Terik matahari mulai menyingsing di peraduan. Cahayanya yang semburat kuning, kini mulai tampak di sebuah kamar dengan nuansa anak-anak tersebut. Akan tetapi manusia yang seharusnya masih terbaring di atas ranjang itu sudah tidak ada lagi. Sepertinya, Richard sudah terbangun dari tidurnya.
Ranjang yang telah terasa dingin, membuat Samuel bertanya-tanya tentang keberadaan sang kakak tiri yang entah di mana dia sekarang. Mata laki-laki berusia 25 tahun itu meneliti ke seluruh penjuru ruangan dan mendapati beberapa pakaian terhambur begitu saja tanpa rapi tertata.“Kenapa para pelayan itu tidak membersihkan kamar kakak? Atau jangan-jangan malah kakak sendiri yang membuatnya berantakan?” Rasa khawatir tentang keberadaan kakaknya tiba-tiba menusuk relung hati. Samuel segera bergerak menuju kamar mandi untuk mencari keberadaan kakaknya, mana tahu ternyata Richard terpeleset di kamar mandi atau bagaimana.Seseorang dengan kondisi seperti Richard tidak bisa dibiarkan sendiri, dia bisa melakukan apapun yang mungkin menyakiti dirinya. Ketika pintu kamar mandi terbuka, Samuel tidak menemukan keberadaan kakaknya di sana dan seketika panik.“Astaga naga. Di mana Kak Richard? Kenapa tiba-tiba dia menghilang? Jangan sampai dia bertemu dengan papa,” kata Samuel yang kemudian berlari keluar untuk mencari keberadaan kakaknya.Samuel menuruni anak tangga dengan cepat, hingga membuat sang ibu yang saat itu sedang menata makanan di atas meja makan pun bertanya-tanya tentang tingkah putra semata wayangnya.“Pelankan dulu langkahmu itu! Bagaimana jika kau jatuh dan terluka?! Kau akan membuat kami kerepotan.”Samuel sama sekali tak mendengarkan ucapan dari Lusiana. Dia terus mengelilingi rumah untuk mencari keberadaan Richard yang kini sangat membuatnya khawatir. Tingkah laku dari anak tersayangnya itu membuat Lusiana bertanya-tanya, tentang kenapa wajah Samuel yang terlihat begitu panik.“Apa yang sebenarnya sedang kau cari? Apa ada bendamu yang hilang?” teriak Lusiana, menghentikan langkah dari Samuel. Laki-laki 25 tahun itu kemudian berlari ke arah ibunya dan bertanya, “apa Mama melihat kakak? Aku tadi ke kamarnya dan dia sudah tidak ada di dalam.”Raut wajah dari Lusiana seketika berubah menjadi datar. Dia tak suka melihat putranya begitu mengkhawatirkan Richard padahal Richard sendiri merupakan ancaman untuk keberadaan mereka.“Ma, apa Mama melihat kakak? Di mana dia?”Lusiana tak menjawab pertanyaan dari putranya itu dan lebih memilih untuk kembali menata makanan di atas meja. Suara langkah kaki kemudian terdengar dan Samuel kemudian mengalihkan tatapannya. Dia sangat berharap bahwa suara langkah kaki itu berasal dari Richard, tapi saat menoleh, Sam kecewa karena suara tersebut ternyata dari suara langkah kaki ayahnya, Jhon.“Kenapa pagi-pagi sekali kau membuat keributan? Apa kau tidak bisa melihat bahwa ini masih pukul 06.00 pagi?”Samuel bertindak dengan acuh, “lalu apa hubungannya pukul 06.00 pagi dengan kegiatanku? Semua orang sudah bangun dan kurasa itu tidak masalah,” jawabnya.“Dasar anak tidak tahu diri!”Sama sekali tak ada rasa sakit hati baginya, yang telah disebut oleh sang ayah dengan sebutan anak tidak tahu diri. Kata-kata seperti itu memang sering terlontarkan dari mulut John sehingga Samuel tidak terpengaruh.