[Oke. Nas. Besok aku akan gantiin kamu dinas. Aku kan juga punya hutang dinas ke kamu.]
Rupanya belum tidur si Arum ini. Sejenak aku memutar ponsel dalam genggaman tangan. Ragu untuk memutuskan apakah aku akan cerita tentang perselingkuhan suamiku atau tidak.Beberapa saat terdiam. Menimbang dan merenungkan apakah akan menceritakan tentang masalah rumah tangga ku atau tidak padahal masih dalam tahap dugaan.[Rum, kamu belum tidur?][Belum. Ada apa, Nas?][Kalau suami kamu selingkuh, apa yang akan kamu lakukan?][Hm, ya sudah. Aku relain aja buat pelakor. Sampah emang cocok sama lalat. Tapi sepertinya mas Adin lempeng-lempeng saja. Ada apa sih?][Nggak. Nggak apa-apa. Emang menurut kamu, orang selingkuh itu apa karena kekurangan si istri?][Nggak juga. Ada laki-laki yang dianugerahi istri cantik, mandiri, dan sudah punya anak, mahir di ranjang, tapi tetap selingkuh. Itu karena lakinya aja yang matanya kelilipan jambul kalkun! Ada apa sih? Jangan bilang kalau suami kamu ...][Enggak. Aku lagi liat berita di sosmed. Masa ada suami yang selingkuh sama pembantunya? Padahal sudah punya anak istri yang cantik. Aneh kan?][Ye, nggak ada yang aneh. Jaman sekarang makanya kudu hati-hati kalau ngambil asisten rumah tangga. Kalau masih muda dan cantik lalu ketemu tiap hari, ya jelas oleng.][Apalagi kalau si ceweknya gatel. Makanya aku lebih memilih tinggal sama mertua aja untuk menjaga anakku saat kutinggal dinas. Daripada punya asisten rumah tangga yang mengkhawatirkan. Ih, amit-amit!][Emang kamu nggak ingin mempertahankan suami kamu kalau dia minta maaf? Kan demi anak juga?][Ck, nggak. Bagiku selingkuh itu nggak mungkin khilaf. Pasti niat. Dan pasti akan berulang lagi. Karena itu aku nggak akan memaafkannya.]Aku menelan ludah. Lalu menoleh lagi pada mas Arif. Dibawah sorot lampu tidur, wajahnya tetap sangat mempesona. Hidungnya yang mancung dan rahang nya yang kokoh. Serta tubuhnya yang atletis terlihat jelas.Entah siapa yang menggoda terlebih dahulu, yang jelas aku juga tidak ingin memberi kesempatan pada mas Arif lagi. Rasa cinta yang sedemikian besar seolah menguap berganti dengan rasa sesal dan kesal saat membayangkan perempuan lain tidur di ranjangku.Sebelum aku memejamkan mata, aku melihat cara memasang cctv bentuk lampu bohlam di YouTube.Semua bukti harus kukumpulkan baru aku bisa mengajukan gugatan ke pengadilan agama. Maaf Mas, tidak ada maaf bagimu.*Aku mengawasi mas Arif yang baru saja keluar dari kamar mandi dalam dengan handuk yang masih melilit di pinggang.Wangi sabun dan shampo nya membuat candu. Dulu, mungkin aku langsung melompat ke pelukannya setelah mas Arif mandi. Tapi setelah Ana mengadu soal papanya yang hamil, entah kenapa aku tidak ingin memeluknya lagi."Tumben nggak meluk?" tanya mas Arif tersenyum menggoda. Tangannya terentang ke arah ku.Aku tersenyum. "Nanti malah aku telat dinas. Ayo sarapan. Sudah kusiapkan nasi goreng sebelum mas ke mall. Ini daftar belanjaan yang harus Mas beli nanti."Aku mengulurkan kertas berisi tulisan bahan sembako dan kebutuhan kamar mandi di atas nakas karena mas Arif sedang mencukur kumisnya yang mulai tumbuh."Mas, kamu kan ganteng. Apa nggak ada perempuan yang naksir padamu selain aku? Aku kadang merasa khawatir kalau mas selingkuh dengan perempuan lain," pancingku.Aarrgh!Aku tersenyum. Bukannya menjawab