"Bapak melacak lokasi ponselku?"
"Tentu saja, Geeglo saja bisa, kenapa kami tidak? Semua orang sekarang bisa melacak lokasi ponsel!"
Aku lagi-lagi hanya bisa menghela nafas. Betapa rapuhnya privasi orang di jaman modern ini.
"Kau sudah tak profesional, Kris!" lanjutnya, "Aku sudah mmemperingatkamu berkali-kali. Ini bintang satu-mu yang kesekian kalinya. Mempengaruhi pamor perusahaan kita. Semakin tertinggal dari pesaing. Lihat aplikasi sebelah! Makin melejit dengan High Quality Man sebagai andalan."
"Yah, apa yang harus kukatakan, Pak? Kadang ada hal-hal yang tak bisa diselesaikan oleh superhero."
Ia terdiam. Tubuh pendek dan agak gembulnya terlihat lucu memendam amarah. Wajahnya terkesan lebih mirip komedian daripada direktur. Namun kegalakannya melebihi debt collector.
"Dan kadang ada hal penting yang harus kami selamatkan!" lanjutku.
"Apa? Cinta, perasaan? Melebihi keselamatan kawan-kawan dan perusahaan?!""Maaf, aku benar-benar tak tahu kejadian semalam, Pak."
"Karena kau bersama wanita! Apa kau mau kawin dan berhenti jadi superhero?!"
"Apa superhero tak boleh jatuh cinta?"
"Tidak, jika itu membahayakan kawan dan perusahaan!"
Kami sama-sama terdiam. Bingung arah pembicaraan mau sampai ke sana.
"Kau teledor, Kris!" lanjut bos, "Sangat lamban, tak berkompeten dan payah. Tak baik untuk perusahaan."
"Kenapa kinerja perusahaan begitu penting?"
"Karena kami yang menggajimu. Iklan dari aplikasi, dari Herostube dan Herogram. Juga iklan di kostum kalian. Tanpa kami, siapa yang akan menggaji kalian?!"
Aku tak bisa jawab. Teringat adik-adikku di kampung.
"Kami harus memberimu skors! Kau akan dikirim ke pusat pelatihan superhero lagi, Kris! Untuk memperbaiki kinerjamu!"
"Saya lebih baik mengundurkan diri, Pak!"
"Apa?!"
"Saya pilih keluar dari perusahaan ini daripada masuk pusat pelatihan lagi."
"Hahaha, lalu kau mau kemana kalau keluar?! Aplikasi sebelah tak mungkin menerimamu dengan kinerjamu itu! Pemerintah mewajibkan superhero untuk bergabung dalam aplikasi online! Mau kemana kau, Kris?! Hanya kami yang mau menampungmu!"
"Aku lelah jadi superhero!" jawabku berjalan keluar dari kantor bos. Mantan bos!
Dan akupun kembali teringat adik-adikku di kampung. Yang tertua hendak kuliah.
"Kris, Kris!" seru bos, "Jangan konyol!Jangan harap kami bisa menerimamu kembali setelah kau keluar!"
"Aku tidak akan kembali." Jawabku menoleh padanya setenang mungkin.
"Baiklah, kembalikan kostum dan ponselmu pada manajer saat kau keluar!" perintahnya, "Itu semua dari sponsor!"
Kukembalikan kostum dan ponsel pada manajer. Padahal itu satu-satunya ponsel yang kupunya. Dan kostum menyedihkan itu, ah, kostum dengan banyak tempelan iklan dan sponsor di sana-sini. Lebih mirip kostum pembalap daripada kostum superhero.
Manajer memberiku pakaian ganti seadanya dan aku berpamitan pada teman-temanku di klinik perawatan.
"Serius Kris, kau keluar?" tanya Anginia lagi-lagi mengenggam tanganku, "Kau tega tinggalkan kami?"
"Aku tidak akan meninggalkan kalian," jawabku sendu, "Akan kucari siapa yang menyerang kalian dan membunuh Pak Yono."
"Hati-hati, Kris!" sahut Cahayani di ranjang sebelah Anginia, "Mereka berbahaya! Kerbau merah rupanya ancaman serius!"
"Bagaimana kau akan mencari mereka kalau kau keluar dari perusahaan?" tanya Gajah Man.
"Yah, kalian tenang aja," jawabku, "istirahat saja demi kepulihan kalian."
