Raja Iblies tentunya tau apa yang terjadi dengan Fatta, apa yang Arash tidak sadari tentunya disadari oleh Raja Iblies. Sudah menjadi tugasnya mengalihkan kesadaran Arash secara penuh. Hanya saat dipenuhi oleh emosilah, waktu paling tepat agar Raja Iblies bisa merayu dan memiliki kesadaran Arash sepenuhnya. (Lihatlah Arash, karena kamu mengambil keputusan yang lambat, pamanmu sampai terluka seperti itu) (Apa harus menunggu pamanmu mati dulu baru kamu mengambil keputusan?) (Bunuh mereka Arash, manusia-manusia ini nggak pantas hidup!) (Mereka hanya akan membuat kerusakan di dunia ini) (Mereka nggak pantas hidup Arash!) Emosi mulai meluap saat Arash melihat Fatta terluka, padahal Arash tau kalau Fatta bisa menyembuhkan dirinya sendiri. Namun emosi yang memuncak karena melihat kematian Hamli di depan matanya, serta luka pada Fatta, membuatnya lupa pada kemampuan yang dimiliki oleh pamannya itu. "Beraninya kalian!" Udara di sekitar mereka berubah, secara perlahan tapi pasti
Arash menatap Arshi dan Reg secara bergantian, mereka terlihat gemetar ketakutan melihat bagaimana Arash dalam sekejap membunuh Glen. Padahal Glen adalah salah satu yang terkuat setelah Arshi. "Jangan mendekat!" teriak Reg, begitu Arash mulai berdiri dan berjalan ke arah mereka. "Bawa mayat temanmu dan serahkan diri kalian kepada warga." kata Arash. "Kamu pikir kami akan menurut? Lebih baik mati daripada menyerahkan diri!" meski ia sadar pikirannya meminta untuk menyerah, namun harga diri Arshi meminta untuk melawan Arash."Aku nggak memintamu untuk menurut, ini perintah!" sahut Arash. Arash kemudian mengeluarkan Elixir Anti magic Potion, cairan yang dapat melumpuhkan segala bentuk formasi sihir. Bukan hanya itu, Arash juga mengeluarkan kuas ajaibnya dan mulai bergerak ke arah Arshi maupun Reg. "Wush!" Dengan cepat Arash membentuk simpul tali untuk menjerat Arshi maupun Reg. Kemudian dengan sigap ia meminumkan Elixir Antimagic Potion kepada Arshi dan Reg, dalam sekejap kek
Arash tak peduli dengan perkataan Raja Iblies, jadi setelah menyerahkan Arshi dan Reg kepada warga lokal, Arash, Fatta, Han Hae Su serta pasukan Elang Hitam kembali ke Kerajaan Bamaraya. "Baru kali ini aku merasa nggak berguna saat menjalankan misi." kata Danang. "Kenapa?" tanya Aryo. Mereka adalah salah satu pasukan Elang Hitam yang ikut bersama Fatta, murid seperguruan dengan Sonic. "Kamu benar, anak itu dan pamannya bukan manusia biasa. Kita dibuat nggak berguna sama sekali." sahut Rambat. Sonic memperhatikan Arash dan Fatta yang berada di meja berbeda dengan mereka, saat ini perjalanan masih jauh. Mereka menaiki kapal untuk kembali ke Kerajaan Bamaraya, setelah itu akan kembali lagi melewati darat dengan kuda. "Pantas Yang Mulia Raja menginginkan bantuan anak itu, kalau anak itu menjadi sekutu bagi Yang Mulia. Maka para pejabat pasti nggak akan berani bertingkah." sahut Adam. Samba mengangguk, ia salah satu pasukan Elang Hitam yang memiliki tubuh seperti Fatta, namun u
