"Kau sudah ditakdirkan untuk mewarisi kekuatan keris-keris leluhurmu, lanjut kakek. Mereka menghilang menjadi kekuatan yang menyatu dengan dirimu!" "Wah, hebat!" puji Dara, "Benar-benar layak diangkat menjadi novel dan film! Lalu bagaimana?" "Kakekku bilang jika semua keris itu adalah warisan turun temurun dari leluhur kami," lanjutku, "Setiap generasi memiliki sebuah keris dengan kekuatan masing-masing. Jumlah keris kakekku ada tujuh. Menjadi warisan tujuh generasi leluhurku. Ia bilang, generasi sekarang, orang mulai tak menghargai keris. Membuat jaman jadi semakin kacau! Kau harus memelihara kekuatan keris-keris ini, katanya." "Semua itu terjadi saat aku masih kelas satu SMP," lanjutku, "Tak lama kemudian, kakek meninggal dunia. Paman-paman dan bibi pun saling berebut warisan. Karena aku dituduh mencuri keris, maka keluargaku hanya disisakan sedikit sawah yang letaknya paling jauh. Dengan penghasilan tak seberapa, orangtuaku bertani untuk menghidupi kami." "Di dekat sawah kami,
"Bagus, Kris!" puji Dara menepuk pundakku, "Kau hebat!""Yah, kita bisa jadi tim yang kuat!" imbuh si Kuda, "Dengan kekuatan kerismu itu, kau tahan peluru?!" "Sepertinya begitu!" jawabku. "Hebat!" puji Dara lagi, "tidak ada di antara kami yang tahan peluru. Kami hanya sebisa mungkin menghindari tembakan!""Si Harimau pernah tertembak," tambah si Kuda, "tapi ia sembuh dengan cepat.""Untung kau belum pernah tertembak," sahut si Harimau, "barangkali tak sembuh-sembuh!""Yah, yah, beginilah tim yang hebat!" balas si Kuda, "saling menghina!"Dan begitulah, hari-hariku dihabiskan bersama mereka menjadi superhero jalanan. Kadang si Kuda memantau dari laptop dan ponselnya. Mencoba mengetahui kejahatan lewat internet. Kami pun menyelamatkan beberapa korban kejahatan lain. Salah-satunya kasus perampokan yang lain. Perampokan sepeda motor. Kami mengejar penjahatnya dan dapat kami lumpuhkan. Berbagai kejahatan lain pun juga berhasil kami gagalkan. Tingkat kriminal semakin meningkat saja. Ke
Ciuman kami berlanjut semakin hangat. Cukup lama aku tak menikmati kecantikan Selly. Ia pun memelukku dengan erat. Bibir dan kehangatannya terasa begitu nikmat. Melegakan ketegangan pikiran selama ini. Mulai kuraba-raba dada besarnya. Dada yang membuatku terlena dan jatuh cinta. Ia tak menolak dan seolah mempersembahkannya padaku. Besarnya kira-kira sama dengan milik Dara atau Anginia, teman superhero dari aplikasi itu. Ah, entah bagaimana keadaan Anginia dan teman-teman di aplikasi dulu. Apakah mereka sudah sembuh? Mungkin harus kuhubungi mereka. Tapi nomor mereka tersimpan di ponsel lama. Telah diambil kembali oleh perusahaan.Barangkali nomor-nomor itu tersimpan di email-ku. Aku belum mengeceknya. Mungkin nanti kuperiksa. Aku ingin tahu keadaan mereka. Sementara ini, biarlah kuredakan kegundahan dengan menikmati kehangatan dan kasih sayang Selly. Pakaiannya kulepaskan satu per satu. Rupanya ia juga kangen dengan sentuhanku. Kami berpindah ke ruangannya. Ruangan khusus perempuan.
