Gemerlap lampu malam, kota Paris.
Seorang laki-laki sedang berdiri, memandangi pemandangan Eiffel dari balkon apartemen miliknya. Laki-laki itu menyesap sepuntung rokok, kemudian mengepulkan asapnya ke udara.Seorang laki-laki lain, berdiri di samping. Menatap pada layar ponsel, lalu berkata, "penerbangan akan dilakukan besok pagi, pukul 09.00.""Apa semua persiapannya sudah selesai? Aku tidak mau jika penampilanku besok, membuat manusia-manusia berhati busuk itu menatap dengan curiga. Aku mau, penyamaran ini sempurna," ujar Richard."Semua persiapan telah selesai. Namun, apakah Anda yakin, akan kembali ke kediaman itu dengan menjadi seseorang yang idiot?" tanya Jojo, orang kepercayaan Richard."Aku sangat yakin seyakin-yakinnya. Lagipula, dengan menjadi orang yang idiot, aku akan menjadi sosok yang polos dan sangat mudah untuk dilukai. Dengan begitu, aku akan bisa melihat siapa saja yang berada di kubus sekutu dan siapa yang berada di tubuh musuh.""Justru karena itu, Anda akan sangat rentan terluka. Bagaimana jika mereka melukai Anda seperti dia melakukannya kepada kedua orang tua Anda?" tanya Jojo, penuh khawatir."Aku akan kembali menjadi seseorang yang idiot dan hanya orang idiot jugalah yang melukai orang idiot lainnya. Kau tau? Menjadi idiot, menjadikan aku jauh lebih dekat dengan musuh dan bisa menjerat mereka. Ini adalah penampilan yang sangat sempurna."**Keesokan harinya, kediaman keluarga Arbeto yang kini telah dikuasai oleh Lusiana dan John pun mendadak riuh karena iring-iringan tiga buah mobil yang berhenti di halaman rumah mereka.Para pelayan segera berbondong-bondong berjalan menuju pintu utama, karena hari ini mereka akan menyambut kembali datangnya seorang ahli waris yang sesungguhnya dari rumah ini dan segala kekuasaan yang dimiliki."Ayo! Para pelayan segera berjajar dan berbaris dengan rapi. Kita akan menyambut kehadiran dari tuan muda rumah ini," teriak kepala pelayan.Benar. Begitu mobil terhenti dengan sempurna, seorang laki-laki dengan setelan jas berwarna abu-abu itu tampak turun dari mobil dan bergerak cepat untuk membukakan pintu belakang. Laki-laki berambut putih tersebut terlihat sangat gagah meskipun cukup tua.Dia dengan sigap, membukakan pintu untuk majikannya. Begitu pintu mobil pertama bagian belakang itu terbuka, senyum Samuel langsung mengembang ketika melihat kakak tirinya turun dari mobil dengan pakaian sederhana. Bahkan bisa dibilang pakaian itu cukup kekanak-kanakan."Wah, Kakak. Kau datang? Kejutan sekali bagi kami," pekik Samuel, putra Lusiana dan Jhon.Ia tampak suka-cita, menyambut kehadiran kakak tirinya.Dia adalah Richard, laki-laki matang yang sudah lama tinggal di negeri orang. Di usia yang sudah 30 tahun itu, Richard masih menggunakan celana pendek dengan gambar SpongeBob dan kaos yang ada gambar serupa. Wajahnya yang tampan khas blasteran Eropa-Asia itu tampak mengalihkan seluruh dunia. Pahatan indah, bak dewa Yunani tersebut benar-benar menyihir setiap mata yang melihatnya."Selamat datang kembali, Kak Richard. Selamat datang di rumah kita," sambut Samuel, mengajak kakaknya tos highfive.Para pelayan yang masih gadis itu juga memekik dengan bahagia ketika melihat tuan mereka turun dari mobil. Akan tetapi siapa yang menyangka jika laki-laki setampan itu memiliki kelainan?Dia mengidap depresi berat setelah kematian ayah dan ibunya, 25 tahun yang lalu.