikah dengan saya, tunjukkan power anda sebagai seorang ibu yang berkuasa atas anaknya. Jangan seperti anak kecil, main teror dan pakai drama murahan!"Mata mami Karla melotot lotot menahan amarah. Aku membalas tatapan itu, kemudian berlalu meninggalkan tempat yang sedari awal sudah memberikan kesan tak mengenakkan.Abrar mulai risih dalam gendongan. Aku segera memasukkan ke mobil dan menaruhnya di baby car seat. Dengan cepat aku pun pergi, melajukan mobil tanpa menengok lagi. Sudahlah, aku tak akan pernah menginjakkan kaki lagi di rumah itu. Dan tak akan tergoda bujuk rayu, iming iming pernikahan yang indah. Tak akan. Harapan itu tak akan tercipta selama orang tua dari salah satu pihak memiliki ego yang tinggi.

  • KETIKA ISTRIKU BERHENTI MENGELUH    Bab 64

    "Terimakasih, Pak Nadhif. Kalau tidak ada bapak, saya tak tahu apa yang akan dia lakukan pada saya.""Bunda ..."Alir berlari dari dalam sambil menangis. "Tak apa Sayang."Aku mengusap kepala Alif yang masih terisak dalam pelukan"Tadi, Alif menelpon saya, Bu. Jadi, saya buru buru kesini.""Oh, jadi Alif juga menolong bunda?" Aku meraup wajah Alif yang masih basah karena air mata. Anak sulungku itu menganggukkan kepala."Makasih, Sayang." Berkali kali aku mencium pipi Alif. Bukannya risih, Alif malah makin mengencangkan tangis."Bunda, kalau bunda mau menikah lagi. Alif setuju, Bunda. Jangan sampai bunda disakiti papa lagi."Aku meringis. Pak Nadhif hanya tersenyum lalu menunduk.Tak lama Ibu dan Bik Inah pulang dari pasar. Pantas saja, saat Mas Arsen menyerangku, tak ada yang keluar membantu. Dan sepertinya laki-laki itu memata-matai rumahku. Sehingga tau aku hanya sama anak-anak saja dirumah. Sungguh nekat. Padahal, ada Pak Rudi di depan.***Setelah kejadian itu, aku makin khawati

  • KETIKA ISTRIKU BERHENTI MENGELUH    Bab 63

    "Berantem lagi, Nduk?"Ibu yang sedang duduk di sofa menatapku yang datang dengan wajah kusut. Ibu memang tidak ikut jalan jalan. Entah kenapa. Aku menjatuhkan bobot tubuh disamping Ibu."Semakin Tari rajin istikharah, semakin sering perdebatan terjadi diantara kami.""Tidak apa, jangan berhenti. Bukan sholatnya yang membuat hubungan kalian terlihat berantakan. Tapi, memang cara Allah menunjukkan langkah mana yang akan ditempuh."Ibu meraih tanganku. "Nduk, tadi Ayahnya Wildan kesini. Dia nitip salam. Sekaligus minta maaf karena sudah ngerepotin kamu.""Duh? Iya kah Bu? Tari benar-benar tak enak, Wildan tadi tak diajak gara gara Mas Elzio ga berkenan.""Udah gapapa. Elzio mungkin ingin lebih dekat dengan kamu dan anak-anak."***"Saya mau ketemu anak anak saya! Saya papanya!"Suara ribut-ribut dari luar membuatku bergegas keluar. "Maaf, Bu. Orangnya ini ngotot minta masuk ke dalam." Pak Rudi terlihat kewalahan memegang mas Arsen yang berontak dan berteriak-teriak seperti orang ga w

