"Bu! Kak Desi!" ucap Sinta mencoba memanggil Kakak dan Ibunya tersebut, namun nihil karena mereka berdua memang sedang tidak ada dirumah. Pada kemana sih nih orang-orang, kok sepi banget ni rumah," gumam Sinta.Saat Sinta hendak menuju kamarnya tiba-tiba saja ia dikejutkan oleh sebuah tangan yang melingkar di perutnya."Aw, siapa nih!" sentak Sinta sembari membalikkan badan hendak memukulkan tasnya pada orang itu."Eh jangan pukul, ini Aku sayang," ucap orang itu dengan menyilangkan tangannya di wajahnya."Mas Rian?" ucap Sinta."Iya ini Aku, udah jangan pukul.""Kamu apa-apaan, nanti kalau Kak Desi liat gimana.""Udah kamu tenang saja, Desi sama Ibu lagi pergi, makanya Aku berani meluk kamu.""Pergi? Pergi kemana?""Katanya sih ke kantor polisi.""Ha! Kantor polisi? Ngapain?""Tuh si Mirza ditangkap.""Kok bisa?""Mana Aku tau, udah gak usah hiraukan mereka, yang penting mumpung sekarang semuanya lagi gak ada, Aku mau minta jatah sama kamu," ucap Rian sembari tangannya bergerilya ke
"Kamu…," ucap Bu Widya dan Desi bersamaan."Lila," ucap Mirza, dirinya tidak percaya jika dalang dibalik semua ini adalah Lila, dan Lila juga telah bersekongkol dengan Riana, tapi sejak kapan mereka bertemu dan membuat rencana ini dengan matang."Jadi kamu juga ikut terlibat dalam hal ini?" tanya Desi."Tepat sekali, bukankah ini hukuman yang pantas untuk Adikmu?""Bren*sek kau Lila, beraninya kau lakukan ini padaku!" hardik Mirza pada Lila, dirinya merasa tak terima karena telah dipermainkan oleh Lila dan Riana."Mana si Riana itu, kurang ajar, dia sudsb menjebak anakku, harusnya Riana lah yang dipenjara karena sudah menipu kami!" sentak Bu Widya."Ssst, tenanglah wahai calon mantan Ibu mertua, nikmati saja kehancuran kalian satu persatu, karena ini juga akibat dari ulah kalian sendiri," ucap Lila."Apa maksudmu calon mantan Ibu mertua?" tanya Mirza."Lho, kamu itu lupa atau pikun? Besok kan sidang perdana perceraian kita, sayang ya, kamu gak bisa datang besok, ups… kamu tenang saja,
"Untuk apa Aku mengada-ngada, Aku bukan manusia licik macam kalian, benalu tak tahu diri, sudah ditolong, diberi tempat tinggal yang layak dan kehidupan yang layak, justru Aku yang kalian singkirkan, manusia macam apa kalian ini! Ditambah lagi kalian semua bersekongkol untuk menjual Riana pada pria hidung belang diluar sana, apakah hati nurani kalian sudah mati ha!""Itu bukan urusanmu Lila, cepat bebaskan Adikku sekarang juga!" sentak Desi."Ogah, kan kamu bilang tadi katanya mau minta tolong sama suamimu yang kaya itu, dan itu juga kalau berhasil, kalau enggak, justru suamimu yang bisa kena pasal suap," ucap Lila sinis."O iya, Aku ingatkan kamu Kak Desi, jika suamimu dan Riana saat ini sudah tidak berhubungan, bukan berarti suami tidak memiliki wil diluaran sana, berhati-hatilah, siapa tau orang terdekatmu yang sudah menghianatimu, cerna ucapanku, dan berfikirlah, karena kalau tidak kau pasti akan sangat menyesal," ucap Lila sebelum akhirnya pergi meninggalkan Bu Widya, Mirza dan D
Rian tergesa-gesa memakai pakaiannya, karena sangking paniknya Rian lupa untuk memakai celana dalamnya dan tertinggal di kamar Sinta.Perlahan Rian mengendap-endap keluar dari kamar Sinta, beruntungnya kamar Sinta ada di pojok dekat dengan dapur, dan dengan cepat Rian berjalan berjingkat menuju dapur dan masuk kedalam kamar mandi yang ada di sebelah dapur.Setelah sampai didalam kamar mandi, Rian mengusap pelan dadanya, ia berusaha menenangkan dadanya yang berdetak kencang lantaran jantungnya baru saja selesai senam.Setelah dirasa cukup, Rian pun keluar dari kamar mandi dan menemui Desi yang masih mencarinya."Dek," ucap Rian dari belakang Desi."Mas, kamu dari mana saja?" "Ooo Mas tadi dari kamar mandi, abis buang air.""Kok kamu keringetan gitu Mas? Terus mukamu pucat? Kamu sakit?""Ah, itu, enggak kok. mas gak papa, dikamar mandi kan gak ada kipasnya jadi panas, dan Mas berkeringat, iya begitu, hehehe," ucap Rian salah tingkah."Lho Mas, kamu kok gak pake celana dalam ya, iiih it