“Selamat datang kembali, Kakakku yang tampan. Bagaimana kabarmu? Apakah perjalanannya sangat menyenangkan?” Pertanyaan dari Samuel membuat sudut bibir Richard sedikit mengembang. Sebuah senyum tipis yang menghiasi wajahnya semakin membuat ketampanan laki-laki itu memancar.“Halo adik! Kau senang aku datang? Apa kau akan menemaniku bermain? Aku sudah membeli banyak lego dan apa kau mau menemaniku menyusunnya nanti?” Pertanyaan khas anak kecil dengan nada suara yang seperti anak kecil pula, membuat pelayan-pelayan gadis yang tadi tampak sangat bahagia pun perlahan meredupkan senyumnya.Mereka saling berbisik satu sama lain dan mempertanyakan tentang apa yang terjadi pada laki-laki tampan itu. Setelah salah satu dari pelayan senior yang mengatakan bahwa tuan mereka memiliki penyakit depresi hingga membuatnya terjebak di usia 5 tahun pun, membuat mereka kecewa.“Tentu saja aku akan menemanimu bermain. Kalau perlu aku akan menemanimu bermain sepanjang hari. Apa kau senang?” tawar Samuel.Sebuah tepuk tangan riang, menjadi tanggapan yang Samuel dapatkan. Dia benar-benar terlihat seperti anak kecil yang baru saja mendapatkan teman baru."Yey, aku memiliki teman bermain. Kau tahu? Aku tidak memiliki teman bermain yang baik di Paris. Aku suka, kau mau bermain denganku," jawab Richard dengan riang.Namun, sebuah senyum sinis juga mengiringi keriangan itu. Senyum sinis dari Richard, untuk tanggapan Samuel.“Aku akan meluangkan waktuku untuk bermain denganmu nanti. Semoga saja Paman Jojo memberi kita waktu ya?” Richard kemudian melirik pada laki-laki setengah baya yang selalu menemaninya selama 25 tahun terakhir.“Anda bisa bermain jika waktu bekerja sudah selesai. Jangan lupakan jika kembalinya Anda ke rumah ini adalah untuk memimpin perusahaan.”“Tidak! Aku sangat tidak setuju dengan apa yang kau katakan, Jojo!” Suara teriakan melengking kemudian terdengar di balik kerumunan dan membuat para pelayan langsung membelah jalan, ketika menyadari Nyonya mereka telah tiba.Wanita itu baru mendengar kabar, tentang kembalinya sang putra tiri setelah salah satu pelayan memberitahunya beberapa menit yang lalu.Tepat saat dia berada di lantai bawah, Lusiana mendengar ucapan Jojo yang sangat tidak masuk akal itu.“Apa maksud Anda?” tanya Jojo.“Aku sangat tidak setuju jika Richard harus memimpin perusahaan dengan kondisinya yang seperti ini.”“Kondisi seperti apa yang Anda maksud? Anda sama sekali tidak memiliki hak untuk menghalangi ahli waris yang sesungguhnya untuk menduduki singgasana,” jawab Jojo dengan sangat bijaksana.“Dia itu gila, Jojo!” teriak Lusiana.“Tuan tidak gila. Dia mampu menduduki singgasana tertinggi di perusahaan, Nyonya. Jangan lupakan jika dia adalah ahli waris yang sesungguhnya. Sekarang ini, ahli waris dari kekayaan yang ditinggalkan oleh Sandi Arbeto telah kembali. Persiapkan diri Anda untuk dilengserkan.”"Apa bergaul dengan Richard juga membuatmu menjadi orang yang tidak waras? Semua orang tahu bahwa ahli waris dari kekayaan Sandi Arbeto, terjebak dalam masa kecilnya dan membuat dia menjadi orang yang idiot," ujar Lusi."Namun, kondisi Tuan Richard saat ini sudah baik-baik saja. Saya rasa, dia sudah bisa menduduki singgasananya," balas Jojo."Kau benar-benar sudah tidak waras. Apa yang kau sebut baik-baik saja itu adalah pria dewasa yang memakai setelan kartun? Apakah yang kau maksud baik-baik saja adalah seorang laki-laki dewasa yang mementingkan mainannya? Kau gila jika berpikir bahwa dia akan memimpin perusahaan yang begitu besar. Jangan main-main, Jojo!" sentak Lusi."Kenapa Anda terkesan sangat keberatan dengan kehadiran Tuan