pertanyaanku, tapi mata cukuran yang sedang dipakainya justru menggores ujung bibir mas Arif. Tampak lecet kecil di sana dengan darah yang merembes setetes.Aku menahan tawa. Rasain. Emang enak!"Astaghfirullah, Mas! Maaf ya. Kok Mas bisa kena cukuran? Sakit ya? Diobatin dulu?" tanyaku meraih bet*dine di atas nakas."Pertanyaan kamu mendadak aneh sih. Aku sampai kaget. Aku nggak pernah macem-macem, Nas. Aku cuma semacam aja," sahut mas Arif menerima betadine dari ku."Hm, syukurlah. Ya sudah. Aku tunggu di ruang makan, Mas." Aku berlalu terlebih dahulu meninggalkan kamar tidur. Menahan senyum."Oke. Nyonya Nastiti." Mas Arif tersenyum begitu manis."Hm, aromanya enak sekali. Kelihatannya mantap ini!" seru mas Arif sambil menarik kursi di ruang makan.Aku menuang nasi goreng ke dalam piring milik mas Arif dan milik Ana."Ya dong. Pasti enak. Ayo Ana, kamu juga makan yang banyak ya."Aku tersenyum dan menuang susu UHT ke dalam gelas milik Ana. Kulihat dari ekor mata, Mbak Sumi baru saja turun dari lantai atas. Dia memang tadi kusuruh untuk mencuci sekaligus menjemur baju.Lihat saja dasternya selutut nya yang berbe lahan da da rendah. Kalau dia menunduk sedikit saja, pasti akan memperlihatkan hartanya.Mendadak sebuah ide muncul di kepala. Sepertinya seru kalau aku membuatnya cemburu sebelum mas Arif benar-benar kuserahkan padanya.Aku sengaja meletakkan sebutir nasi di pipiku diam-diam."Ma."Mas Arif menunjuk pipinya sendiri. Lalu sambil tersenyum aku mencium pipi mas Arif.Cuuuppp!!!Mas Arif tersipu dan Ana tertawa."Ih, Mama lucu. Tadi Papa mau bilang kalau di pipi mama ada nasi. Bukannya papa minta disun!""Oh, ya. Mana sih nasinya? Ambilin dong, Pa!"Mas Arif tersenyum dan mengulurkan tangannya ke arah pipiku lalu memungut nasi yang menempel. Mendadak terdengar suara benda jatuh dan suara mengaduh.Gluduk.Gluduk.Aaaww!!Rupanya Mbak Sumi entah terkilir, entah terpeleset ternyata terjatuh dari tangga dengan memeluk bak kosong!Hm, pasti sakit. Makanya lain kali fokus kalau turun dari tangga ya, Mbak!""Astaga, Sumi ..!" seru mas Arif berdiri dari kursinya. Lalu beberapa detik kemudian dia menatapku dan Ana bergantian. "Ehem, kamu kenapa sih Sum dari kemarin sembrono dan ceroboh?" tanya mas Arif dengan nada tegas. "Mbak Sumi kenapa?" tanyaku mendekat ke arahnya. Mbak Sumi perlahan berdiri dari jatuh tertelungkupnya. Kening dan lututnya lecet. "Sa-saya tadi terpeleset, Bu," jawabnya lirih tertunduk. Tapi aku bisa dengan jelas kalau ekor matanya menatap ke arah suamiku yang sedang meneruskan makannya. "Lantainya yang licin atau mbak Sumi yang tidak fokus karena memikirkan laki-laki?" sindirku tersenyum. Wajah mbak Sumi langsung memerah. "Dua-duanya. Eh, maksud saya lantainya licin dan saya sedang memikirkan anak saya.""Hm, kalau Mbak Sumi kangen sama kedua anak Mbak, lebih baik mbak ambil libur dulu. Apa tiga hari cukup untuk pulang kampung?""Saya nggak mau pulang kampung, Bu!" cetus mbak Sumi spontan. Tapi selanjutnya dia menutup mulut. "Lha, katanya tadi sedang memikirkan