“Sudah! Karena kalian semua sudah berkumpul di sini, lebih baik sekarang kita segera makan. Aku ada meeting pagi ini,” kata Lusiana yang meminta pada anak dan suaminya untuk segera makan.Sebagai seorang presiden direktur di perusahaan yang ditinggalkan oleh mendiang suaminya yang tak lain adalah ayah dari Richard, Lusiana tentu saja memiliki banyak kesibukan. Meeting penting yang tidak tahu waktu, pekerjaan yang membuatnya pening atau bahkan yang lainnya. Semua itu telah menjadi sahabat baginya selama 25 tahun terakhir.Sejak pemilik rumah ini beserta istri pertamanya harus tewas dalam kecelakaan beberapa tahun silam, semua kekuasaan secara dimiliki olehnya dan tak satupun dari mereka yang bisa mengganggu gugat hal tersebut. Itu tentu saja terjadi karena pewaris sesungguhnya dari semua kekayaan ini mengalami kelainan mental.“Tidak! Aku akan makan setelah Kakak datang.""Kenapa kau selalu memikirkan anak idiot itu dibandingkan kedua orang tuamu? Jika aku memerintahkanmu untuk makan, maka cepatlah makan!" sentak Jhon.Samuel hanya melirik sekilas, lalu bertindak acuh dengan memainkan ponselnya. Melihat kelakuanku putra semata wayangnya, Jhon meradang. Ia hendak memukulkan tangannya pada meja, tapi dihentikan oleh Lusiana. Wanita itu menggelengkan kepalanya pelan."Samuel, hormati kami sebagai orang tuamu. Jika Mama memintamu untuk segera makan, maka makanlah dan jangan banyak berbicara. Kau tidak perlu mencemaskan kakakmu itu karena dia sudah ada yang mengurus. Urusi dirimu terlebih dahulu baru memikirkan orang lain."Mendengar perkataan dari mamanya yang melarang Samuel untuk berhenti mencemaskan mengenai Richard, laki-laki bermata coklat itu tampak tak suka dengan apa yang dikatakan oleh ibunya."Bagaimanapun juga, kita semua masih bisa makan enak dan hidup dengan layak seperti ini karena harta yang tidak pernah diungkit oleh Richard. Kalian berdua bertingkah seolah-olah kalian adalah pemiliknya padahal kita sama sekali tidak memiliki hak atas semua harta kekayaan ini.""Cukup, Samuel. Bisakah kau berhenti membicarakan itu? Lakukan apa saja yang kau inginkan dan biarkan urusan orang tua menjadi urusan kami dan urus dirimu sendiri. Kau masih terlalu muda untuk memikirkan bagaimana rasanya kehidupan keras yang kita jalani selama ini. Harus ada yang berkorban dan harus ada yang dikorbankan." Lusiana berteriak dengan murka.Prang ....Jhon melemparkan piring berisi nasi dan membuatnya berantakan. Hal itu membuat Samuel mengalami napas karena tak habis pikir dengan apa yang dipikirkan oleh kedua orang itu."Kalian berdua adalah orang paling serakah yang pernah aku temui di dunia ini."Tangan John seketika terkepal dengan rasa kesal karena ucapan putranya barusan yang sangat mengoyak harga diri. Tidak harusnya dia mengatakan itu kepada orang tuanya padahal semua ini dilakukan oleh mereka demi menjamin kebahagiaan darinya sendiri.Hingga kemudian suara langkah kaki terdengar dari arah belakang dan membuat semua orang yang ada di ruang makan itu pun menoleh. Tampak Jojo sedang menggandeng Richard."Hei! Kenapa kau membawanya masuk dalam keadaan basah seperti itu? Kalian mengotori rumahku," teriak Lusiana dengan kesal karena Jojo membawa Richard masuk dengan keadaan tubuh yang basah.Laki-laki itu baru saja selesai berenang dan langsung berlari menuju ruangan makan setelah merasa bahwa ini sudah waktunya untuk sarapan. Tentu saja itu hanya sandiwara, supaya mereka semakin percaya bahwa Richard masih kehilangan kewarasannya."Aku kan mau makan," ujar Richard dengan nada seperti anak-anak."Makan saja di kolam berenang jika kau masuk dalam keadaan basah seperti itu. Lihat hasil perbuatanmu, lantaiku menjadi kotor seperti ini. Air dimana-mana."Richard menarik ujung bibirnya dengan sangat tipis, "tapi kata Jojo ini rumahku. Bukankah aku bebas melakukan apapun di rumahku?" tanya Richard dengan kepolosannya.Lusiana seketika menatap tajam pada Jojo, "Kenapa kau mengatakan pada Richard bahwa ini adalah rumahnya? Bukankah kau tahu jika rumah ini sudah diserahkan