  • KETIKA ISTRIKU BERHENTI MENGELUH    Bab 62

    Mas Fatan ternyata juga memperhatikan tiga anak yang sedang berlarian di putihnya pantai sore ini. "Iya, Mas. Aku juga tiba-tiba sayang sama Wildan. Walau penasaran kemana ibunya. Tapi, itu tak penting kan?"Mas Fatan tertawa lebar."Kamu takut bapaknya duda, ya?"Aku menepuk lengan Mas Fatan kencang."Terus? Maksudnya?" Dia malah makin terkekeh."Tari, makan dulu, yuk. Ajak anak-anak." Mbak Rahma yang sedari tadi menyiapkan makanan bersama ibu menghampiri."Hayuk, kita makan dulu."Anak-anak berlarian begitu girang. Aku memvideokan lalu mengirimkan pada Pak Nadhif sebagai bukti bahwa anaknya bahagia jalan sama kami.[Terimakasih, Bu Tari. Sudah lama Wildan tak tertawa selepas itu.][Sama-sama, Pak.]Tak terasa malam mulai naik. Sekitar jam sebelas malam kami baru sampai dirumah."Bunda, Wildan nginap di rumah kita aja, Ya."Aku menoleh ke arah Wildan yang terlihat menunduk dalam."Bunda minta ijin ke ayahnya dulu, ya.""Horeee ... Wil, kita main lagi, yuk." Mereka serentak berteriak

  • KETIKA ISTRIKU BERHENTI MENGELUH    Bab 61

    "Mami?" Mas El menatap ibunya dengan tatapan tak percaya."Kenapa? Hayuk, ajak calon istri kamu makan. Mami tadi masak ikan pindang kesukaan kamu. Biar calon istri kamu tahu gimana rasanya. Nanti tinggal mami kasih resep supaya bisa masak sendiri."Mata Mas El berbinar, nyaris berkaca-kaca. Sementara aku serasa melayang. Badan tak ada tenaga. Kenapa jadi begini? Sama sekali tak sesuai dengan ekspektasiku. Padahal, aku berharap cuma lima menit disini lalu pulang."Ayo, Ri. Kita makan." Suara Mas El bergetar. Pasti dia terharu. Beda denganku yang syok parah. "Maaf sebelumnya, Tante.""Lho, kok Tante. Panggil mami dong. Sebentar lagi kan kamu akan menjadi anak mami." Aku meringis. Apa iya kejadiannya akan seperti itu."Eh iya, Mami." Aku gugup. "Apa, Sayang? Kamu mau nanya apa, Cantik?"Mas El menatapku dengan senyuman yang tak pernah pupus dari bibirnya. Aku tertunduk. "Hmm ... Mi, maaf kalau Mami tak berkenan dengan pertanyaan Tari nanti. Hmm ... Bukankah Mami sudah punya calon unt

  • KETIKA ISTRIKU BERHENTI MENGELUH    Bab 60

    "Alif, mau jalan jalan?" Alif yang termenung hanya diam saja mendengar tawaran Mas El. Seminggu ini aku meminta ijin pada pihak sekolah agar mengijinkan Alif untuk belajar di rumah saja."Ammar mau, Pa.." teriak Ammar lalu berlari ke arah Mas Elzio. Duh, kenapa Ammar bisa memanggil 'papa' gitu sih. Seharusnya anak-anak tak usah dekat dengan Mas El setelah ini. Apalagi sampai memanggilnya papa."Mas, mulai sekarang ga usah repot-repot untuk datang kesini."Wajah Mas El langsung berubah."Kenapa? Aku datang untuk Alif." "Ada baiknya kita tak lagi berhubungan, Mas. Aku tak ingin ada masalah lagi.""Masalah apa? Kamu tiba-tiba menjauh seperti ini? Salahku apa, Ri?" Matanya menatapku lekat. "Kamu baca ini, Mas." Aku menyodorkan ponselku padanya. Mas El membaca semua pesan yang dikirim orang tak dikenal itu dengan wajah serius. "Siapa yang berani mengancammu seperti ini, Ri?"Aku mengangkat bahu. Mana kutahu. Yang jelas orang itu ada sangkut pautnya dengan dokter muda itu, bukan?"Ri,