"Hmm, akhirnya kau keluar," ujar Jago Man di sudut lain yang mengejutkan, "Jangan ambil hati segala ucapanku selama ini, Kris! Aku tak bermaksud melukaimu. Ayam memang kadang suka bersuara seenaknya."
"Kenapa kau masih di sini?" tanyaku, "Tak mangkal atau cari penjahatnya?"
"Mau mangkal kemana? Warung kopi kita sudah hancur. Perusahaan memutuskan menarik dulu semua superhero ke kantor dan rumah-rumah perlindungan untuk berjaga-jaga. Mereka bisa melacak keberadaan kita. Mungkin kita semua masuk dalam target mereka. Perusahaan masih mengatur strategi untuk mengambil langkah berikutnya."
Akupun segera pergi meninggalkan mereka.
"Hati-hati Kris," ucap Jago Man ramah, "mungkin mereka juga mengincarmu!"
Saat keluar dari klinik, kulihat banyak superhero berkeliaran atau duduk-duduk di kantor berlantai sepuluh ini. Rupanya perusahaan memang menarik sementara para mitra superhero-nya. Barangkali juga disiagakan untuk menjaga kantor ini.
Dan tak ada yang mengenaliku tanpa kostum superhero. Hanya teman-teman dekatku yang mengenali wajah asliku. Lelaki desa ini, Krismantoro. Sekarang bukan superhero lagi.
Aku pulang ke rumah kos. Terlihat beberapa polisi di sana. Garis polisi juga terpasang di beberapa area.
"Ada apa ini?" tanyaku pada petugas polisi yang berjaga.
"Kasus pembunuhan," jawabnya, "Siapa kamu?"
"Saya penghuni kos di sini."
Beberapa tim medis membawa mayat dalam kantong jenazah ke mobil ambulans.
"Mas Kris!" seru Dinda, anak ibu kos, "Ibu dibunuh orang, Mas!"
"Apa?!"
Aku menyelonong masuk, dan polisi membiarkannya.
"Mas!" peluk Dinda, anak tunggal ibu kos yang berumur empat belas tahun, kelas dua SMP, "Aku takut!"
"Apa yang terjadi, Din?"
"Nggak tahu Mas, pagi-pagi datang beberapa orang berpakaian hitam-hitam. Ada satu orang perempuan."
"Entah mereka bicara apa pada ibu," lanjutnya terisak, "Lalu mereka mengacak-acak dan merusak rumah. Ibuku berusaha menghentikan mereka, tapi, tapi malah dihajar hingga tersungkur. Ibu meninggal, Mas!"
Kupeluk erat dan kuelus kepala Dinda untuk menenangkannya.
"Kamar kita juga diacak-acak oleh mereka!" ujar Tomo, mahasiswa yang indekos di kamar sebelahku.
"Kenapa? Siapa mereka?"
"Entah, Mas Kris! Ada empat orang lelaki, satu wanita. Berjaket dan bercelana hitam. Ada satu berbadan besar dan kekar. Matanya menyala merah!"
Sialan, mungkin mereka yang menyerang teman-temanku juga. Kelompok kerbau merah?
Kenapa mereka menyerang kemari? Mungkinkah mereka tahu identitasku?
"Ibumu akan diotopsi di rumah sakit," kata seorang polisi pada Dinda, "Kau ikut ke kantor polisi saja untuk memberikan keterangan, kau akan aman di sana."
"Temani aku, Mas Kris!" pinta Dinda padaku.
"Mas siapa?"tanya polisi itu, mungkin seorang komandan, atau detektif.
"Saya penyewa kamar kos di sini."
"Kamar yang mana?"
Kutunjukkan kamarku yang terletak di samping rumah. Kulihat memang kamarku dijebol pintunya dan diacak-acak.
"Kau penyewa kamar ini?" tanya polisi itu lagi.
"Iya, kenapa mereka mengacak-acak kamar kami?"
"Kau harus ikut kami ke kantor polisi. Kami menemukan berbagai senjata tajam di kamarmu!"
"Ah, tunggu, jangan salah sangka, Pak! "
"Jelaskan nanti di kantor! Pedang, trisula, karambit, keris. Kau perampok? Atau anggota geng motor?!"
"Bukan. Punya motor pun tidak!"
