“Ini hari keberuntunganmu Pak, terimakasih sudah membantuku dan jangan lupa untuk merahasiakan semuanya.” Sean menyerahkan jam tangan unlimited dengan harga selangit juga kartu debitnya yang berisi nilai rupiah yang tentunya tidak sedikit. Sopir taksi itu mengangguk senang, menerima semua pemberian Sean dan pergi. Turun dari taksi, Sean melepas atasan seragam petugas kebersihan itu dan membuangnya asal. Hanya menyisakan kaos lengan pendek yang ia pakai dalaman setelan jasnya tadi. Dia masuk ke wilayah Villa Red Rose dengan langkah yang terburu-buru bercampur amarah yang bergemuruh kian besar di dadanya. Ternyata Jeremy sangat pintar memanfaatkan momen untuk bisa mengambil Luna lagi darinya. Sean tidak terima dalam pemikiran itu hingga tinjunya mengepal erat bersiap memukul siapa saja yang akan menghalangi jalannya, meski luka di perutnya pastilah belum sepenuhnya pulih. Dia tidak peduli dengan itu dan hanya ingin Luna selamat. Tapi, seperti dugaannya, Jeremy pasti tidak akan le
“Dimana Sean?”“Pergi.”“Pergi?” Jemima memelototi Aura yang sedang duduk dengan santai di kamarnya.Aura mengangguk tanpa merasa bersalah, lagipula dia masih melayang dan moodnya sangat membaik akibat ciuman Sean beberapa puluh menit lalu.“Kenapa kamu biarkan Sean pergi lagi Aura?”“Memangnya kenapa Ma? acara pertunangan itu sudah selesai dan Sean sudah mengikuti semua kemauan kita tanpa berontak sedikitpun, dan juga...”Aura tersenyum senang sambil memegangi bibirnya malu-malu.Jemima mendengus kesal, seolah tahu apa yang baru saja putrinya lakukan.“Baiklah terserah kamu.”Jemima pergi dari kamar Aura.“Sean, kenapa kamu bisa begitu sweet? Rasanya aku akan mimpi indah malam ini.”Aura memeluk gulingnya erat sambil tersenyum cerah. Dia masih belum move on dari ciuman panas Sean tadi.Sampai tak peduli dimana Sean sekarang dan bagaimana keadaannya.***“Sean, Sean bangun!”Luna berteriak lirih di sela isak tangisnya.Tak lama kemudian, Sean terbatuk darah dan ia akhirnya sadar.Luna
“Kamu tenang saja, Daren sudah mengurus semuanya.” Luna menghela nafas lega. Tiba di rumah sakit, Luna tetap dipaksa Vania untuk mendapatkan pemeriksaan dokter, meski dia bersikukuh menolaknya, Vania tetap tidak bisa dilawan. “Aku bilang juga apa, aku tidak kenapa-kenapa Van.” “Tapi darah di sudut bibirmu tetap saja harus diobati.” “Hmm, pikiranku yang seharusnya diobati, aku semakin trauma sekarang jika melihat Jeremy, dia selalu ingin aku melayani nafsunya seperti dulu.” Luna yang saat ini duduk bersandar di ranjang rumah sakit, menurunkan pandangannya dan bening hangat tiba-tiba membasahi pipinya. “Jeremy memang gila. Dulu kamu dibuang seperti sampah, kenapa sekarang ingin kamu kembali?” Luna mengedikkan bahunya dan dia menyeka air matanya saat teringat Sean. “By the way, bagaimana keadaan Sean sekarang?” “Sean sudah siuman.” “Tolong bawa aku ke sana Van.” Vania mengangguk dan segera membantu Luna turun dari ranjangnya. Di ruangan Sean, Luna tidak bisa menahan diri untu
Langit cerah, cuaca sempurna. Matahari terbit dan hari baru telah tiba. Setelah semalaman menunggu Sean di rumah sakit, Luna memutuskan untuk pulang sendiri ke rumah Vania demi menengok Xander. Namun, siapa sangka rumah Vania mendadak sangat sepi pagi itu, padahal biasanya beberapa pelayan terlihat berseliweran mengerjakan tugas masing-masing, tapi tidak dengan sekarang. Luna mengerutkan kening dan tetap melanjutkan langkahnya untuk masuk dan menengok apa yang terjadi.Melihat Jeremy sedang berdiri membelakanginya dengan Xander dalam gendongannya, Luna terhuyung ke belakang dan menatap punggung Jeremy yang lebar dan ketat dalam setelan jasnya itu dengan tidak percaya.“J... Jeremy.” Mulutnya refleks bergetar ketakutan mengeluarkan suara memanggil nama mantan kekasih yang begitu ia takuti akhir-akhir ini. Bukan hanya itu saja, bagaimana bisa Xander begitu nyaman tidur dalam gendongan Jeremy?Belum sepenuhnya sadar dengan apa yang terjadi di depannya, Jeremy yang saat ini m