Richard? Seharusnya Anda menyadari bahwa dialah yang berhak atas semua itu, bukan Anda atau siapapun. Tuan Richard adalah satu-satunya orang yang paling berhak untuk memimpin perusahaan dan kini dia telah kembali. Saya peringatkan kepada Anda, jangan menghalanginya. Anda sama sekali tidak berhak untuk melakukan itu!"Balasan telak dari Jojo membuat Lusiana merasa sangat direndahkan."Lancang sekali kau mengatakan itu padaku! Kau bukanlah siapa-siapa yang perkataannya harus aku dengarkan. Jangan mencoba melobiku, Jojo!" murka Lusi."Saya tidak pernah berpikir untuk melobi Anda, bahkan justru saya saat ini merasa bahwa Anda sedang melebihi saya. Anda mencoba menolak untuk menerima kehadiran Tuan Richard.""Aku menolaknya karena aku sangat yakin dia tidak akan pernah bisa memimpin perusahaan itu. Kondisinya sekarang akan membuat perusahaan merasa malu karena memiliki pemimpin yang gila sepertinya!""Aku tidak gila!"Richard menatap sosok wanita yang sudah tidak pernah dia lihat kembali wajahnya setelah lima belas tahun terakhir. Yang dia ingat dalam ingatannya, lima belas tahun yang lalu wanita ini pernah mengunjunginya di pusat rehabilitasi. Entah apa yang dia lakukan saat itu, akan tetapi dia yakin jika wanita ini pasti memiliki maksud dari kedatangannya. “Aku tidak mau jika perusahaan itu hancur. Selama di bawah kepemimpinanku, perusahaan keluarga masih baik-baik saja. Tidak ada masalah dari itu semua dan kau tidak perlu meminta pada Richard untuk menduduki singgasananya. Fokuskan saja dulu dia pada pengobatannya supaya bisa kembali pulih seperti sedia kala.” Jojo menggelengkan kepalanya pelan sebagai tanggapan pada ucapan dari Lusiana, “tuan besar sekarang baik-baik saja. Anda bisa melihatnya bahwa kali ini dia datang dengan kondisi yang jauh lebih baik. Bukankah ini sangat berbeda dengan ketika Anda mengunjunginya lima belas tahun yang lalu?” Jawaban dari orang kepercayaan Sandi itu, membu
Jojo atau yang akrab dipanggil dengan sebutan Jo itu, hanya bisa menghela nafas dengan pasrah akibat dari keras kepala tuannya. Richard bukanlah orang yang keyakinannya bisa cepat ditumbangkan. Meskipun pernah mengalami depresi yang sangat parah, tetapi kini laki-laki berusia 30 tahun itu telah menjadi sosok laki-laki berkelas yang keberadaannya bisa dipertimbangkan. Richard menutupi jati dirinya sebagai seseorang yang berkuasa untuk ungkapan dalam dibalik kematian kedua orang tuanya. Ia akan terus berpura-pura menjadi anak idiot selama penjahat itu masih belum bisa dia temukan. Seperti inilah sesungguhnya sosok Ricardo Arbeto atau yang akrab di sapa Richard itu. Seharusnya kehidupan mereka sudah tenang dengan menjalani kehidupan lain di Perancis. Akan tetapi batin seorang anak yang tak bisa membiarkan orang-orang yang telah melenyapkan kedua orang tuanya bisa tertawa bahagia, pada akhirnya membuat Richard kembali. Dia kembali dengan misi untuk membalaskan dendam tentang kematian
Terik matahari mulai menyingsing di peraduan. Cahayanya yang semburat kuning, kini mulai tampak di sebuah kamar dengan nuansa anak-anak tersebut. Akan tetapi manusia yang seharusnya masih terbaring di atas ranjang itu sudah tidak ada lagi. Sepertinya, Richard sudah terbangun dari tidurnya. Ranjang yang telah terasa dingin, membuat Samuel bertanya-tanya tentang keberadaan sang kakak tiri yang entah di mana dia sekarang. Mata laki-laki berusia 25 tahun itu meneliti ke seluruh penjuru ruangan dan mendapati beberapa pakaian terhambur begitu saja tanpa rapi tertata. “Kenapa para pelayan itu tidak membersihkan kamar kakak? Atau jangan-jangan malah kakak sendiri yang membuatnya berantakan?” Rasa khawatir tentang keberadaan kakaknya tiba-tiba menusuk relung hati. Samuel segera bergerak menuju kamar mandi untuk mencari keberadaan kakaknya, mana tahu ternyata Richard terpeleset di kamar mandi atau bagaimana. Seseorang dengan kondisi seperti Richard tidak bisa dibiarkan sendiri, dia bisa melak