"Lalu kenapa menyimpan senjata tajam? Kau bermasalah dengan orang, hingga orang-orang itu mencarimu dan membunuh ibu kos?"
"Tidak!"
Aku memang bermasalah dengan banyak orang. Superhero mana yang tak bermasalah? Tapi aku tak tahu perbuatan siapa itu. Apakah dari salah seorang penjahat yang dendam padaku?
Tapi selama ini tak ada yang mengetahui persembunyianku di sini. Atau jangan-jangan mereka memang kelompok kerbau merah yang menyerang teman-temanku? Ada dendam apa mereka pada kami?
Dan tak mungkin kukatakan pada polisi ini jika aku adalah superhero.
"Pokoknya ikut kami," kukuh polisi itu lagi, "Kau harus diperiksa di kantor!"
"Tunggu," jawabku berbisik, "Sebenarnya saya adalah superhero online! Itu senjataku!"
"Benarkah? Mana buktinya? Tunjukkan ponselmu!"
Celaka, ponselku sudah diambil perusahaan.
"A, aku tak bisa menunjukkannya.""Huh, bawa dia!" perintahnya pada para polisi yang lain."Tunggu!" tolakku mundur."Lepaskan dia, komandan!" seru seseorang mendekat."Siapa kau?!" tanya polisi tadi."Intelejen pusat," jawab orang yang berpakaian jas hitam itu menunjukkan kartu identitasnya, "Kasus ini biar kami tangani!""Intelejen? Huh!"Para polisi meninggalkan kami. Dan orang intelejen itu membawaku keluar dari garis polisi menuju sebuah mobil di pinggir jalan."Apa yang terjadi Kris?" tanyanya menghela nafas."Kau tahu aku?""Yah, kami badan yang bertugas mengawasi para superhero online. Kami tahu siapa kau, Keris Man.""Ah, syukurlah.""Namaku Rahmat. Apa yang terjadi?""Saat aku kemari, ibu kos dibunuh orang.""Sepertinya ada yang mengetahui tempat persembunyianmu. Tempat mangkal kalian, warung kopi, juga diserang bukan?""Y
Aku kembali untuk menemui Selly. Ia sudah menunggu di depan kantor. Semoga para debt collector tak memburunya."Hai," sapaku, "gimana?""Hmm, tak diterima." jawabnya lesu."Nggak papa, bisa cari yang lain.""Susah cari kerja sekarang. Yang dibutuhkan kebanyakan hanyalah penjaga minimarket dan sales girl. Atau reseller online.""Kenapa tak coba?""Mana bisa kerja disitu mendapatkan satu milyar untuk bayar hutang? Bahkan jadi manajer pun belum tentu bisa.""Yah, kita hidup di negara dengan tingkat gaji yang sangat kecil dibandingkan negara-negara lain.""Iya, makanya banyak orang berhutang."Kami pun beranjak pulang. "Yah, negara saja banyak hutang," sahutku berjalan di sampingnya, "Apalagi rakyatnya.""Kau kan tak punya hutang?!""Aku berhutang pada teman-temanku. Juga pada Pak Yono, istrinya dan ibu kos. Kematian mereka harus kubalaskan.""Jangan terlalu mendendam, Kris! Nanti kau jadi pe
Aku berusaha menolong Selly. Satu orang yang mengekang tangannya kuserang. Si wanita berusaha menghadangku, namun berhasil kuatasi. Kudorong tubuhnya dengan bahuku. Dua orang lelaki yang lain hendak menyerangku pula. Dapat kutangkis dan kuhajar dengan pukulan dan tendangan hingga tersungkur.Si pengekang Selly kutarik tangannya kucekik lehernya. Ia melepaskan tangkapannya dan menghadapiku. Dapat kuatasi dengan mudah dan kusungkurkan. Kugenggam tangan Selly dan menjauh. Kelimanya terus maju dan mengepung kami. "Kalian yang menyerang teman-teman dan ibu kos-ku?!" tanyaku geram, "Apa mau kalian?!""Haha, teman-temanmu cukup tangguh," jawab si badan besar, "tapi bukan tandinganku! Ibu kos-mu juga cukup cantik! Haha!""Kenapa kalian membunuhnya?!" balasku, "Kenapa menyerang teman-temanku?!""Kami ingin menghabisi semua superhero! Haha!""Kenapa?! Siapa sebenarnya kalian?!""Gampang, karena kalian selalu menghalangi kami! Kami dari kelompok Kerbau Merah!"Si badan besar menyerangku lagi d