“Kecuali kamu tidak akan pernah menikah dengan bajingan Aaron.” Luna tiba-tiba merasa tenggelam. Membuatnya harus memilih antara Sean dan Xander tentu bukanlah hal yang mudah. Luna mencintai keduanya lebih dari apapun, dan sekarang dia harus benar-benar memilih di hadapan Jeremy, apa-apaan? Dia sangat tidak terima. “Jeremy, kamu tidak bisa melakukan itu, apa hak kamu melarangku menikah? Lihatlah dirimu sendiri! Kamu bahkan dulu selalu menolak menikahiku.” “Tentu saja aku berhak atasmu Luna! Kamu ibu dari anakku dan aku tidak suka Xander memiliki ayah sambung seorang bajingan seperti Sean Aaron.” “Kamu bahkan lebih bajingan darinya, Jeremy Allen!” teriak Luna di sela tangisnya yang kini pecah. “Diam!” Gema suara Jeremy membuat Luna bergidik ketakutan. Dia bahkan seketika itu menggigit bibirnya agar tidak lagi mengeluarkan suara isak tangis. Sementara Xander yang ada dalam gendongan Jeremy terkejut dengan suara ayahnya yang menggema itu hingga dia menangis, tapi en
“Kita ke rumah Vania sekarang Zack.” Zacky yang awalnya tiduran di mobil menunggu Daren, kaget luar biasa saat tahu Sean lah yang masuk ke mobil. “Mas Boss, bukannya...” Belum selesai Zacky menyempurnakan kalimatnya karena keterkejutannya, Sean lebih dulu membentaknya. “Cepat!” “Ya Mas Boss, kita ke sana sekarang.” Zacky dengan gugup menyalakan mesin mobil dan melakukan mobil keluar dari area rumah sakit. Duduk di kursi belakang, Sean meringis kesakitan memegangi perutnya, tapi dia tidak berani mengeluarkan suara keras takut Zacky mendengar dan justru akan membawanya ke rumah sakit. Jadi dia hanya berpura-pura tidak kesakitan sama sekali sampai tiba di rumah Vania. Sean langsung buru-buru masuk sambil memegangi perutnya. “Dimana Luna?” “Nona Luna sedang menangis di kamarnya.” “Beri aku kunci cadangan kamar yang ditempati Luna.” “B... Baik Tuan Sean.” Kepala pelayan itu tidak berani membantah. Tentu saja karena tahu Sean sepupu Vania. “Ini kuncinya Tuan.” Kepala pelayan
“Sean!” Luna dengan panik menepuk pipi Sean berharap Sean akan sadar. “Sean bangun Sean.” Sean tetap tidak sadarkan diri dan darah yang merembes di bajunya semakin banyak. Luna bangkit dari duduknya dan berlari keluar saat Vania dan Daren baru saja tiba. “Vania, Daren. Tolong Sean!” “Dimana dia sekarang?” Daren bertanya dengan panik. “Di kamarku.” Vania dan Daren berlari terburu-buru mengikuti Luna. Begitu tiba, Daren dan Vania terkejut luar biasa saat baju rumah sakit yang dipakai Sean berlumur darah.“Sean!” Teriak Daren. Dia kemudian memanggil Zacky dan Reno untuk membantu Sean ke mobil dan membawanya kembali ke rumah sakit. ***Tiba di Villa Red Rose. Jeremy menidurkan Xander dengan hati-hati di kamar sebelah kamar utama. Dia tersenyum tipis dan hatinya tiba-tiba menghangat saat menatap wajah anak itu yang sangat persis dirinya. “Je Alexander, nama yang bagus, dan mommy kamu masih menggunakan nama Daddy di depanmu.” Jeremy kembali menarik sudut