Arash bahkan terlihat acuh dengan pertanyaan Naga muda, namun Han Hae Su yang mendengar kalau Mustika Naga adalah benda berharga menolaknya. "Jangan berikan benda berharga kepadaku, ini hanya pusing akan membaik setelah kita sampai di darat." sahut Han Hae Su, ia yang ingin mengikuti Arash, Han Hae Su tak boleh membuat Arash merasa repot karena dirinya. "Astaga, minum saja... Aku punya banyak benda seperti ini." sahut Arash. Naga muda yang mendengar itu hanya melongo, setaunya Mustika Naga sangatlah langka. Ibunya pernah meminjamkannya Mustika Naga, itupun ia harus berhati-hati. Karena Mustika Naga sangat langka. Mustika Naga ini bisa membuat siapapun yang menelannya bisa bernapas di dalam air, bukan hanya itu merek aku juga bisa bicara dan berenang dengan cepat. "Nggak bisa Tuan, ini barang langka!" protes Naga muda. "Naga muda, jangan cerewet! Kalau kubilang banyak ya banyak," sahut Arash. Mendengar penjelasan Arash, Han Hae Su jelas mau menerima pil yang di seb
"Bos, setelah ikut dengan kelompok perompak besar, kelompok kita semakin makmur." Udin, bekas kelompok bandit gunung hitam memijat kaki Hadi. "Saat ini aku menjadi kakak ke empat, bisa jadi suatu hari aku akan naik menjadi kakak pertama." Hadi dan Udin langsung cekikikan membayangkan hari dimana mereka bisa menguasai kelompok perompak besar. Perompak besar memiliki keterkaitan dengan penadah senjata gelap, Hadi masuk ke dalam kelompok dan memberikan satu batang emas yang ia dapatkan dari pemuda bertopeng, setelah itu Hadi diangkat menjadi salah satu petinggi di kelompok perompak besar dan menjadi kakak keempat. Ada tingkatan kepemimpinan di kelompok perompak besar, ada Kakak pertama, ialah Bos besar yang mengambil keputusan akhir pada setiap diskusi, sedangkan kakak kedua, ketiga dan keempat. Masing-masing memiliki jatah wilayahnya tersendiri. "Bos, kudengar kakak kedua dan kakak ketiga mendapatkan buruan besar." "Buruan besar? Apa mereka menangkap seorang pedagang kaya raya?
Kelompok perompak besar disambut oleh Ganto, kakak pertama sekaligus bos besar dari perompak besar. "Luar biasa, kakak kedua dan kakak ketiga menangkap buruan langka, kalau tahanan memiliki jabatan tinggi di kerajaan, maka kita bisa meminta tebusan yang cukup besar." Kelompok perompak besar memiliki cukup banyak pasukan. Ada sekitar 1000 lebih pasukan, bahkan tempat yang kini mereka tempati sudah terlihat hampir seperti sebuah pedesaan. Mereka membangun kawasan mereka dengan pagar kayu yang tinggi, disertai menara pengawas yang mengawasi jika ada musuh yang akan menyerang. "Tempat ini sungguh besar..." kata Fatta. "Ini sih seperti desa yang mulai maju dan berkembang, kenapa malah merampok lagi?" gumam Arash. "Plak! Diamlah!" salah satu perompak memukul kepala Arash. Arash tentu tidak akan tinggal diam, segera ia mengeluarkan Mana anginnya dan mendorong perompak itu hingga tersungkur. Membuatnya jadi bahan tertawaan. "Siapa tadi yang mendorongku?" katanya kesal, namun sem
Udin mengawal Hadi yang sedang berjalan-jalan di sekitar kawasan kelompok besar, mereka ingin melihat seperti apa tahanan yang baru ditangkap oleh kakak kedua dan kakak ketiga. Begitu sampai di lubang tahanan, pasukan yang lebih rendah kedudukannya memberikan penghormatan kepada Hadi. Hadi tersenyum sekaligus mengangguk pelan, mensyukuri kedudukannya saat ini. Hadi menunduk, begitu pula Udin. Mereka melihat langsung seperti apa tahanan yang ditangkap, namun Hadi begitu tercengang dengan siapa yang ditangkap oleh kakak kedua dan kakak ketiga. "Eh!"Hadi langsung mundur ke belakang ketika salah satu tahanan itu menoleh kepadanya. "Bos, itu pria bertopeng yang memberi kita sebatang emas dan meminta kita menyebar kata-kata itu bukan?" ternyata bukan hanya Hadi, Udin juga menyadari siapa yang baru saja mereka lihat. Hadi mengangguk, "kita harus menyelidiki, mengapa mereka bisa tertangkap, aku curiga kalau ini benar-benar jebakan darinya.""Tapi Bos, bisa jadi ia memang tertangkap men