kepadaku? Jangan bertingkah ketika kau berada di sini karena aku bisa kapan saja menendangmu."Bukannya merasa takut dengan ancaman yang baru saja dikemukakan oleh Lusiana, Jojo justru tersenyum dengan ramah. "saat pembagian hak waris beberapa tahun silam, saya turut berada di sini. Saya bisa mendengar dengan telinga saya, bahwa rumah ini diserahkan kepada Anda untuk dikelola dengan baik sampai tuan muda siap untuk kembali. Yang saya katakan kepada tuan Richard itu tidak salah karena memang ini adalah rumahnya. Sekarang dia sudah kembali, maka otomatis kepemilikan Anda juga akan dialihkan kepada pemilik sesungguhnya."Mendengar perkataan dari Jojo, John meringsek maju dan mendekati pria tua itu, "kau hanyalah kacung yang sama sekali tidak berhak mengatakan itu kepada kami. Rumah ini rumah kami sejak 25 tahun yang lalu dan sampai kapanpun."Jojo menggelengkan kepalanya dengan pelan, "seharusnya Anda bisa menyadari bahwa Anda bukanlah seseorang yang kata-katanya akan bisa saya dengarkan. Anda adalah orang luar yang tidak pantas ikut campur permasalahan keluarga ini. Jangan pernah melupakan bahwa di sini Anda hanyalah orang asing untuk membicarakan hak waris."Perkataan dari Jojo tentu saja mengoyak harga diri dari John. "berani sekali kau mengatakan itu kepadaku!"John kemudian mengepalkan tangannya dan hendak memukul wajah dari orang kepercayaan Richard itu. Akan tetapi kemudian dia dikejutkan dengan tangannya yang digenggam dengan keras oleh seseorang.Dan orang tersebut adalah Richard."Jika kau memukul Jojo sekali saja, aku akan mengusirmu dari rumah ini."Richard menatap tajam pada John. Memberikan tatapan penuh peringatan dari matanya. Tersirat amarah berkobar dari mata elang itu. Akan tetapi, kini dia tak bisa langsung memukul wajah yang begitu dia benci. Sama halnya dengan Richard, Jhon juga menatap padanya dengan tatapan elang. Kalimat terakhir dari Richard membuat laki-laki itu meradang. "Apa maksud kalimatmu barusan? Kau ingin mengusir aku dari sini?" ujar Jhon dengan nada suara membentak. Beringsut, pura-pura terkejut. Richard memasang wajah takut. Ia menatap pada Jhon, lalu beralih pada Jojo, begitu berulang kali. "Anak idiot! Jawab aku! Kau ingin mengusirku dari sini? Kau pikir, kau siapa bisa mengusir aku dari sini, hah?" sentak Jhon. Richard pura-pura berjingkit dan melemah, menatap Jhon penuh rasa takut. Padahal sebenarnya, ingin sekali ia mematahkan rahang laki-laki di hadapannya ini. "Kau hanyalah anak idiot yang tidak tahu diri. Sudah baik, aku membiarkanmu tetap berada di sini dan membiarkanmu tinggal. Apa kau mau
Jhon berjalan cepat menuju ke gudang. Laki-laki itu kemudian keluar dengan membawa setumpuk benda di dalam kardus. Wajahnya terlihat murka, tanda jika dia sedang tidak baik-baik saja. "Apa yang akan kau lakukan, Suamiku?" tanya Lusiana yang dari tadi mengikuti langkah suaminya. "Aku akan membuat anak tirimu itu kembali menggila, supaya dia bisa kembali ke pusat rehabilitasi." Jawaban dari John membuat Lusiana terkejut. "Kenapa?" tanya wanita itu. "Karena aku sangat muak dengan anak tirimu itu!" Lusiana berjalan cepat, kemudian menghadang langkah suaminya. "berhenti sebentar! Aku ingin tau, apa yang akan kau lakukan, Suamiku?!" katanya. "Jangan ikut campur! Panggil saja anak tirimu itu ke halaman belakang! Biarkan dia kembali menggila dengan kegilaan yang akan aku lakukan!" Lusiana terdiam di tempatnya, menatap pada John yang kini berjalan menuju halaman belakang. Entah apa yang ada di dalam kardus itu, tapi pikiran Lusiana mendadak tidak tenang. Dia kemudian berbalik arah dan