Aku menggenggam tangan mertuaku. "Mi, maafkan Nastiti yang abai pada kondisi Mami.""Nggak apa-apa. Bocornya nggak terlalu banyak kok."Mami melihat klengkeng yang kubawa. "Kamu repot-repot aja, Nas.""Nggak kok, Mi. Tadi ada teman kerja yang baru panen klengkeng. Jadi Nastiti langsung kemari karena ingat sama mami.""Mami beruntung sekali bertemu dengan menantu seperti kamu.""Nastiti juga bahagia punya mertua seperti mami."Suasana hening sejenak. "Kamu, tidak sedang ada masalah dengan suami kamu kan?"Aku menelan ludah. Mertuaku peka sekali. Mungkin curiga sejak aku datang sendiri kemari. Tapi kalau aku menceritakannya pada beliau sekarang, ada dua kemungkinan yang akan terjadi.Pertama, mertuaku akan membelaku dan membantuku melakukan rencanaku. Kedua, mertuaku akan mengadu pada mas Arif dan justru menyalahkanku. Ah, aku tidak mau mengambil resiko. "Nggak ada, Mi. Semua baik-baik saja."Mertuaku menatapku antusias. "Hm, mami dulu guru lho, Nas. Jadi tahu kalau lawan bicara sedan
"Maaf, Bu. Tadi saya cuma kaget mendengar ucapan Ibu tentang Pak Arif."Aku menatap tajam ke arah Sumi yang sedang berdiri di antara pecahan botol kaca. "Apa kamu tahu sesuatu tentang selingkuhan suami saya?Mata Sumi membulat. "Apa maksudnya, Bu? Tidak mungkin pak Arif selingkuh. Sepertinya bapak sangat mencintai Bu Nas."Aku menghela nafas panjang. "Aku punya buktinya, Sum.""Ap-pa? Bukti Bu? Bukti apa? Siapa selingkuhan pak Arif, Bu? Dan apa yang akan ibu lakukan pada pak Arif dan selingkuhannya?"Aku pura-pura bingung. "Mbak, awalnya aku hanya ingin curhat alias sharing tentang suami saya pada Mbak Sumi. Tapi sepertinya mbak Sumi justru lebih tertarik dengan berita ini daripada saya," pancingku. "Jangan-jangan, kamu tahu sesuatu tentang selingkuhan Bapak? Mungkin ada yang mencurigakan saat saya sedang dinas dan bapak sendiri di rumah. Mungkin bapak juga tidak pulang ke rumah saat saya sedang dinas di klinik?" cecarku."Saya tidak tahu menahu, Bu. Tapi kalau ibu mengatakan bahwa
"Malah sekarang yang aneh kamu sama Mbak Sumi. Kok bisa sih mbak Sumi ngurusin kamu selingkuh atau nggak? Sebenarnya yang istri mu itu aku apa mbak Sumi?"Mas Arif menelan ludah dan menatapku dengan pandangan yang tak bisa kuartikan. "Nas, apa kamu mencintaiku?"Aku semakin heran dan bingung dengan mas Arif. Dia yang selingkuh tapi dia yang meragukan cintaku. Apa semua lelaki yang berselingkuh menjadi aneh seperti ini?"Kok kamu aneh sih, Mas? Kenapa nanyanya kek gitu?""Jawab saja, Nas. Apa kamu mencintaiku?" Aku terdiam dan memalingkan muka."Nas, jawab dulu pertanyaanku. Apa kamu mencintaiku? Apa kamu memaafkan kalau aku khilaf?"Aku terdiam. Apa mas Arif tahu kalau aku sudah menyadap wanya? Apa dia juga tahu kalau aku memergoki dia selingkuh?"Apa kamu khilaf?! Khilaf yang seperti apa, Mas? Dan dengan siapa?! Sekedar chating, atau sudah tidur bersama?"Mas Arif terdiam. "Kok diam? Apa pertanyaan ku benar? Dengan siapa Mas? Jawab aku? Dengan teman kantormu kah? Atau ada yang lai
Mas Arif berada di kamar Sumi. Mereka berdua di atas ranjang milik perempuan itu dengan baju yang acak-acakan!Kutahan air mata yang hendak keluar. 'Jangan nangis, jangan cengeng, jangan buang air mata untuk laki-laki tidak berperasaan seperti dia. Bukankah aku yang menyelidiki perselingkuhan mereka? Dan kini Tuhan telah menampakkan bukti konkret di hadapanku. Jadi, aku tidak boleh lemah dan buang-buang air mata. Harus kuat dan menjalankan rencana sebagaimana mestinya. Bukankah bukti ini pula yang sudah ku tunggu-tunggu?' batinku. Aku menegarkan hati dan mengamati adegan itu. Mbak Sumi di atas tubuh mas Arif. Kedua tangannya saling menyangga hingga tidak menimpa badan suamiku. Samar-samar terdengar suara percakapan antara keduanya. Aku memang membeli cctv yang lebih mahal. Yang bisa terdengar suaranya. "Rif, kamu jahat! Kamu tega tadi pamer kemesraan dengan istrimu padaku? Memberikan kejutan juga padanya? Kamu pikir hatiku terbuat dari apa? Batu?! Aku cemburu!"Aku menatap tegan