"Di rumah Selly." Jawabku. "Bagaimana kalau mereka kembali lagi?" tanya Selly padaku, "Aku takut! Mereka sangat kuat!""Kenapa tak kita undang ke tempat kita saja?" tanya Dara pada kedua temannya, "Di sana aman. Lagipula kalau kita bersama bisa lebih kuat!""Kalau mereka tak keberatan." Jawab si Harimau dingin. "Yah, aku senang dapat teman lagi!" imbuh si Kuda jalanan. "Aku ingin mencari dan menyelidiki mereka!" jawabku bersikeras, "Mereka yang menyerang dan membunuh teman-temanku!""Tapi tampaknya kau yang dihajar habis-habisan!" sahut si Harimau jalanan, "Mau mati menyusul teman-temanmu?!"Aku mendesah kesal. Dara lalu menenangkan suasana dengan merangkul pundakku dan berkata, "Dendam bisa kau selesaikan nanti! Yang penting sekarang cari tempat berlindung dulu sambil menyelidiki mereka!""Yah, aku juga penasaran dengan kelompok Kerbau Merah itu!" imbuh si Kuda jalanan. "Mungkin kita bisa membantunya menyelidiki gerombolan itu?!" tanya Dara pada dua temannya, "Ya kan? Kelompok k
Makanan terasa lezat. Oseng-oseng sayuran yang lama tak kumakan."Enak kan, masakan Selly?" tanya Dara, "Dia pinter banget masak!""Ah, kami berdua kok yang masak!" balas Selly."Jadi ceritakan," lanjut Dara, "Bagaimana kalian bisa sampai dikejar orang-orang itu?"Dan aku pun menceritakan apa yang telah kualami. Begitu juga dengan Selly yang mengisahkan perjalanan hidupnya hingga bertemu denganku."Wah, wah, jika sampai membuat kalang kabut perusahaan aplikasi, berarti orang-orang itu patut diperhitungkan." Komentar Dara."Entah perusahaan sudah mengambil langkah atau belum," lanjutku, "Kemarin mereka menarik para superhero ke kantor untuk sementara.""Coba lihat," ujar si Kuda mengecek ponsel, "aplikasi kalian banyak menutup sementara layanan beberapa superhero. Tapi masih ada yang bisa dipesan. Hanya sedikit.""Menarik," sahut si Harimau, "akhirnya sistem superhero online bisa kalang kabut juga!""Yah, kami tak pernah suka sistem itu," lanjut Dara, "kenapa jadi superhero wajib ikut
"Novel online?" tanya Selly. "Yah," jawab Dara, "lumayan! Baru booming akhir-akhir ini. Kutulis tentang kisah superhero romantis. Mungkin suatu saat bisa kutulis pertemuan kita ini. Haha!" "Wah, hebat!" puji Selly, "Baru kali ini kutahu ada seorang superhero sekaligus novelis!" "Yah, harus ada yang bisa mengabadikan kisah kami ini, Selly! Siapa tahu ada yang terinspirasi! Atau diangkat menjadi film! Haha, kira-kira siapa ya artis yang cocok memerankanku? Bunga Sutena?! Haha!" Sosok Dara memang cantik, bertubuh semampai, dan berambut panjang. Gayanya kalem, lembut, namun agak centil dan anggun. Barangkali Bunga Sutena memang cocok memerankan dirinya. "Itu akan sangat bagus!" balas Selly, "Bagaimana dengan yang lain?" "Aku kadang membuatkan website untuk perorangan atau perusahaan," jawab si Kuda, "Uangnya lumayan, apalagi untuk website yang aman! Aku juga bisa meretas berbagai sistem. Termasuk sistem perbankan dan mengambil uangnya. Tapi tak kulakukan. Kan aku superhero! Haha!" "