Richard menatap serius pada John yang kini sepertinya sedang mengincar kewarasannya. Entah apa yang akan dilakukan oleh laki-laki itu, akan tetapi Richard sangat yakin jika yang dilakukan olehnya adalah sesuatu yang berhubungan dengan mental. Mungkin, John sedang berniat untuk menjatuhkan kembali mental seorang Richard yang dia yakini saat ini masih menjadi sosok yang idiot seperti beberapa tahun yang lalu. "Anak tidak tahu di untung sepertimu memang pantas kehilangan kedua orang tua. Anak nakal dan tidak tahu terima kasih membuatmu menjadi seorang anak yang kehilangan banyak hal berharga dalam hidupnya, termasuk kedua orang tuamu. Apa kau sudah melupakan itu? Melupakan bahwa kedua orang tuamu tiada karenamu?" Richard mengepalkan tangannya marah, seolah terpengaruh dengan apa yang dikatakan oleh John barusan. Kata-kata memojokkan dan mengintimidasi, yang bagi John akan mempengaruhi kewarasan anak tirinya itu. "Bagus! Marahlah! Kau harus menyadari apa yang kau lakukan beberapa tahu
Gemerlap lampu malam, kota Paris. Seorang laki-laki sedang berdiri, memandangi pemandangan Eiffel dari balkon apartemen miliknya. Laki-laki itu menyesap sepuntung rokok, kemudian mengepulkan asapnya ke udara. Seorang laki-laki lain, berdiri di samping. Menatap pada layar ponsel, lalu berkata, "penerbangan akan dilakukan besok pagi, pukul 09.00." "Apa semua persiapannya sudah selesai? Aku tidak mau jika penampilanku besok, membuat manusia-manusia berhati busuk itu menatap dengan curiga. Aku mau, penyamaran ini sempurna," ujar Richard. "Semua persiapan telah selesai. Namun, apakah Anda yakin, akan kembali ke kediaman itu dengan menjadi seseorang yang idiot?" tanya Jojo, orang kepercayaan Richard. "Aku sangat yakin seyakin-yakinnya. Lagipula, dengan menjadi orang yang idiot, aku akan menjadi sosok yang polos dan sangat mudah untuk dilukai. Dengan begitu, aku akan bisa melihat siapa saja yang berada di kubus sekutu dan siapa yang berada di tubuh musuh.""Justru karena itu, Anda akan
Richard menatap sosok wanita yang sudah tidak pernah dia lihat kembali wajahnya setelah lima belas tahun terakhir. Yang dia ingat dalam ingatannya, lima belas tahun yang lalu wanita ini pernah mengunjunginya di pusat rehabilitasi. Entah apa yang dia lakukan saat itu, akan tetapi dia yakin jika wanita ini pasti memiliki maksud dari kedatangannya. “Aku tidak mau jika perusahaan itu hancur. Selama di bawah kepemimpinanku, perusahaan keluarga masih baik-baik saja. Tidak ada masalah dari itu semua dan kau tidak perlu meminta pada Richard untuk menduduki singgasananya. Fokuskan saja dulu dia pada pengobatannya supaya bisa kembali pulih seperti sedia kala.” Jojo menggelengkan kepalanya pelan sebagai tanggapan pada ucapan dari Lusiana, “tuan besar sekarang baik-baik saja. Anda bisa melihatnya bahwa kali ini dia datang dengan kondisi yang jauh lebih baik. Bukankah ini sangat berbeda dengan ketika Anda mengunjunginya lima belas tahun yang lalu?” Jawaban dari orang kepercayaan Sandi itu, membu
Jojo atau yang akrab dipanggil dengan sebutan Jo itu, hanya bisa menghela nafas dengan pasrah akibat dari keras kepala tuannya. Richard bukanlah orang yang keyakinannya bisa cepat ditumbangkan. Meskipun pernah mengalami depresi yang sangat parah, tetapi kini laki-laki berusia 30 tahun itu telah menjadi sosok laki-laki berkelas yang keberadaannya bisa dipertimbangkan. Richard menutupi jati dirinya sebagai seseorang yang berkuasa untuk ungkapan dalam dibalik kematian kedua orang tuanya. Ia akan terus berpura-pura menjadi anak idiot selama penjahat itu masih belum bisa dia temukan. Seperti inilah sesungguhnya sosok Ricardo Arbeto atau yang akrab di sapa Richard itu. Seharusnya kehidupan mereka sudah tenang dengan menjalani kehidupan lain di Perancis. Akan tetapi batin seorang anak yang tak bisa membiarkan orang-orang yang telah melenyapkan kedua orang tuanya bisa tertawa bahagia, pada akhirnya membuat Richard kembali. Dia kembali dengan misi untuk membalaskan dendam tentang kematian
