Hari itu juga, Dimas bertemu dengan kepala pelayan dan diberikan banyak pengarahan sambil tersenyum cerah. Dimas yang tidak tahan lagi, bertanya. "Apakah anda baik-baik saja? Kenapa tersenyum seperti itu? Apakah saya melakukan kesalahan? Saya tidak pantas berada di tempat ini?" Senyum Sebastian lenyap begitu mendengar pertanyaan Dimas, lalu berdehem. "Saya hanya bahagia melihat Tuan Muda akhirnya melakukan sesuatu yang berguna." "Menurut saya tidak terlalu berguna, dia hanya ingin membuang uang dan menunjukkan kekuasaannya di depan orang banyak." Dimas mengangkat kedua bahu dengan santai. "Beliau membuang uang dan menunjukkan kekuasaan karena memang berasal dari keluarga Kalish, tidak ada yang salah. Namun, yang salah jika beliau tidak memiliki pertahanan yang kuat." "Eh?" "Anda berasal dari kota belakang. Ini hanya rahasia umum sesama kepala pelayan di ibukota, para pelayan yang berasal dari kota belakang biasanya cekatan dan pekerja keras, tujuan mereka tidak ingin kembali ke pu
Dimas segera menurunkan piring dan gelas di atas kereta makanan, ke meja di hadapan Aether. Pelayan muda tersenyum penuh kemenangan. "Kalian berdua, bisa jelaskan kepada aku- kenapa negara ini masih berkembang meskipun banyak faktor potensial, yang menjadikan negara ini bisa maju?" tanya Aether. Dimas yang sudah selesai meletakkan piring dan gelas, berdiri tegap di samping pelayan muda. Pelayan muda mengerutkan kening dengan bingung sekaligus gugup. "Apakah kalian tidak bisa memikirkan hal ini?" tanya Aether. Pelayan muda maju dan memberikan alasan. "Tuan muda, kami hanya pelayan. Yang bisa kami lakukan hanya mencari uang untuk bertahan hidup, bagaimana bisa kami tahu jawabannya?" "Sumber daya manusia." Pelayan muda dan Aether spontan menoleh ke arah Dimas yang menunjukkan wajah datar. "Sumber daya manusialah yang membuat negara ini sulit berkembang." Pelayan muda berdiri di hadapan Dimas dan menegurnya. "Hei, kamu jangan sok tahu! Tuan muda tidak membutuhkan jawaban kita, s
Malamnya. Aether makan malam bersama keluarga besar, termasuk Ibunya. Julia. Kali ini Julia duduk di kursi keluarga sementara ayah kandung Aether duduk di sisi kiri, lalu Aether duduk di seberangnya. istri siri dan anak-anak selingkuhan tentu saja duduk di samping sang presiden. Berkat kebaikan hati Aether sebagai anak. Hal ini membuat para pelayan baru, mulai bersimpati terhadap Aether. Sementara pelayan lama yang dibawa kembali oleh kepala pelayan, menatap benci orang asing yang tidak ada hubungannya dengan Kailash. Alvin dan Aida tidak berani berkutik. Aether menyesap minumnya dengan santai. Baron berdehem lalu bertanya ke Aether. "Besok jadwal kamu apa?" "Menjemput tamu di bandara, bisa dibilang mereka memiliki hubungan baik dengan Ibu." Jawab Aether sambil mengangkat daging yang menancap di garpu dengan jijik. Apakah orang kaya selalu makan makanan yang menjijikan seperti ini setiap hari? Julia yang memperhatikan putranya, bertanya dengan khawatir. "Ada apa sayang? Maka
Aether tersenyum lebar dan menyapa empat anggota bangsawan Inggris yang datang memakai pesawat pribadi. Selena adalah seorang artis hollywood yang beruntung bisa menikah dengan salah satu anggota keluarga kerajaan yang memiliki nama bangsawan sendiri, Viscount Aelfric. Wanita cantik itu juga teman baik dari ibu kandung Aether yang sama-sama kuliah di universitas Brown. Selena yang fasih menggunakan bahasa Indonesia, terkejut melihat Aether menyambutnya. "Aether?" Tanyanya dengan ragu. Aether menyambut hormat pasangan bangsawan itu. "Hallo, saya Aether." Suami Selena yang juga fasih menggunakan bahasa Indonesia, tertawa serta menepuk bahu Aether dengan ramah. "Sudah aku bilang, jangan percaya dengan gosip- lebih baik datang dan lihat dengan mata kepala sendiri." Aether tersenyum canggung. "Apakah ada yang aneh?" Selena memperhatikan Aether dari atas ke bawah, lalu menggelengkan kepala. "Tidak, aku terlalu berlebihan. Jangan diambil hati." Aether mengangguk paham lalu berjongkok k