"Kau sudah ditakdirkan untuk mewarisi kekuatan keris-keris leluhurmu, lanjut kakek. Mereka menghilang menjadi kekuatan yang menyatu dengan dirimu!" "Wah, hebat!" puji Dara, "Benar-benar layak diangkat menjadi novel dan film! Lalu bagaimana?" "Kakekku bilang jika semua keris itu adalah warisan turun temurun dari leluhur kami," lanjutku, "Setiap generasi memiliki sebuah keris dengan kekuatan masing-masing. Jumlah keris kakekku ada tujuh. Menjadi warisan tujuh generasi leluhurku. Ia bilang, generasi sekarang, orang mulai tak menghargai keris. Membuat jaman jadi semakin kacau! Kau harus memelihara kekuatan keris-keris ini, katanya." "Semua itu terjadi saat aku masih kelas satu SMP," lanjutku, "Tak lama kemudian, kakek meninggal dunia. Paman-paman dan bibi pun saling berebut warisan. Karena aku dituduh mencuri keris, maka keluargaku hanya disisakan sedikit sawah yang letaknya paling jauh. Dengan penghasilan tak seberapa, orangtuaku bertani untuk menghidupi kami." "Di dekat sawah kami,
"Bagus, Kris!" puji Dara menepuk pundakku, "Kau hebat!""Yah, kita bisa jadi tim yang kuat!" imbuh si Kuda, "Dengan kekuatan kerismu itu, kau tahan peluru?!" "Sepertinya begitu!" jawabku. "Hebat!" puji Dara lagi, "tidak ada di antara kami yang tahan peluru. Kami hanya sebisa mungkin menghindari tembakan!""Si Harimau pernah tertembak," tambah si Kuda, "tapi ia sembuh dengan cepat.""Untung kau belum pernah tertembak," sahut si Harimau, "barangkali tak sembuh-sembuh!""Yah, yah, beginilah tim yang hebat!" balas si Kuda, "saling menghina!"Dan begitulah, hari-hariku dihabiskan bersama mereka menjadi superhero jalanan. Kadang si Kuda memantau dari laptop dan ponselnya. Mencoba mengetahui kejahatan lewat internet. Kami pun menyelamatkan beberapa korban kejahatan lain. Salah-satunya kasus perampokan yang lain. Perampokan sepeda motor. Kami mengejar penjahatnya dan dapat kami lumpuhkan. Berbagai kejahatan lain pun juga berhasil kami gagalkan. Tingkat kriminal semakin meningkat saja. Ke
"Belum," jawab para pegawai, "Kami coba lacak dari beberapa kamera cctv yang dapat kita akses! Tapi butuh waktu lama!" "Teruskan!" perintah Dina. "Kami menemukan sesuatu," ungkap salah seorang petugas IT yang memeriksa laptop, "Lihat!" Kami bergegas menuju ke meja pegawai ahli IT yang memeriksa laptop. Terlihat progam di layar laptop seperti yang kami dapati kemarin. Hanya saja sekarang tertulis; Elistrik, Buaya Budiman, Manusia Elang serta para superhero perusahaan yang lain "Nama mereka dicentang," ungkap Tirtasari, "Mungkin menunjukkan korban yang berhasil mereka culik!" "Astaga!" kesah Dina. "Apa maksud semua ini?!* tanya High Quality Man, "Target mereka berubah?! Semula para superhero yang lain tidak ada dalam daftar!" "Entahlah," jawabku, "Apakah sebelumnya hanya mengecoh kita?! Atau memang menyesuaikan dengan apa yang ada?!" "Mereka sengaja memancing kita keluar?!" tanya High Quality Man. "Barangkali?" jawabku. "Kami dapati sesuatu," ungkap pegawai IT yang lain, "Mere
Kalau saja Tirtasari terlambat atau kurang dalam menyemburkan air, barangkali monster itu bisa membakarku. Sebenarnya ini tindakan yang cukup nekat. Menyerap api ke dalam diri sendiri! Namun untungnya aku dapat mempercayai istriku. Barangkali ini yang dinamakan ikatan setelah pernikahan?! Sang monster perlahan terus memudar seiring hisapanku dan semburan air Tirtasari. Ia berusaha berontak dan marah. Namun tetap tak berdaya dalam jebakan kami. Dengan wajah penuh amarah, ia lalu berusaha menghujam dan menyerangku dengan ganas. Untung saja Tirtasari mampu melihatnya dan menyemburkan air padanya lebih deras sebelum mengenai diriku. Splasshh, splasshh, splasshh! Tubuh api itu kian mengecil dan akhirnya musnah ditelan air. Aku dan Tirtasari mampu bernafas lega. Masyarakat pun berteriak-teriak senang. Mereka mengelukan kami yang telah menyelamatkan mereka. Para superhero yang terkalahkan sebelumnya segera kembali ke kantor. Beberapa warga memberi mereka pakaian karena kostum
