"Bagus!" puji teman-teman memperhatikan latihan Chantrea dan Chanthou. Terutama saat mereka berlatih jurus pedang. "Mirip Muay Thai," komentar Buaya Budiman. "Yah, Bokator," timpal Elistrik, "Dari Kamboja. Sering salah dianggap Muay Thai." "Kau tahu?" tanya Buaya Budiman. "Tentu!" Chantrea dan Chanthou pun terus berlatih memperagakan gerakan bela diri khas negeri mereka itu. Dina melirik dan mengernyit padaku. Barangkali menggodaku atas kehebatan mereka. Kami segera sarapan dan bersiap untuk bekerja. High Quality Man, Buaya Budiman dan Elistrik masih offline dan bertahan di kantor. Aku dan superhero lain membuka layanan online sambil bersiaga. Serangan Kerbau Merah mungkin bisa datang kapan saja. Disaat menunggu pesanan, aku teringat dengan Selly. Kuhubungi ia lewat telepon. "Aku sudah pulang," terangku padanya. "Ah, akhirnya," jawabnya, "Kau baik-baik saja?" *Yah, baik-baik saja. Namun situasi sedang genting di sini. Kelompok Kerbau Merah mengincar teman-temanku
Kucoba untuk menghentikan kerusuhan itu. Massa pendemo yang berbuat rusuh kutarik mundur. Sebagian kulempar ringan dengan kekuatan energi keris sakti. "Yeah, yeah, yeah!" seru para aparat melihatku membantu mereka. "Kerisman, rakyat mau bagaimana lagi?!" pekik massa, "Kepada siapa kami harus mengadu?!" "Yah," imbuh yang lain, "Kau juga cuma antek pemerintah! Tidak independen!" Kata-kata mereka membuatku tersentak. Akupun kembali ragu. Haruskah kubela pemerintahan macam ini?! Pemerintah yang sering menyengsarakan rakyat! Atau haruskah aku bergabung dengan Kerbau Merah saja untuk meruntuhkannya?! Ah, dimana sebenarnya posisi superhero?! "Tenanglah!" balasku, "Akan kubantu mencari jalan keluar!" Kubujuk mereka pergi. Beberapa pendemo yang masih nekat menyerang aparat kuhembuskan dengan energi keris sakti. Beberapa aparat pun melakukan kekerasan pada beberapa pendemo yang bentrok dengan mereka. Kulerai dan kulepaskan pendemo yang tertangkap. "Jangan lepaskan mereka!" ter
Lagi-lagi kutunggui para pendemo itu. Jangan sampai terjadi kericuhan. Cukup menguras waktu. Aku jadi khawatir dengan keadaan kantor. Jangan-jangan orang Kerbau Merah akan menyerang saat aku disini? Kucoba menghubungi Tirtasari. "Bagaimana keadaan di sana?" "Baik, Kris!" jawabnya, "Kau sendiri bagaimana?" "Yah, aku harus menunggui aksi demontrasi. Semua aman di situ?" "Yah, aman-aman saja Kris! Kami akan bersiaga!" "Baiklah, hati-hati di sana Kris!" "Oke, hati-hati juga di situ." Demonstrasi berjalan cukup lama. Beberapa artis turut serta terjun dan memberikan orasi. Tak biasanya begini. Terlihat para dosen pun turut turun ke jalan. Situasi sudah sangat memprihatinkan. Setelah demonstrasi mereda, aku kembali pulang ke kantor. "Bagaimana Kris?" tanya Tirtasari, "Cukup lama juga demonstrasinya?" "Yah, cukup lama dan besar!" jawabku. "Kian marak saja aksi demontrasi," imbuh Buaya Budiman, "Soal demo menentang pemerintah," kesahku, "Kian marak saja. Mirip men