Belum juga Hadi membalas, pasukan paling rendah yang memang tak suka kepada Hadi dan Udin mulai mengejeknya dari atas lubang tahanan. "Hadi, kemaren kamu jadi kakak keempat, kenapa sekarang jadi tahanan?""Kudengar dia ingin bernegosiasi dengan tahanan yang ditangkap kakak kedua dan kakak ketiga.""Konyol sekali, mau bicara omong kosong, pantas saja kamu dijatuhkan sekarang!"Tawa pasukan itu meledak mengejek Hafi dan Udin, saat Hadi berada di posisi kakak keempat, bahkan untuk menegakkan kepala saja mereka tak berani, sekarang bahkan mereka tanpa segan mengejeknya. "Kamu jadi bos di sini?" tanya Fatta. Hadi hanya bisa tersenyum getir, ia bahkan dihina seperti ini. "Benar, sebelumnya Bos adalah kakak keempat, karena ingin membebaskan kalian makanya aku dan bos sekarang ditahan!" sahut Udin, ia kesal karena pemuda bertopeng dan pamannya ini membuat mereka turun jabatan. "Mengapa ingin membebaskan kami?" tanya Arash. Begitu Udin ingin bicara, dengan cepat Hadi menutup mulutnya, ia
Semua orang menatap Rama secara bergantian dengan Arash, Kedua ayah dan anak itu memiliki wajah yang begitu tampan. Hanya saja Arash memiliki mata dan rambut berwarna putih. Itu membuatnya terlihat berbeda. "Arash, ternyata kamu tampan karena ayahmu," kata Jatiagung. "Nggak juga, ibunya juga cantik," sahut Rama dengan senyum ramah. Arash senang begitu mendengar ayahnya memuji ibunya, meski ia tidak bersama mereka. "Jadi bagaimana bisa kalian ada di sini?" tanya Rama akhirnya. Arash nampak kebingungan, apa ia harus bercerita dengan jujur kepada ayahnya itu? Jadi Arash menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal. "Uhm, aku ke sini untuk mengendalikan Raja Iblis yang ada di dalam tubuhku," jelas Arash. Perkataan itu jelas mengubah ekspresi Rama, ia terlihat sedih. "Tapi ayah, aku sudah nggak marah kepadamu," kata Arash buru-buru. Rama kembali tersenyum, 'sudah nggak marah? Rupanya anakku sempat sakit hati atas keputusanku, maafkan aku Arash! Aku nggak layak menjadi ayahm
Setelah Arash mengatakan itu, Fatta dan Jatiagung berlari dengan cepat untuk menghadang Ketua Yohan dan Ketua Agung. "Arash, jangan tawar menawar dengan mereka. Mereka dari sekte kegelapan nggak bisa dipercaya," kata Jatiagung. "Arash, lukis ayahmu sekarang, biar paman yang hadapi mereka!" seru Fatta pula. "Cih, kalian pikir kalian mampu!" sahut Ketua Yohan. "Kita coba saja, jangan terlalu banyak omong!" sahut Jatiagung. Setelah itu keempat pria dewasa itu saling bertarung, Arash tidak boleh melewatkan kesempatan itu. Itu karena Raja Iblislah yang memintanya untuk segera melukis ayahnya Rama. (Arash, aku nggak suka ayahmu, tetapi saranku, hanya ayahmu yang bisa menghadapi manusia-manusia ini) Memangnya ayahku sehebat itu? Raja Iblis terkekeh saat itu, (kamu pikir siapa lagi yang punya ide untuk menyegel ku bahkan di tubuh anaknya sendiri, hanya ayahmu saja yang dengan cepat berpikir seperti itu) Karena itulah Arash mengambil keputusan itu, Arash mengeluarkan