Luna menatap Aura dengan tatapan menghina. “Lebih tepatnya dia tunangan palsumu kan?”Aura menyipitkan matanya dengan marah. “Kau...” Vania mendengus melihat pertengkaran kecil mereka dan dia menyeret Luna ke sisinya. “Jangan membuang tenagamu hanya untuk bertengkar dengannya.” “Tapi dia bilang Sean tunangannya, siapa yang tidak kesal?” “Luna, sudahlah!” Vania kembali mengingatkan.Aura menggelengkan kepalanya dan dia beralih ke sisi Daren. “Daren, sebenarnya apa yang terjadi dengan Sean? Dia kabur setelah kami berciuman saat hari pertunangan itu dan sekarang dia di rumah sakit lagi?” Meski mulutnya yang berbicara tapi mata Aura jelas tertuju pada Luna dengan suara yang sengaja ia perkeras. Luna mendengus kesal dan hatinya seolah dicubit dengan sangat keras mendengar pengakuan Aura. “Seseorang menusuk perut Sean dengan pisau saat Sean dilarikan ke rumah sakit sebelum kalian bertunangan dan karena kamu memaksanya bertunangan saat dia belum benar-benar sembuh, akhirnya luka d
“Ya, tentu saja kamu harus merasa seperti itu karena kedatangan tamu istimewa.” Goda Sean.Chevra terkekeh dan dia langsung menghampiri Sean untuk menyambutnya. Mereka kemudian pergi ke halaman belakang sambil menikmati kopi sebelum masuk ke obrolan inti. “Hmm, jadi karena Jeremy?” “Ya, kakakmu satu itu selalu saja menggangguku.”Chevra tertawa kecil sebelum berkata, “Jangan lupa kita bertiga satu ayah, jadi dia juga sebenarnya kakakmu.” Sean hanya mengedikkan bahunya malas sambil menyeruput kembali kopinya. “Sayangnya aku melupakan itu dan hanya menganggapmu saja yang saudaraku.”Chevra hanya mendengus sebelum kembali menanggapi perkataan Sean.“Lalu bantuan apa yang kamu butuhkan dariku?” “Tentu saja informasi tentang Louis.” Chevra mengerutkan keningnya dengan keras begitu mendengar nama mendiang sahabatnya disebut.“Louis? Ada perlu apa kamu bertanya tentang dia?” “Jeremy memegang semua kartu as Luna hingga membuat Luna terpaksa kembali padanya, dan menurutku
“Jeremy, aku harus memandikan dan menidurkan Xander terlebih dulu.”Luna langsung pergi begitu saja tanpa ingin menjawab pertanyaan Jeremy karena jelas ia tidak mungkin menerimanya kembali, Jeremy sudah pernah menghancurkan semua kehidupannya bahkan di usianya yang baru genap 21 tahun saat itu, dan sekarang dia meminta menikahinya? “Apa dia sudah gila?” keluh Luna dalam hati saat memandikan Xander.Dia sampai tidak fokus hingga lupa membersihkan rambut Xander, alhasil dia harus kembali memandikan Xander.“Mommy minta maaf.” Lirih Luna sambil mendudukkan Xander ke tempat tidur sambil membasuh tubuhnya yang putih bersih dan berisi, dia seperti pangeran kecil yang menggemaskan.Xander hanya tersenyum cerah sambil menampilkan deretan giginya yang baru saja tumbuh, dia seolah ingin menghibur Luna dengan senyuman itu. “Xander, apa kamu menyukai Daddy?”“Dddddy.” Lagi-lagi Xander tersenyum cerah sambil bertepuk membenturkan mainan di tangan kanan dan kirinya. Luna yang saat ini sedang mem
***“Jadi kapan kita akan ke Barcelona?” Ungkit Luna lagi saat mereka sarapan bersama. “Besok, apa kau senang sekarang?” Luna tersenyum begitu manis dan mengangguk. Meski di dalam hatinya dia sangat muak bersikap manis lagi seperti dulu, tapi demi bertemu Louis, dia rela melakukan apapun.“Aku akan menuruti apapun yang kau minta.” “Benarkah?” “Hmm, katakan saja! Apa ada hal lain? Mumpung aku sedang baik hati padamu karena semalam.” “Aku ingin tinggal bersama Xander selamanya.” Luna tersenyum penuh kemenangan saat mengatakan itu. Apa lagi yang dia inginkan kecuali itu?Jeremy menaikkan salah satu alisnya dan dia mencondongkan tubuhnya pada Luna sambil berbisik, “Asal kau terus disisiku, kau bisa kapanpun menemuinya.”Hati Luna langsung menyusut, dia menatap Jeremy dengan kesal sebelum kembali sibuk dengan sarapannya.“Aku akan menyuruh pelayan membawa Xander ke apartemenmu.” Luna hanya mengangguk acuh sambil mengelap tisu di bibirnya.“Dan kau harus menyusuinya.”