Richard menatap tajam pada John. Memberikan tatapan penuh peringatan dari matanya. Tersirat amarah berkobar dari mata elang itu. Akan tetapi, kini dia tak bisa langsung memukul wajah yang begitu dia benci. Sama halnya dengan Richard, Jhon juga menatap padanya dengan tatapan elang. Kalimat terakhir dari Richard membuat laki-laki itu meradang. "Apa maksud kalimatmu barusan? Kau ingin mengusir aku dari sini?" ujar Jhon dengan nada suara membentak. Beringsut, pura-pura terkejut. Richard memasang wajah takut. Ia menatap pada Jhon, lalu beralih pada Jojo, begitu berulang kali. "Anak idiot! Jawab aku! Kau ingin mengusirku dari sini? Kau pikir, kau siapa bisa mengusir aku dari sini, hah?" sentak Jhon. Richard pura-pura berjingkit dan melemah, menatap Jhon penuh rasa takut. Padahal sebenarnya, ingin sekali ia mematahkan rahang laki-laki di hadapannya ini. "Kau hanyalah anak idiot yang tidak tahu diri. Sudah baik, aku membiarkanmu tetap berada di sini dan membiarkanmu tinggal. Apa kau mau
Jhon berjalan cepat menuju ke gudang. Laki-laki itu kemudian keluar dengan membawa setumpuk benda di dalam kardus. Wajahnya terlihat murka, tanda jika dia sedang tidak baik-baik saja. "Apa yang akan kau lakukan, Suamiku?" tanya Lusiana yang dari tadi mengikuti langkah suaminya. "Aku akan membuat anak tirimu itu kembali menggila, supaya dia bisa kembali ke pusat rehabilitasi." Jawaban dari John membuat Lusiana terkejut. "Kenapa?" tanya wanita itu. "Karena aku sangat muak dengan anak tirimu itu!" Lusiana berjalan cepat, kemudian menghadang langkah suaminya. "berhenti sebentar! Aku ingin tau, apa yang akan kau lakukan, Suamiku?!" katanya. "Jangan ikut campur! Panggil saja anak tirimu itu ke halaman belakang! Biarkan dia kembali menggila dengan kegilaan yang akan aku lakukan!" Lusiana terdiam di tempatnya, menatap pada John yang kini berjalan menuju halaman belakang. Entah apa yang ada di dalam kardus itu, tapi pikiran Lusiana mendadak tidak tenang. Dia kemudian berbalik arah dan
Richard menatap serius pada John yang kini sepertinya sedang mengincar kewarasannya. Entah apa yang akan dilakukan oleh laki-laki itu, akan tetapi Richard sangat yakin jika yang dilakukan olehnya adalah sesuatu yang berhubungan dengan mental. Mungkin, John sedang berniat untuk menjatuhkan kembali mental seorang Richard yang dia yakini saat ini masih menjadi sosok yang idiot seperti beberapa tahun yang lalu. "Anak tidak tahu di untung sepertimu memang pantas kehilangan kedua orang tua. Anak nakal dan tidak tahu terima kasih membuatmu menjadi seorang anak yang kehilangan banyak hal berharga dalam hidupnya, termasuk kedua orang tuamu. Apa kau sudah melupakan itu? Melupakan bahwa kedua orang tuamu tiada karenamu?" Richard mengepalkan tangannya marah, seolah terpengaruh dengan apa yang dikatakan oleh John barusan. Kata-kata memojokkan dan mengintimidasi, yang bagi John akan mempengaruhi kewarasan anak tirinya itu. "Bagus! Marahlah! Kau harus menyadari apa yang kau lakukan beberapa tahu