Richard menatap serius pada John yang kini sepertinya sedang mengincar kewarasannya. Entah apa yang akan dilakukan oleh laki-laki itu, akan tetapi Richard sangat yakin jika yang dilakukan olehnya adalah sesuatu yang berhubungan dengan mental. Mungkin, John sedang berniat untuk menjatuhkan kembali mental seorang Richard yang dia yakini saat ini masih menjadi sosok yang idiot seperti beberapa tahun yang lalu. "Anak tidak tahu di untung sepertimu memang pantas kehilangan kedua orang tua. Anak nakal dan tidak tahu terima kasih membuatmu menjadi seorang anak yang kehilangan banyak hal berharga dalam hidupnya, termasuk kedua orang tuamu. Apa kau sudah melupakan itu? Melupakan bahwa kedua orang tuamu tiada karenamu?" Richard mengepalkan tangannya marah, seolah terpengaruh dengan apa yang dikatakan oleh John barusan. Kata-kata memojokkan dan mengintimidasi, yang bagi John akan mempengaruhi kewarasan anak tirinya itu. "Bagus! Marahlah! Kau harus menyadari apa yang kau lakukan beberapa tahu
Jhon berjalan cepat menuju ke gudang. Laki-laki itu kemudian keluar dengan membawa setumpuk benda di dalam kardus. Wajahnya terlihat murka, tanda jika dia sedang tidak baik-baik saja. "Apa yang akan kau lakukan, Suamiku?" tanya Lusiana yang dari tadi mengikuti langkah suaminya. "Aku akan membuat anak tirimu itu kembali menggila, supaya dia bisa kembali ke pusat rehabilitasi." Jawaban dari John membuat Lusiana terkejut. "Kenapa?" tanya wanita itu. "Karena aku sangat muak dengan anak tirimu itu!" Lusiana berjalan cepat, kemudian menghadang langkah suaminya. "berhenti sebentar! Aku ingin tau, apa yang akan kau lakukan, Suamiku?!" katanya. "Jangan ikut campur! Panggil saja anak tirimu itu ke halaman belakang! Biarkan dia kembali menggila dengan kegilaan yang akan aku lakukan!" Lusiana terdiam di tempatnya, menatap pada John yang kini berjalan menuju halaman belakang. Entah apa yang ada di dalam kardus itu, tapi pikiran Lusiana mendadak tidak tenang. Dia kemudian berbalik arah dan
Richard menatap tajam pada John. Memberikan tatapan penuh peringatan dari matanya. Tersirat amarah berkobar dari mata elang itu. Akan tetapi, kini dia tak bisa langsung memukul wajah yang begitu dia benci. Sama halnya dengan Richard, Jhon juga menatap padanya dengan tatapan elang. Kalimat terakhir dari Richard membuat laki-laki itu meradang. "Apa maksud kalimatmu barusan? Kau ingin mengusir aku dari sini?" ujar Jhon dengan nada suara membentak. Beringsut, pura-pura terkejut. Richard memasang wajah takut. Ia menatap pada Jhon, lalu beralih pada Jojo, begitu berulang kali. "Anak idiot! Jawab aku! Kau ingin mengusirku dari sini? Kau pikir, kau siapa bisa mengusir aku dari sini, hah?" sentak Jhon. Richard pura-pura berjingkit dan melemah, menatap Jhon penuh rasa takut. Padahal sebenarnya, ingin sekali ia mematahkan rahang laki-laki di hadapannya ini. "Kau hanyalah anak idiot yang tidak tahu diri. Sudah baik, aku membiarkanmu tetap berada di sini dan membiarkanmu tinggal. Apa kau mau