Di sekitaran minimarket, para superhero terus berupaya melawan musuh berbadan besar dan kekar itu. Namun mereka terus kewalahan. Dihajar habis-habisan dan tersungkur lemah. "Ia akan membunuh mereka!* ungkap Buaya Budiman. Dan di area kerusuhan, para superhero kian kewalahan menghadapi para perusuh yang beringas dan bersenjatakan anaka macam. Mereka kini tersungkur hendak dikeroyok. "Kita harus membantu!" desakku. "Aku juga harus turun!" sahut Tirtasari, "Memadamkan monster api itu!" "Jangan Kris!" cegah Dina, "Tirtasari!" "Mereka bisa mati!" sahutku, "Kita tak punya pilihan lain!" "Yah, kota terancam!" imbuh Tirtasari, "Tidak ada lagi yang bisa melawan monster itu!" Dina memandang pada Bos. Dan sang manajer menghela nafas berat. "Baiklah," jawabnya, "Berhati-hatilah! Jika terdesak langsung mundur! Utamakan keselamatan kalian! Dan kalau bisa, selamatkan teman-teman di sana!" "Baik Bos!" jawabku dan Tirtasari bersamaan. "Kami ikut!" pinta Buaya Budiman dan yang lain
Yah, orang-orang senang karena kebakaran yang melanda rumah dan lingkungan mereka mereda. Tapi mereka cukup kesal dengan bau dan entitas air sungai yang kotor dan jorok. Bahkan beberapa tumpukan sampah menimpa mereka. "Uh, siapa yang buang popok bayi ke sungai?!" keluh salah seorang warga yang tertimpa bungkusan popok bayi kotor. "Juga sampah-sampah ini?!" timpal yang lain karena terkena terpaan sampah, "Dasar! Orang-orang parah, membuang sampah di sungai!" "Kita kan juga sering begitu!" balas warga yang lain. "Ah! Iya, betul juga!" "Hei, siapa yang buang bangkai ke sungai?!" gerutu warga lain kesal karena terkena bungkusan jorok, "Bangkai apa ini?! Tikus?! Menjijikkan!" Sementara itu, superhero angin terus berusaha menyemburkan air pada sang monster. Kebakaran cukup mereda dan menyisakan titik-titik api kecil saja. Ia sekarang lebih banyak menyerang sang monster dengan semburan air sungai. Namun moster itu ternyata cukup cerdas. Ia menyeberang sungai dengan nyalanya yang mela
Yah, monster itu menyerang helikopter yang ditumpangi paparazi. Terlihat di layar, semburan api yang mengerikan menerpa mereka. Lalu suara terbakar dan teriakan-teriakan. "Ia membakar kami!" pekik sang wartawan, "Ia membakar kita!" "Sial!" umpat Dina dan teman-teman. Terlihat dari layar lain, helikopter itu terbakar dan berputar-putar tak karuan. Sepertinya rekaman live dari seorang netizen. "Lihat itu!" teriakan orang-orang di bawah, "Awas!" Pesawat itu hendak jatuh menerpa kerumunan orang di bawah. Mereka pun panik dan berusaha menyelamatkan diri. Superhero angin segera meluncur ke bawah. Ia gunakan kekuatan angin untuk mengangkat helikopter itu ke atas dan menghindari terjatuh menimpa orang-orang. "Wuuu!" pekik orang-orang tertegun. Dengan kekuatan angin pula, sang superhero menghembuskan api di helikopter agar padam. Sang wartawan, kameraman dan pilot melompat ke bawah. Mereka pun diselamatkan dengan energi angin sang superhero. Mendarat di jalan dengan selamat.