"Semoga semua dapat kita atasi," imbuhku untuk menenangkan mereka. Kunikmati ketiga istriku dalam eksotika pemandangan kota. Chantrea dan Chanthou makin ketagihan dinikmati dalam suasana yang jauh berbeda dari pedesaannya ini. Hari berikutnya berjalan seperti sebelumnya. Kami terus waspada dan bersiaga di kantor. Hal yang cukup menjemukan bagi teman-teman yang terpaksa offline. "Jadi kapan mereka akan menyerang?!" keluh Buaya Budiman, "Nampaknya kita bosan menunggu! Apa benar mereka akan menyerang?" "Apa benar informasi yang kau dapat, Kris?!" imbuh High Quality Man. "Entahlah," jawabku, "tapi sepertinya kita harus tetap waspada!" "Jangan-jangan mereka merubah rencana?!" kesah Buaya Budiman. "Kita tak tahu apa-apa," sahut Elistrik nampak lebih santai. "Mungkin perlu kita lihat lagi laptop itu!" desak Buaya Budiman. "Kenapa?" tanya Elistrik. "Lihat saja! Barangkali ada petunjuk lain." Kami pun mengamati lagi laptop itu yang sebelumnya disimpan Tirtasari. Tak ada ya
"Mohon bantuan!" pekik Manusia Elang lewat radio komunikasi. "Ada apa?!" balas Dina dari kantor. "Ada musuh yang kuat! Ia muncul dari perampokan di minimarket dan menyerangku!" "Identifikasi penyerang!" balas Dina, "Kenapa video tak muncul dari kostummu?!" "Perangkat video mungkin rusak karena perkelahian! Dia sangat kuat dan bertubuh besar! Berbaju serba hitam!" Kami saling pandang di kantor. "Kerbau Merah?!" gumam Dina padaku. "Barangkali!" jawabku. "Kami butuh bantuan!" pekik superhero lain yang menangani kebakaran. "Apa yang terjadi?!" tanya Dina. "Musuh yang kuat!" balasnya, "Berkekuatan api!" Kami kembali saling pandang dan cemas. "Ia muncul dari api kebakaran!" lanjut sang pelapor, "Sangat kuat dan besar!" "Perangkat videomu rusak?!" tanya Dina. "Entahlah! Mungkin terbakar karena panas!" "Kita harus bantu mereka!" usulku pada Dina dan yang lain. "Jangan Kris!" cegah Dina, "Kalian offline! Biar dibantu superhero lain!" "Stok superhero kita makin m
Terlihat dari video live, para superhero bantuan mulai datang. Ada dua superhero yang hendak membantu melawan monster api. Video dari para superhero bantuan pun dapat terlihat di layar. Mereka beterbangan dan meloncat-loncat dari gedung ke gedung untuk mengatasi musuh. "Bagaimana kita akan mengatasi ini?!" tanya superhero yang datang. "Entahlah, kucoba meniupnya dengan energi yang angin milikku," jawab superhero angin, "Tapi malah tambah besar!" Kebakaran pun kian melanda di sana-sini. Beberapa gedung dan bangunan terbakar. Begitu juga dengan beberapa orang yang malang. Beberapa kendaraan, baik mobil ataupun sepeda motor juga tak lepas dari kobaran api. Para pengendaranya terlihat kocar-kacir dan sebagian terbakar. "Lihat, ada yang terjebak dalam mobil!" pekik beberapa orang di bawah. Sebagian merekamnya secara live. "Ada anak-anak di dalam!" seru yang lain, "Sepertinya satu keluarga!" "Mereka akan terbakar habis!" "Superhero," panggil Dina pada para superhero yang me
Dari layar terlihat beberapa perusuh nampak aneh. Tubuh mereka kecil, layaknya orang pedesaan. Menenteng berbagai senjata. Mulai dari senjata tajam hingga tongkat kayu. "Siapa kalian?!" tanya para superhero, "Sengaja membikin rusuh?! Pulanglah! Kalian tak nampak seorang demonstran!" Mereka seolah tak mau mendengar dan terus merangsek maju sambil menyiapkan senjata. Para superhero nampak waspada. "Mereka sepertinya penyusup!" ungkap beberapa polisi yang mendekat pada superhero, "Bukan