Terik matahari mulai menyingsing di peraduan. Cahayanya yang semburat kuning, kini mulai tampak di sebuah kamar dengan nuansa anak-anak tersebut. Akan tetapi manusia yang seharusnya masih terbaring di atas ranjang itu sudah tidak ada lagi. Sepertinya, Richard sudah terbangun dari tidurnya. Ranjang yang telah terasa dingin, membuat Samuel bertanya-tanya tentang keberadaan sang kakak tiri yang entah di mana dia sekarang. Mata laki-laki berusia 25 tahun itu meneliti ke seluruh penjuru ruangan dan mendapati beberapa pakaian terhambur begitu saja tanpa rapi tertata. “Kenapa para pelayan itu tidak membersihkan kamar kakak? Atau jangan-jangan malah kakak sendiri yang membuatnya berantakan?” Rasa khawatir tentang keberadaan kakaknya tiba-tiba menusuk relung hati. Samuel segera bergerak menuju kamar mandi untuk mencari keberadaan kakaknya, mana tahu ternyata Richard terpeleset di kamar mandi atau bagaimana. Seseorang dengan kondisi seperti Richard tidak bisa dibiarkan sendiri, dia bisa melak
Jojo atau yang akrab dipanggil dengan sebutan Jo itu, hanya bisa menghela nafas dengan pasrah akibat dari keras kepala tuannya. Richard bukanlah orang yang keyakinannya bisa cepat ditumbangkan. Meskipun pernah mengalami depresi yang sangat parah, tetapi kini laki-laki berusia 30 tahun itu telah menjadi sosok laki-laki berkelas yang keberadaannya bisa dipertimbangkan. Richard menutupi jati dirinya sebagai seseorang yang berkuasa untuk ungkapan dalam dibalik kematian kedua orang tuanya. Ia akan terus berpura-pura menjadi anak idiot selama penjahat itu masih belum bisa dia temukan. Seperti inilah sesungguhnya sosok Ricardo Arbeto atau yang akrab di sapa Richard itu. Seharusnya kehidupan mereka sudah tenang dengan menjalani kehidupan lain di Perancis. Akan tetapi batin seorang anak yang tak bisa membiarkan orang-orang yang telah melenyapkan kedua orang tuanya bisa tertawa bahagia, pada akhirnya membuat Richard kembali. Dia kembali dengan misi untuk membalaskan dendam tentang kematian
Richard menatap sosok wanita yang sudah tidak pernah dia lihat kembali wajahnya setelah lima belas tahun terakhir. Yang dia ingat dalam ingatannya, lima belas tahun yang lalu wanita ini pernah mengunjunginya di pusat rehabilitasi. Entah apa yang dia lakukan saat itu, akan tetapi dia yakin jika wanita ini pasti memiliki maksud dari kedatangannya. “Aku tidak mau jika perusahaan itu hancur. Selama di bawah kepemimpinanku, perusahaan keluarga masih baik-baik saja. Tidak ada masalah dari itu semua dan kau tidak perlu meminta pada Richard untuk menduduki singgasananya. Fokuskan saja dulu dia pada pengobatannya supaya bisa kembali pulih seperti sedia kala.” Jojo menggelengkan kepalanya pelan sebagai tanggapan pada ucapan dari Lusiana, “tuan besar sekarang baik-baik saja. Anda bisa melihatnya bahwa kali ini dia datang dengan kondisi yang jauh lebih baik. Bukankah ini sangat berbeda dengan ketika Anda mengunjunginya lima belas tahun yang lalu?” Jawaban dari orang kepercayaan Sandi itu, membu
Gemerlap lampu malam, kota Paris. Seorang laki-laki sedang berdiri, memandangi pemandangan Eiffel dari balkon apartemen miliknya. Laki-laki itu menyesap sepuntung rokok, kemudian mengepulkan asapnya ke udara. Seorang laki-laki lain, berdiri di samping. Menatap pada layar ponsel, lalu berkata, "penerbangan akan dilakukan besok pagi, pukul 09.00." "Apa semua persiapannya sudah selesai? Aku tidak mau jika penampilanku besok, membuat manusia-manusia berhati busuk itu menatap dengan curiga. Aku mau, penyamaran ini sempurna," ujar Richard. "Semua persiapan telah selesai. Namun, apakah Anda yakin, akan kembali ke kediaman itu dengan menjadi seseorang yang idiot?" tanya Jojo, orang kepercayaan Richard. "Aku sangat yakin seyakin-yakinnya. Lagipula, dengan menjadi orang yang idiot, aku akan menjadi sosok yang polos dan sangat mudah untuk dilukai. Dengan begitu, aku akan bisa melihat siapa saja yang berada di kubus sekutu dan siapa yang berada di tubuh musuh.""Justru karena itu, Anda akan