"Masuklah gadis-gadis cantik!" seorang pria penjaga membuka pintu yang merupakan ruangan khusus ketua sekte kegelapan. Ruangan itu begitu besar dengan beragam sajian menarik dari surga dunia. Begitu memasuki ruangan itu, awalnya Arash mengira mereka akan menemui para pria tua, nyatanya mereka adalah pria yang nampak masih berumur sekitar diawal 40an. "Plak!" seseorang bahkan memukul pantat Arash, membuat Arash tersenyum mengerikan. Ia bahkan ingin segera melayangkan tinjunya saat ini juga, tetapi Anastasya segera memegang tangan Arash. Begitu pula dengan Mei Xue, ia juga menahan tangan Arash. Sudut bibir Arash terasa berkedut karena memaksakan senyum di wajahnya. "Wah para gadis telah datang," pria-pria itu bersorak dan meminta penjaga pintu untuk menutup pintu."Cepat menari sayang!""Goyangkan pantatmu cantik!" "Tap!" setelah pintu tertutup, Arash berjalan perlahan ke pintu. Disana penjaga pintu mengira Arash mencoba menggodanya, ia tersenyum dengan lidah menyapu bibirnya. Te
Arash menatap foto itu dan mulai menggambar, "Nona, dari mana kamu mendapatkan benda seperti ini? Bukankah ini foto?" tanya Arash. "Aku punya seorang teman wanita, dia melakukan perjalanan sendirian, ia sampai di tempat ini, kamu lihat pria ini? Dia adalah kakaknya," jelas Imelda. Arash mengangguk paham, "aku tanya satu hal lagi, apa dia mendapatkan ini dari masa depan?" tanya Arash. Karena benda berupa foto itu hanya bisa di dapatkan dengan kamera saja. "Kamu benar, darimana kamu tahu? Aku nggak tahu lebih tepatnya seperti apa, yang jelas temanku menggunakan barang yang belum pernah aku lihat," Imelda nampak bersemangat. Baju pengantin yang Imelda minta telah selesai dibuat, setelah Imelda mencobanya semua orang terpana melihat baju pengantin itu. Baju pengantin tradisional yang nampak indah di tubuh Imelda. "Nona Imelda, kamu cantik sekali." Perkataan Arash itu disetujui oleh semua orang, begitu pula dengan Norman. Setelah giliran Imelda, sekarang Arash juga menggambar b
Arash segera mengikuti Anastasya, ia begitu khawatir dengan keadaan teman-temannya. Jika apa yang Anastasya katakan benar, maka kemungkinan saat ini keadaan teman-temannya akan sulit. Mengingat begitu sulit mencari makanan di tempat ini. Arash dengan langkah yang terburu-buru mengikuti Anastasya dari belakang, tetapi betapa bingungnya Arash begitu mendapati teman-temannya malah makan dengan nikmat. Bahkan tidak terlihat kesulitan. "Ha! Apa yang baru saja aku khawatirkan?" gumam Arash kesal. "Arash! Akhirnya kamu keluar juga!" Fatta segera menghampiri Arash, begitu pula dengan Jatiagung dan Norman. Sedang Mei Xue segera berlari dan memeluk Arash, perasaan baru seminggu Arash berada di dalam gua. Mengapa mereka memperlakukan Arash seolah lama tak berjumpa. "Haish! Jangan memeluk seperti ini, sungguh memalukan." Arash berusaha melepaskan pelukan Mei Xue darinya, tetapi gadis muda itu masih mempererat pelukannya, ia menangis terisak di dalam pelukan Arash. Arash menatap F
Arash mengepalkan tangannya, ia merasa tak kuat dan ingin membuka matanya, ia ingin bertemu kedua orangtuanya. Hal yang wajar bukan? "Arash, mengapa kamu nggak membuka mata nak?" suara Rama lagi-lagi terdengar di telinga Arash. "Arash, maafkan ayah! Arash ...." Ketika Arash ingin membuka mata, kali ini suara Rama menghilang. Berganti dengan suara Fatta. "Arash, kamu mengapa ada di sini? Lama sekali paman menunggumu di luar!" "Arash apa yang kamu lakukan? Buka matamu, tempat ini aneh sekali! Arash!" "Astaga, ini yang nggak paman suka darimu! Kamu berbuat sesuka hatimu Arash!" "Arash, apa yang kamu tunggu, cepatlah kita pergi!" Kali ini Arash ingin membuka matanya, ingin memukul suara yang meniru suara Fatta. Haish! Arash benar-benar kesal, bahkan ketika ia mengomel seperti itu sangat mirip dengan pamannya. "Arash, cepatlah! Haish, karena inilah kedua orangtuamu meninggalkan kamu Arash, karena kamu sulit diatur!" Arash mengepalkan tangannya, saat ini rasanya ada kedut