"Keluarga kerajaan Inggris?" "Hanya kerabat jauh." Setelah berbincang sebentar, Alvin dan Hannah bergegas pergi ke tempat yang dituju. Tamu mereka sangat menghargai waktu, jadi mereka berdua tidak bisa menyia-nyiakan waktu begitu saja. Hannah yang sedang merapikan make up dengan kaca kecil, tertawa. "Kakak kamu hanya gila pesta, pasti bertemu dengan kerabat kerajaan yang suka pesta juga." Alvin mengetatkan pegangan di setir. "Akhir-akhir ini kakak berubah banyak." "Memangnya dia berubah bagaimana? Apakah dia tiba-tiba menjadi pintar? Membedakan kartu kredit dan debit saja tidak bisa, katamu- dia tidak punya otak, hanya dipakai untuk selangkangan saja." "Dia tidak pantas menjadi anak kandung Ayah, merugikan banyak pihak. Kadang aku berpikir, bagaimana bisa si Julia memiliki anak seperti itu." "Yah, memang misteri. Tapi dia tidak setara dengan kamu, sayang. Kamu sudah bisa mencapai sekarang karena usaha sendiri, sementara dia masih harus bergantung kepada orang tua. Tidak ada yan
Satu hal yang paling dibenci oleh masyarakat Indonesia, yaitu hubungan orang dalam. Meskipun praktiknya masih dipakai, tetap saja banyak yang benci. Jika Aether menggunakan hal ini, bisa saja dia akan dinilai menggali kubur sendiri.Selena tidak tahu detail tentang politik Indonesia, namun Asher selalu mengajarinya dasar politik sementara Julia mengenalkan tentang politik Indonesia karena keluarga Kailash memang sebagian berkecimpung di dunia politik, terutama Presiden saat ini adalah suami temannya. "Aether, apakah hal itu tidak akan mempengaruhi nama baik kamu? Jika semua orang tahu kalau kamu memakai koneksi terdekat, pasti akan ada yang menyerang kamu.""Siapa yang akan menyerang saya?" tanya Aether.Asher menjawab tanpa ragu. "Masyarakat Indonesia."Aether duduk tegak menatap Asher dan Julia. "Apakah menurut anda berdua, saya takut dengan masyarakat Indonesia?"Asher dan Julia saling bertukar tatapan, meragukan pertanyaan Aether. Memang anak Julia di hadapan mereka sangat kontrov
"Sayang, kadang kala Ibu merasa kamu ingin mendekat, namun jika Ibu mulai mendekat- kamu akan menjauh, seolah Ibu tidak boleh mengetahui apa pun tentang anak laki-laki yang Ibu lahirkan.""Ibu, bukan seperti itu- aku hanya belum berpengalaman dan tidak bisa asal mengeluarkan analisa, aku tidak mampu menyinggung orang lain.""Ibu tahu itu," kata Julia lalu menatap lurus televisi, menampilkan seorang pria yang memuji pekerjaan Alvin. "Di media sosial sekarang banyak yang setuju dengan pembangunan MRT di beberapa daerah dan rata-rata mereka hanya ingin menikmati, sebagian menolaknya karena alasan yang kamu sebutkan. Namun sekarang kelompok yang setuju dengan proyek Alvin, mulai membandingkan dengan presiden sebelumnya.""Tentang proyek pembangunan?""Benar, di awal- yang kontra menyatakan bahwa pembangunan infrastruktur tidak berguna, tidak bisa memberikan makan untuk rakyat lalu mereka mulai membandingkannya dengan proyek Alvin yang sekarang, dianggap bisa memajukan infrastruktur."Aeth
Aether menuang kembali minuman di gelas, lalu bicara ke Alvin. "Terkadang, dunia ini tidak adil bukan? Hanya aku yang dianggap menjadi anak emas, lalu kalian merasa dianak tirikan, yah- memang kalian berdua anak haram sih ya."Alvin tersenyum sedih, menguatkan pendiriannya bahwa sang kakak saat ini memang dalam keadaan mabuk, terbukti dengan perkataannya yang mulai meracau, mau tidak mau dia harus meladeninya. "Ya, anak tidak bisa memilih dilahirkan oleh orang tua mana pun. Kakak, sebaiknya Kakak istirahat di kamar dan jangan minum kembali."Aether menenggak habis gelas whiskey dalam sekali tegukan, lalu bicara ke Alvin. "Aku tidak bisa tidur, jangan paksa aku. Oh, ini mengingatkan aku tentang kamu- apakah saat ini kamu masuk dalam partai politik?""Ya," jawab Alvin."Partai mana?""Milik Ayah.""Oh, jika aku masuk ke dalam partai- apakah boleh?"Tubuh Alvin menegang ketika mendengar pertanyaan kakaknya. "Kakak ingin masuk partai politik? Bukankah Kakak pernah bilang kalau politik itu