Richard menatap serius pada John yang kini sepertinya sedang mengincar kewarasannya. Entah apa yang akan dilakukan oleh laki-laki itu, akan tetapi Richard sangat yakin jika yang dilakukan olehnya adalah sesuatu yang berhubungan dengan mental. Mungkin, John sedang berniat untuk menjatuhkan kembali mental seorang Richard yang dia yakini saat ini masih menjadi sosok yang idiot seperti beberapa tahun yang lalu. "Anak tidak tahu di untung sepertimu memang pantas kehilangan kedua orang tua. Anak nakal dan tidak tahu terima kasih membuatmu menjadi seorang anak yang kehilangan banyak hal berharga dalam hidupnya, termasuk kedua orang tuamu. Apa kau sudah melupakan itu? Melupakan bahwa kedua orang tuamu tiada karenamu?" Richard mengepalkan tangannya marah, seolah terpengaruh dengan apa yang dikatakan oleh John barusan. Kata-kata memojokkan dan mengintimidasi, yang bagi John akan mempengaruhi kewarasan anak tirinya itu. "Bagus! Marahlah! Kau harus menyadari apa yang kau lakukan beberapa tahu
Jhon berjalan cepat menuju ke gudang. Laki-laki itu kemudian keluar dengan membawa setumpuk benda di dalam kardus. Wajahnya terlihat murka, tanda jika dia sedang tidak baik-baik saja. "Apa yang akan kau lakukan, Suamiku?" tanya Lusiana yang dari tadi mengikuti langkah suaminya. "Aku akan membuat anak tirimu itu kembali menggila, supaya dia bisa kembali ke pusat rehabilitasi." Jawaban dari John membuat Lusiana terkejut. "Kenapa?" tanya wanita itu. "Karena aku sangat muak dengan anak tirimu itu!" Lusiana berjalan cepat, kemudian menghadang langkah suaminya. "berhenti sebentar! Aku ingin tau, apa yang akan kau lakukan, Suamiku?!" katanya. "Jangan ikut campur! Panggil saja anak tirimu itu ke halaman belakang! Biarkan dia kembali menggila dengan kegilaan yang akan aku lakukan!" Lusiana terdiam di tempatnya, menatap pada John yang kini berjalan menuju halaman belakang. Entah apa yang ada di dalam kardus itu, tapi pikiran Lusiana mendadak tidak tenang. Dia kemudian berbalik arah dan
Richard menatap tajam pada John. Memberikan tatapan penuh peringatan dari matanya. Tersirat amarah berkobar dari mata elang itu. Akan tetapi, kini dia tak bisa langsung memukul wajah yang begitu dia benci. Sama halnya dengan Richard, Jhon juga menatap padanya dengan tatapan elang. Kalimat terakhir dari Richard membuat laki-laki itu meradang. "Apa maksud kalimatmu barusan? Kau ingin mengusir aku dari sini?" ujar Jhon dengan nada suara membentak. Beringsut, pura-pura terkejut. Richard memasang wajah takut. Ia menatap pada Jhon, lalu beralih pada Jojo, begitu berulang kali. "Anak idiot! Jawab aku! Kau ingin mengusirku dari sini? Kau pikir, kau siapa bisa mengusir aku dari sini, hah?" sentak Jhon. Richard pura-pura berjingkit dan melemah, menatap Jhon penuh rasa takut. Padahal sebenarnya, ingin sekali ia mematahkan rahang laki-laki di hadapannya ini. "Kau hanyalah anak idiot yang tidak tahu diri. Sudah baik, aku membiarkanmu tetap berada di sini dan membiarkanmu tinggal. Apa kau mau
Terik matahari mulai menyingsing di peraduan. Cahayanya yang semburat kuning, kini mulai tampak di sebuah kamar dengan nuansa anak-anak tersebut. Akan tetapi manusia yang seharusnya masih terbaring di atas ranjang itu sudah tidak ada lagi. Sepertinya, Richard sudah terbangun dari tidurnya. Ranjang yang telah terasa dingin, membuat Samuel bertanya-tanya tentang keberadaan sang kakak tiri yang entah di mana dia sekarang. Mata laki-laki berusia 25 tahun itu meneliti ke seluruh penjuru ruangan dan mendapati beberapa pakaian terhambur begitu saja tanpa rapi tertata. “Kenapa para pelayan itu tidak membersihkan kamar kakak? Atau jangan-jangan malah kakak sendiri yang membuatnya berantakan?” Rasa khawatir tentang keberadaan kakaknya tiba-tiba menusuk relung hati. Samuel segera bergerak menuju kamar mandi untuk mencari keberadaan kakaknya, mana tahu ternyata Richard terpeleset di kamar mandi atau bagaimana. Seseorang dengan kondisi seperti Richard tidak bisa dibiarkan sendiri, dia bisa melak