"Yah, hanya itu keinginan kami, makanan lezat, seperti yang aku lihat, kamu menggunakan kuas ajaib milik Raja Iblies, jadi aku juga tahu kalau benda itu nggak bisa digunakan oleh orang lain dan hanya bisa digunakan olehmu, benar bukan!" Anastasya duduk sembari menyilangkan kaki. Ia memakan buah di atas meja. Buah yang nampak bening, tidak seperti buah lainnya, lebih seperti agar-agar. "Katakan lebih dulu apa yang harus aku lakukan?" tanya Arash. "Kamu hanya perlu menahan makan dan minum, bukan hanya itu, setelah itu kamu nggak boleh bicara, meski kamu ingin bicara, bahkan di dalam hatimu." Anastasya melirik Arash, ia tahu kalau cara ini akan berhasil. "Dari mana aku tahu kalau cara itu berhasil? Kamu bisa saja membunuhku," tuduh Arash. Anastasya tergelak, "membunuhmu? Apa itu mungkin sedangkan di dalam tubuhmu sedang bersemayam Raja Iblies, anak muda aku nggak senekat itu ingin membunuhmu! Apa kamu nggak sadar kalau selama ini kedua siluman itu juga sedang mengikuti mu?" tanya Ana
Arash menahan kedutan di wajahnya, kalau bukan karena Fatta adalah pamannya, sudah pasti pukulan ini akan melayang kepadanya. "Paman!" protes Arash dengan mata mendelik. Fatta menahan tawanya, ia bahkan sedikit menjauh karena tak kuasa menahan tawa. Astaga! Arash sungguh menggemaskan di mata Fatta. "Mengapa Kakak jadi terlihat lebih cantik dariku?" protes Mei Xue. Bukannya senang, Arash malah memberi Mei Xue jitakan di kepala. "Aduh!" Mei Xue hanya bisa mengelus kepalanya kemudian mengikuti Arash tanpa berani mengejeknya lagi. Tidak berapa lama akhirnya mereka sampai di depan halaman sekte bunga beracun. Seperti namanya bunga beracun tersebar di mana-mana, dengan keindahan yang mampu menggoda siapa pun yang melihatnya. Ketika terhisap aromanya, seseorang bisa saja mati. Karena itulah Norman, Jatiagung dan Fatta hanya bisa melihat dari kejauhan. Hal tepat ketika mengirim Mei Xue yang merupakan siluman ular, sedangkan Arash, ia memiliki Elixir healing potion yang bisa ia m
Mereka keluar dari rumah Norman ketika keadaan telah lebih baik, para warga di kota pertengahan beraktivitas seperti biasa dan tidak begitu peduli dengan keberadaan mereka. Kota ini nampak cantik, rumah-rumah di sini memang berukuran kecil. Dibuat dari bahan yang bukan kayu biasa. Kalau menatap ke arah selatan dan utara mereka bisa lihat kalau ada bangunan-bangunan megah yang menjulang tinggi. Bukan hanya itu, pemandangan pagi ini memang menggambarkan tempat ini seolah surga dunia. Karena ada bunga-bunga indah yang menghiasinya, ada pula batu-batu indah dengan nilai tinggi. Air yang mengalir deras seperti sungai-sungai kecil dengan aneka ikan hias di dalamnya. "Guru, batu apa ini?" tanya Arash, ia belum pernah melihat batuan indah yang ada di kota pertengahan. "Batu merah delima, jantung sang Naga." ketika Norman mengatakan itu Naga muda bereaksi. "Heh?!" "Hanya perumpamaan saja," Norman tertawa. Setelah itu Naga muda kembali berkamuflase dan bertengger di bahu Arash.