***Sinar matahari menembus dinding kaca bertirai transparan yang membuat Sean akhirnya menggeliat bangun. Tangannya meraba-raba ponselnya dan menemukannya di atas nakas. “Sudah jam 8, Luna sudah bangun belum ya?” Gumamnya.Dia bangkit dengan malas sambil mengucek matanya saat ponselnya kemudian berdering. Nama Daren tertera di layar dan Sean langsung menggeser ikon hijau untuk menerimanya. “Ya Dar, ada apa? Bukankah ini hari liburku?” Protes Sean.“Aku tahu, tapi aku ingin memberitahu kabar bahagia untukmu.” “Kabar bahagia apa?” “Video viralmu dengan Luna sudah ditakedown, juga semua komentar negatif tentang kalian sudah dihapus bersih tak tersisa, jadi kita tidak perlu merekayasa apapun. Ini menyenangkan bukan?” Daren tampak begitu bersemangat.Berbeda dengan Sean yang justru merasa linglung setelah mendengarnya.“Bagaimana itu bisa terjadi? Apa Luna meminta Jeremy untuk....”Dia tersentak saat mengingat Luna dan bergegas keluar dari kamarnya dan mencari Luna.“Se
Luna sedang mengamati foto Sean yang tampan sempurna di ponselnya ketika seseorang mengetuk pintu kamarnya.Dia kemudian menyimpan ponsel pemberian Sean itu ke tasnya dan membukakan pintu.Sosok Jeremy yang tinggi menjulang itu berdiri elegan di depannya dengan setelan biru muda yang membuat wajahnya terlihat bersih dan sangat tampan mempesona.Luna sampai gugup menghadapinya. “Jeremy, kau datang dengan cepat.” Jeremy hanya bergumam dan dia langsung masuk begitu saja. Luna tidak punya pilihan mengikutinya setelah menutup pintu kamar. “Bukankah tadi lokasi yang kau berikan itu berada di sebuah villa? Kenapa sekarang kau berada di hotel?” “Aku ingin menunggumu di sini.” Luna tidak tahu jawabannya itu akan berdampak apa nanti, tapi hanya itu yang dia punya di sela kegugupannya saat ini.Jeremy tersenyum tipis sambil memandangi view dinding kaca yang menghadap kolam dan juga pemandangan malam kota Bogor yang sangat indah. Dia kemudian berbalik untuk menatap Luna dan berkat
Malam ini Luna benar-benar tidak bisa tidur nyenyak. Dia terus memikirkan perkataan Sean yang memaksanya untuk menjadi artis Aaron Management.Bukannya dia tidak bisa, tidak. Bukan soal itu. Luna jelas tidak asing dengan dunia entertainment karena bagaimanapun mamanya, Lucia Hart adalah dulunya seorang model dan juga artis terkenal pada masanya, hanya saja mamanya menutup rapat kehidupan pribadinya hingga publik sampai saat ini tidak ada yang tahu bahwa Luna adalah putrinya. Lagipula Lucia Hart tidak menggunakan nama aslinya, tapi dia memakai nama Kaluna Rose yang merupakan nama panjang Luna, Kaluna Rosivera Hart.Dulu, Lucia sering mengajarkan Luna berakting hingga cara berjalan ala model profesional, dia sangat ingin Luna menjadi seperti dirinya nanti ketika Luna sudah berusia 17tahun. Tapi, sebelum Luna menginjak usia itu, Lucia meninggal dan Rebecca hadir di tengah keluarganya untuk mengacaukan semuanya. Luna dilarang mengikuti casting juga sekolah akting, meski dia tidak