  • KETIKA ISTRIKU BERHENTI MENGELUH    Bab 59

    Aku memijit kepala yang terasa berdenyut."Maafkan Alif ya, Sayang." Aku mengusap wajah Wildan lembut. Dia menatapku lalu tersenyum."Gapapa, Tante. Aku juga salah sudah membalas Alif.""Tak apa, Bu Tari. Saya mohon maaf anak saya juga telah melukai anak Ibu." Aku tersenyum tipis. Tak menyangka Alif yang terlihat baik baik saja ternyata menyimpan duka atas perpisahanku dengan Mas Arsen."Saya akan mengganti biaya pengobatan Wildan, Pak. Boleh minta nomor rekeningnya.""Oh, ga usah, Bu. Wildan ga kenapa-kenapa, kok. Cuma lebam sedikit saja. Nanti biar saya kompres dengan air es."Aku memanggil Bik Inah. Minta tolong merawat luka di wajah Wildan. Meski sedikit memaksa, karena ayahnya, Mas Nadhif tadinya tak mau merepotkan dan hendak segera pulang. Tapi, tetap sebagai rasa tanggung jawabku pada anaknya aku memohon untuk tinggal sebentar.Setelah selesai, laki-laki itu pamit. Sungguh aku tak enak hati dibuatnya. Wajah Wildan lebam lebih parah dibanding Alif."Nduk, tolong hati hati bicar

  • KETIKA ISTRIKU BERHENTI MENGELUH    Bab 58

    Nasi udah menjadi bubur. Lelaki itu sama saja dengan Ayah. Pasti tak mau mendengar keluh kesah istri, hingga kabur tanpa jejak."Abrar kurang sehat. Kamu lihat sana gih. Biar Ibu sama Bik Inah yang masak. Kamu juga pasti mau menulis kan?""Heh, iya Bu. Tari pamit ke atas, ya. Ibu beneran gapapa tari tinggal?"Ibu malah terkekeh."Halah, biasanya tiap hari juga ditinggal sama kamu." Aku pun terkekeh. Memanglah sebagai seorang penulis yang punya dunianya sendiri aku lebih sering berduaan dengan komputer dan ponsel. Mau gimana lagi, dapat uangnya dari sana.***"Tak habis pikir Mas sama ibunya Elzio itu. Apa dia tidak tahu siapa kamu, Dek?" Mas Fatan yang baru datang menggerutu dengan wajah kesal. Tangan terulur memberikan kunci mobilku. "Gapapa, Mas. Aku ga butuh nama besar kok. Jadi, ga peduli orang mau kenal atau tidak. Yang penting aku bisa membesarkan anak-anak tanpa bantuan laki-laki yang selalu melihatku salah.""Iya, sih. Setidaknya kasih kesempatan untuk kamu menjelaskan siapa

  • KETIKA ISTRIKU BERHENTI MENGELUH    Bab 57

    "Lho? Kenapa naik ojek, Nduk? Mobil kamu mana?" Ibu membuka pintu dengan wajah terheran-heran."Ketinggalan di toko, Bu?" Aku menyimpan tas di atas meja lalu menjatuhkan bobot tubuh di sofa. Merebahkan badan hingga punggung bersandar dengan nyamannya. Aku bahkan tadi tak kepikiran untuk kembali ke toko mengambil mobil. Saking dongkolnya hati ini."Ada apa, Nduk? Cerita ke Ibu."Ibu yang sudah duduk disampingku menatap cemas. Apa tampangku begitu kusut? Ah, perasaan aku biasa saja. Meski agak sakit hati."Ga ada apa-apa, Bu." "Jangan bohong, Tari. Ibu tahu karakter kamu. Gimana makan siangnya dengan keluarga Elzio? Lancar? Kenapa bukan dia yang mengantarkan kamu pulang?" Sederet pertanyaan yang harus aku jawab membuat aku kembali menegakkan badan.Kuhirup udara dengan rakus agar apa yang aku ceritakan bisa melegakan perasaan."Mas El, sudah dijodohkan, Bu. Seorang dokter juga. Undangan dari maminya sepertinya untuk mengenalkan perempuan itu pada Tari.""Ha? Kenapa bisa begitu? Bukanny

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status