bagian dari para demonstran!" "Inilah yang ditakutkan dari aksi demontrasi!" susul polisi yang lain, "Hadirnya para penyusup dan provokator?" "Mundur kalian!" bentak para polisi, "Atau kami tindak keras!" Para penyerang tak menggubris peringatan itu dan terus maju. "Biar kami hadapi!" terang para superhero bersiap. Mereka lalu saling bertarung. Para penyerang nampak ganas dan mengarahkan senjata mereka secara membabi-buta. Para superhero pun mengerahkan tenaga dan kemampuan mereka untu
Yah, monster itu menyerang helikopter yang ditumpangi paparazi. Terlihat di layar, semburan api yang mengerikan menerpa mereka. Lalu suara terbakar dan teriakan-teriakan. "Ia membakar kami!" pekik sang wartawan, "Ia membakar kita!" "Sial!" umpat Dina dan teman-teman. Terlihat dari layar lain, helikopter itu terbakar dan berputar-putar tak karuan. Sepertinya rekaman live dari seorang netizen. "Lihat itu!" teriakan orang-orang di bawah, "Awas!" Pesawat itu hendak jatuh menerpa kerumunan orang di bawah. Mereka pun panik dan berusaha menyelamatkan diri. Superhero angin segera meluncur ke bawah. Ia gunakan kekuatan angin untuk mengangkat helikopter itu ke atas dan menghindari terjatuh menimpa orang-orang. "Wuuu!" pekik orang-orang tertegun. Dengan kekuatan angin pula, sang superhero menghembuskan api di helikopter agar padam. Sang wartawan, kameraman dan pilot melompat ke bawah. Mereka pun diselamatkan dengan energi angin sang superhero. Mendarat di jalan dengan selamat.
"Yah, sepertinya aku juga pernah lihat," imbuhku memperhatikan layar. "Astaga, mereka kembali?!" sambungku. "Teman-temanmu kan, mereka Kris?!" tanya Anginia. "Yah," jawabku menghela nafas, "kenapa mereka muncul kembali?!" "Karena superhero tak ada yang online!" timpal Cahayani. Terlihat di layar, teman-teman lamaku, Harimau jalanan, juga si Kuda jalanan sedang menghadapi para penjahat. Kukira mereka sudah menyingkir dan tidak akan muncul lagi! Dimana satu, lagi? Dara! Superhero burung merpati itu?! Di bagian kota lain, tertangkap dalam layar. Wanita menawan itu sedang melawan beberapa orang. Yah, dialah Dara! Benar-benar muncul tiga temanku itu. Mantan superhero jalanan yang telah berjanji akan menyingkir dan tidak muncul lagi. "Dan mereka pun juga jadi target Kelompok Kerbau Merah," gumamku. "Bisa jadi," balas Anginia dan Cahayani. Kami ikuti sepak terjang mereka. Setelah mengalahkan beberapa penjahat, mereka terus melesat pergi. Seperti dulu, mereka menghi
Akupun bersikeras untuk menjaga Anginia dan Cahayani.. "Biar kujaga kalian di sini," kataku. "Terserah kau saja Kris," jawab mantan bos pasrah dan lelah. Akupun tinggal di kantor lama untuk menjaga kedua target baru itu. Kuhubungi Tirtasari untuk mengatakan bahwa untuk sementara aku masih berada di sini. "Lihat, kekacauan di luar sana," ungkap Anginia memperhatikan berita di televisi dan media sosial. Kami lihat, di beberapa tempat terjadi aksi kejahatan. Kami pun tidak bisa berbuat apa-apa. Beberapa orang dan wartawan mulai panik dan berkomentar di media. "Superhero tak ada yang bisa dipanggil!" narasi seorang wartawan meliput beberapa aksi kejahatan, "Semua offline! Ada apa dengan para superhero?!" "Yah, kami coba menghubungi polisi," ungkap seorang warga yang diliput, "Tapi itu tak cukup, kami butuh superhero!" "Yah, benar!" imbuh warga yang lain, ,"Polisi tak bisa sepenuhnya menangani semua ini. Dimanakah para superhero?!" Sekertaris kantor mendatangi mantan bos da