“Kenapa dia justru marah padaku?” Keluh Sean sambil memandangi layar ponselnya. Dia mendesah tanpa daya dan mendongakkan kepalanya ke langit-langit ruangan Daren, memejamkan matanya untuk mencoba berpikir keras. Saat itu, ponselnya kembali berbunyi. Dia dengan malas mengeceknya dan ternyata nama ‘My Luna’ tertera di layar ponsel. Sean mengubah posisi duduknya dan menerima panggilan itu. “Ya Luna.” “Sean, kamu dimana? Aku minta maaf ya...” “Aku kembali ke Jakarta, kamu tidak masalah kan di villaku dulu? Aku akan segera pulang nanti malam.” “Kamu masih marah?” “Tidak, aku di kantor Aaron sekarang, tapi aku akan segera pulang jika urusanku selesai. Tunggu ya!” “Baiklah!” Sean mematikan sambungan teleponnya setelah itu. Dia melenguh sambil kembali merosot ke sofa dan mendongakkan kepalanya. Dan pada posisi itu, dia tiba-tiba menemukan sebuah ide.Jadi, dia bangkit dengan penuh semangat dan pergi mencari Daren.“Dar, aku sudah menemukan solusinya.” “Solusi apa
Sean pergi setelah itu dengan pintu terbanting keras. Pundak Luna sampai terangkat karena kaget. Ini pertama kalinya dia melihat Sean semarah itu, jadi dia khawatir. Luna kemudian segera berpakaian dan menyusul Sean ke kamarnya. “Sean, buka pintunya!” Tak peduli seberapa keras Luna mengetuk pintu, Sean sudah terlanjur marah. “Baiklah, mungkin kamu butuh waktu untuk sendiri.” Luna pergi setelah mengatakan itu dan menemui Bibi Nancy di bawah. “Bi.” Sapa Luna yang kemudian ikut bergabung ke dapur dan membantu Bibi Nancy menyiapkan makan malam.“Iya Non, kenapa kusut begitu?” “Sean marah padaku. Hmm, biasanya dia suka menu apa Bi?” “Sup ikan salmon.” Luna berubah antusias, pasalnya dia pernah diajari oleh mamanya.“Aku akan membuatkannya Bi.” “Mau Bibi bantu?” Luna menggeleng dan dia dengan cekatan memasak sup ikan salmon untuk Sean. Tak lama, sup salmon buatan Luna matang dan dia membawanya ke kamar Sean.“Sean...” Tok tok tok.“Sean, aku sudah siapkan
“Maafkan aku Luna!” Sean yang sudah membawa Luna ke kamar dan membuang bikininya akhirnya berhenti begitu melihat Luna menangis. Dia menyambar selimut untuk ia gunakan menyelimuti tubuh Luna. “Maaf membuatmu takut.” Sean mengecup kening Luna dan mengulurkan tangannya untuk menyeka air matanya. “Maafkan aku ya Sayang.” Dia sampai tidak berhenti meminta maaf sambil menarik Luna ke dalam pelukannya. “Harusnya aku yang minta maaf padamu. Aku menghianatimu Sean.”Sean tak berkomentar apapun karena memang dia juga sangat patah hati saat tahu hal itu dari orang suruhannya. “Apa kau berjanji tidak akan mengulanginya lagi?” Luna mengangguk dengan antusias. “Aku janji.” “Meski Jeremy akan mengancam membawa Xander darimu?” “Dia sudah membawa Xander sekarang dan aku tahu kalau dia tidak ada niat untuk mengembalikannya padaku.” Sean mengangguk setuju. “Jeremy itu sangat licik, kamu harus ingat itu.” “Aku tahu Sean, tapi sekali lagi aku sangat lemah jika soal Xander.