Dari layar terlihat beberapa perusuh nampak aneh. Tubuh mereka kecil, layaknya orang pedesaan. Menenteng berbagai senjata. Mulai dari senjata tajam hingga tongkat kayu. "Siapa kalian?!" tanya para superhero, "Sengaja membikin rusuh?! Pulanglah! Kalian tak nampak seorang demonstran!" Mereka seolah tak mau mendengar dan terus merangsek maju sambil menyiapkan senjata. Para superhero nampak waspada. "Mereka sepertinya penyusup!" ungkap beberapa polisi yang mendekat pada superhero, "Bukan bagian dari para demonstran!" "Inilah yang ditakutkan dari aksi demontrasi!" susul polisi yang lain, "Hadirnya para penyusup dan provokator?" "Mundur kalian!" bentak para polisi, "Atau kami tindak keras!" Para penyerang tak menggubris peringatan itu dan terus maju. "Biar kami hadapi!" terang para superhero bersiap. Mereka lalu saling bertarung. Para penyerang nampak ganas dan mengarahkan senjata mereka secara membabi-buta. Para superhero pun mengerahkan tenaga dan kemampuan mereka untu
Terlihat dari video live, para superhero bantuan mulai datang. Ada dua superhero yang hendak membantu melawan monster api. Video dari para superhero bantuan pun dapat terlihat di layar. Mereka beterbangan dan meloncat-loncat dari gedung ke gedung untuk mengatasi musuh. "Bagaimana kita akan mengatasi ini?!" tanya superhero yang datang. "Entahlah, kucoba meniupnya dengan energi yang angin milikku," jawab superhero angin, "Tapi malah tambah besar!" Kebakaran pun kian melanda di sana-sini. Beberapa gedung dan bangunan terbakar. Begitu juga dengan beberapa orang yang malang. Beberapa kendaraan, baik mobil ataupun sepeda motor juga tak lepas dari kobaran api. Para pengendaranya terlihat kocar-kacir dan sebagian terbakar. "Lihat, ada yang terjebak dalam mobil!" pekik beberapa orang di bawah. Sebagian merekamnya secara live. "Ada anak-anak di dalam!" seru yang lain, "Sepertinya satu keluarga!" "Mereka akan terbakar habis!" "Superhero," panggil Dina pada para superhero yang me
"Mohon bantuan!" pekik Manusia Elang lewat radio komunikasi. "Ada apa?!" balas Dina dari kantor. "Ada musuh yang kuat! Ia muncul dari perampokan di minimarket dan menyerangku!" "Identifikasi penyerang!" balas Dina, "Kenapa video tak muncul dari kostummu?!" "Perangkat video mungkin rusak karena perkelahian! Dia sangat kuat dan bertubuh besar! Berbaju serba hitam!" Kami saling pandang di kantor. "Kerbau Merah?!" gumam Dina padaku. "Barangkali!" jawabku. "Kami butuh bantuan!" pekik superhero lain yang menangani kebakaran. "Apa yang terjadi?!" tanya Dina. "Musuh yang kuat!" balasnya, "Berkekuatan api!" Kami kembali saling pandang dan cemas. "Ia muncul dari api kebakaran!" lanjut sang pelapor, "Sangat kuat dan besar!" "Perangkat videomu rusak?!" tanya Dina. "Entahlah! Mungkin terbakar karena panas!" "Kita harus bantu mereka!" usulku pada Dina dan yang lain. "Jangan Kris!" cegah Dina, "Kalian offline! Biar dibantu superhero lain!" "Stok superhero kita makin m
"Semoga semua dapat kita atasi," imbuhku untuk menenangkan mereka. Kunikmati ketiga istriku dalam eksotika pemandangan kota. Chantrea dan Chanthou makin ketagihan dinikmati dalam suasana yang jauh berbeda dari pedesaannya ini. Hari berikutnya berjalan seperti sebelumnya. Kami terus waspada dan bersiaga di kantor. Hal yang cukup menjemukan bagi teman-teman yang terpaksa offline. "Jadi kapan mereka akan menyerang?!" keluh Buaya Budiman, "Nampaknya kita bosan menunggu! Apa benar mereka akan menyerang?" "Apa benar informasi yang kau dapat, Kris?!" imbuh High Quality Man. "Entahlah," jawabku, "tapi sepertinya kita harus tetap waspada!" "Jangan-jangan mereka merubah rencana?!" kesah Buaya Budiman. "Kita tak tahu apa-apa," sahut Elistrik nampak lebih santai. "Mungkin perlu kita lihat lagi laptop itu!" desak Buaya Budiman. "Kenapa?" tanya Elistrik. "Lihat saja! Barangkali ada petunjuk lain." Kami pun mengamati lagi laptop itu yang sebelumnya disimpan Tirtasari. Tak ada ya