"Pagi!" jawabku. "Kau nampak segar Kris!" komentar Dina tersenyum manis. "Yah," jawabku, "Bagaimana perkembangan?" "Masih nihil!" jawab sekertaris cantik itu. "Gajah Man dan Jago Man belum juga ditemukan?" "Sepertinya belum!" "Dimana mereka?!" "Entahlah, tapi aku tahu siapa yang datang tadi malam." "Siapa?" balasku menyelidik padanya. Ia hanya tersenyum manis. Lalu berbisik, "Kurasa kawan-kawan lamamu! Mereka menginap di kamarmu bukan?!" "Dari mana kau tahu?" "Tentu tahu, kau memang hebat Kris!" Aku hanya tersenyum. "Lima wanita dalam satu malam! Hi hi!" "Kau ini! Tolong jangan bilang siapa-siapa!" "Ohh, kalau itu ada syaratnya! Ha ha!" "Apa?!" "Masuk ke kantorku!" pintanya melenggang seksi meninggalkan ruangan kontrol. Aku menggeleng dan menghela nafas. Untung saja istri-istriku tak mendengar percakapan ini. Segera kususul Dina ke ruangannya. Sekertaris itu sudah hilang dari pandangan. "Mau kemana Kris?" tanya Tirtasari memapasiku. "Ada urusa
Kucium mesra pipi Cahayani. Begitu lembut dan hangat. Aroma tubuhnya pun segar. Sahabatku itu terdiam memejamkan mata. Seolah menikmati ciumanku. Aku lalu beralih pada Anginia. Kucium lembut bibirnya. Kueratkan dekapan untuk menikmati kehangatannya. Dua superhero cantik ini. Tak kalah cantik dengan ketiga istriku. Kuciumi bergantian pipi halus mereka. Tak ada protes ataupun keberatan. Anginia kemudian memandangi bibirku. Aku sudah hafal gairah wanita macam begini. Segera saja kukecup bibirnya. Ia pun membalasnya dengan hangat. Bibir yang begitu manis dan lembut. Sepadan dengan pesona dan keanggunannya. Kukencangkan ciuman, dan ia pun makin ganas melumat-lumat bibirku. Kenikmatan sabahat yang luar biasa! "Kau pencium yang hebat!" puji Anginia selepas ciuman sambil memandangiku dalam, "Tak heran punya tiga istri!" Aku tersenyum dan mengecupi bibirnya. Lalu beralih pada Cahayani di sisi lain. Superhero cantik itu terdiam dengan nafas memberat. Kupandangi wajahnya y
Sistem informasi kantor lama ini belum secanggih kantor baruku. Untuk melacak keberadaan Gajah Man dan Jago Man pun kesulitan. "Mereka tak bisa ditemukan!" ungkap beberapa staf pegawai. "Alat pelacak kita?" tanya mantan bos "Tak terdeteksi Pak!" jawab staf yang lain. "Bagaimana bisa?!" "Entahlah Bos," "Alat komunikasi radio bagaimana?" tanya mantan bos kian resah. "Tak bisa juga!" "Coba pantau lewat media sosial dan live!" "Baik!" jawab beberapa staf pegawai yang segera memperhatikan berbagai media sosial dan siaran televisi. Kami tunggu beberapa saat. Berharap menemukan petunjuk dimana Gajah Man dan Jago Man berada. "Tak ada tanda-tanda atau liputan tentang mereka!" ungkap beberapa staf. Bos nampak kian kebingungan. "Sebaiknya kalian sementara berlindung ke kantor kami," pintaku pada Anginia dan Cahayani. "Mereka superhero-ku, Kris!" sahut mantan bos, "Biar mereka tetap dalam perlindungan kami!" "Tapi kalian tak punya sistem keamanan memadai!" balasku.