Jojo atau yang akrab dipanggil dengan sebutan Jo itu, hanya bisa menghela nafas dengan pasrah akibat dari keras kepala tuannya. Richard bukanlah orang yang keyakinannya bisa cepat ditumbangkan. Meskipun pernah mengalami depresi yang sangat parah, tetapi kini laki-laki berusia 30 tahun itu telah menjadi sosok laki-laki berkelas yang keberadaannya bisa dipertimbangkan. Richard menutupi jati dirinya sebagai seseorang yang berkuasa untuk ungkapan dalam dibalik kematian kedua orang tuanya. Ia akan terus berpura-pura menjadi anak idiot selama penjahat itu masih belum bisa dia temukan. Seperti inilah sesungguhnya sosok Ricardo Arbeto atau yang akrab di sapa Richard itu. Seharusnya kehidupan mereka sudah tenang dengan menjalani kehidupan lain di Perancis. Akan tetapi batin seorang anak yang tak bisa membiarkan orang-orang yang telah melenyapkan kedua orang tuanya bisa tertawa bahagia, pada akhirnya membuat Richard kembali. Dia kembali dengan misi untuk membalaskan dendam tentang kematian
Richard menatap sosok wanita yang sudah tidak pernah dia lihat kembali wajahnya setelah lima belas tahun terakhir. Yang dia ingat dalam ingatannya, lima belas tahun yang lalu wanita ini pernah mengunjunginya di pusat rehabilitasi. Entah apa yang dia lakukan saat itu, akan tetapi dia yakin jika wanita ini pasti memiliki maksud dari kedatangannya. “Aku tidak mau jika perusahaan itu hancur. Selama di bawah kepemimpinanku, perusahaan keluarga masih baik-baik saja. Tidak ada masalah dari itu semua dan kau tidak perlu meminta pada Richard untuk menduduki singgasananya. Fokuskan saja dulu dia pada pengobatannya supaya bisa kembali pulih seperti sedia kala.” Jojo menggelengkan kepalanya pelan sebagai tanggapan pada ucapan dari Lusiana, “tuan besar sekarang baik-baik saja. Anda bisa melihatnya bahwa kali ini dia datang dengan kondisi yang jauh lebih baik. Bukankah ini sangat berbeda dengan ketika Anda mengunjunginya lima belas tahun yang lalu?” Jawaban dari orang kepercayaan Sandi itu, membu
Gemerlap lampu malam, kota Paris. Seorang laki-laki sedang berdiri, memandangi pemandangan Eiffel dari balkon apartemen miliknya. Laki-laki itu menyesap sepuntung rokok, kemudian mengepulkan asapnya ke udara. Seorang laki-laki lain, berdiri di samping. Menatap pada layar ponsel, lalu berkata, "penerbangan akan dilakukan besok pagi, pukul 09.00." "Apa semua persiapannya sudah selesai? Aku tidak mau jika penampilanku besok, membuat manusia-manusia berhati busuk itu menatap dengan curiga. Aku mau, penyamaran ini sempurna," ujar Richard. "Semua persiapan telah selesai. Namun, apakah Anda yakin, akan kembali ke kediaman itu dengan menjadi seseorang yang idiot?" tanya Jojo, orang kepercayaan Richard. "Aku sangat yakin seyakin-yakinnya. Lagipula, dengan menjadi orang yang idiot, aku akan menjadi sosok yang polos dan sangat mudah untuk dilukai. Dengan begitu, aku akan bisa melihat siapa saja yang berada di kubus sekutu dan siapa yang berada di tubuh musuh.""Justru karena itu, Anda akan