"Sudahlah, Samsul!" sela Dara, "Jadi superhero jalanan adalah pilihan kita. Kau tak bisa paksakan pada orang lain!" "Huh!" balas Samsul merengut. "Aku tahu," ujarku, "ini masa yang sulit dan membingungkan. Aku harap ada regulasi yang lebih bagus untuk mengatur superhero. Dan mengatur rakyat.""Wah, calon DPR, nih!" gurau si Kuda. "Jangan skeptis, teman-teman!" dukung Dara padaku, "Barangkali Kris memang bisa merubah jaman! Aku bisa melihat potensinya untuk merubah masa depan!""Yah, dia memiliki keris dari berbagai generasi!" sahut si Kuda, "Pernah terpikir untuk memiliki kerismu sendiri, Kris? Aku bisa mencarikannya online untukmu!""Ah, kau ini, Andi!" balas Dara, "Korban jaman pula! Apa-apa serba online! Keris pusaka sejati kurasa takkan bisa ditemukan online.""Tapi, sudahlah," lanjutnya, "jangan bahas macam-macam! Selly, tetaplah di sini. Kami membutuhkanmu. Dan kami sama sekali tak menganggap kau sebagai beban. Kau kan bagian dari keluarga.""Yah, aku tahu, tapi..." jawab Sell
Untung ojek online segera datang. Aku segera meluncur ke lokasi. Terjadi perampokan sebuah bank. Pelaku menyandera orang-orang di dalam. Polisi sudah bersiap mengepung. Terlihat beberapa mobil polisi memblokade area depan bank. Para personil pun sudah bersiap dengan senjata mengacung. Batas polisi dipasang dan masyarakat berkerumun dari beberapa jarak. Salah satu dari polisi berseru dengan megaphone, "Perhatian, kalian yang di dalam! Menyerahlah! Tempat ini sudah kami kepung! Bebaskan para sandera!"Tak terdengar jawaban ataupun balasan dari dalam. "Jika kalian tak menyerah, kami akan menyerang ke dalam!" lanjut polisi yang kuduga adalah seorang komandan. "Di mana kalian?" tanyaku pada teman-teman lewat radio yang terpasang di telinga seperti earphone. "Aku ada di atas gedung sebelah!" jawab Dara. "Aku di samping kiri gedung!" jawab si Harimau, "Sembunyi di antara kerumunan.""Aku di kafe seberang gedung," jawab si Kuda."Aku di belakang polisi," balasku, "Dari mana kau tahu ka
Kucoba menyerang si kekar. Ia memang cukup kuat. Kami berbaku hantam cukup seru. Sementara si kecil terus memburu dan memberondong si Harimau dengan peluru. Si Kuda yang bangkit kembali mencari celah dan menerjang pemberondong itu hingga terjatuh. Si Harimau segera meloncat cepat merampas senjata si kecil. Teman-temanku memang tak kebal senjata api. Ia juga merenggut tas besar dalam tentengan lengan perampok itu. Sempat robek akibat cakar Harimau. Dan isinya berupa uang yang cukup banyak. Sebagian tersebar keluar. Dengan satu kali tamparan, perampok kecil itu pingsan tak berdaya. Sementara aku masih bertarung dengan perampok kekar. Cukup aneh, kekuatan kerisku seakan tak berdaya melawannya. Setiap kali kukeluarkan energi keris sakti, ia seakan menyerap energinya hingga tak mempan sama sekali padanya. Aneh! Sama anehnya dengan orang besar dari Kerbau Merah yang tempo hari menyerangku. Ia juga seolah bisa menyerap energiku. Apakah mereka juga bisa menyerap energi kawan-kawanku dari