Mas Arif mendelik. "Kamu memasang cctv di kamar Sumi dan menyadap wa ku?" tanya mas Arif kaget. "Dan kamu selingkuh dengan asisten rumah tangga kita karena dia mantan pacar kamu sejak SMA, benar kan?""Jangan bertanya balik kalau suami nanya, Nas!""Aku tidak butuh pertanyaan kamu. Yang kubutuhkan adalah ceraikan aku, Mas.""Ini melanggar hukum. Aku bisa melaporkan kamu ke polisi dengan tuduhan melanggar UU ITE dan melanggar privasi orang lain!" Mas Arif menatapku tajam. Intonasi suaranya tegas tapi lirih. Mengintimidasi.Aku menyeringai. "Oh ya? Kamu juga bisa kulaporkan pada polisi atas tuduhan perzinahan dan kumpul ke bo.""Kamu tidak akan berani, Nas.""Kenapa nggak? Kamu dan mbak Sumi bisa saja masuk penjara berdua. Dan untuk undang-undang ITE, bagaimana mungkin bisa menjeratku? Aku tidak menyebarkannya ke orang lain."Mas Arif menatapku tanpa berkedip. Lalu dia meraih garpu dan pisaunya lagi. "Kita bicarakan nanti, Nas." Mas Arif dengan santainya memotong daging di piringnya.
Terlihat wajah mami terkesiap dan terkejut."Rif, apa benar yang dikatakan oleh istri kamu?" tanya mami.Wajah mas Arif memucat. Dia tertunduk dalam. "Rif! Angkat wajahmu dan pandang mami!!!" suara mami naik satu oktaf. Pandangan nya tajam ke arah Mas Arif. "Ini tidak seperti yang mami dan Nastiti bayangkan. Arif ... Arif ...!"Plaakkk!!! Plakkkk!!!Tanpa kuduga mami maju dan menampar pipi mas Arif. Aku tercengang. "Arif! Mami tidak pernah mengajarkanmu untuk menjadi lelaki pezina! Kamu belajar dari siapa?!"Mas Arif terdiam. Pipinya memerah karena tamparan mami yang keras. Mendadak mami tersedu. "Apa kamu niru papi?"Mas Arif terdiam. "Jawab, Rif! Mami tidak pernah mengajarkanmu untuk mengkhianati istrimu. Karena kamu tahu dengan pasti luka yang ditimbulkan oleh papi sedalam apa pada mami setelah Papi kamu selingkuh!""Mi, Arif tidak bersalah! Nastiti terlalu sibuk bekerja." Mas Arif mendongak dan menatap wajah maminya. "Astaghfirullah! Sudah salah, masih nggak merasa dan ngga
"Tentang harta gono-gini nanti biar pengadilan agama yang memutuskan. Tapi untuk malam ini, saya sudah memutuskan untuk mengusir mas Arif dan Sumi dari rumah ini."Arif mendelik. "Kalau aku nggak mau pergi dari rumah ini gimana?" tantang Arif. Nastiti tersenyum menyeringai."Kalau kamu tidak mau pergi dari rumah ini dan mengajak Sumi, aku akan membawa rekaman cctv saat kamu berhubungan dengan Sumi dan melaporkan nya pada polisi atas tuduhan kumpul ke bo!"Arif menoleh ke arah maminya. "Mi, lihat sendiri kan tingkah laku menantu mami? Apa mami masih sayang sama dia? Dia mengusir suaminya sendiri lho, Mi. Bukankah itu contoh istri durhaka?"Rini, ibu dari Arif menggeleng-gelengkan kepalanya."Apa yang dilakukan oleh Nastiti itu benar. Untung saja kamu hanya diusir dari rumah ini. Kalau mami yang jadi Nastiti mungkin mami sudah melaporkan kamu ke polisi, Rif. Kamu seharusnya tahu kalau berzina itu dosa. Dan bikin apes tempat yang digunakan untuk berzina saja. Kalau kamu masih punya mal