Efendi yang mendapat tatapan seperti itu oleh Riana, membuat dadanya berdesir, ada rasa yang tak biasa yang ia rasakan, entah perasaan apa itu, karena sebelumnya ia tidak pernah merasakannya."Mas?" ucapan Riana membuat lamunan Efendi akan perasaannya buyar."Eh, iya, maaf. Jadi kamu mau pulang sekarang atau besok?""Aku bingung, jika pun besok dengan pakaian seperti ini tentu tidak mungkin.""Yasudah gini saja, biar Aku antar kamu pulang, kamu tinggal dimana?""Aku tinggal di mess karyawan di restorannya Mbak Lila.""Oo kamu tinggal disana?""Iya, karena Aku juga bekerja disana.""Yasudah ayo Aku antar, Aku juga sekalian mau pulang.""Tapi apa nggak ngerepotin Mas?""Enggak, kan sekalian mau pulang juga, gak mungkin Aku biarkan kamu disini sendirian, ntar kalau ada yang jahatin kamu gimana?""Yaudah Aku mau pulang sekarang."Efendi dan Riana berjalan menyusuri lorong hotel menuju lobi, selama berjalan disebelah Riana, Efendi mencuri-curi pandangan pada Riana, sedikit ada rasa tidak r
"Baik Pak, nanti saya sampaikan sama Bu Lila.""Terimakasih ya, saya permisi.""Silahkan Pak."Azka pun beranjak, dirinya sedikit kecewa karena tidak mendapati Lila.Tapi saat Azka baru saja sampai di pintu, tiba-tiba dirinya tertabrak oleh seorang wanita yang berjalan menuju restoran, hingga membuat dirinya terjatuh."Aduh, kalau jalan liat-liat dong," ketus Azka,yang mencoba bangun."Eh, maaf-maaf, saya tidak sengaja," ucap wanita itu.Tapi saat Azka berdiri, dan perempuan itu menatap wajah Azka, wanita itu terpana oleh ketampanan Azka."Makanya kalau jalan tuh pake mata, biar gak sembarangan nabrak orang.""Iya maaf saya gak sengaja, apa ada yang terluka? Biar saya obati.""Gak usah, gak perlu, ingat ya lain kali hati-hati!" ketus Azka sembari meninggalkan wanita itu."Galak banget, tapi ganteng sih," gumam si wanita."Mbak, minta menu, saya mau pesan!" ucap Wanita itu pada salah satu karyawan.Karyawan yang ternyata Riana itu pun bergegas menghampiri wanita tersebut sembari membaw
"Uhuk, uhuk, uhuk," Sinta terbatuk karena lehernya terasa sakit, dan ia mencoba menghirup oksigen banyak-banyak dari hidung dan mulutnya."Sudah Ri, lepaskan dia, jangan kau kotori tanganmu dengan menyakitinya," ucap orang itu yang ternyata adalah Lila."Kau, kau beritahu anak buahmu ini untuk berbuat sopan," ucap Sinta sinis dengan terbata karena masih merasakan sakit di lehernya."Aku sangat tahu bagaimana Riana dan bagaimana kau, tidak mungkin ada asap kalau tidak ada api, dan apinya itu adalah kau, masih untuk aku datang dan menyelamatkanmu, karena sedikit saja aku terlambat, kamu bisa mati kehabisan napas," ucal Lila tajam."Beraninya kau menceramahiku, memangnya kau siapa!" hardik Sinta sembari mengangkat tangannya hendak menampar Lila, tapi belum sempat tangan Sinta mendarat di wajah Lila, tiba-tiba saja tangan seseorang mencekalnya, dia adalah Azka.Sinta, lila, Riana dan semua yang ada diana menoleh ke arah Azka."K, kau? Kau laki-laki yang kutabrak tadi kan?" ucap Sinta terk
"Kau tidak apa-apa Ri?" tanya Lila pada Riana saat Sinta sudah tidak ada."Aku gak apa Mbak, tenang aja," jawab Riana sembari tersenyum."Yaudah kamu boleh kembali bekerja.""Iya mbak."Setelahnya Riana dan para karyawan kembali ke pekerjaan mereka masing-masing, karena para pelanggan restoran sudah mulai berdatangan.Lila menghela nafas kasar, untuk sedikit menghilangkan penat di dadanya, saat Lila hendak meninggalkan tempatnya berdiri tiba-tiba Azka memegang tangan Lila, seketika itu juga Lila menoleh ke arah Azka."Mas Azka?""Apa kau lupa denganku yang masih ada disini?" ucap Azka dengan tatapan tajam."Ya ampun Mas Azka, maafkan aku, aku lupa kalau kau masih ada disini.""Apakah menurutmu aku ini tidak penting hingga kau tak menghiraukanku?""Tidak Mas, bukan begitu, aku sungguh lupa," ucap Lila menundukkan wajahnya karena merasa bersalah sudah mengacuhkan Azka."Hei, kenapa sedih? Maaf ya, aku hanya bercanda kok, hahahaha," tawa Azka."Ish, Mas Azka nih, aku lagi capek malah dit