Ah, satu orang berhasil Dara tangkap. Aku harus menanyainya. Sementara si kekar juga melarikan diri dari jendela dan dikejar para polisi. Entah kenapa gedung-gedung perkantoran memiliki jendela-jendela kaca yang besar. Baik yang klasik maupun modern. "Biar kukejar!" gumam High Quality Man bangkit dan keluar gedung. Aku juga segera bangkit dan menyusulnya. Berlarian mengikuti para polisi di jalan-jalan kecil di antara pergedungan. High Quality Man segera terbang dan mendahului para polisi itu. Berusaha mengikuti jejak si kekar. Enak benar ia. Aku harus susah payah berlari. Kami melalui lorong berliku-liku. Dan sepertinya kehilangan jejak. Para polisi dan High Quality Man kebingungan dan mencari-cari si perampok di sebuah gedung tua yang sudah tak terpakai. Jejaknya hilang di sini. Mereka menggeledah ruangan demi ruangan. Nihil. Gedung itu terlihat kumuh dan berantakan. Di sana-sini terdapat sisa-sisa bangku, kursi, sofa, sekat, kertas-kertas, kasur dan berbagai kelengkapan kantor l
Tembak-tembakkan terus terjadi. Dan kami terus menghindari serangan dua perampok itu. Mata mereka menyala merah seperti sinar infrared. Aku berusaha mengeluarkan energi keris untuk menjatuhkan si kekar. Atau setidaknya menyingkirkan senjatanya. Namun lagi-lagi seolah ia bisa menyerap energiku. Di sisi lain, si Kuda dan Harimau terus menghindari tembakan dari si perampok kecil. Mereka nampak menunggu saat yang tepat untuk menyerang balik. Kuberusaha mendekati si kekar. Tak ada jalan lain untuk menghentikannya. Berondongan senapan tak mampu melukaiku. Kuhadirkan sebuah keris sakti di tanganku. Barangkali bisa kutebas senjatanya. Kuyakin senapan itu tak bisa menyerap energiku. Perampok itu nampak resah melihatku maju tak gentar. Berondongan ia perkuat. Baru hendak kuserang, tiba-tiba muncul High Quality Man ke atas gedung dengan terbang. "Yuhuu!" serunya, "Di sini kau rupanya!"Si kekar nampak kaget dan mengarahkan berondongan pada superhero itu. Tak mempan! High Quality Man denga
"Belum," jawab para pegawai, "Kami coba lacak dari beberapa kamera cctv yang dapat kita akses! Tapi butuh waktu lama!" "Teruskan!" perintah Dina. "Kami menemukan sesuatu," ungkap salah seorang petugas IT yang memeriksa laptop, "Lihat!" Kami bergegas menuju ke meja pegawai ahli IT yang memeriksa laptop. Terlihat progam di layar laptop seperti yang kami dapati kemarin. Hanya saja sekarang tertulis; Elistrik, Buaya Budiman, Manusia Elang serta para superhero perusahaan yang lain "Nama mereka dicentang," ungkap Tirtasari, "Mungkin menunjukkan korban yang berhasil mereka culik!" "Astaga!" kesah Dina. "Apa maksud semua ini?!* tanya High Quality Man, "Target mereka berubah?! Semula para superhero yang lain tidak ada dalam daftar!" "Entahlah," jawabku, "Apakah sebelumnya hanya mengecoh kita?! Atau memang menyesuaikan dengan apa yang ada?!" "Mereka sengaja memancing kita keluar?!" tanya High Quality Man. "Barangkali?" jawabku. "Kami dapati sesuatu," ungkap pegawai IT yang lain, "Mere
Kalau saja Tirtasari terlambat atau kurang dalam menyemburkan air, barangkali monster itu bisa membakarku. Sebenarnya ini tindakan yang cukup nekat. Menyerap api ke dalam diri sendiri! Namun untungnya aku dapat mempercayai istriku. Barangkali ini yang dinamakan ikatan setelah pernikahan?! Sang monster perlahan terus memudar seiring hisapanku dan semburan air Tirtasari. Ia berusaha berontak dan marah. Namun tetap tak berdaya dalam jebakan kami. Dengan wajah penuh amarah, ia lalu berusaha menghujam dan menyerangku dengan ganas. Untung saja Tirtasari mampu melihatnya dan menyemburkan air padanya lebih deras sebelum mengenai diriku. Splasshh, splasshh, splasshh! Tubuh api itu kian mengecil dan akhirnya musnah ditelan air. Aku dan Tirtasari mampu bernafas lega. Masyarakat pun berteriak-teriak senang. Mereka mengelukan kami yang telah menyelamatkan mereka. Para superhero yang terkalahkan sebelumnya segera kembali ke kantor. Beberapa warga memberi mereka pakaian karena kostum