Mereka terus maju dan berusaha menyerang kami. Segera saja kami balas untuk mengalahkan mereka. Aku dan High Quality Man menghadapi empat orang. Sementara Anginia dan Cahayani menghadapi dua yang lain. Lagi-lagi musuh yang cukup kuat. Kami harus bersiaga dan waspada. Pukulan-pukulan mereka cukup kuat dan cepat. Kami tangkis dan hindari sebagian. Berusaha kami balas serangan mereka dengan pukulan-pukulan kami. Namun nampaknya tak membuat luka berarti. Pukulan-pukulan mereka memiliki kekuatan bagai kerbau. Kadang kuat seperti gajah. Sebisa mungkin kami halau atau hindari. Satu pukulan kutangkis, dan kekuatannya cukup membuatku terhempas mundur. Lawan High Quality Man pun demikian. Kekuatannya cukup besar untuk dilawan. Untung saja sahabatku itu memiliki postur yang cukup besar untuk menanganinya. Mereka juga menggunakan serudukan dan serangan-serangan lutut yang cukup merepotkan. Benar-benar mirip kerbau atau gajah. Kami sedikit kewalahan menghadapi mereka. Kukerahka
Kucumbui dan kugumuli tiga wanita menawan itu. Meredakan ketegangan dan kelelahan. Kuelus dan kuraba ketiganya penuh kasih dan hasrat. Ciuman pun mendarat di manapun gairah ini menggelora. Leher perempuan muda yang begitu menggoda untuk diciumi dan dicumbui. Lalu berlanjut ke pundak, bahu dan dada mereka. Tak tahan lagi, segera kami raih kehangatan asmara dengan ganas. Tiga istri yang menjadi sumber kebahagiaanku hingga puas. Sesuai menikmati asmara, kami pun menjalani malam untuk beristirahat. Semoga para penjahat juga beristirahat. Pagi harinya, kami jalani hari masih dalam keresahan. Masih berusaha keras menemukan teman-teman kami yang diculik. Bos memutuskan untuk melapor pada polisi. Tak lama kemudian para petugas pun datang. Dipimpin oleh seorang reserse yang terlihat cukup berpangkat. Kami paparkan segala kejadian. Termasuk memperlihatkan alat bukti rekaman kamera pengawas. "Cukup parah," gumam pemimpin aparat yang datang itu, "Baiklah, akan kami catat. Akan ka
Aku pun kembali ke kantor. Teman-teman menanyaiku. "Bagaimana Kris?' "Aku sudah bicara dengan mereka," jawabku, "Sebagian mau offline, sebagian tidak. Tapi tetap waspada." "Yah, kucek, Anginia dan Cahayani offline," balas Dina, "Sedangkan Gajah Man dan Jago Man tetap online." "Yah, begitulah," jawabku. "Jadi kita sekarang baby sitter perusahaan sebelah?" seloroh Dina. "Yah, barangkali." "Sebaiknya kalian beristirahat!" perintah Dina pada kami, "Biar kantor dibersihkan dan diamankan ulang!" "Yah," jawabku, "Kau juga, beristirahatlah Din!" "Yah," Aku masuk ke kamar bersama tiga istriku. Begitu juga High Quality Man yang kembali ke kamarnya. Aku mandi di kamar dan segera beristirahat. Tirtasari dan si kembar melayaniku. Menghilangkan makanan dan kami santap bersama. Kami menikmati hidangan nikmat itu di meja makan kamar. "Kemana mereka menculik teman-teman?!" kesah Tirtasari. "Tenang saja, kita pasti akan menemukan mereka!" jawabku. "Yah, semoga." Seusai makan,
Kuikuti Anginia mengembalikan tas yang dicopet kepada pemiliknya. Ia melesat terbang rendah. Kupacu ringan Motokris di belakangnya. Ibu itu berterima kasih banyak pada Anginia. "Terimakasih, aku habis mengambil uang di bank," ucapnya, "Ini sebagai ucapan terimakasih!" lanjutnya menyerahkan beberapa lembar uang dari tasnya kepada Anginia. "Sama-sama Bu," jawab Anginia, "Ibu yang memesan lewat aplikasi?" "Bukan! Ponselku ada di dalam tas." "Saya yang memesan lewat aplikasi," papar seorang wanita muda tak jauh dari situ. "Jangan khawatir, Bu," ungkapnya pada sang korban, "Sudah kubayar lewat aplikasi." "Ah, terimakasih!" balas sang ibu menyerahkan uang pada wanita itu, "Ini untuk gantinya!" "Ah, tidak usah Bu!" balas sang wanita, "Murah saja kok pesannya! Tidak perlu diganti!" "Kau tak mau dibayar!" balas Sang Ibu, "Superhero ini juga tak mau dibayar! Lalu aku harus bagaimana?!" "Jangan pikirkan, Bu," jawab Anginia tersenyum, "Saya sudah dapat gaji dari perusahaan! Tak