Di sekitaran minimarket, para superhero terus berupaya melawan musuh berbadan besar dan kekar itu. Namun mereka terus kewalahan. Dihajar habis-habisan dan tersungkur lemah. "Ia akan membunuh mereka!* ungkap Buaya Budiman. Dan di area kerusuhan, para superhero kian kewalahan menghadapi para perusuh yang beringas dan bersenjatakan anaka macam. Mereka kini tersungkur hendak dikeroyok. "Kita harus membantu!" desakku. "Aku juga harus turun!" sahut Tirtasari, "Memadamkan monster api itu!" "Jangan Kris!" cegah Dina, "Tirtasari!" "Mereka bisa mati!" sahutku, "Kita tak punya pilihan lain!" "Yah, kota terancam!" imbuh Tirtasari, "Tidak ada lagi yang bisa melawan monster itu!" Dina memandang pada Bos. Dan sang manajer menghela nafas berat. "Baiklah," jawabnya, "Berhati-hatilah! Jika terdesak langsung mundur! Utamakan keselamatan kalian! Dan kalau bisa, selamatkan teman-teman di sana!" "Baik Bos!" jawabku dan Tirtasari bersamaan. "Kami ikut!" pinta Buaya Budiman dan yang lain
Yah, orang-orang senang karena kebakaran yang melanda rumah dan lingkungan mereka mereda. Tapi mereka cukup kesal dengan bau dan entitas air sungai yang kotor dan jorok. Bahkan beberapa tumpukan sampah menimpa mereka. "Uh, siapa yang buang popok bayi ke sungai?!" keluh salah seorang warga yang tertimpa bungkusan popok bayi kotor. "Juga sampah-sampah ini?!" timpal yang lain karena terkena terpaan sampah, "Dasar! Orang-orang parah, membuang sampah di sungai!" "Kita kan juga sering begitu!" balas warga yang lain. "Ah! Iya, betul juga!" "Hei, siapa yang buang bangkai ke sungai?!" gerutu warga lain kesal karena terkena bungkusan jorok, "Bangkai apa ini?! Tikus?! Menjijikkan!" Sementara itu, superhero angin terus berusaha menyemburkan air pada sang monster. Kebakaran cukup mereda dan menyisakan titik-titik api kecil saja. Ia sekarang lebih banyak menyerang sang monster dengan semburan air sungai. Namun moster itu ternyata cukup cerdas. Ia menyeberang sungai dengan nyalanya yang mela
Yah, monster itu menyerang helikopter yang ditumpangi paparazi. Terlihat di layar, semburan api yang mengerikan menerpa mereka. Lalu suara terbakar dan teriakan-teriakan. "Ia membakar kami!" pekik sang wartawan, "Ia membakar kita!" "Sial!" umpat Dina dan teman-teman. Terlihat dari layar lain, helikopter itu terbakar dan berputar-putar tak karuan. Sepertinya rekaman live dari seorang netizen. "Lihat itu!" teriakan orang-orang di bawah, "Awas!" Pesawat itu hendak jatuh menerpa kerumunan orang di bawah. Mereka pun panik dan berusaha menyelamatkan diri. Superhero angin segera meluncur ke bawah. Ia gunakan kekuatan angin untuk mengangkat helikopter itu ke atas dan menghindari terjatuh menimpa orang-orang. "Wuuu!" pekik orang-orang tertegun. Dengan kekuatan angin pula, sang superhero menghembuskan api di helikopter agar padam. Sang wartawan, kameraman dan pilot melompat ke bawah. Mereka pun diselamatkan dengan energi angin sang superhero. Mendarat di jalan dengan selamat.
Dari layar terlihat beberapa perusuh nampak aneh. Tubuh mereka kecil, layaknya orang pedesaan. Menenteng berbagai senjata. Mulai dari senjata tajam hingga tongkat kayu. "Siapa kalian?!" tanya para superhero, "Sengaja membikin rusuh?! Pulanglah! Kalian tak nampak seorang demonstran!" Mereka seolah tak mau mendengar dan terus merangsek maju sambil menyiapkan senjata. Para superhero nampak waspada. "Mereka sepertinya penyusup!" ungkap beberapa polisi yang mendekat pada superhero, "Bukan bagian dari para demonstran!" "Inilah yang ditakutkan dari aksi demontrasi!" susul polisi yang lain, "Hadirnya para penyusup dan provokator?" "Mundur kalian!" bentak para polisi, "Atau kami tindak keras!" Para penyerang tak menggubris peringatan itu dan terus maju. "Biar kami hadapi!" terang para superhero bersiap. Mereka lalu saling bertarung. Para penyerang nampak ganas dan mengarahkan senjata mereka secara membabi-buta. Para superhero pun mengerahkan tenaga dan kemampuan mereka untu
Terlihat dari video live, para superhero bantuan mulai datang. Ada dua superhero yang hendak membantu melawan monster api. Video dari para superhero bantuan pun dapat terlihat di layar. Mereka beterbangan dan meloncat-loncat dari gedung ke gedung untuk mengatasi musuh. "Bagaimana kita akan mengatasi ini?!" tanya superhero yang datang. "Entahlah, kucoba meniupnya dengan energi yang angin milikku," jawab superhero angin, "Tapi malah tambah besar!" Kebakaran pun kian melanda di sana-sini. Beberapa gedung dan bangunan terbakar. Begitu juga dengan beberapa orang yang malang. Beberapa kendaraan, baik mobil ataupun sepeda motor juga tak lepas dari kobaran api. Para pengendaranya terlihat kocar-kacir dan sebagian terbakar. "Lihat, ada yang terjebak dalam mobil!" pekik beberapa orang di bawah. Sebagian merekamnya secara live. "Ada anak-anak di dalam!" seru yang lain, "Sepertinya satu keluarga!" "Mereka akan terbakar habis!" "Superhero," panggil Dina pada para superhero yang me
"Mohon bantuan!" pekik Manusia Elang lewat radio komunikasi. "Ada apa?!" balas Dina dari kantor. "Ada musuh yang kuat! Ia muncul dari perampokan di minimarket dan menyerangku!" "Identifikasi penyerang!" balas Dina, "Kenapa video tak muncul dari kostummu?!" "Perangkat video mungkin rusak karena perkelahian! Dia sangat kuat dan bertubuh besar! Berbaju serba hitam!" Kami saling pandang di kantor. "Kerbau Merah?!" gumam Dina padaku. "Barangkali!" jawabku. "Kami butuh bantuan!" pekik superhero lain yang menangani kebakaran. "Apa yang terjadi?!" tanya Dina. "Musuh yang kuat!" balasnya, "Berkekuatan api!" Kami kembali saling pandang dan cemas. "Ia muncul dari api kebakaran!" lanjut sang pelapor, "Sangat kuat dan besar!" "Perangkat videomu rusak?!" tanya Dina. "Entahlah! Mungkin terbakar karena panas!" "Kita harus bantu mereka!" usulku pada Dina dan yang lain. "Jangan Kris!" cegah Dina, "Kalian offline! Biar dibantu superhero lain!" "Stok superhero kita makin m
"Semoga semua dapat kita atasi," imbuhku untuk menenangkan mereka. Kunikmati ketiga istriku dalam eksotika pemandangan kota. Chantrea dan Chanthou makin ketagihan dinikmati dalam suasana yang jauh berbeda dari pedesaannya ini. Hari berikutnya berjalan seperti sebelumnya. Kami terus waspada dan bersiaga di kantor. Hal yang cukup menjemukan bagi teman-teman yang terpaksa offline. "Jadi kapan mereka akan menyerang?!" keluh Buaya Budiman, "Nampaknya kita bosan menunggu! Apa benar mereka akan menyerang?" "Apa benar informasi yang kau dapat, Kris?!" imbuh High Quality Man. "Entahlah," jawabku, "tapi sepertinya kita harus tetap waspada!" "Jangan-jangan mereka merubah rencana?!" kesah Buaya Budiman. "Kita tak tahu apa-apa," sahut Elistrik nampak lebih santai. "Mungkin perlu kita lihat lagi laptop itu!" desak Buaya Budiman. "Kenapa?" tanya Elistrik. "Lihat saja! Barangkali ada petunjuk lain." Kami pun mengamati lagi laptop itu yang sebelumnya disimpan Tirtasari. Tak ada ya